Es Krim - Teramitsu Yuzuki
Requested by HoshiPhantomhive
Sebatang kayu lonjong menampilkan kata "kalah". Kau menghela napas. Entah kali ke sekian sudah uang tersisihkan untuk jajan es krim. Begitu es kandas, kau segera membuang ke tong sampah.
"Yuzu, ayo buang juga. Kalah juga, 'kan?" tanyamu ingin mencari rekan seperjuangan.
Lelaki berambut hitam kebiruan itu menggeleng polos. "Menang."
Alismu tertaut, bibirmu mengerucut. "Curang! Yuzu curaaang!"
Yuzuki berucap, "Faktor keberuntungan."
Kau mencoba untuk membujuk Yuzuki. Memberi tatapan sedih--- manik berkaca-kaca--- sebagai tanda memelas. Mungkin saja sang lelaki datar akan terenyuh hatinya.
"Tidak bisa sekarang. Aku mau koleksi."
Bukan rahasia lagi: setiap mendapatkan kata "menang" di batang es krim jenis apapun bisa ditukarkan sebungkus yang baru di gerai konbini terdekat.
Kau menganga kesal. "Haaah? Memang kau sudah pernah dapat sebelumnya?"
Lelaki itu tidak langsung menjawab. Melainkan sibuk menghitung dengan jari. Seolah tidak bisa disebutkan dalam sekali tanya. Kau seketika menggeleng heran.
"Oh. Delapan kali," jawabnya penuh percaya diri.
Kau menggembungkan pipi.
"Yuzu jahat!" serumu kesal setengah mati.
Es krim
Pair: Librarian! Teramitsu Yuzuki x Reader
B-Project (c) MAGES
By agashii-san
.
.
.
Kalau ditanya, apakah status kalian berpacaran? Lantas kau akan terang-terangan menjawab tidak. Kau dan Yuzuki sering pulang bersama karena arah rumah yang sejalan. Dan kau sah-sah saja kalau diajak.
Siapa yang tahu bila kalian bisa semakin dekat karena es krim? Dingin, manis, dan mampu melegakan dahaga sesaat. Belum lagi, kalian selalu memilih merek yang sama dan menentukan sang pemenang. Biasanya, kalian sama-sama tidak mendapatkan karena jumlahnya yang jarang. Tapi Yuzuki kerap kali lebih beruntung ketimbang dirimu.
Namun, sesering dirimu pergi bersama Yuzuki ke konbini, lelaki itu tidak pernah sekalipun terlihat menukarkan sebatang "pemenang". Atau bisa saja pernah, tapi terjadi ketika kau tidak bersamanya. Tidak ada yang tahu. Kau belum pernah menanyakan hal itu.
"[Name]?"
Lamunanmu tersadar begitu Haruhi merangkul bahumu. Adik laki-laki Yuzuki yang sangat brother complex dan sekelas denganmu. Mungkin bisa jadi salah satu alasanmu tidak tertarik menjalin hubungan dengan Yuzuki.
"Astaga. Mengagetkanku saja," katamu menepuk dada sendiri. "Ada apa?"
Sang kembaran berambut kuning sebahu menyahut seiring dengan kekehan, "Siang-siang begini malah bengong. Kau sudah mau pulang?"
Kau memang pulang lebih terlambat karena piket kelas. Padahal sudah selesai, tetapi malah menetap sendirian di sisi jendela kelas. Mungkin kau terbiasa menunggu. Angin juga berembus lembut. Membuatmu teringat akan kenangan-kenangan manis.
"Yuzu mana?" tanyamu tidak melihat eksistensinya.
Haruhi menggeleng. "Dia jadi sukarelawan di perpustakaan. Dia memintaku agar mengantarmu hingga sampai di stasiun berikut."
Alih-alih langsung menanggapi, kau langsung terdiam. Tangan mengusap dagu. Sering kali, Yuzuki menunggumu. Begitu pun sebaliknya. Kalian memang tidak sekelas, tetapi sejak suatu insiden ... kalian jadi saling mengenal.
Dua bulan silam - sepulang sekolah
"Ah, lanyard-ku," keluhmu saat merasa kehilangan.
Lanyard--- strap panjang milikmu dilengkapi ikon kelinci abu-abu adalah hadiah ulang tahun dari temanmu. Namun, sosok kelinci itu kini sirna. Meski melihat sekeliling terminal stasiun, tetap saja tidak terlihat.
Berbondong-bondong penumpang masuk dan keluar. Larut dalam keramaian, kau tahu seharusnya ini waktumu untuk masuk. Tapi kau tidak bisa membiarkan benda itu menghilang begitu saja.
"Apa ini milikmu?" tanya lelaki itu mengulurkan lanyard ke arahmu. "Tadi aku melihatmu bertanya."
Benda yang kaucari tergenggam dalam posisi rapi. Yuzuki yang menemukan benda itu.
Kau mengangguk dengan manik berseri. "Benar. Terima kasih banyak! Ini pemberian dari temanku yang berharga."
"Syukurlah. Jaga baik-baik, ya."
Kau mendapati Yuzuki berjalan lebih dulu darimu. Mengenakan seragam yang sama. Meskipun bisa mencari lagi sosoknya di lain kesempatan, kau merasa berutang budi. Jemarimu menyentuh sisi punggung kemejanya.
"Bagaimana bila aku membelikanmu es krim? Oh, ya, kau bisa memanggilku [Name]."
Ajakan itu yang terlintas di benakmu. Sesaat, kau merasa ingin menampar diri sendiri karena luar biasa nekad. Bagaimana bila lelaki itu malah pergi berlalu begitu saja?
"Teramitsu Yuzuki." Jawaban dari sang lelaki menghadirkan binar di sepasang manik. "Panggil saja Yuzu."
Kau mengernyitkan dahi. "J-jadi ... kau bersedia?"
Kereta yang berhenti kembali melaju menuju distrik berikut. Mendengar suara gerbong yang berlalu membuatmu menghela napas berat. Namun, ketimbang pulang dan merasa kehilangan, kau memilih menunggu lagi.
"Benar-benar ketinggalan," gumammu melirik sepintas gerbong demi gerbong yang berlalu bagai kilat.
Yuzuki menyelipkan jemari dalam saku. "Kita tertinggal oleh kereta yang sama. Jadi, bagaimana?"
Kau mengerjap panik. "Maaf ... ini salahku."
"Tidak apa. Kita bisa menunggu selagi membeli es krim," tutur Yuzuki tanpa merasa sebal maupun kecewa.
- flashback ends -
Dari sekian kenangan, pertemuan itu yang paling membekas batinmu.
"Maaf, aku akan menyusul Yuzu," tukasmu mengambil tas tangan lalu meninggalkan kelas. "Pulanglah tanpaku."
Tidak merasa terluka, Haruhi sudah tahu sejak awal. Haruhi membentuk persegi dengan kedua jari yang masing-masing disatukan saat kau semakin jauh darinya. Seakan muat dalam pigura rekaannya.
"Yuzu, ketahuilah, dia menyukaimu lebih dari yang kaukira."
• • •
Tidak segera menyusul Yuzuki, kau malah membeli es krim dulu. Kau menunggu di depan perpustakaan. Kantong berisi es itu menitikkan air yang berupa embun.
"Kalau tidak kuberikan ... nanti akan meleleh," gumammu lalu berjongkok.
Hanya ada dua; rasa cokelat dan vanila.
Sesekali mengintip, kau mendapati Yuzuki menyusun buku yang telah dikembalikan sesuai abjad. Iris kecubung yang menawan, meskipun kerap disandingkan dengan intonasi datar. Kau tersenyum kecil.
"Bodoh. Apa yang kulakukan?" rutukmu mengetuk dahi.
Derap sol sepatu kian mendekat. Seiring itu terjadi, jantungmu berdebar. Mendentumkan panik dan gugup yang bercampur aduk.
"[Name] ... kau masih di sini?"
Kau menoleh. Yuzuki telah mengenakan jas sekolah. Tiada buku lagi di sisinya.
"Yu... zu?"
Syok, kau langsung berdiri.
Lelaki berambut hitam kebiruan itu berkata, "Kukira Haru sudah mengantarmu. Ternyata dia tidak begitu."
Dengan cepat, kau menggeleng. "Di... dia memang sudah melakukannya. Tapi aku yang menolak dan menyusulmu ke sini."
Yuzuki mengedikkan bahu. "Kenapa?"
Pertanyaan itu sepintas menjedakanmu.
Kenapa?
Ditanya demi menghadirkan alasan.
Rona merah menghiasi kedua pipimu. "Eto ... aku menunggumu sebagai bentuk terima kasih. Kau selalu mengantarku dan um, mengajak makan es krim bersama."
Yuzuki tampak bergeming. Akan tetapi jemarinya menepuk pelan pucuk kepalamu.
"Aku tidak melakukan atas dasar terima kasih. Tapi aku memang ingin pulang bersamamu."
Tersipu, kau tidak lagi melihat wajahnya. Yuzuki mengintip isi kantong yang digenggam olehmu.
"Tidak sepenuhnya beku lagi. Agak meleleh."
Meski begitu, Yuzuki tetap membuka bungkus. "Tidak apa. Apa kira-kira aku dapat 'pemenang' lagi, ya?"
Kau mengerucutkan bibir. "Cih. Sudah berapa kali menukar jatah pemenang?"
Yuzuki menggeleng pelan. "Belum sama sekali."
Ikut membuka bungkus, kau ikut melahap es krim. Belum sebagian es meleleh, sensasi dingin masih terasa di indera pengecapmu.
"Oh. Kali ini kosong," kata Yuzuki memecah keheningan.
Tidak peduli lagi, kau tetap menggigit batang es yang sudah nihil isinya. Hendak akan membuang ke tong sampah, tapi tanganmu mengudara. Bagai mimpi, sang "pemenang" beralih kepadamu.
"Ini ... tidak mungkin."
Senyuman terukir dari kedua sudut bibir Yuzuki. "Selamat. Karena kau sangat menginginkan es krim gratis, apa akan langsung ditukar?"
Menatap gamang, kau menggeleng pelan. "Mungkin aku tahu imutnya mengoleksi sesuatu."
"Imut?" Yuzuki mengernyitkan dahi.
Terkekeh, kau berkata, "Antara kau dan aku, bila dapat 'pemenang' lagi, maka jumlahnya sudah sepuluh. Kemudian ...."
Membiarkan Yuzuki berada di belakangmu, kau hendak menoleh. Lalu menunjuk lelaki itu.
"Kita buat penjual es krimnya bangkrut begitu ditukar massal."
Selama ini, kau selalu mengira Yuzuki seperti robot berhati es. Tapi hari ini persepsi itu buyar seketika. Begitu mengetahui dia bisa tersenyum hangat. Dan menyalurkan benih perhatian yang tidak disadarinya.
Yuzuki mengangguk mantap. "Boleh juga. Kita tukar ketika kau bersedih. Lalu mari makan sebanyak-banyaknya."
Refleks, [Name] meraba pipinya. "Kuharap gigi dan dahiku mampu bertahan."
Jemari Yuzuki meraba sela jemarimu yang masih meraba pipi. Kau mengerjap, merasakan pipi memanas. Tangan Yuzuki juga hangat.
"Tenang, kau tidak akan sendirian. Makan es krim. Aku ingin kau hanya menikmatinya saat bersamaku."
Kau mengangguk. "Tentu. Mana mungkin aku menolak keinginan seindah itu."
Ketika kebersamaan kian merapat, Yuzuki merasa keserakahan menyelubungi hatinya. Namun, sang gadis yang diingininya hanya satu. Satu alasan untuk menetap di sisi.
• • •
O M A K E
• • •
Sepasang anak kembar itu berlari pagi di hari minggu. Meskipun keduanya berbeda kepribadian, sikap mereka bisa saling melengkapi. Baik Yuzuki maupun Haruhi memiliki kontak batin untuk saling memahami satu sama lain. Lelah usai berlari, keduanya duduk di sebuah bangku taman.
"Haru, terima kasih karena waktu itu sudah mau mendengarkan permintaanku."
Alis Haruhi terangkat satu. "Eh? Yang mana?"
"Mengantar [Name]. Tapi tidak jadi karena dia malah menungguku. Maaf."
Haruhi menyeringai lebar sembari mengangkat jari telunjuk dan tengah. Sejak awal, ia yakin [Name] memang ingin bersama dengan sang kakak. Haruhi akui, perasaan tidak rela memang merundungi batinnya, tetapi ia ingin Yuzuki bahagia. Dan benar saja, Yuzuki banyak tersenyum setiap membahasmu.
Lelaki itu jatuh hati karena terbiasa. Begitu pula hadir perasaan nyaman dari hari ke hari. Hanya karena pertemuan yang tidak disengaja. Kemudian terus beruntai menjadi pertemuan yang selalu diingini.
"Tidak akan kumaafkan," tukas Haruhi. "Sebagai kakak yang selalu menjagaku, maka melindungi [Name] pasti bisa, kan?"
Yuzuki tersenyum tipis. "Ah, aku tidak mau mendengar nasehat darimu. Jangan sedih bila perhatianku terbagi, ya?"
Alis Haruhi bertaut. "Hah? Ah, mana mungkin! Atau ... bagaimana bila Yuzu menjadi rivalku?"
"Terserahmu saja. Tapi aku tidak suka menyerah."
• Fin •
Words: 1466
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro