CHAPTER 16
Xiao Hua dibawa kembali ke dunia nyata oleh suara batuk Hei Yanjing. Dia menghela napas, menyadari bahwa ia terlalu banyak bercerita. Padahal sejak awal ia memiliki banyak keraguan pada si pria hitam, tapi keajaibannya adalah, dia selalu bisa memanipulasi keadaan. Xiao Hua menoleh pada Hei Yanjing yang tengah menatapnya dalam-dalam.
"Jadi ... apakah Tim-mu berhasil menemukan pembunuh yang main hakim sendiri?" tanya Hei Yanjing.
Xiao Hua menggeleng lesu. "Kami menemui jalan buntu. Terkadang satu kasus bisa diselesaikan dalam waktu cepat dan dengan proses yang tidak terlalu rumit. Namun ada pula yang sama sekali gelap, atau bahkan kami merasa petunjuk ada di depan mata, di sekitar kami, tapi kami gagal menemukannya."
Hei Yanjing mengalihkan pandangannya dari Xiao Hua, menatap kerlip cahaya lampu yang tak terhitung jumlahnya di luar jendela kaca. Tapi dia tidak sedang berminat menikmati keindahan kota. Hanya termenung.
"Jadi penyelidikan kasus gaun putih ini bisa dikatakan kegagalan kalian yang kedua," gumamnya tanpa bermaksud merendahkan. "Tidak heran kau begitu bersemangat, hingga melanggar etika."
"Apa maksudmu dengan melanggar?" tanya Xiao Hua gusar.
"Bermain-main dengan bajingan hanya demi sebuah petunjuk. Itu sama sekali bukan gayamu."
"Kau sungguh-sungguh menyelidiki aku? Aish, benar-benar menyebalkan!" gerutu Xiao Hua.
"Kau tahu, aku terpaksa melakukannya. Penjahat itu harus segera ditangkap sebelum jatuh korban lagi."
"Tapi bagaimana dengan prosedur yang sangat kau cintai itu?"
Bahu Xiao Hua turun dan lemas. Dia sedikit bingung sewaktu dihadapkan pada fakta itu. "Entahlah. Kuharap ada seseorang yang bersedia mempercayai dan membantuku. Jiang Han memang bisa diajak kerja sama, tapi dia juga tidak memiliki kekuasaan."
Dia terdiam sejenak memikirkan berbagai kemungkinan. Lalu dia menatap Hei Yanjing lagi.
"Bagaimana denganmu?"
Hei Yanjing pura-pura terkesiap.
"Bagaimana apanya?"
"Apa kau bersedia membantuku?" Awalnya Xiao Hua agak ragu mengatakan ini. Tapi dia harus melakukan sesuatu agar keberadaan Hei Yanjing bisa mendukung rencananya alih-alih mengacaukan.
"Jika aku harus membantumu untuk terus berhubungan dengan penjahat berbahaya dalam penjara, aku keberatan."
Jawaban itu sesuai dengan prediksi Xiao Hua. Jadi dia tidak terlalu terkejut. Senyumnya tampak pahit menanggapi perkataan Hei Yanjing.
"Mengapa kau selalu bersikap dramatis terkait pria itu?"
"Sederhana. Dia berbahaya dan pandai memanipulasi. Beberapa orang tidak bisa berubah di dunia ini. Sekali bajingan tetap bajingan. Jadi jangan harap dia membantumu tanpa menginginkan sesuatu."
"Aku sudah memikirkan tentang itu. Menjadi polisi telah membuat aku menemui berbagai jenis penjahat. Kau hanya terlalu khawatir."
Tangan Hei Yanjing terulur menyentuh jemari Xiao Hua.
"Aku memiliki firasat buruk," bisiknya.
Keheningan mengikuti kata-kata yang diucapkan dengan penuh peringatan sehingga suasana dalam ruangan terasa mencekam. Xiao Hua menatap pria hitam di depannya. Sangat penasaran ingin membaca emosi apa yang terlintas di balik lensa itu. Lalu ada suara-suara samar, rasa sakit yang muncul dan memudar dalam dirinya. Dan kemudian hanya ada kabut kegelapan. Dengan helaan napas berat, Xiao Hua menyingkirkan tangan Hei Yanjing dan berkata,
"Aku tahu kau tidak akan membantuku. Tapi persetujuanmu tidak berarti apa-apa bagiku. Besok aku akan menemuinya lagi di penjara dan menyelesaikan apa yang telah kumulai."
Hei Yanjing terdiam. Memang sedikit tidak masuk akal untuk mempengaruhi pria keras kepala seperti Xiao Hua. Terlebih dengan semangatnya yang membara dalam membasmi kejahatan. Untuk sesaat dia tidak mengatakan apa-apa.
"Kuharap kau tidak mengacaukan rencanaku," kali ini nada suara Xiao Hua lebih lunak. Dia ingin semuanya lekas berakhir, dan itu hanya akan terjadi jika pria hitam ini tidak berputar-putar di sekitarnya dengan cara menjengkelkan seperti lalat yang lamban. Setidaknya, itu yang dipikirkan Xiao Hua sekarang.
"Aku hanya ingin memastikan kau aman," timpal Hei Yanjing. "Sama sekali tidak berniat mengacaukanmu."
"Kalau begitu, menjauhlah dariku untuk sementara," sambil mengatakan itu, Xiao Hua berdiri dari duduknya, dan berdiri di kaca jendela menatap hamparan cahaya. Siluetnya tampak kaku dan juga rapuh di mata Hei Yanjing. Situasi tiba-tiba jadi tidak nyaman setelah pembicaraan menjadi terlalu serius. Hei Yanjing merasa sudah waktunya untuk dia keluar dari rumah pria ini, memberinya waktu untuk berpikir dan beristirahat. Meskipun itu sedikit berat baginya. Dia menghembuskan napas, lantas ikut berdiri.
"Kau butuh istirahat, kawan," katanya, mengganti panggilan Kapten dengan sesuatu yang lebih akrab.
"Aku akan pergi sekarang."
Hei Yanjing berbalik menuju pintu, menunggu sejenak untuk mengetahui bagaimana reaksi Xiao Hua. Tapi sampai dia melangkah keluar, pria itu tidak berusaha mencegahnya, tidak juga mengucapkan selamat malam.
Fuhhh, dia sungguh dingin dan tidak berperasaan, gerutu Hei Yanjing dalam hati.
Dia berjalan menyusuri koridor yang sepi dan suram.
Jika aku membawakan dia makan malam lagi, aku akan pastikan dia membayar tagihannya.
*****
Ketika Xiao Hua kembali ke mode tenang. Dia menyadari bahwa rumahnya terasa sangat sepi. Pria hitam itu telah pergi. Kunjungannya yang pertama telah berakhir dan Xiao Hua tidak menduga hubungan mereka akan bergulir sampai ke malam ini. Entah bagaimana dia bisa mengungkapkan tentang jejak luka misterius di tubuhnya pada seseorang yang belum lama dia kenal. Namun setidaknya malam ini dia sudah menegaskan pada Hei Yanjing bahwa ia tidak seharusnya mencampuri urusannya dengan Huo Dofu. Dia sudah berjanji pada bajingan itu untuk membawakannya makanan dan minuman kesukaannya, lalu berdiskusi di ruangan tertutup tanpa kamera pengawas. Xiao Hua tahu itu sangat berbahaya. Apa pun bisa dilakukan oleh seorang penjahat. Tapi dia sudah terlanjur sampai di tahap ini. Dia akan segera mendapatkan hasilnya, dan ia harus menangkap pembunuh yang berkeliaran di luar sana, apa pun yang terjadi.
Keesokan harinya, Xiao Hua pergi ke Penjara Pusat. Montir mengantarkan mobilnya pada pagi pukul delapan. Dia sudah bersiap-siap. Bahkan sejujurnya dia sulit tidur semalaman hingga ia terjaga pada dini hari dan tak bisa tidur lagi.
Mengemudi kendaraannya, Xiao Hua mampir ke dua tempat di mana ia membeli teh hijau daun mint dari Happy Cofee dan beberapa jenis makanan yang dikemas dalam kotak-kotak. Selama perjalanan dia merasa seolah-olah akan mengunjungi seseorang yang istimewa, dan jantungnya tiba-tiba berdebar-debar. Apa yang akan ia dengar nanti? Akankan bajingan itu menepati janjinya?
Xiao Hua beberapa kali memeriksa ke belakang melalui kaca spion, kalau-kalau Hei Yanjing menguntitnya lagi. Tak ada bayangan taksinya di belakang. Jalanan lumayan lengang dan ia yakin Hei Yanjing tidak berada di dekatnya dan mengawasinya. Ada perasaan lega, sedikit kekosongan yang dingin dalam hati, dan sedikit kemarahan sewaktu dia memikirkan mungkin pria hitam itu tengah tertawa terbahak-bahak bersama pelanggan wanita.
Xiao Hua mendengus. Mengusir jauh pikiran yang tidak berkaitan dengan misinya kali ini dan fokus pada Huo Dofu. Menjelang tengah hari dia tiba di Penjara Pusat. Melakukan beberapa pemeriksaan, melapor dan meminta izin petugas setempat untuk menggunakan ruangan khusus. Dengan gelisah, Xiao Hua duduk dalam satu ruangan di mana hanya ada satu meja dan dua kursi dalam posisi saling berseberangan. Kamera pengawas telah dimatikan melalui satu tombol di bawah meja. Kotak makanannya telah diatur dengan baik, juga sepucuk pistol kecil yang terselip rapi di balik mantel hitam panjangnya. Xiao Hua menarik napas berkali-kali. Tidak ingin terlihat cemas atau takut di depan Huo Dofu. Dia sedikit buruk dalam hal pura-pura. Mungkin dia harus mengambil kelas akting untuk menghindari manipulasinya.
Huo Dofu memasuki ruangan bersama seorang penjaga. Tangannya masih diborgol. Dia terlihat siap untuk pertemuan dengan Xiao Hua. Semangat tampak memercik di matanya yang gelap dan misterius, sementara rambutnya terlihat lebih rapi dibanding terakhir kali Xiao Hua melihatnya.
"Setidaknya lepaskan borgol ini biar aku bisa makan dengan leluasa," suaranya pelan dan berdesis. Penjaga yang berdiri di sampingnya menggelengkan kepala.
"Kalau begitu tak apa. Biarlah Detektif Xie yang tampan menyuapiku siang ini sampai laparku hilang," ia melanjutkan dengan seringai.
Wajah Xiao Hua sekilas tampak memerah. Lalu ia menoleh pada penjaga dan berkata, "Kita bisa melepasnya untuk sementara. Jangan khawatir. Aku akan mengawasinya."
Melihat bagaimana Xiao Hua teramat sangat membutuhkannya hingga mematuhi apa yang dia inginkan, membuat Huo Dofu tersenyum puas. Dengan enggan penjaga membuka borgolnya dan memperingatkannya dengan kata-kata kasar yang tidak digubris Huo Dofu sama sekali.
"Halo, Detektif Xie," sapanya setelah mereka hanya berdua saja dalam ruangan.
"Aku membawa semuanya. Kupikir ini sudah waktunya makan siang," kata Xiao Hua.
"Mengesankan sekali. Kau mau makan bersamaku?"
Xiao Hua kehilangan selera. Dia menggeleng perlahan, menatap penjahat itu dengan sedikit jijik.
"Kau boleh ambil semuanya. Mungkin aku harus meninggalkanmu sementara waktu hingga kau selesai."
"Oh tidak, tidak perlu melakukan itu. Kau bisa melihatku makan. Atau lebih baik lagi, aku bisa membaginya denganmu, mengingat kau sepertinya sangat lapar. Sama sepertiku," matanya berbinar, mencoba membuat humor yang buruk.
Xiao Hua tidak terkejut. Ini adalah pertemuannya yang ketiga dengan Huo Dofu dan dia tahu bahwa ia telah diberkati dengan kemampuan membaca pikiran dan membaca wajah, indra yang tajam termasuk penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan, dan keterampilan analitis lainnya yang tidak dimiliki orang normal. Ditambah kekuatan supranatural yang terdengar seperti sihir. Kalau saja dia menggunakan semua itu dengan baik.
"Aku tidak lapar," jawabnya, berbohong. Sebenarnya ia sedikit lapar tapi ia tidak ingin makan satu meja bersama bajingan ini.
Bibir Huo Dofu berkedut mengancam saat dia melompat berdiri dan mencondongkan wajah pada Xiao Hua.
"Kau bohong!"
Untuk sepersekian detik, Xiao Hua lupa bahwa ada meja yang memisahkannya dari iblis itu. Kepalanya tersentak ke belakang dalam upaya menjauhi dan dia semakin gelisah.
"Tidak. Aku sungguh tidak ingin makan apa pun," Xiao Hua berbicara dengan nada yang aneh sehingga dia merasa perutnya berputar dengan keras. Huo Dofu duduk kembali di kursinya, tidak mengalihkan tatapan dari wajah terkejut Xiao Hua.
"Kau seorang polisi. Ingat bahwa pekerjaanmu dimulai sekitar jam delapan pagi, kau pasti sudah sarapan sekitar jam tujuh atau mungkin lebih. Dan sekarang tepat jam 12, waktu makan siang resmi dimulai. Dan kau bilang kau tidak lapar dan bahkan berharap aku percaya itu?"
Xiao Hua semakin merasa tidak nyaman dengan diskusi ini. Jadi dia mengubah topik.
"Bisakah kita membicarakan hal lain?"
"Tentu. Lagi pula aku akan mulai makan."
Sebelum mulai bersantap, Huo Dofu mengambil botol air dari sudut meja dan meminumnya dengan rakus. Air yang tersisa, dia tumpahkan ke wajahnya, membasahi rambut dan kemejanya juga. Setelah selesai, dia mulai membuka semua kotak makanan. Matanya berbinar senang, lantas menyantapnya satu per satu.
Seperti orang bodoh, Xiao Hua hanya duduk mengamati pria itu makan dengan lahap dan mengosongkan gelas minumannya.
"Apa yang kau lihat?" dia menyeringai menakutkan, memergoki Xiao Hua terus menatapnya.
"Kau tampak sangat bersemangat," komentar Xiao Hua.
"Itu artinya aku menyukai makananmu. Ini sangat lezat. Jauh berbeda dengan makanan sampah yang kudapatkan di sini."
"Hmmmm..."
"Aku membayangkan kau membawakan makanan lezat seperti ini sesering mungkin. Bagaimana?"
Bingung dan sedikit tersinggung, Xiao Hua ingin menolak dengan marah. Tapi tahu lebih baik dari itu. Jadi menelan egonya, dia mencoba berkata baik-baik,
"Itu tidak sesuai kesepakatan. Kau tidak mengatakan sesering mungkin."
Huo Dofu menyeringai, nada suaranya penuh pengertian saat ia berkata, "Sudah kuduga. Semua orang selalu ingin mengambil keuntungan dari orang lain. Tidak terkecuali dirimu. Tapi tidak masalah. Saat ini aku terkesan membutuhkanmu, justru sebaliknya, kau sebenarnya yang membutuhkanku dan akan selalu begitu."
"Apa yang kau rencanakan?" tanya Xiao Hua, dadanya menegang.
Ekspresi kemenangan melintas di wajah Huo Dofu.
"Aku tidak akan memberitahumu, Detektif. Itu akan menjadi sebuah kejutan."
Xiao Hua menghela napas berat. "Hentikan semua pembicaraan tidak berguna ini. Kau sudah setuju untuk memberitahuku pelaku pembunuhan berantai gaun putih."
Huo Dofu terkekeh. "Apa aku harus memberitahu ciri-cirinya atau membuat sketsa wajahnya?"
Pilihan yang luar biasa.
"Sketsa!" jawab Xiao Hua cepat.
"Oke. Tapi jika itu pilihanmu, aku ingin menanyakan sesuatu terlebih dulu. Bagaimana menurutmu, Detektif?" Tatapan Huo Dofu menyelidiki mencoba untuk mendapatkan sesuatu yang unik dari pria tampan di depannya.
Ditatap seperti itu, Xiao Hua merasakan firasat buruk. Tapi dia tidak ingin terintimidasi penjahat itu. Dia mencoba tetap tenang. Selangkah lagi ia akan mendapatkan sketsa wajah si pelaku.
"Baik. Apa yang ingin kau tanyakan?"
Huo Dofu masih menatapnya, senyum jahat perlahan menghiasi wajahnya. Beberapa helai rambut basah jatuh di dahinya dan air masih menetes ke leher dan menghilang di balik kerahnya.
"Detektif, ada sesuatu yang aku ingin tahu dari beberapa hari terakhir." Tatapannya menetap menyusuri wajah Xiao Hua, turun ke leher, ke dadanya, menetap di sana, seolah-olah itu adalah wilayah pribadinya.
"Berapa banyak bekas luka di tubuhmu?"
Xiao Hua sangat terkejut mendengar pertanyaannya yang kurang ajar. Terlebih lagi, dia bahkan memperhatikan dia menatap tajam pada bagian dadanya.
"Apakah menurutmu aku pernah punya waktu untuk duduk dan menghitung?" katanya dengan kesal. "Dan ... selain tidak penting, itu pertanyaan yang tidak sopan."
"Kau harus meneguk kopi yang lebih pahit untuk meningkatkan ingatanmu, Detektif," ejeknya. "Karena kau cenderung melupakan hal-hal dengan sangat cepat. Sama seperti bagaimana kau lupa tentang kesepakatan kita di mana kau telah setuju untuk aku menanyakan pertanyaan apa pun. Aku bisa menanyakan apa saja, dan kamu tidak bisa menolak untuk menjawabnya atau menghindarinya. Sejak awal aku sudah mengatakan bahwa sebagai imbalan dari bantuan yang telah aku berikan, aku ingin dirimu."
Xiao Hua menahan napas. Kepingan ingatan dari perjumpaan pertama mereka kembali datang dengan jelas.
"Ya, kau pernah mengatakannya. Kau menegaskan bahwa bukan tentang fisikku yang menarik bagimu, tapi misteri dalam relung-relung jiwaku."
"Singkatnya," Huo Dofu menyela dengan ekspresi licik, "aku ingin menguasai hati dan pikiranmu."
Tubuh Xiao Hua sedikit merinding. Kata-kata itu terdengar vulgar di telinganya.
"Katakan lebih jelas apa sebenarnya yang kau inginkan?"
Huo Dofu tampaknya masih ingin bermain-main dengan Xiao Hua. Dia menikmati rasa ingin tahu lawan bicara, kilatan emosi rumit di matanya, dan bagaimana ia merasa berada di atas angin dan mengendalikan situasi.
"Semuanya. Pikiran, hati, dan juga tubuhmu."
"Jaga bicaramu, sialan ... " Xiao Hua menggeram dengan segenap kemarahan. Wajahnya seketika menjadi merah. "Seharusnya aku sudah tahu bahwa bajingan sepertimu tidak bisa dipercaya."
"Jangan terlalu tegang, Detektif .... " Huo Dofu menyeringai. Tampak tidak terpengaruh dengan emosi Xiao Hua.
"Kau pikir apa yang bisa kulakukan dengan jeruji besi di sekitarku dan kau yang sembunyi dengan nyaman di rumahmu. Apa kau memikirkan sesuatu yang vulgar seperti aku menelanjangimu?"
Bajingan tengik, Xiao Hua mengumpat dalam hati, lelah menahan diri. Dia menghembuskan napas keras dan mencengkram tepi meja.
"Begini saja." Huo Dofu menyeringai. "Berikan aku beberapa lembar kertas dan pensil, aku akan mulai menggambar sketsa wajah pembunuh itu. Dan kau juga harus memberiku satu benda milikmu. Anggap saja itu sebagai hadiah dan kenang-kenangan untukku darimu. Dan satu lagi ... "
"Apa?" desis Xiao Hua curiga.
Huo Dofu tidak menyembunyikan kilatan semangat di matanya dan gairah tersembunyi yang menakutkan.
"Izinkan aku memegang tanganmu."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro