CHAPTER 12
Xiao Hua kembali ke mejanya, membiarkan Gu Zi Qing pergi tanpa mendesaknya lebih jauh lagi. Dengan sikap dan pernyataan anehnya, dia yakin gadis itu tidak bisa banyak membantu. Nafas yang dia tahan sejak tadi keluar dengan embusan napas yang gemetar. Dia berkonsentrasi, mencoba memaksakan nada ringan yang tidak dia rasakan ke dalam suaranya saat dia menatap pada Jiang Han.
"Gadis itu sudah pergi," katanya, lantas menggelengkan kepala sebagai isyarat bahwa tak ada sesuatu yang penting ataupun berguna. Sambil meletakkan gelas minuman, Jiang Han mengangkat bahu, memberikan tatapan meminta maaf.
"Ada apa? Mengapa kalian bermain mata di hadapanku?" Hei Yanjing bersuara, memecah kebisuan.
Nada santai dalam suaranya sudah cukup mengacak-acak suasana hati Xiao Hua yang sejak tadi sudah buruk. Dia merasa kesal lagi secara tiba-tiba. Menganggap bahwa pria hitam ini memiliki banyak keganjilan yang meresahkan. Dia beralih menatap Hei Yanjing tanpa mengatakan apa-apa, sementara ucapan Gu Zi Qing kembali bergema dalam kepalanya.
Melihat pria hitam itu membuatku gelisah dan takut. Ketakutan yang muncul tanpa alasan. Apa kau tidak merasakannya?
Bibir tipis Xiao Hua kian terkatup rapat.
Ya, aku pun merasakannya. Namun anehnya, aku juga merasa tenang jika dia ada bersamaku. Ini adalah jenis perasaan yang membuatku bingung, apakah aku harus membencinya ... atau menyukainya.
Hei Yanjing mengangkat alisnya secara berlebihan. "Jika kau sudah selesai memandangiku, katakan apa yang sebenarnya terjadi?"
Rasa percaya diri yang tidak masuk akal. Xiao Hua harus menjelaskan hal ini.
"Jangan salah paham. Aku tidak memandangimu karena kagum. Dan ya, sejujurnya tak ada apa-apa. Tidak ada masalah penting yang patut kau ketahui."
Hei Yanjing tersenyum geli, lalu mencoba untuk menjaga ekspresinya tetap netral, khawatir senyumannya akan berubah menjadi seringai. "Sikap sinis seperti itu yang sangat menarik darimu," komentarnya.
Di seberang meja, Jiang Han meringis, membuat Xiao Hua memutar bola mata.
"Kalau begitu, kehadiranku sama sekali tidak mengganggu, bukan?"
Dalam benak Jiang Han melintas barang bukti pembunuhan yang harus dia berikan secara diam-diam pada Xiao Hua, jadi jelas kehadiran Hei Yanjing tidak diharapkan. Demikian pula yang terlintas dalam kepala Xiao Hua. Pria hitam ini membuat pembicaraan bersama Gu Zi Qing jadi kacau balau. Dia menatap senyum pria hitam itu sekali lagi dan mulai merasa resah.
"Ya!"
"Tidak!"
Dua jawaban berbeda terlontar dari mulut Jiang Han dan Xiao Hua, membuat si pria hitam seketika tercengang.
"Jadi bagaimana?" tanyanya.
Xiao Hua memalingkan wajah demi melihat tatapan protes Jiang Han padanya. Dia menggigit lidahnya yang sulit diajak kompromi. Sebenarnya ia akan mengatakan bahwa kehadiran Hei Yanjing sangat mengganggunya. Tapi bibirnya mengatakan lain. Xiao Hua menyulut sebatang rokok lagi, berharap segera keluar dari percakapan neraka ini.
"Sudahlah! Jangan bicarakan hal itu. Lagi pula kau sudah di sini sekarang. Hei Ye, aku ingin tanya apakah sebelumnya kau pernah bertemu dengan Gu Zi Qing?" tanya Xiao Hua setelah dua kali hisapan.
"Siapa Gu Zi Qing?" Hei Yanjing berhenti untuk menyesap minuman saat Xiao Hua mengirimkan tatapan curiga kepadanya.
"Gadis pelayan yang baru saja menumpahkan minuman."
Pertanyaan itu terdengar menggelikan bagi Hei Yanjing yang setiap hari berkeliaran di jalan mencari penumpang dan berjumpa dengan banyak orang. Sulit baginya mengingat seseorang dengan khusus.
"Tidak," jawabnya datar, tapi tegas.
"Kau yakin?"
Bukan salah Xiao Hua jika dia skeptis. Bagaimanapun ia seorang polisi.
"Aku berjumpa banyak orang, sebagian adalah gadis-gadis cantik. Tidak banyak yang bisa kuingat."
Xiao Hua mendengus. "Itu artinya kau bisa saja pernah bertemu dengannya tapi kau melupakannya."
"Mungkin saja." Hei Yanjing mengangkat bahu acuh tak acuh. "Apa kau ingin aku berswafoto setiap kali bertemu penumpang wanita?"
"Sungguh lelucon ... " desis Xiao Hua yang disambut kekehan oleh si pria hitam.
"Mengapa kau begitu bersemangat menanyakan hal itu? Apakah pelayan itu mengatakan sesuatu tentangku?"
Sebelum dia bisa menciptakan alasan yang tidak masuk akal, Xiao Hua menggelengkan kepalanya.
"Dia hanya merasa takut padamu. Kupikir ada alasannya, hanya saja dia tidak mengatakan apa pun lagi."
"Seorang gadis takut pada pria keren sepertiku? Sungguh sulit dipahami," Hei Yanjing mendesah berat, pura-pura kecewa.
Di bawah meja, Jiang Han menggerakkan satu kakinya hingga kakinya menyentuh sepatu Xiao Hua menandakan bahwa ia siap untuk melanjutkan ke agenda berikutnya. "Bolehkah aku permisi?" dia bertanya sambil menatap ponselnya, lantas melirik sekilas pada Xiao Hua.
"Aku juga akan segera pergi," Xiao Hua mengerti isyarat itu, meraih tas hitamnya segera. Dia mematikan rokoknya di asbak, lalu menoleh pada Hei Yanjing.
"Nah, Hei Ye. Apa kau masih akan tinggal di sini?"
"Tentu saja tidak. Aku juga akan kembali ke jalanan. Jangan lupa tagihannya, Kapten Xie ... " tersenyum licik, Hei Yanjing pun ikut berdiri dari kursinya, lantas melambai dan beralasan akan pergi ke kamar kecil terlebih dulu. Xiao Hua hanya menghela napas panjang sebelum ia memanggil seorang pelayan untuk menyelesaikan pembayaran.
*****
Barang bukti gaun putih sudah terbungkus rapi dan kini telah berpindah ke dalam tas Xiao Hua. Keduanya memastikan terlebih dahulu bahwa tak ada siapa pun yang memperhatikan.
"Bisakah kau mengembalikannya secepat mungkin?" bisik Jiang Han, bersikap santai seraya matanya mengawasi pergerakan orang sekitar.
"Aku akan menemui psikopat itu hari ini juga."
Xiao Hua melirik jam tangannya, dan berkata dengan suara rendah,
"Tapi ada beberapa prosedur sebelum kunjungan. Kuharap aku tidak kehabisan waktu."
"Semangat, Kapten!" Jiang Han menghidupkan mesin, siap meluncur meninggalkan restoran. Xiao Hua memberinya tepukan di bahu sebelum rekannya melesat pergi. Bersikap sesantai mungkin, dia menuju mobilnya yang terparkir, kemudian berhenti di samping pintu kemudi dengan tubuh kaku. Tatapannya terpaku pada ban kiri belakang yang sedikit ganjil. Mendesis keras, dia menampar kap atas mobilnya dan bersandar dengan ekspresi bosan.
Ban mobilnya kempes.
Sialan! umpatnya dalam hati.
Padahal sebelum dia berangkat ke restoran, dia sudah pastikan kendaraannya baik-baik saja. Ini cukup aneh. Secara otomatis pikirannya tertuju pada Hei Yanjing. Setiap kali pria hitam itu menunjukkan diri, kemungkinan ada masalah yang mengikuti.
Tidak perlu panik, pikirnya. Mengeluarkan ponsel, dia siap memanggil layanan montir. Ini kedua kalinya dia mengalami hal semacam ini. Sebelumnya di Hershey. Pasti ada yang tidak beres. Belum sempat dia bicara pada montir, satu unit taksi melaju di depannya.
"Ada yang bisa kubantu? Sebelum aku sibuk dan menerima ajakan kencan."
Hei Yanjing dengan senyumannya yang mempesona lagi-lagi muncul di hadapannya, membuat Xiao Hua tidak berdaya. Dia ingin menolak dan juga marah atas situasinya, tapi dia pun membutuhkan tumpangan. Untuk sesaat, Xiao Hua merasa ragu. Tidak mungkin baginya pergi ke penjara dengan bantuan Hei Yanjing. Dia tidak leluasa karena kecenderungan pria hitam itu yang menguntit dan selalu ingin tahu.
"Sepertinya aku membutuhkan montir," sahut Xiao Hua sedikit kesal.
"Sayang sekali, aku bukan montir. Tapi aku bisa mengantarmu sampai tempat tujuan." Senyuman licik terukir di bibir Hei Yanjing.
"Tidak perlu. Aku akan memanggil montir langgananku. Hanya ada sedikit masalah pada ban."
"Itu akan memakan waktu."
"Tidak juga. Aku akan menunggu."
"Membuang waktu sungguh tidak bijaksana. Bagaimana jika aku mengantarmu saja."
Xiao Hua menatap curiga. Namun pikirannya menimbang-nimbang. Sebenarnya dia nyaris kehabisan waktu. Menunggu montir di depan restoran sama sekali tidak ada dalam rencananya.
"Mengapa kau bersikeras?" selidik Xiao Hua.
"Ekspresimu terlihat bingung, dan sepertinya kau sangat tertekan untuk melakukan sesuatu dengan cepat. Jadi, yaa ... " Hei Yanjing menundukkan pandangan pada ban mobil yang nahas.
"Aku ikut menyesal atas kesialanmu."
"Tidak perlu menyesal."
Hei Yanjing mengangkat bahu. "Kalau kau tidak bersedia menumpang, tidak apa-apa." Dia siap untuk mengemudi dan memundurkan taksi. Tepat saat itu dua orang wanita berjalan keluar dari restoran dan melambai padanya.
"Nah, itu dia si Tuan Tampan."
Hei Yanjing membalas lambaian tangan mereka.
Mendesis samar, Xiao Hua mendekati taksi, membuka pintunya. Tatapannya beralih pada dua wanita barusan.
"Maaf nona-nona, aku mendapatkan taksi ini lebih dulu. "
Sambil menghirup hembusan udara musim gugur yang sejuk dan segar yang berhembus bersamanya, Xiao Hua mengambil tas dari dalam mobilnya, lantas melemparkan diri pada kursi belakang taksi. Dari arah depan, tawa Hei Yanjing bergumam samar.
"Ke Penjara Pusat!" katanya dengan enggan.
Taksi melesat di tengah keramaian jalan dengan kecepatan sedang. Xiao Hua telah melakukan beberapa panggilan telepon. Sebelum ia menemui Jiang Han, dia telah menginformasikan pihak penjara bahwa ia akan datang lagi. Kemudian dia menginstruksikan montir untuk datang ke restoran dan mengamankan mobilnya. Setelah itu dia duduk memeluk tas, memasang wajah muram. Tatapannya lebih sering tertuju keluar, sedikit kehilangan minat untuk bicara dengan si pria hitam. Beberapa dedaunan menari-nari di depan kaca, hinggap di atap dan wiper. Xiao Hua mempertimbangkan untuk tidak membicarakan apa pun terkait kasus dan juga tujuan kunjungannya ke Penjara Pusat. Dia merasa tidak nyaman jika Hei Yanjing terlalu terlibat dalam masalah yang berbahaya. Bagaimanapun dia hanya warga biasa dengan sedikit keanehan dan rasa penasaran yang terlalu besar.
"Lagi-lagi Penjara Pusat," komentar Hei Yanjing setelah kesunyian yang kaku menjerat mereka.
Xiao Hua melirik malas. "Ya. Polisi terbiasa datang ke sana untuk beberapa urusan."
"Sebenarnya apa yang kau lakukan di sana?"
"Aku sudah mengatakan sejak beberapa waktu lalu bahwa ini bukan urusanmu. Tolonglah, tidak perlu mengundang bahaya untuk dirimu sendiri hanya karena rasa ingin tahumu yang tidak penting itu."
Tatapan curiga melintas lagi di dalam taksi, tertuju hanya pada Hei Yanjing.
"Bahaya?" Hei Yanjing terkekeh. "Ah, sayang sekali. Padahal aku sudah mengupayakan untuk bisa mengantarmu sepanjang hari. Tapi kau sama sekali tidak senang."
"Mengupayakan?" Bayangan ban mobilnya yang bocor tiba-tiba tergambar lagi. Xiao Hua semakin merasakan keganjilan.
"Apa kau sengaja mengempiskan ban mobilku? Terlalu kebetulan jika tiba-tiba kau datang dan bersikeras menawarkan tumpangan."
Senyum Hei Yanjing sirna untuk sesaat. "Siapa bilang? Itu hanya dugaanmu saja. Hidupku sibuk di jalanan dan melayani panggilan penumpang. Oh, ayolah Kapten Xie ..."
"Pembelaan yang bagus." Xiao Hua segera menyeka butiran keringat di dahinya, berpura-pura gatal.
"Kau berkeringat, Kapten. Dan terlihat cukup tegang," komentar Hei Yanjing, mengawasi penumpangnya dari kaca spion tengah.
"Aku baik-baik saja," timpal Xiao Hua.
"Apakah AC mobilnya rusak?" Hei Yanjing bertanya pada diri sendiri sambil memeriksa dengan telapak tangannya. Dia merasakan hembusan udara dingin. Jelas sekali penumpangnya berkeringat disebabkan hal lain.
"Sepertinya tidak ada masalah," ia bergumam lagi.
Xiao Hua mengangkat bahu, masih memikirkan tentang betapa masuk akalnya dugaan dia pada si pria hitam yang telah mengerjai ban mobilnya. Tapi tentu saja dia tidak punya bukti. Jadi dia hanya menelan sendiri kekesalannya dan fokus pada pertemuan dengan Huo Dofu nanti.
Satu jam kemudian taksi berhenti sekitar dua meter dari gerbang utama Penjara Pusat. Xiao Hua memeluk tasnya, menyembunyikan rasa gelisah dan mengenakan topeng kepercayaan diri seperti biasanya, dia menoleh ke arah Hei Yanjing.
"Berapa argonya?" Sambil mengeluarkan kartu pembayaran, tapi Hei Yanjing mendorong tangannya dengan lembut.
"Aku akan menunggu."
"Tidak perlu," Xiao Hua semakin merasa tidak nyaman, kedua alisnya saling bertaut.
"Semua jenis kriminal berkumpul di tempat ini. Aku mencemaskanmu."
"Kau berlebihan, Hei Ye. Jika kamu lupa, biarkan aku mengingatkanmu. Aku petugas polisi. Tidak ada yang bisa menyakitiku. Dan bahkan jika ada yang mencoba, aku tahu bagaimana melindungi diriku sendiri."
"Tidak ada salahnya berhati-hati, tahu," Hei Yanjing mengoreksi dirinya sendiri setelah menyadari bahwa mungkin dia sudah bertindak terlalu jauh. "Kalau kau tidak suka aku mengkhawatirkanmu, anggap saja kata-kataku hanya candaan."
Seharusnya Xiao Hua tidak perlu mengacuhkan ocehan Hei Yanjing. Anehnya, dia malah semakin kesal dan juga gelisah. Dia memiliki firasat bahwa supir taksi ini suatu saat bisa mengacaukan misinya.
"Hal-hal seperti itu tidak boleh dianggap lucu. Lagi pula yang kuhadapi sekarang adalah masalah serius. Wajar jika resikonya cukup besar. Jadi, cobalah untuk mengerti dan tetap dalam posisimu sebagai supir taksi atau sebagai teman."
"Serius sekali," desis Hei Yanjing, mengendurkan bahunya yang semula tegang.
"Baiklah, Kapten. Tapi kau tidak perlu melakukan pembayaran dulu karena aku akan bersikeras menunggu di sini sampai kau selesai dengan urusanmu."
Xiao Hua menghela napas. Mendorong pintu belakang, dia turun dan merapikan pakaiannya. Tas berisi gaun putih dia pegang erat, lalu ia menatap Hei Yanjing sekali lagi dan berkata, "Jangan salahkan aku jika kau lama menunggu."
Hei Yanjing menyeringai. "Tidak ada yang akan tahan untuk bicara lama dengan iblis."
Iblis?
Jantung Xiao Hua serasa berhenti berdetak. Mengapa supir taksi ini sepertinya mengetahui tentang Huo Dofu?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro