Second Slice
🍒🍒🍒
Klinik Kesehatan Blessed
Ingatan Shen Wei tentang malam sebelumnya beterbangan dalam bentuk serpihan. Seperti keping-keping kaca mosaik dalam gereja dengan bentuk yang tidak beraturan dan warna berbeda-beda.
Sisi sisi kepingan ingatan itu sepertinya cukup tajam karena saat mengingatnya, raut kesakitan melintas di mata Shen yang sejernih embun pagi.
"Aku dan Allen telah menjalin hubungan selama bertahun-tahun, sejak kami masih di bangku universitas," Shen mulai berkata lambat-lambat sementara dr. Zhao berjalan mendekat membawa segelas air putih dan beberapa butir obat dengan fungsi yang berbeda-beda.
"Aku yakin kau sudah bisa menduganya saat Chu bicara denganku pada malam kecelakaan itu."
Dr. Zhao mengangguk. Dia tersenyum lembut, menyodorkan air putih dan butiran obat.
Shen menatapnya sekilas, merasa sedikit gugup saat dia menerima perhatian sang dokter tampan. Dia meraih gelas, meminum obatnya perlahan-lahan.
"Saat aku mulai percaya bahwa kami tak terpisahkan dan tak bisa hidup tanpa satu sama lain, dia tiba-tiba.."
Kilatan sedih singgah di wajah pucat Shen. Dia tidak melanjutkan kalimatnya, mengganti dengan seulas senyum pahit.
"Kau sudah tahu kelanjutannya," Shen melirik dr. Zhao.
Dr. Zhao kembali menanggapi dengan senyuman tipis. Dia mengangguk samar. Pandangannya melekat pada sosok Shen Wei, mengaguminya diantara kepungan rasa yang rumit.
Wajah pemuda sakit itu lebih pucat dari orang sakit pada umumnya, tetapi konturnya yang lembut dan manis menjadikannya terlihat seperti boneka salju yang indah. Sepasang mata coklat tua sejernih embun pagi, bahkan sekilas duka tak layak singgah di sana. Rekah senyumnya meski getir tetapi meneduhkan dalam upayanya menyembunyikan kesedihan, membuat senyumnya semakin tak terlupakan.
Dr. Zhao menghela nafas dalam-dalam.
Bertanya-tanya apakah selain mengobati luka fisik akibat kecelakaan, dirinya juga mampu mengobati luka hati..?
Diam-diam dia berharap Shen Wei lekas pulih dari patah hatinya dan mulai menerima cinta yang lain.
"Allen memutuskan hubungan kalian secara sepihak dan tanpa alasan jelas. Benar begitu?" tanya dr. Zhao hati-hati.
Shen Wei menggigit bibir bawahnya. Dia mengangguk lemas. Tangannya agak gemetar saat menyerahkan gelas kembali ke tangan dr. Zhao.
"Aku tidak percaya hal ini bisa terjadi. Ketika hari-hari berlalu, aku mendapatkan diriku terobsesi dengan berbagai cara untuk bisa mati. Aku terjaga di malam hari memikirkan kesedihanku. Rasanya tak ada cara untuk memperbaikinya dan tak ada lagi yang tersisa. Malam itu, pikiran tentang kematian mengendalikan setiap gerakanku, aku sudah kehilangan keseimbangan. Lalu aku pergi minum sampai kepalaku sakit untuk melenyapkam kesakitan di dalam dan mengendarai motorku dalam kecepatan tinggi. Mataku mulai berat dan tubuhku juga sangat lemah, semua dalam diriku mati rasa. Saat itulah sebuah mobil menabrakku dari belakang. Aku terpelanting dari motorku, menghantam jalan. Dan sebelum aku menyerah pada kegelapan, aku melihat sekilas mobil itu. Bahkan jika sekarat pun aku tahu itu mobil Allen.."
Mendengar penuturan Shen Wei menyebabkan dr. Zhao merinding untuk sesaat. Dia sudah terbiasa menghadapi macam kasus kecelakaan atau kondisi kritis pasien yang berdarah-darah. Tetapi membayangkan pemuda selembut Shen Wei terlibat aksi nekad itu membuatnya merasa ngeri.
Di bawah tatapan intens Shen Wei, dr. Zhao cepat-cepat meletakkan gelas berisi air putih dan obat pereda nyeri di atas meja nakas.
"Aku penasaran bagaimana mungkin seseorang bisa berbalik benci hingga ingin membuatnya mati? Padahal awalnya kalian saling mencintai," komentar dr. Zhao.
Shen Wei terdiam karena ia pun masih ragu akan jawabannya.
"Mungkinkah Allen sudah memiliki kekasih baru?" Nada suara dokter zhao terdengar provokatif.
Shen Wei menggeleng.
"Tidak mungkin. Dia pasti ketakutan karena aku memergokinya berkelahi dengan seseorang. Dia ingin menyingkirkan saksi mata. Dia pasti didesak seseorang untuk melakukan itu. Pekerjaannya sebagai pengacara memungkinkan dia untuk bersinggungan dengan orang-orang berbahaya," Shen Wei mengajukan pembelaan dengan argumen yang lemah.
Dr. Zhao menangkap keabsurdan itu. Tetapi dia hanya tersenyum singkat tidak berani berdebat lebih jauh.
"Kau percaya padaku dokter?" tanya Shen Wei, suaranya lemah dan tertekan.
"Aku pikir kamu sangat nekad," gumam dr. Zhao. Dia sangat ingin mengatakan naif tetapi cukup bijak untuk tidak menyindir Shen Wei.
"Sulit untuk percaya jika kau mampu menantang maut hanya gara-gara putus cinta. Kemudian setelah kondisimu seperti sekarang ini, kau masih membela orang yang mencelakaimu. Tetapi, kadang-kadang emosi seperti itu terdengar sangat sentimental."
Dengan nada dingin, Shen Wei menyahut, "Yah, maaf mengganggumu dengan cerita konyolku. Tapi aku benar-benar mencintai Allen."
Dr. Zhao tiba-tiba merasakan kekesalan yang meningkat. Merasa kesal, dr. Zhao ingin tetap diam namun begitu melihat wajah bingung Shen Wei, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak bicara.
"Jika kau pikir dengan mati kau akan terlihat keren di mata pacarmu. Kenapa tidak minum racun di tempat sepi, dengan mengendara sambil mabuk kau seolah-olah ingin mencari perhatian seseorang."
Shen Wei menatapnya bimbang.
"Aku sempat ragu apa aku memang berniat bunuh diri. hanya berpikir bahwa saat itu aku ingin pergi jauh dan melupakan semuanya."
"Lalu apa sekarang kau sudah lupa?"
Shen Wei menggeleng dengan wajah muram.
"Kurasa tidak semudah itu."
Shen mengangkat wajahnya dan melihat pada dr. Zhao yang tengah menatapnya dengan roman muka memancarkan emosi yang rumit.
"Bagaimana jika kau membantuku melupakan dia?" Shen Wei berbisik ragu-ragu, setelah itu wajahnya diselubungi warna merah. Sepertinya dia baru saja mengatakan sesuatu yang memalukan.
Dr. Zhao tidak tahu harus menjawab apa dan sebagai hasilnya, dia hanya menatap Shen Wei.
"Apa yang bisa kulakukan untukmu?" Dr. Zhao bertanya. Dia memang seorang pakar tetapi untuk urusan memulihkan psikis seseorang merupakan hal yang tidak terlalu dikuasainya.
"Kau bisa memainkan alat musik?"
Mulut dr. Zhao berkedut.
Yang benar saja!
Perlahan dr. Zhao mengangguk.
"Aku bisa memainkan piano dan biola tetapi sudah lama tidak memainkan alat musik."
Mata bening Shen Wei berkilauan sesaat, menikmati perasaan senang yang singkat karena permintaannya sepertinya akam dipenuhi dokter tampan dan baik hati itu.
"Kau bisa memainkannya lagi untukku. Anggap saja sebagai perawatan ekstra untuk seorang pasien korban tabrakan dan korban patah hati."
"Aku hanya memainkan biola untuk seseorang yang kusukai," sahut dr. Zhao.
Mendengar nada menolak yang halus atas permintaan sepele, membuat jantung Shen Wei seakan berhenti berdetak.
Dia berkata perlahan dengan nada lembut seperti anak yang hilang.
"Maaf, sepertinya aku berlebihan."
"Jangan salah paham," dr. Zhao menyela.
"Saat ini yang terpenting adalah kau harus memulihkan kondisimu dan mengobati luka-lukamu."
Shen Wei mengangguk. Dia tidak berpikir bahwa ucapannya yang tidak sopan akan membuat dr. Zhao berpikir terlalu banyak. Dia hanya tidak siap untuk kecewa lagi bahkan jika itu mengenai hal-hal kecil.
Mata dr. Zhao melembut. Dia mengangkat tangannya, membelai rambut Shen Wei. Helai rambut hitam itu terasa halus di bawah telapaknya dan dr. Zhao tiba-tiba sangat ingin memeluk dan mencium pemuda itu sambil mengatakan kau akan baik -baik saja.
Tapi tentu saja dia tidak bisa melakukan itu. Meski terkesan tidak professional, dia mulai merasa terikat dalm waktu singkat pada pasien malang ini.
Dr. Zhao mengantisipasi rasa kecanduan yang akan ditimbulkan oleh rasa suka. Dia hanya khawatir, seperti halnya tindakan yang dilakukan shen wei. Cinta hanya membuat orang bertindak bodoh.
🍒🍒🍒
Satu Minggu Kemudian
Shen Wei menikmati perawatan yang dia jalani di klinik dr. Zhao. Untuk pertama kalinya, dia merasa menjadi orang paling dungu di mana ia berpikir bahwa menjadi sakit dan terluka parah bisa berakhir dengan pengalaman yang menyenangkan dan menghangatkan hati.
Dia mulai berjalan dengan bantuan kruk, sesekali dr. Zhao mendudukkannya di kursi roda dan mengajaknya berkeliling halaman rumahnya yang luas.
Pagi itu awan putih selembut kapas memencar di cakrawala. Seolah-olah cat minyak pada kanvas yang melahirkan lukisan indah. Shen Wei berjalan bolak balik di halaman klinik dr. Zhao, diantara pepohonan bunga dan kupu-kupu yang berlintasan.
Tiga orang pemuda berpakaian kasual terlihat memasuki halaman. Keheningan taman yang damai dengan sedikit angin mengantarkan suara-suara percakapan mereka yang samar-samar.
Shen Wei menoleh pada ketiga pemuda itu dan tersenyum.
"Ling, Sang Zan, Da Qing!" Shen Wei melambai pada ketiganya.
"Hai! Kita datang terlambat, maaf Shen. Tapi sepertinya kau pulih dengan cepat," Da Qing bicara lebih dulu, rambutnya dicat kecoklatan dan penampilannya sangat santai.
"Aku yakin kau akan sembuh esok hari, dan kuharap patah hatimu juga segera berakhir," Sang Zan menyela, nadanya cukup anggun dan dia bicara dengan ekspresi tenang.
Shen Wei melirik sekilas.
"Chu itu, dia pasti menelepon kalian dan mengatakan aku nekad menabrakan diri karena patah hati diputuskan Allen," mulut Shen membentuk vout.
Ling terkekeh. Dia menghampiri Shen, melingkarkan lengan pada bahu sempit kawannya yang sedikit bungkuk dan rapuh karena belum bisa berjalan dengan sempurna.
"Aku senang melihatmu sudah membaik. Kupikir kau tidak bisa mengatasi ini. Rona wajahmu juga nampak lebih cerah."
Shen Wei mengulum senyum.
"Ini semua berkat dr. Zhao," gumamnya.
Ketiga pemuda itu berjalan perlahan mengiringi langkah Shen.
Mereka duduk di sebuah bangku taman di bawah keteduhan pohon begonia.
"Dr. Zhao? Aku pernah mendengar tentangnya sepintas lalu. Dia dokter muda kan? Tapi aku belum pernah bertemu. Lagipula tidak banyak orang yang senang menemui seorang dokter," Sang Zhan menanggapi.
"Jadi, seperti apa dokter yang bisa mengobati luka fisik dan juga luka hati?" Ling bertanya dengan nada bercanda.
Mendengar itu Shen menunduk mengamati rerumputan, tiba-tiba merasa malu.
"Apa maksudmu? Kau pikir aku seorang pecundang yang begitu mudah melupakan Allen?" gumam Shen Wei.
Nama itu kini terdengar aneh di telinganya tambahan ia mengucapkan dengan canggung.
"Cihh! Setelah dia memutuskan hubungan denganmu semena-mena, kau masih bisa menyebut namanya tanpa marah-marah. Kau sungguh lemah," gerutu Ling.
"Entahlah. Aku hanya memiliki firasat Allen memutuskanku bukan karena sudah tidak mencintaiku. Tapi karena aku memergokinya berkelahi dan mendorong seseorang hingga jatuh ke sungai," Shen Wei merenung.
"Lupakan dia Shen! Hari pentingmu sudah dekat, itu momen yang tepat bagimu untuk memulai hidup baru," Da Qing berkata penuh semangat.
"Hari penting apa?" Shen Wei tidak menangkap maksud Da Qing. Pikirannya sedang tidak berada di tempat.
"Astaga.. kau melupakannya? Hari ulang tahunmu dua hari lagi dari sekarang," Ling mengingatkan.
Sekilas rona terkejut berkelip di mata bening Shen Wei, menatap Ling dengan aneh. Sesaat kemudian dia tersenyum kaku.
"Ah, kau benar. Kupikir aku tidak ingin mengingatnya. Tahun lalu Allen masih mengadakan pesta ulang tahun untukku. Tahun ini sepertinya berbeda, rasanya agak -- sepi.." senyumnya makin samar.
Ketiga temannya terdiam beberapa lama. Menghadapi seorang teman yang tengah patah hati memang sedikit membingungkan.
Matahari sudah mulai tinggi dan menciptakan begitu banyak bayangan di tanah berumput. Seseorang berjalan melintasi halaman menuju keempat pemuda yang tengah duduk berkumpul.
Dr. Zhao Yunlan tersenyum ramah pada tiga pemuda yang baru datang. Ketiganya balas menatap dengan terpesona.
Dr. Zhao adalah seorang pria bertubuh tinggi, tegak berdiri dengan mantel hitam dan syal abu-abu. Aura low profile memancar dari wajahnya tetapi jelas sosok itu tidak mudah dilupakan.
"Aku mendengar tentang ulang tahun," dr. Zhao berkomentar masih dengan senyuman saat dia mendekat.
"Ya, dua hari lagi ulang tahun Shen Wei," Da Qing memastikan.
"Tapi dia nampaknya tidak peduli."
Dr. Zhao melirik Shen lalu tersenyum lembut. Shen tidak mengharapkan senyumnya semanis ini dan ekspresinya menjadi lebih kaku dan malu. Tetapi nampak jelas mata coklat gelapnya menjadi lebih damai dan cerah sebening kaca.
"Apa arti ulang tahun sekarang bagiku, hanya sebuah angka dan lagu konyol yang dinyanyikan anak-anak, lantas mengungkapkan satu keinginan yang mungkin saja tidak akan pernah terwujud," Shen berkata. Suaranya masih diliputi aura patah hati.
Dr. Zhao berpikir sejenak. Sulit untuk menanggapi ucapan itu sehingga dia sempat terdiam, lalu berkata,
"Haruskah kita mengadakan pesta?"
Ketiga pemuda serentak menjawab setuju.
"Tentu saja!"
Shen Wei melirik teman-temannya dengan sedikit tersinggung. Seakan mereka mengabaikan perkataannya. Tapi, tidak ada salahnya mencoba membuat birthday wish yang terakhir sebelum dia melemparkan semua kepercayaan konyol itu ke luar jendela.
"Jadi sudah disepakati," ujar dr. Zhao.
"Aku akan mengadakan perayaan di rumahku. Shen Wei akan menjalani perawatan di sana, karena kondisinya sudah jauh lebih baik, kurasa tidak akan sulit baginya."
"Apa yang bisa kami bantu?" Tanya Ling.
Dr. Zhao mengangkat tangan, tanda menolak.
"Tidak perlu banyak persiapan. Dalam sebuah perayaan ulang tahun yang terpenting adalah kue tart yang cantik dan manis."
Dr. Zhao mengatakannya sambil melihat pada Shen. Pemuda itu balas menatap sekilas sebelum tertunduk malu.
"Makanan manis akan memperkuat pertahanan mentalmu," dia berkata lagi jelas ditujukan pada Shen.
"Betulkan Shen Wei?"
Shen Wei tersenyum singkat, meremas jemarinya diam-diam.
Sesuatu yang retak dalam dirinya, serpihan yang dia kira tak bisa utuh kembali. Perlahan mulai saling merekat, membaur dalam kehangatan matahari pagi.
🍒🍒🍒
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro