Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 37 (END)

The World is Not Enough - Garbage 👆👆👆

Restoran itu bernama Asiatique River. Melihat namanya saja pasti sudah terlintas di benak semua orang bahwa tempat itu tidak jauh dari sungai. Taksi yang dikemudikan Hei Yanjing berbelok dari jalan utama memasuki pelataran, kemudian memarkirnya di satu tempat yang nyaman.

"Seleramu bagus," komentar Hei Yanjing pada pria tampan yang duduk di sampingnya. "Kita bisa menikmati makan enak dengan pemandangan sungai. Tambahan lagi, gratis."

Xiao Hua hanya mendengus pelan tanpa banyak bicara. Keduanya turun dari dalam taksi, berjalan masuk ke lantai utama, sementara lantai dua memiliki balkon luas yang menghadap lebih jelas ke arah pemandangan sungai.

"Kapten Xie, kau mentraktir anggota tim di restoran hot pot yang biasa saja, tapi kau memilih tempat sekeren ini untuk mentraktir seorang supir taksi. Katakan apa rencanamu? Apa kau ingin membuatku terkesan?"

Hei Yanjing mengoceh sewaktu mereka menaiki tangga besi melingkar ke lantai dua.

"Tidakkah ini sedikit berlebihan? Kau bisa membuatku salah paham. Aha, apa karena aku tampan?"

"Diamlah," gumam Xiao Hua.

"Aku sungguh penasaran apa alasannya."

"Sudah jelas, karena kau menyelamatkan aku dari ketua sindikat penculikan."

Tidak terlalu puas dengan jawaban itu, Hei Yanjing mengoceh lagi sampai anak tangga terakhir. "Sebenarnya kau tidak perlu terlalu sungkan. Dengan kehebatanku, aku bisa menyelamatkan sepuluh orang lagi. Aku memiliki kemampuan bertarung yang andal, itu cukup menguntungkanku, ditambah ketampanan yang bisa memberikan lebih banyak keuntungan. Kupikir..."

Tatapan mata Xiao Hua yang menyiratkan keinginan kuat untuk menampar mulutnya membuat Hei Yanjing berhenti bicara. Tersenyum tanpa rasa malu, dia dengan riang gembira mengubah pembicaraan.

"Tentu saja alasan yang tepat adalah karena kau sangat murah hati. Aku benar, bukan?"

Xiao Hua menghela napas, berjalan menuju satu meja di dekat pagar balkon yang telah dia pesan sejak sore tadi. "Aku belum pernah mengajakmu makan enak," dia menanggapi ocehan tak tahu malu Hei Yanjing sambil menarik kursi.

"Duduklah," katanya, "Kita selesaikan makan malamnya dengan cepat agar kau kekenyangan dan tidak perlu banyak bicara lagi."

"Sepertinya kau sudah tidak tahan ingin menghamburkan uangmu untukku." Hei Yanjing tertawa riang, mengundang satu tarikan napas lagi dari Xiao Hua.

"Terserah," gumamannya sangat pelan sampai ia tidak yakin apakah si pria hitam bisa mendengarnya atau tidak. Namun jauh di dalam hatinya yang paling gelap dan sepi, Xiao Hua merasa senang melihat antusiasme Hei Yanjing. Sepertinya pria ini memang cukup layak diberi pelayanan mahal. Pekerjaan Xiao Hua sebagai seorang pegawai negeri tidak menjanjikan uang sehebat yang dipikirkan orang-orang, meskipun dia memiliki jabatan dan warisan dari orang tua. Hidup berfoya-foya bukanlah gayanya, dia akan puas dengan makanan apa pun selama dia bisa memiliki energi untuk menghajar penjahat. Berakhir di meja makan malam yang mewah seperti ini sama sekali tidak pernah dia pikirkan. Itu pun bersama seorang supir taksi yang sangat pandai megubah-ubah suasana hatinya. Lama Xiao Hua memikirkan tentang itu, mempertanyakan keputusannya sendiri. Namun sampai makan malam selesai dan gelas sampanye kosong, dia masih tidak bisa menemukan jawabannya.

=====

Ini malam akhir pekan. Jadi, dengan cepat suasana restoran itu menjadi ramai dan tidak romantis Lagi. Xiao Hua memilih keluar setelah mereka selesai dan mengajak Hei Yanjing menghabiskan sisa malam di sepanjang tepian sungai yang memukau. Hamparan airnya gemerlap memantulkan ribuan cahaya lampu.

"Aku sempat membayangkan berpesiar dengan perahu bersamamu," Hei Yanjing berkata antusias, seperti semangat gadis cantik yang meminta seorang pria mengajaknya jalan-jalan.

"Itu membosankan," sahut Xiao Hua, berjalan lambat, kedua tangan di saku mantel. Matanya sesekali terpejam menikmati sapuan angin malam di wajahnya.

"Lagi pula, anginnya kencang dan dingin. Aku khawatir rasa ngilu akan mendera tulang tuamu." Di bawah langit malam berbintang dan suasana alam yang menyenangkan, Xiao Hua masih tidak bisa menghilangkan gaya bicaranya yang sarkastik. Tapi ciri khas seperti itu yang sangat dikenali Hei Yanjing dari dirinya membuat si supir taksi tertawa lega. Baginya, akan lebih menakutkan jika Xiao Hua sudah bersikap melodramatis. Dia bisa mengira pria itu memiliki kepribadian ganda.

"Tulang tua ini yang melindungimu sepanjang waktu, Kapten."

Xiao Hua mengangkat alis. Tidak membantah. Tapi sedetik berikutnya dia menyesal karena terlalu membiarkan pria ini mengumbar lidah barbarnya.

"Bahkan tulang tuaku bisa membuatmu tidak bisa bangun dari tempat tidur selama akhir pekan."

Xiao Hua, "...."

Xiao Hua begitu kesal sampai tidak bisa berkata-kata, hanya memberinya lirikan tajam.

"Sudah cukup berguraunya," akhirnya ia berkata.

"Kau yakin tidak ingin memiliki pengalaman berperahu bersamaku?" Hei Yanjing masih menggoda. Mengabaikan omong kosong pria itu, Xiao Hua terus berjalan santai, menganggap ucapan itu tidak terdengar.

Akhirnya Hei Yanjing terdiam. Mereka berhenti di satu titik, menumpukkan tangan pada pagar besi pembatas sungai. Desir aliran sungai dan embusan angin membawa ketenangan yang berbeda bagi mereka, terutama Xiao Hua. Matanya terpaku menatap keindahan permukaan sungai di malam hari, sesekali menoleh pada wajah Hei Yanjing. Bibir pria itu tampak setengah tersenyum, tapi tidak sepenuhnya berniat mengukir senyum. Ekspresi yang sedikit rumit seperti tengah menatap sesuatu dari sudut pandang nostalgia. Kemudian pria itu mengeluarkan sebungkus rokok, menarik satu batang dan menawarkan panda Xiao Hua.

"Ambillah, ini gratis," katanya.

Xiao Hua menatapnya, mengambil satu dan memutarnya di sela jari-jari dengan lembut.

"Dan ini juga gratis," lanjut Hei Yanjing, mengeluarkan pemantik logam dan memberikannya pada Xiao Hua.

Menginginkan perlakuan lebih, Xiao Hua tidak mengambil pemantik itu. Sebaliknya dia melirik malas, lalu menyelipkan rokok di bibirnya dan menunjuknya seakan memberi isyarat pada Hei Yanjing agar dia menyulut rokok itu untuknya. Gaya acuh tak acuh itu melahirkan tawa heran dari si pria hitam. Dengan senang hati dia melakukannya.

"Kuakui kau sudah mengeluarkan uangmu untuk mentraktir makan malam enak. Tapi tak kusangka, di balik sifat murah hatimu ternyata kau cukup sulit untuk dilayani."

Xiao Hua memberinya tatapan tajam yang dingin.

"Tidak masalah buatku." Hei Yanjing menutup pemantik dan memasukannya lagi ke saku jaketnya.

"Hanya saja, kau mengingatkan aku pada seorang kawan lama," lanjutnya sambil meniup dan menyeret asap rokok.

Xiao Hua megalihkan pandangan, mengibaskan asap di depan wajahnya.

"Wah, bukannya ini indah? Kau bersamaku tapi membicarakan orang lain," katanya dengan ironi yang lelah.

"Tidak ada yang salah, bukan? Aku hanya bicara tentang seorang teman baik. Mengapa reaksimu sesinis itu?" Hei Yanjing menyela dengan lembut.

"Sebaik apa dia?" tanya Xiao Hua.

"Hmmm, dia seorang perwira polisi sepertimu. Tampan, tegas, berdedikasi, dan keras kepala. Dia juga pandai berkelahi, tak kenal takut, sinis tapi murah hati. Kami sering bersama dan saat kami bertemu aku langsung tahu bahwa dia yang akan mengeluarkan uang." Hei Yanjing berhenti lalu tertawa kecil, mengundang kernyitan di dahi Xiao Hua.

"Kau sungguh tidak tahu malu," sahutnya.

"Ya. Dia juga sering kesal padaku tapi kami terus terjalin dalam rangkaian insiden yang menegangkan. Dia terlalu angkuh untuk mengakui bahwa dia membutuhkanku. Senyuman dan kata-kata sinisnya adalah ciri yang paling aku sukai. Jika dia sudah bersikap manis dan melankolis, aku khawatir kalau dia mungkin sudah tidak waras."

Tertawa lagi, kali ini tanpa emosi.

"Mendengar caramu membicarakannya, sepertinya dia cukup istimewa di hatimu."

Hei Yanjing mengangguk pelan, menghisap rokoknya lagi.

"Lalu mengapa kau tidak lagi bersamanya?" Topik ini terasa kurang nyaman bagi Xiao Hua, tapi rasa penasaran menguasainya.

"Dia sudah melupakanku." Suara Hei Yanjing bergetar karena emosi yang tertahan erat.

"Bagaimana bisa seseorang melupakan kawan baiknya?" tukas Xiao Hua, sedikit sinis.

Hei Yanjing memandang sungai dan selama beberapa detik yang panjang, dia termenung. Kemudian ia menatap Xiao Hua.

"Satu insiden mengharuskan dia melupakan aku karena itu tidak terhindarkan dan juga lebih baik baginya. Tak lama kemudian aku mengalami kecelakaan dan jatuh koma selama dua bulan."

"Dan kawan baikmu itu sama sekali tidak tahu?"

Hei Yanjing menyeringai. "Aku sedang memberitahunya sekarang."

Xiao Hua, "...."

"Butuh waktu lama bagiku untuk pulih dan akhirnya kembali ke kehidupan normal. Kami tidak berjumpa lagi dalam waktu yang lama," lanjut Hei Yanjing.

"Hmmm, jadi sekarang kau merindukannya?"

Pada akhirnya, kisah itu terdengar klasik dan berakhir sedih. Xiao Hua mencoba berempati, tapi alih-alih empati, perasaan lain muncul di hatinya. Seperti sesuatu yang familiar. Ditanya seperti itu, Hei Yanjing hanya tersenyum.

"Entahlah...," jawabnya perlahan.

Bahu Xiao Hua turun dengan lemas, menghisap rokoknya lebih kuat lagi dan membuat lingkaran-lingkaran asap. Satu gambaran muncul dan hilang di balik asap. Dia tidak berusaha untuk memikirkannya.

"Kau bilang teman baikmu itu seorang perwira polish. Katakan siapa namanya dan di mana dia bertugas, mungkin saja aku mengenalnya. Kau dan dia bisa mengadakan reuni istimewa."

Lagi, Hei Yanjing hanya tersenyum samar. Dia memiringkan wajah ke arah Xiao Hua dan berkata pelan, "Kau sungguh ingin tahu siapa namanya?"

Xiao Hua menjatuhkan sisa rokok, meniup asap, lalu mengangguk padanya.

"Tapi mengapa suaramu terdengar tidak tulus?"

"Jika kau berniat mengatakannya, tidak usah banyak berpikir dan bicara omong kosong."

Sesaat Hei Yanjing meneliti ekspresinya. Bibirnya mengukir senyum ragu-ragu.

"Aku yakin suatu hari nanti kau akan tahu," akhirnya dia bersuara.

Xiao Hua menghela napas, tapi tidak bereaksi dramatis. Dia hanya menatap tajam panda lensa kacamata hitam itu, tiba-tiba dilanda deja vu untuk kesekian kali.

"Apakah kawan lamamu itu aku?" gumamnya setelah terpaku lama, akhirnya menyuarakan dugaan absurdnya. "Ah, itu omong kosong," dia meralat sambil tersenyum canggung, "aku sama sekali tidak tahu apa pun."

Si pria hitam hanya tersenyum, tidak berusaha meyakinkan.

"Aku harap dia adalah kamu," gumamnya penuh teka-teki.

Setelah itu ia seperti tersesat dalam sepenggal kisah singkat itu, terkunci di dalamnya. Kata-kata yang dia ucapkan sendiri kembali terulang dalam kepalanya.

Melupakan. Terkadang seseorang harus melupakan satu kenangan demi melanjutkan hidupnya, Dan terkadang ada banyak kenangan dalam hidup ini yang lebih baik dilupakan. Momen damai yang singkat seperti malam ini mungkin tidak bisa bertahan lama, tapi terkadang seperti inilah dia ingin menjalani sisa hidupnya. Lepas dari kekerasan dan hiruk pikuk dunia. Kekejaman dan kejahatan yang menenggelamkan banyak keplosan orang-orang dalam kolam gelap.

Xiao Hua mengalihkan fokusnya pada garis tepian sungai di seberang yang jauh, bersatu dengan garis cakrawala. Suasana dingin dan kelabu seperti in membuatnya jadi agak sanggung. Hei Yanjing terbatuk pelan, menatasi keheningan di antara mereka lau kembali ke mode semula di mana ia mengangkat alisnya Dan menunjukkan ekspresi bodoh.

"Jangan terlalu dipikirkan, Kapten Xie. Aku tidak serius. Semuanya sudah berlalu dan tak ada yang bisa mengembalikan waktu maupun kenangan yang telah terhapus. Mari kita nikmati saja momen damai ini. Saat bulan tenggelam dan fajar menyingsing, aku yakin kau akan kembali berkutat dengan pekerjaanmu, berkelahi dengan bajingan dan berlarian ke sana kemari."

Mendengar fakta itu, Xiao Hua mau tak mau tertawa pelan sambil menggelengkan kepala, terheran-heran.

"Kau benar," katanya. "Dunia memang tempat yang penuh dengan penderitaan, kekerasan dan kekejaman. Tapi harus ada yang bersikap berani seperti kau dan aku. Jika kita bisa hidup di dunia tanpa kejahatan, itu luar biasa. "

Tangan Hei Yanjing perlahan menyentuh jemari Xiao Hua, dan di bawah sentuhannya, ia bisa merasakan jemari itu dingin dan tegang.

"Kapten Xie, dunia memang bukan tempat yang sempurna, tapi ironisnya tempat inilah satu-satunya di mana kita bisa memulai sebuah kisah."

Xiao Hua memalingkan wajah padanya, berpegangan tangan di tepi sungai, di bawah cahaya lampu temaram. Mereka bertukar senyuman singkat sebelum mengakhiri percakapan itu dan kembali menatap gemerlap sungai. Angin musim gugur berembus lembut, menyapu semua kenangan buruk pergi dan sirna di tempat yang jauh.

=====

Kita selalu berjalan di tepi pisau yang tajam yang mungkin membuat kita terluka dengan kesalahan sekecil apa pun. Ada saatnya, terkadang kita jatuh dalam kegelapan.

Memperbaiki kesalahan-kesalahan kecil mungkin adalah hal yang harus manusia lakukan. Harus ada seseorang yang mendengarkan rintihan orang lain yang putus asa.

(VOICE 3)

Author's Note :

Dear reader 💕

Uwah, ga nyangka kalau aku akhirnya bisa kelarin story yang satu ini. Lumayan susah sih dan penuh tantangan, so pasti hasilnya juga masih jauh dari sempurna. Tapi aku terharu banget teman-teman pembaca menyukai cerita ini, always support by vote and comment.
Thank you all 😭❤ it's mean everything to me.

Akhirnya, aku akhiri kisah mereka sampai di sini. Semoga kalian menyukai endingnya. Aku cukup enjoy menulis tentang pair ini ( Reunion : Mystery of The Abbys) dan pengen banget ada film mereka lagi. Ada banyak versi dari cp ini sih, yang mana yang jadi favorit kalian?
Anyway, semuanya keren kok.

So, see you again in another story.

I will miss Heihua, but it's time to say
"It's over".

Love you so much ❤
Shenshen

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro