Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter Four

Cypruss point. Daerah ini begitu damai, indah dan tenang. Aku tak percaya bahwa aku telah tinggal selama di sini selama satu tahun bersama Jun.

Zhehan membatin dalam hening.

Cuaca siang menjelang senja didekap angin sejuk ketika Zhehan baru saja keluar dari supermarket setelah menghabiskan satu jam berbelanja perlengkapan dan beberapa bahan makanan. Awalnya ia berencana langsung pulang tetapi langkahnya terseret secara ajaib ke satu kedai kopi di samping supermarket.

"Satu cappucinno," Zhehan memesan pada seorang pelayan dan mengambil tempat duduk di dekat jendela.

Ada lantunan nada permainan biola yang mengalir di udara, memenuhi seisi ruangan dengan keindahan dan nuansa sendu. Satu melodi indah dari violinis melegenda, Giuseppe Tartini.

Melodi itu sedih, seakan menyimpan banyak kenangan menyakitkan. Untuk sesaat, dibiarkannya kenangan sedih memenuhi pikirannya. Tapi itu belum seberapa. Ketika ia menoleh pada satu kursi di sudut lain ruangan, hatinya serasa terkoyak oleh satu kenangan lama.

Di sana ia melihat seorang pemuda seusianya dengan wajah cukup tampan. Ingatannya yang samar-samar melompat pada beberapa tahun lalu, Zhehan baru memulai studinya di fakultas kedokteran. Di sanalah ia pertama kali melihat pemuda itu. Wajahnya tampak samar dalam cahaya musim gugur kelabu.

Hatinya tersentuh melihat wajah pemuda itu. Dalam dirinya, sekilas ia melihat sosok kawan menyenangkan. Zhehan menyembunyikan keheranan dan rasa penasaran yang mendadak tumbuh berkembang dalam hatinya.

Zhehan merasakan kegelisahan menggantung di udara yang ia hirup. Melihat sosok pemuda itu, ia merasakan getaran yang tidak nyaman.

Aku tahu aku mengenalnya, tetapi rasanya sudah lama sekali. Siapa nama pemuda itu? Mengapa aku lupa?

Ia terus memenuhi batinnya dengan pertanyaan.

Ah sudahlah, jangan dipikirkan. Lebih baik aku mengingat wajah Junjun saja.

Saat itu senyuman terindah Gong Jun yang tak mungkin ia lupakan melintas dalam ingatannya. Kemudian kilasan demi kilasan peristiwa masa lalu datang mengiringinya.

"Tuan, cappucinno Anda."

Suara pelayan menyeret Zhehan pada kenyataan masa sekarang. Lantunan biola masih menggema, seolah menggiringnya pada nostalgia tak tertahankan.

Dia memfokuskan diri pada minumannya tanpa menyadari bahwa pemuda di ujung ruangan kini beralih menatapnya. Zhehan menoleh ke jendela dan melihat tetesan bening air hujan mulai menyentuh seluruh permukaan tanah dan semua yang ada di atasnya.

Cuaca cepat sekali berubah, astaga! Kenapa sekarang tiba-tiba turun hujan?

Ada pergerakan di ujung sana. Melalui sudut matanya, Zhehan melihat pemuda yang sejak tadi menarik perhatiannya, dan balas menatapnya, kini mulai berdiri dan berjalan menghampiri.

Langkah demi langkah mengirimkan perasaan tidak nyaman pada Zhehan. Dia tidak berusaha menoleh pada pemuda itu, hanya menunduk mengamati cangkir kopinya.

"Zhehan," suara pemuda itu terdengar lembut dan halus.

Ragu-ragu, Zhehan mengangkat wajah. Tatapan keduanya kini bertemu.

"Ya?" Zhehan bereaksi sekedarnya.

"Benarkah kau Zhang Zhehan?" ulang pemuda itu, kini menarik kursi di seberang Zhehan dan duduk menghadapnya. Ekspresi wajahnya sulit dijelaskan. Itu seperti gabungan antara terkejut, khawatir, takjub dan sedikit kesedihan.

Kenapa dia? batin Zhehan bingung.

Dari dekat, wajah pemuda itu cukup pucat. Entah karena terkejut, atau hanya lelah. Kemeja yang dia kenakan nampak mahal dan dikeluarkan dari satu merk tertentu. Pemuda itu mengenakan pakaian serba abu dan membawa tas kulit hitam. Warna yang mengingatkan Zhehan pada hidupnya sekarang, dan belum berubah, entah sampai kapan. Lagipula dia tidak menginginkan perubahan. Dia ingin membiarkan semuanya mengalir begitu saja.

"Ya. Aku Zhehan," sahut Zhehan. Ingatan samar dan familiar mulai datang mendekat. Wajah dan senyuman pemuda di depannya serasa akrab, seakan baru beberapa hari lalu mereka pernah bertemu.

"Kau masih ingat aku?" pemuda berkemeja abu bertanya tidak sabar. Senyumnya siap terkembang lagi, jika jawaban Zhehan cukup membuatnya senang.

Senyap. Zhehan terserap kenangan lama berselimut kabut dalam relung pikirannya.

"Aku temanmu di fakuktas kedokteran," pemuda itu mencoba membantu Zhehan mengingat sesuatu.

"Eh, tunggu .... " Mata indah Zhehan mengerjap-ngerjap cepat, mirip orang kelilipan.

"Daikun. Kau Li Daikun, bukan?" Tiba-tiba saja ia menemukan nama itu. Sebuah ingatan yang aneh menurutnya, karena datang begitu saja seperti kilatan petir yang menyambar.

"Benar!" Pemuda itu tersenyum lebar, tangannya terulur meraih jemari Zhehan dan menggenggamnya.
"Aku senang kau masih mengingatku."

Pemuda bernama Li Daikun kini mengguncang lembut tangan Zhehan.

"Apa yang terjadi? Kamu berada di mana?! Semua orang panik karenamu!" kata-kata Li Daikun mulai serius, seiring tatapan mata penuh selidik.

"Panik?" Zhehan tertawa kecil, agak canggung. "Panik karena aku jatuh dari tangga?"

Li Daikun terpaku sejenak. Dia meneliti ekspresi Zhehan, menduga-duga apa yang terjadi dengan kepalanya. Dia tidak tahu apakah Zhehan bercanda, berpura-pura tidak ingat, ataukah memang ia tidak tahu apa-apa.

"Jatuh dari tangga?" ulang Li Daikun, bingung. Sekali lagi ia mengguncang tangan Zhehan dalam genggamannya.

"Kau ini bicara apa? Sejak kecelakaan lima tahun lalu, kau terus tidur dalam koma!"

"Apa ...?!"

Nafas Zhehan seolah terhenti sesaat.

Seakan belum puas, Li Daikun kembali melontarkan kabar ganjil lainnya pada Zhehan yang masih tercengang. "Minggu lalu kau hilang dari rumah sakit dan membuat semua orang panik!"

Zhehan menarik tangannya dari genggaman Li Daikun, dengan telapak tangannya, ia menutup mulut untuk menahan suara tercekat lolos dari tenggorokan. Pikirannya serasa melayang-layang. Apa yang baru saja ia dengar? Kejutankah? Lelucon? Atau ini hanya kebenaran?

"Aku sangat khawatir, Zhehan," lanjut Daikun setelah helaan nafas singkat.

Pemuda cantik di depannya masih termangu, tidak siap dengan deraan kabar aneh yang tidak pernah ada dalam ingatannya saat ini. Mungkin memang pernah ada, namun seseorang mengubahnya. Entahlah. Dia tidak tahu mengapa bisa ada di sini, tidak yakin sudah berapa lama, selain menerima informasi dari Gong Jun tentang segalanya. Dia juga tidak tahu sampai kapan ia akan melalui semua ini. Dengan keyakinannya yang rapuh pada Gong Jun.

Zhehan mengangkat tatapannya, mencari kejujurannya di mata Li Daikun. Mengapa ucapannya dan ucapan Gong Jun sangat berbeda?

"Kapan kamu sadar, Zhehan? Sekarang kamu tinggal di mana?" Daikun bertanya lagi setelah jeda yang cukup panjang. Dia memberikan waktu pada Zhehan untuk mencerna semua yang ia dengar, atau mungkin mengembalikan keping kenangan yang sempat hilang.

Zhehan diselimuti keraguan. Antara mengatakan yang sebenarnya, ataukah menutupinya untuk sementara. Dia masih ingin menggali beberapa informasi lagi dari Li Daikun.

"Daikun, apa yang kualami mungkin akan terdengar ganjil jika kuceritakan. Namun izinkan aku bertanya banyak hal sebelumnya."

Li Daikun mengangguk, raut wajahnya mulai dilanda kecemasan.

"Tanyakan saja."

"Hmm, apa kau ingat Gong Jun? Mahasiswa fakultas sastra yang aku sukai dulu."

"Ya. Tentu saja. Aku ingat waktu itu kau membelikan hadiah untuknya yang berencana kau berikan saat kau mengatakan cinta."

Mata Zhehan berbinar sekejap. Dia ingat hal itu, bahkan masih merasakan getaran semangat sewaktu ia mencari dan memilih hadiah untuk Gong Jun.

"Apa aku sempat memberikan hadiah itu dan mengutarakan perasaanku pada Jun?" Tatapan Zhehan merenung. Angannya melayang jauh ke masa lalu.

"Kau sungguh tidak ingat? Kau tidak sempat melakukannya. Tepat pada hari itu, kau tertimpa kecelakaan."

Zhehan terperangah. Matanya melebar seketika, dan mulutnya tanpa sadar telah terbuka.

"Kecelakaan? Kecelakaan apa maksudmu?" nafasnya nyaris terengah. Dia menggoyangkan kepalanya beberapa kali, sementara matanya terpejam rapat. Bayangan mengerikan kembali melintas, dan ia selama ini mengira bahwa itu hanya mimpi buruk.

"Sore itu sepulang kuliah, kau bicara padaku tentang niatmu memberikan hadiah dan mengutarakan perasaanmu pada Jun. Tepat sore itu pula taksi yang kau tumpangi bertabrakan dengan mobil lain yang dikemudikan oleh pengendara mabuk. Kecelakaan itu sangat parah dan mengerikan. Kau terluka berat dan jatuh pingsan di tempat kejadian. Setelah itu kau mengalami koma."

Untaian kata dari Li Daikun terasa oleh Zhehan bagaikan rentetan anak panah yang menusuk dan menimbulkan sakit yang menyengat, namun sekaligus asing. Benarkah itu?

Kalau begitu, kenapa Junjun mengatakan hal-hal yang berbeda?

"Ibu dan ayahku, bagaimana kabar mereka?" Zhehan masih berupaya bersikap tenang dan menggali informasi lainnya dari kawan lama yang tiba-tiba hadir tanpa diduga.

"Mereka sangat cemas memikirkanmu," kata Li Daikun.
"Aku juga khawatir padamu selama lima tahun ini. Tidak kusangka bisa bertemu lagi denganmu."

Mata Li Daikun menghangat oleh genangan air yang membayang di sana.
"Sulit dipercaya. Kita justru bertemu di sini."

"Mengapa kau bisa datang kemari, Daikun?" selidik Zhehan, masih diliputi bayang-bayang kecemasan dan rasa ragu.

"Salah satu sahabat kakakku tinggal di kawasan Cypruss Point. Aku ingin mengunjunginya untuk satu urusan bisnis."

"Oh ... begitu, ya."

Pikirannya sangat kacau setelah mendengar kabar mengguncangkan ini. Dia menghela nafas panjang dan perlahan, mengumpulkan informasi tentang dirinya sendiri, sepotong demi sepotong. Namun ada kelesuan dalam dirinya. Sejujurnya, Zhehan tidak siap dan tidak ingin mendengar kabar buruk maupun aneh. Dia baru saja menikmati beberapa hari yang indah di tempat ini bersama Jun.

"Daikun," ia berkata tak lama kemudian.

"Aku ... aku harus pulang sekarang. Maaf, kamu kutinggal dulu."

Ehh??

Li Daikun bengong. Perubahan wajah dan suasana hati temannya membuatnya bingung sekaligus merasa bersalah. Zhehan tampaknya tidak terlalu senang dengan perjumpaan ini.

"Kau baik-baik saja, Zhehan? Wajahmu sangat lesu."

Daikun berusaha mencegah dengan menahan pergelangan tangan Zhehan.

"Aku tidak apa-apa," lirih Zhehan, penuh dengan jalinan emosi rumit.

Zhehan menghabiskan kopi dengan cepat dan bergegas keluar kafe sambil membawa tas belanjaannya. Tetes bening menggenangi sudut matanya dan perih mulai merayapi hati. Ketika ia mulai berjalan, butiran lembut air hujan berjatuhan di wajahnya.

"Zhehan! Tunggu!" Daikun terlihat bergegas menyusulnya di belakang. Dia mencengkeram bahu Zhehan dari belakang.

"Kau sekarang tinggal di mana, Zhehan? Jangan pergi lagi! Semua orang mencarimu ke mana-mana."

Di bawah hujan, keduanya bertatapan. Zhehan bimbang apakah harus mengatakan yang sebenarnya ataukah menutupi seorang diri. Dia menoleh ke satu arah dan melihat gedung apartemen tempat tinggalnya bersama Jun. Gemetar, telunjuknya mengarah ke sana.

"Di sana," ia berkata pada Daikun.

"Aku tinggal di sana, bersama seseorang yang kucintai."

Daikun melemparkan tatapan tidak paham.

"Di sana aku terjaga, dan menjadi orang lain."

Di bawah langit kelabu, Zhehan bergumam tak berdaya.

Menjadi Hanhan yang berusia sembilan belas tahun.

Menjadi kekasih Junjun ....

🥀🥀🥀

To be continued
Please vote ❤️

The beauty always look very cool.
I miss you with all my soul ❤️

Salam Langlangding 💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro