
Kencan - Akane Fudo
× × ×
Akane Fudo dari sub unit KiLLER KiNG adalah karakter terakhir dari anggota B-project yang sudah ditulis olehku. Maka, resolusiku untuk menyelesaikan semua karakter akhirnya terpenuhi \(;w;)/
Thank you for always waiting, reading, and commenting my works!~
Selamat membaca!
× × ×
Alkisah, keempat lelaki tampan duduk melingkar di sebuah ruang tamu. Tersedia empat kertas mungil dilipat penuh kerahasiaan. Hanya ada satu tulisan, tiga sisanya kertas kosong.
"Kuhitung sampai tiga. Segera ambil tanpa kebimbangan apapun," kata Shingari mengacak-acak lipatan kertas.
"Satu ...."
Seminggu lalu, Yashamaru mengiakan tawaran dadakan dari sebuah stasiun televisi. Hanya satu yang terpilih untuk menjadi bintang tamu. Karena ingin memilih secara objektif, sang duo kembar memutuskan pilihan secara acak.
"Dua ...."
"Yuzuki, aku tak mau berpisah denganmu!" seru Haruhi merengkuh pundak kakak laki-lakinya itu.
Yuzuki tetap saja berekspresi datar. "Hanya takdir yang bisa menentukan."
"Tiga!"
Layaknya berebut sembako gratisan, keempat lelaki saling mengambil kertas dengan sigap.
"Yokatta!" Respons pertama ditunjukkan oleh Haruhi yang melompat girang karena mendapat kertas kosong.
Shingari mendapat kertas kosong juga. "Tidak dapat rupanya."
Yuzuki membalik kertas. "Hm. Kosong juga."
Begitu Yuzuki lolos, Haruhi tidak segan memeluk kakak kandungnya itu; keinginannya terkabul.
Akane menyeringai ngeri lalu membuka kertas. Mendapati tulisan "terpilih" berada di genggaman.
"Eeeh? Jadi aku nih yang kena?!"
Kencan
Pair: Akane Fudo x Trainee! Reader
B-project (c) MAGES
Rate: T
By agashii-san
.
.
.
Akane mendapatkan skrip adegan reality show dari Yashamaru. Ia akan kencan seharian dengan seorang gadis yang tidak pernah ditemuinya.
"Meskipun adegan ini sudah direncanakan, secara realita bergantung dari dirimu sendiri. Mengerti?" Yashamaru menjelaskan.
Canggung, Akane mengangguk pelan.
Ia jarang berinteraksi dengan perempuan. Acara itu akan dilangsungkan minggu depan. Gadis yang bersamanya merupakan penggemar--- terpilih secara random.
"Mungkin kamu butuh air. Minum dulu," saran Yashamaru mengedarkan sebotol air mineral.
Akane membuka tutup botol lalu meneguk air banyak-banyak. Dalam waktu singkat, isi botol berbobot enam ratus mililiter langsung kandas.
"Jangan panik begitu. Anggap saja sebagai bentuk pendekatan kepada fans. Secara tidak langsung, ini bentuk promosi yang menarik, 'kan?"
Lelaki berambut jingga pekat itu terhenyak. Yashamaru menerima panggilan kemudian izin pergi karena ada urusan. Sebelumnya, Akane pernah canggung dengan anggota KiLLER KiNG karena skinship--- demi keakraban dalam photoshoot. Namun, ketiganya laki-laki. Karena sesama jenis, Akane pun lebih mudah beradaptasi.
Setengah tahun silam.
Hal ditunjukkan dari si ganteng jangkung yang abnormal--- Miroku Shingari berkata, "Ototmu bagus. Kau sering ke gym ya?"
Kedua, si periang, tetapi brother complex--- Teramitsu Haruhi. "Kita semua teman! Jangan sungkan-sungkan untuk bercerita. Aku siap dengar dengan hati lapang."
Yang terakhir, kakak kandung si kembar yang pendiam--- dan paling normal--- bernama Teramitsu Yuzuki berkata, "Tenanglah. Semua akan baik-baik saja."
Akane membenamkan wajahnya, menjadikan skrip sebagai alas. Padahal, ia merasa siapapun di luar dirinya akan lebih cocok menjalankan peran lelaki-yang-mengajak-kencan-pertama. Nasi terlanjur menjadi bubur. Kontrak persetujuan telah ditandatangani.
× × ×
"Perempuan tidak seganas hewan buas. Santai, santai. Masih berwujud manusia, seperti kita," tutur Haruhi.
Yuzuki membalik halaman dari sebuah buku tebal berjudul rumit. "Perbanyak referensi. Mungkin menonton drama romantis atau membaca komik cantik bisa memperkaya peranmu."
Akane mengangguk lalu segera mencatat di notes mungil dari saku celana. "Siap, bos!"
Di sisi lain, Shingari menyetrika kemeja putihnya. Dia tetap diam.
"Oh. Berjuanglah," ucap Shingari setelah Akane melirik ke arahnya terlalu lama. "Atau mau dipijat biar rileks?"
Akane menggeleng cepat. "Tidak, terima kasih! Aku sehat lahir batin. Ano ... aku ke kamar dulu."
Memisahkan diri, Akane segera menghilang dari balik pintu. Begitu ditemui dengan tempat tidur, ia menghamburkan diri. Memejamkan mata. Semuanya akan baik-baik saja.
Mungkin juga tidak.
× × ×
Tidak biasanya suasana di pagi hari begitu gaduh. Akane tertidur dengan posisi tengkurap. Pintu kamarnya dibuka paksa oleh Haruhi. Mendapati bintang tamu masih tidur dalam keadaan pulas, Haruhi mengguncang bahu Akane.
"Kau tak punya waktu untuk tidur lagi! Cepat bangun!"
Akane menyahut dengan suara serak, "Um ... kenapa? Masih ngantuk."
Yuzuki yang bersandar di depan pintu berkata, "Penggemar yang jadi kencan bersamamu sudah diantar ke sini. Dan ... ada kamera yang menyorotimu sekarang."
Manik oranye Akane langsung membola penuh. Hal utama yang didapatinya langsung membungkukkan tubuh dan memberi salam kepada sejumlah staf yang terkikik. Ia tidak menyangka bahwa pengambilan video akan secepat ini.
"Ohayou. Ano ... biarkan aku siap-siap dulu, ya. Beri aku lima, tidak, dua puluh menit paling lambat!"
Haruhi menggeleng bingung. "Apa Yashamaru tidak memberitahunya, ya?"
"Tapi kurasa sudah membaca skripnya dengan baik." Yuzuki mengangguk pelan. "Kita dukung yang terbaik untuknya."
Pintu kamar Akane tertutup rapat. Di sisi lain, seorang gadis duduk di sofa. Sesekali ia melirik ke kanan dan kiri--- mengamati sekilas apartemen yang dihuni KiLLER KiNG. Menjedakan observasi, Shingari menaruh secangkir teh di atas meja.
"Nikmati saja dulu earl grey-nya. Akane pasti tidak lama lagi."
[Name] mengangguk pelan lalu mengambil cangkir yang menguarkan aroma sitrus. "Terima kasih."
Sebenarnya, [Name] tidak menyangka bisa mendapat tawaran kencan bersama idola yang baru naik daun itu. Demi hak publikasi penyiaran, ponselnya harus ditahan seharian. Namun, dirinya memang akan menjalankan aktivitas.
Kamera menyorot ruang tamu. [Name] menyadari bahwa rekaman mulai berlangsung ketika Akane sudah siap.
"Maaf lama menunggu!" Lelaki berambut oranye itu berderap di belakang [Name].
Gadis itu sontak tersipu. "Tidak apa-apa."
"Kencannya mulai, nih! Wajib senang-senang, ya!" ucap Haruhi merangkul bahu Akane.
"Hati-hati. Jangan lupa bawa oleh-oleh," kata Yuzuki melambaikan tangan.
Shingari mengacungkan jempol. "Kami ada di sisimu. Lakukan yang terbaik."
Akane menganga lalu terkekeh kaku. Ketiga rekan seapartemen itu menganggap dirinya sedang berjuang di dunia laga. Dan berharap Akane kembali ke hunian dalam keadaan selamat.
"Kami berangkat," pamit Akane.
Haruhi mengedipkan sebelah manik ungunya. "Gandengan, gandengan."
"Haruhi, jangan menggoda Akane. Wajahmu pasti tersiar di televisi. Pemirsa terkasih, maafkan adikku yang tidak tahu malu," tegur Yuzuki yang masih disoroti kamera.
Shingari hanya diam dan membantu Akane membukakan pintu. Peran mereka berakhir sampai di depan pintu apartemen. Posisi kamera juga mengekori Akane dan [Name]. Menjalankan misi seharian.
× × ×
"Sudah sarapan?" tanya Akane.
[Name] mengangguk. "Tadi saat di apartemen pasti terkejut sekali didatangi kru kameramen. Akane-san pasti lapar."
Tidak seperti ekor terus-menerus, kru kameramen menyerahkan tongsis yang bisa dipergunakan oleh Akane dan [Name]. Mereka berjalan melalui trotoar yang hanya sedikit dilalui pejalan kaki.
"Aku ...," kata Akane terlihat gugup, "tidak mau makan kalau sendirian."
[Name] menyelipkan rambutnya ke telinga. "Kalau begitu aku akan menemanimu makan. Tapi kita makan apa, ya?"
"Makan sushi! Bagaimana?" ajak Akane.
Mengiakan, sebuah van tersedia untuk mengantar mereka menuju restoran langganan Akane. Sepanjang perjalanan, Akane berusaha memecah keheningan dengan menceritakan seputar kuliner.
Sebuah restoran sushi tidak begitu ramai karena pihak staf telah melakukan reservasi. Alunan musik pop memenuhi seisi ruangan. Berbagai sushi diedarkan dari mesin melingkar yang bisa dipilih sendiri. Akane dan [Name] segera duduk usai mengambil piring serta sumpit.
"Kalau tidak biasa makan yang mentah bisa coba dulu tamagoyaki sushi. Banyak varian."
Salah satu produser bersuara, "Akane, kau suapi dia. Mana dia bisa tahu jenis sushi yang enak?"
Pipi Akane jadi merona lalu menyahut, "Pak Produser, jangan menggodaku!"
[Name] ikut terkekeh diikuti sejumlah staf yang juga memilih sushi. Daripada merasa dipermalukan, Akane beralih tersenyum. Ia harus bisa mencairkan suasana.
"Jangan mengecewakan penonton. Cepat," sergah produser lagi.
Akane terkejut lagi. Tuntutan barusan terjadi di luar skrip.
"Aku bisa sendiri, kok. Tapi gerakan piringnya lumayan cepat. Jadi sulit memilih," ucap [Name].
Mendengar hal itu, Akane menggulung lengan kemeja merah bermotif kotak hitam hingga siku. Kemudian mengambil piring dan sumpit dari tangan [Name].
"Aku yang ambilkan. Tunjuk saja sushi-nya."
Staf tidak lagi menunjukkan komplain. Mungkin Akane bisa menunjukkan intimasi tersendiri. Beberapa staf juga merasa tersanjung karena Akane menunjukkan yang terbaik--- bisa diandalkan.
× × ×
Sebuah kartu tersedia di genggaman Akane. Ya, kini keduanya tengah bersenang-senang di game centre. Akane begitu bersemangat saat menghampiri permainan bola basket.
"Kita ... main ini?" tanya [Name].
Akane mengangguk mantap. "Dijamin seru."
"Aku nonton saja, ya," tukas [Name] menyudutkan diri ke sisi pinggir mesin.
Tidak rela hanya merasa senang sendirian, Akane refleks memegang jemari [Name]. Gadis itu terkejut, tetapi tidak menepis. Manik oranye Akane menatap lekat-lekat.
Tanpa sadar, dirinya terbawa perasaan.
Tidak seperti laki-laki yang selalu membawa logika, seorang perempuan mengedepankan emosi.
Awalnya, segala yang direncanakan Yashamaru berdasarkan skrip terkesan sangat membosankan. Namun, ketika dilakukan, Akane tidak menyangka bahwa ia akan begitu larut akan segala aktivitas.
Akane melepas genggamannya. "Maaf, aku tak sengaja. Sayang kalau tidak mencoba. Kuajari, bagaimana?"
Tidak punya pilihan, gadis itu mengangguk. Akane tersenyum hangat kemudian segera menyelipkan koin ke dalam mesin. Tiga bola basket meluncur dan siap dilempar ke dalam ring.
Akane mempraktikkan lebih dahulu. Ternyata telak menghasilkan dua poin. Begitu membiarkan giliran [Name] melakukan shooting, bola itu dipegangnya begitu kaku. Tidak membiarkan [Name] terpuruk, Akane segera berpindah posisi--- berada di belakangnya.
"Pertama, sesuaikan arah bola dengan keranjang. Begitu tepat, lempar," ujar Akane mengatur posisi bola yang dipegang [Name].
Lelaki itu tidak ingin kehilangan fokus, tetapi menyadari jemari seorang gadis begitu mungil dan lembut. Berbalik kondisi tangan laki-laki pada umumnya--- besar dan tegas. Di sisi lain, sang gadis berusaha melempar bola basket. Namun, bola basket tetap tidak masuk sasaran.
"Yang terpenting dari permainan ini adalah mencetak skor sebanyak mungkin hingga waktunya habis!"
Melihat Akane begitu berusaha keras, [Name] berusaha melempar bola yang tersedia.
Setengah menit tersisa. Peluh keringat mulai membasahi pelipis. Tawa dan keluh beradu.
Sepuluh detik. [Name] belum mencetak satu pun skor. Tapi ia tidak mau menyerah begitu saja.
Lima. Empat. Tiga detik.
Terjepit waktu, [Name] mencoba lagi.
Seolah sedang bermimpi, bola itu masuk. Waktu pun habis. Semua bola kembali diedarkan ke lokasi asal.
"Ma-masuk," ucap [Name] tak percaya.
"Kau berjuang dengan baik, [Name]. Yakinlah bila kau bisa," ujar Akane tersenyum lebar.
Alih-alih ikut tersenyum, [Name] lantas meneteskan air mata. Dengan cepat, ia menyeka meski terus mengalir. Akane mengernyitkan dahi. Tidak tercantum di skrip bila gadis itu akan menangis di game centre.
"Sepertinya ... tadi aku begitu memaksamu. Maaf, maaf!" Akane membungkukkan badan.
[Name] memegang bahu Akane. "Bu-bukan salahmu. Aku hanya terharu."
"Lalu ... kenapa kau menangis?" Akane terlihat cemas.
Staf tetap melanjutkan rekaman. Mungkin mereka akan melakukan pemotongan adegan, tetapi Akane tidak peduli. Dia tidak mau gadis itu pulang bersamanya dalam keadaan kecewa. Sebuah kursi disediakan bagi [Name] untuk menenangkan diri.
"Merasa tersentuh karena melakukan yang terbaik itu ... bodoh, ya?" tanya [Name].
Akane menggeleng cepat. "Sama sekali tidak bodoh. Setiap diri memerlukan pengakuan. Ingin dihargai. Jadi, itu hak siapa saja."
[Name] masih tetap terdiam. Di satu sisi, Akane jadi begitu canggung--- menggaruk tengkuk.
Lelaki itu menambahkan, "Ucapanku tadi bukan bermaksud menggurui. Aku hanya ingin kau merasa lebih baik. Hanya itu."
"Kalau aku debut nanti, kuharap kau tidak sombong," tutur [Name] menatap nanar secangkir teh merah yang mengepul.
Akane mengerling. "De-debut? Kau ... trainee?"
Malu-malu, [Name] mengiakan. "Sudah dua tahun. Soal debut ... kata pihak agensi sekitar setengah tahun lagi. Bisa saja solo atau idol group."
Beberapa staf memberi tatapan meledek. Tapi mereka pula mendukung kegiatan Akane dalam reality show nyaris seharian.
"Tidak mungkin kuabaikan. Kutunggu debut-mu." Akane mengepal tangan ke arah [Name]. "Mari berjuang."
Membalas brofist dari Akane--- turut mengepal jemari, [Name] mengangguk malu. Dukungan itu seolah memancarkan energi yang menenangkan.
"Terima kasih."
× × ×
O M A K E
× × ×
Ketiga rekan seperjuangan Akane berpura-pura sibuk. Sebenarnya, mereka tidak tenang akan kondisi Akane. Lelaki itu juga tidak diizinkan menerima panggilan. Pesan masuk juga tidak disanggah sama sekali.
"Apa dia baik-baik saja, ya?" tanya Haruhi cemas lalu membuka tirai.
Langit tidak lagi terang oleh mentari. Melainkan ditemani kejora yang minim terlihat--- lantas ditelan kebinaran city light Tokyo. Shingari masih kembali menyetrika pakaian. Sedangkan Yuzuki tetap memegang buku tanpa membalik halaman sedikit pun.
Pintu apartemen mereka terbuka dari luar. Seolah lampu paralel, ketiganya melirik dari dalam. Harap-harap cemas.
"Tadaima," kata Akane meletakkan sepatu dalam rak dan mengganti sandal khusus ruangan.
Haruhi bergegas menghampiri Akane. "Okaeri! Ano ... mau makan atau mandi dulu?"
Akane melengos. "Kau seperti ibuku saja. Kenapa?"
Dari bilik dinding, Yuzuki mengintip. Akane menyipitkan manik. Ada yang aneh dengan penghuni selain dirinya selama pergi meninggalkan apartemen.
Shingari menghampiri keduanya sembari mengangkut baju dalam keranjang.
"Oh. Kau baik-baik saja, kan?"
Menghela napas, Akane berkata, "Ternyata kalian bertingkah aneh karena khawatir?"
Ketiga rekan Akane itu tidak berkutik. Saling melirik satu sama lain. Akane bergeming sejenak. Lambat laun, ia tidak bisa menahan tawa. Reality show bersama [Name] sungguh memberi efek magis di hatinya. Memotivasi bahwa berada di puncak bernama kepopuleran hanya temporer. Maka, ia harus terus berusaha.
"Aku ingin berlatih koreografi di studio. Masih. Kemampuanku masih belum cukup baik," ucap Akane.
Yuzuki berkata, "Sepertinya pertemuanmu dengan gadis itu memberi pengaruh baik. Aku juga ingin."
Malu-malu, Akane menyahut. "Dia ... gadis yang baik. Aku tidak menyangka dia juga akan segera debut."
Haruhi menyela, "Benarkah? Tapi dia mengaku sebagai Queen. Nama fans kita."
Shingari menambahkan, "Penggemar yang berjuang keras itu mengagumkan. Baiklah, mari siap-siap pergi bersama!"
Mereka empat lelaki yang berusaha bersinar.
Bagai raja yang menguasai.
Akane percaya [Name] akan bergerak maju dengan caranya sendiri. Seperti apapun rintangan yang menghampiri.
Di sisi lain, [Name] hendak mengetuk layar. Membuat sebuah pesan.
From: [Name]
Akane-san, terima kasih untuk hari ini. Mari berusaha mencapai yang terbaik. Dan ... kuharap kita bisa makan sushi bersama-sama lagi.
Ingin ia menekan tombol send, tetapi lantas menghela napas. Ia tidak punya nomor ponsel Akane. Meski demikian, ia tersenyum.
"Saat itu terjadi, aku akan mengajaknya secara langsung."
• Fin •
Words: 2177
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro