Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3༄

"Sawamura-senpai, apa Hitoka-chan ada didalam?"

Kapten voli Karasuno mematung. Ia tengah mencari potongan memori dalam kelapanya. "Ah, temannya Yachi-san?"

Jelita mengangguk cepat.

"Masuk saja. Dia ada di dalam kok."

Membungkuk sebagai tanda terimakasih. Lantas [name] berlalu memasuki gedung olahraga.

Teman sekelasnya tengah memunguti bola. Dilihat dari situasi saat ini, latihan voli memang akan segera berakhir. Wajar, mengingat sebentar lagi bel dimulainya kegiatan belajar akan segera berdenting.

"Hitoka-chan!" langkah ringan membawanya kehadapan Yachi. "Kau membawanya?"

"A-ah tentu saja." Yachi sedikit tergagap. Mendapati [name] di gedung olaharaha sepagi ini tak pernah ada dalam prediksanya. "[Name]-chan, apa kau langsung kesini begitu sampai ke sekolah?"

Yang ditanya mengangguk. "Aku takut kau lupa membawanya."

"Ma... kurasa aku tak sepelupa itu."

"Bukan maksudku meragukanmu. Hanya saja aku sedikit apayah... Panik. Kau tahulah."

"[surname]-san, pagi!"

Atensi kedua jelita berhasil dicuri pemuda berambut cerah. Senyum tak kalah cerah ia persembahkan untuk kedua jelita yang sudah ia anggap teman baiknya.

"Pagi, Hinata," balas [name]. Tentunya sambil tersenyum.

"Sudah lama sekali kau tidak mampir kesini."

"Ah... belakangan aku sibuk."

"Hari ini kenapa [surname]-san, kesini?"

"Itu, [name]-chan ingin menanyakan apa aku membawa laporan ilmiahnya," jelas Yachi.

"Eh kenapa laporannya ada di Yachi-san." Sambil memainkan bola voli dengan kedua tangan, Hinata tersenyum jahil. Matanya menatap penuh pada [name]. "Apa jangan-jangan, kau menyuruh Yachi-san untuk mengerjakan tugasmu?"

"Hey!" jelita menatap garang. Tangannya dilipat didepan dada. "Aku memang pemalas. Tapi aku bukan tipikal orang yang menyuruh teman untuk mengerjakan tugasku."

"Lalu kenapa tugasmu bisa ada di yachi-san?"

"Waktu itu, kami sempat melakukan revisi bersama-sama dirumahku. Dan jurnalnya tertinggal disana."

"Yacchan, jujur saja. Jangan membelanya."

"E-eh aku jujur kok."

"Kau diancam?"

Sementara Yachi dan Hinata sibuk berdebat. [Name] sibuk menyapukan pandangan keseluruh penjuru gedung olahraga.

Ada Yamaguchi dan Kageyama yang sedang membereskan net. Ada Ennoshita yang sibuk memarahi Nishinoya dan Tanaka yang terlalu asik bermain-main. Juga, ada Shimizu Kiyoko yang cantik.

Tidak ada.

Sosok yang ia cari tidak ada. Padahal alasannya datang kemari adala dia. Jurnal hanya alibi. Perasaan menggebu dalam sanubari untuk bersua dan menuntut jawab adalah yang utama.

"Hitoka-chan, Tsukishima tidak ikut latihan?"

"Ah hari ini dia memang izin."

*

"Tsukki, bukankah itu [surname]-San?"

Bersamaan dengan pandangannya yang berakhir pada si jelita. Kaki jangkunya berhenti melangkah.

"Wah, dia kelihatan akrab sekali ya dengan Nishinoya-san."

Interaksi keduanya sangat menggemaskan. Mungkin orang yang belum mengenal mereka dengan baik akan langsung berprasangka kalau mereka adalah sepasang kekasih.

Pertemuan [name] dan Nishinoya bermula sejak beberapa bulan lalu. Waktu itu, [name] sengaja menyambangi gedung olahraga untuk mencari Yachi. Karena Yachi sedang membantu Shimizu belanja kebutuhan klub, [name] disuruh menunggu beberapa saat.

Sambil menunggu, ia menghabiskan waktu dengan mengobrol bersama Nishinoya, Tanaka dn Hinata. Dan dari situlah ia bisa akrab dengan Nishinoya. Tentunya, dengan Hinata dan Tanaka juga.

"Seperti Hinata, dia mudah sekali akrab dengan orang-orang." Lagi-lagi Yamaguchi yang membuka suara.

"Kecualikan aku dari orang-orang Yang kau sebut tadi." Si jangkung kembali melanjutkan perjalanannya untuk kembali ke kelas.

Lantas, Yamaguchi mengekor. "Eh bukannya, Tsukki juga akrab ya."

"Dengan?"

"[Surname]-san."

"Tidak."

"Eh? Tapi terlihat jelas lho."

"Yamaguchi, berisik!"

"Eh maaf Tsukki. Aku Salah menilai rupanya."

Kedua berjalan dalam hening. Tak saling bertukar suara. Membiarkan suara bising orang disekitar mereka berkuasa. Fokus pada jalan.

"Hey tunggu!"

Fokus keduanya buyar. Beri ucapan selamat pada si jelita yang berlari tergopoh mengejar dua atlet voli itu.

Keduanya berhenti melangkah. Atensi mereka tercurah pada jelita didepan mereka yang tengah mengatur napas.

"Kebetulan sekali bertemu disini. Aku sedang mencari kau," ucapnya masih dengan napas yang tersenggal.

"Siapa? Aku?" Yamaguchi menunjuk dirinya sendiri. Jelita menggeleng cepat. Malu, Yamaguchi tertawa canggung. "Pastinya. Kalau begitu, aku pergi ke kelas duluan ya. Dah Tsukki, [surname]-san."

"Woy, Yamaguchi tunggu—"

"Dah Yamaguchi, hati-hati ya."

Iris berbingkai kacamata itu menatap sinis pada jelita yang masih sibuk melambaikan tangan. "Ada perlu apa?" tanyanya ketus.

"Ah, ada yang ingin aku tanyakan padamu."

"Tentang?"

"Tentang alasanmu mengabaikanku kemarin."

Si jangkung berdecak. "Bukannya masalah itu sudah clear."

"Memang kita sudah berbaikan. Tapi aku masih belum mendengar alasannya."

"Yang penting kita sudah berbaikan."

"Tidak!" jelita melipat tangan didepan dada. Tatapannya berkata kalau ia tidak akan mengalah. "Aku ingin tahu. Barangkali memang salahku. Kalau memang iya, aku kan bisa mengintropeksi diri."

Helaan napas lolos dengan mudah dari cela bibir pemuda dengan mulut tajam itu. "Lupakan. Bukan salahmu. Dan alasannya tidak penting."

"Tapi aku ingin tahu!"

Susu rasa pisang yang sedari tadi digenggamnya ia letakan diatas kepala [name]. "Minum susu ini, terus kembali ke kelas. Jangan menanyakan hal itu lagi."

Jelita tercengang. Dengan ragu, ia mengambil susu pisang diatas kepalanya. "—hey!"

Kaki jengjangnya kembali melangkah.  Tsukishima pergi meninggalkan [name] yang sibuk meneriakkan namannya.

*

Alasan kenapa Tsukishima mengabaikan [Name], tentunya hanya si pelaku dan tuhan yang tahu. Sepele, dan kekanak-kanakan. Bukan hal serius. Dan tak perlu di bicarakan lagi.

Tapi semakin Tsukishima menyuruhnya untuk berhenti mencari tahu. Maka akan semakin penasaran pula [name] terhadap hal itu.

Dan rasa penasaran lah yang membuat jelita itu bertahan menyandarkan punggung pada dinding gedung olahraga selama satu jam.

Jelita tidak ingin mengganggu latihan. Maka dari itu, dia tahu diri untuk tidak menunggu si jangkung didalam gedung.

Toh, kalau masuk kedalam. Ia yakin, sangat yakin kalau Tsukishima akan mendepaknya dan menyuruhnya untuk mengubur rasa penasarannya.

Lelah, [name] berganti posisi ke berjongkok. Bisikan-bisikan gaib terus menyuruhnya untuk pulang. Namun jelita tetap kekeuh pada pendiriannya.

"Oh, [Name]!"

Jelita mendongak mendapati seniornya berbinar. Lantas, Ia kembali berdiri. Padahal baru jongkok sebentar.

"Mencari Yacchan?"

[name] menggeleng pelan. "Menunggu  orang."

"Siapa?"

"Ayo tebak."

"Hmm..." Nishinoya memasang pose berfikir ala detektif. Beberapa saat kemudian, libero dengan kemampuan mumpuni itu mengerang frustasi. "Aku tidak bisa menebaknya."

Jelita terkikik. Mungkin bagi sebagian orang, kehebohan Nishinoya itu mengganggu. Tapi baginya tidak. Ada kelucuan dan keseruan tersendiri dari sikap pemuda itu. "Masa begitu saja sudah menyerah. Payah huu..." jempol dalam posisi mengacung ke bawah di tunjukkan untuk Nishinoya.

"Aku memang payah dalam menebak. Tapi dalam menjaga bola tetap di udara, aku juaranya." Dengan penuh kebanggaan ia mengatakan hal tersebut.

"Kalau itu, aku juga tahu."

"Jadi, siapa yang kau tunggu."

"Tsukishima."

"Tsukishima?"

"Tsukishima kei."

"Aku tahu kau menunggu Tsukishima yang itu. Tapi kenapa?"

"Ada urusan."

"Aku turut prihatin denganmu."

Raut wajah jelita berubah masam. "Malangnya diriku harus berurusan dengan si Saltyshima."

"Yang sabar. Kau pasti bisa. Ganbare [name]!"

"Osu ganbare watashi!"

"Nishinoya-san, dari tadi pelatih Ukai mencarimu."

Jelita mematung. Dengan gerakan kaku, ia menoleh ke sumber suara. Salah tingkah, [name] malah menyapa dengan mengucapkan selamat siang. Padahal jelas-jelas ini sudah hampir sore.

"Kalau begitu, aku pergi dulu. Kuatkan dirimu [name]," ucapnya sambil tersenyum cerah. Ia lalu melempar tatapan pada juniornya yang lain. Senyum cerah seketika hilang. "Dan untuk kau, bersikap ramahlah pada [name]."

Nishinoya pun melenggang masuk kedalam gedung olahraga.

"Kalau memang berurusan denganku menyebalkan, jangan lakukan itu."

"Kau mendengarnya ya hehehe..."

Tsukishima menghela napas. Ia hendak kembali masuk kedalam gedung olahraga. Namun tarikan pelan pada bajunya menghentikan niatnya.

"Aku cuma bercanda kok."

"Kau kelihatan serius saat mengatakannya."

"Kalau aku serius, untuk apa aku menunggu diluar selama satu jam."

"Kau menunggu disini selama satu jam?!"

Jelita mengangguk cepat. "Makannya jangan marah. Tadi cuma bercanda. Kasihanilah aku."

Tsukishima berdecak. Kini tubuhnya menghadap penuh kepada lawan bicara. "Jadi, apa perlu apa?"

"Tentang alasanmu."

"Kubilang lupakan."

"Tidak bisa. Semakin kau menyuruhku melupakannya, maka semakin aku ingin mengetahuinya."

"Terserah." Si jngkung berbalik.

"Kalau kau tidak mau memberitahu, aku akan terus berada disini sampai latihan selesai."

Lagi, langkah si jangkung untuk kembali kedalam gedung olahraga harus terhenti. "Latihan sampai malam lho."

"Aku akan tetap menunggu."

"Kau hanya menyusahkan dirimu sendiri."

"Biarkan, aku memang begini."

"Kalau terjadi sesuatu padamu, aku tidak bertanggung jawab."

"Baik!"

Tsukishima kembali menatap jelita. Ada kilat keseriusan yang bercampur kekesalan dimatanya. "Yakin?"

[Name] mengangguk tanpa ragu.

"Kalau begitu, ikut aku. Tidak enak kalau berbicara didepan pintu seperti ini."

Kakinya mulai melangkah. Jelita mengekor dalam diam. Susah payah ia menahan untuk mengeluarkan suara. Ia tidak boleh membuat mood si jangkung turun.

Keduanya berhenti di tempat pancuran air yang jaraknya sekitar 7 meter dari gedung olahraga.

Tsukishima menyandarkan tubuhnya pada pancuran air. Sementara [name] berdiri tegap didepannya. Sorot mata jelita sarat akan rasa penasaran yang menggebu. Melihat itu, Tsukishima menghela napas.

"Ayo katakan." kakinya menyenggol pelan kaki jangkung berbalut sepatu olahraga putih dengan aksen merah.

"Aku mengabaikanmu karena aku ingin membalas dendam."

Jelita hendak mengutarakan protes. Tapi ia tahu, kalau lelaki didepannya belum selesai menjelaskan.

"Kemarin lusa, aku memanggilmu tapi kau malah mengabaikanku. Itu alasanku. Sudah puas?" Tsukishima menenggakkan tubuhnya. "

"Tunggu dulu! Kapan? Aku tidak ingat. Kau mengada-ada ya."

"Aku tidak bohong. Kau melakukannya. Lusa kemarin. Malam, di sekolah."

Jelita ingat, lusa kemarin memang dia pulang malam lantaran harus ikut andil dalam tugas kelompok. Tapi dia tidak ingat mengabaikan Tsukishima.

"Aku memanggilmu, tapi kau sibuk bermain ponsel. Terus tiba-tiba saja kau lari."

"Ah aku ingat. Tapi waktu itu aku tidak mendengar ada orang yang memanggilku."

"Kau tuli berarti."

"Hey!"

"Sudah puas? Aku harus kembali latihan."

"Tunggu dulu!"

"Apalagi?"

"Jadi alasannya cuma itu?"

"Ya."

[name] mendrcih. "Kekanak-kanakan sekali. Dasar menyebalkan."

"Ya aku memang menyebalkan. Kalau mau berhubungan dengan orang yang tidak menyebalkan lakukan saja dengan Nishinoya-san."

"Apa maksudmu?"

"Ku lihat kau sangat senang saat berinteraksi dengannya." Tanpa mengucapkan izin pamit yang ketiga kali. si jangkung melenggang pergi.

Sambil mengedipkan mata beberapa kali, jelita masih berada di posisi yamh sama.

'Hah gimana? Apa, bagaimana? Argh... Menyebalkan!'

60%
█ █ █ ▓ ▓ ▓ ▓
𝒟𝒶𝓃𝒹ℯ𝓊𝓁 ೄྀ࿐ ˊˎ-
28-01-2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro