CHAPTER 10
Sekelebat mimpi buruk membayang di kepalanya. Hitam, mengabur, tapi mengerikan. Xiao Hua menarik napas. Dengan tatapan kosong, dia menegaskan pada Hei Yanjing.
"Jauhkan tanganmu ... "
Mundur, Xiao Hua kini setengah bersandar pada bumper mobilnya seraya menatap Hei Yanjing penuh selidik.
"Jangan sentuh aku," desisnya lagi.
Hei Yanjing menatapnya, masih dengan alis bertaut. Namun kali ini dia menjaga jarak. Matanya yang tajam tersembunyi di balik kacamata hitam yang sering membuat orang-orang di sekitarnya meremehkan kecerdasannya, tapi dia jelas jauh di depan imajinasi mereka.
Xiao Hua kembali merasakan perasaan yang ganjil. Dia bersama Hei Yanjing sekarang, temannya. Dia aman, jauh dari psikopat bernama Huo Dofu.
"Kau gelisah dan cukup tegang," komentar si pria hitam.
"Ya, tidak aneh jika seorang polisi yang tengah menyelidiki kasus mengalami sedikit ketegangan," dalih Xiao Hua. Benaknya bertanya-tanya apakah Hei Yanjing mengetahui pertemuannya dengan Huo Dofu.
"Ini ... sedikit berbeda." Hei Yanjing masih bersikap serius.
Xiao Hua memaksakan sebuah tawa yang ganjil. "Jangan sok tahu."
"Aku memang tahu. Dan aku bisa melihat kau sangat cemas. Sebenarnya apa yang kau lakukan di dalam penjara?" tanya Hei Yanjing, tanpa basa basi ataupun ocehan yang menjadi kebiasaannya.
Xiao Hua meringis. Enggan mengungkit kunjungannya ke penjara. Dia harus melawan sensasi aneh yang merayapi dirinya. Kepalanya tiba-tiba sedikit migrain. Terlebih setelah menyadari bahwa Hei Yanjing sepertinya menguntitnya sepanjang hari. Ini benar-benar menjengkelkan.
"Ini sama sekali bukan urusanmu," akhirnya ia menjawab.
"Kau mengundang bahaya."
"Hei Ye, kau benar-benar berlebihan. Tak ada yang perlu kaucemaskan. Lagi pula ini pekerjaan polisi, sama sekali tak ada hubungannya denganmu."
Mendengar kata-kata yang begitu defensif, Hei Yanjing mencondongkan wajah dan bahunya ke arah Xiao Hua. Menjadikan detektif itu mundur selangkah, tapi pinggangnya dengan cepat terbentur sisi mobilnya.
"Aku melihat gambaran buruk," pria hitam mendesis. Berada dalam jarak sedekat ini, Xiao Hua lagi-lagi melihat mimpi buruk menusuk kesadarannya. Dia ingat aroma yang menyelimuti tubuh tinggi Hei Yanjing. Tapi kemudian ingatan itu kosong lagi.
"Tidak ada apa pun," Xiao Hua menggeleng, menatap sepasang lensa kacamata hitam itu dengan ekspresi tegang, "semua baik-baik saja. Aku hanya sedang melakukan tugasku. Jadi, jangan ikut campur."
Senyum tipis dan sinis terukir di bibir tipis Hei Yanjing. Dia terlihat sangat skeptis. Namun tidak mendesak lagi. Saat dia mengangkat tangan untuk menyentuh bahu Xiao Hua, tubuh sang detektif menegang dan menjauhkan diri sehingga tangan Hei Yanjing berhenti di udara sebelum akhirnya jatuh dengan lemas.
"Baiklah. Tapi mari kita lihat apa yang terjadi." Dia mundur dua langkah, mengubah sikap seriusnya menjadi lebih santai.
Ketika Hei Yanjing akhirnya menjauh, Xiao Hua merasakan dadanya kosong, seolah-olah dia baru saja kehilangan isinya dalam satu waktu. Sambil mengusap dahinya yang sedikit berkeringat, dia menyisir rambutnya ke belakang.
"Aku melihat taksi yang mengikutiku sepanjang hari ini," Xiao Hua berkata setelah mengatur napas. "Kupikir itu bukan dirimu. Mengapa kau menguntitku? Sejak kapan kau melakukannya? Apa kau tidak mendapat penumpang lain?"
Xiao Hua menunggu jawaban dari pertanyaannya, tapi dilihatnya Hei Yanjing justru bersikap tenang bahkan mengeluarkan sebatang rokok, menyelipkannya di bibir dan menyulutnya dengan pemantik. Dia harus mengakui, di matanya cara pria hitam itu menggerakkan tangan atau menyalakan pemantik terlihat keren. Xiao Hua belum pernah melihat orang merokok dengan gaya begitu memukau.
Dia terpaku menatapnya lantas mendesak lagi.
"Hei Ye, jawab aku!"
"Ya," sahut Hei Yanjing, meniupkan kepulan asap melalui hidung dan mulutnya.
"Aku sangat bosan karena tidak mendapatkan penumpang."
"Tapi itu bukan alasan yang tepat untuk menguntitku."
"Benar. Kuharap dalam waktu dekat aku akan mendapatkan banyak penumpang dan menyibukkan diri di jalanan sepanjang hari. Kau bisa membantuku dengan do'a, Kapten Xie." Di akhir kalimatnya, Hei Yanjing tertawa kecil.
"Tentu saja," tukas Xiao Hua. "Aku tidak ingin kau mencampuri urusanku. Mari kita kembali pada pekerjaan masing-masing."
"Kau yakin tidak membutuhkan bantuan?"
Jantung Xiao Hua serasa membeku kala mereka bertatapan lagi. Bayangan wajah keji Huo Dofu, seringainya yang mengerikan, dan suaranya berdesis seperti ular, memenuhi seluruh indranya. Dia harus melawan rasa mual yang naik ke tenggorokannya. Bagaimanapun psikopat itu tengah di atas angin sekarang, dan Xiao Hua bertekad untuk tidak melibatkan orang lain.
"Tidak. Aku bisa mengatasinya sendiri," ia menjawab tegas tanpa menyadari bahwa wajahnya memucat.
"Baiklah." Hei Yanjing menikmati hisapan terakhir dari rokoknya, kemudian menjatuhkan sisanya ke jalanan walaupun baru separuhnya terbakar. Dia menunduk beberapa waktu, mengamati serpihan rokok yang dia gilas dengan sepatunya. Mengangkat wajahnya lagi, dia kembali mengamati wajah tampan Xiao Hua.
"Tapi jika kau membutuhkan aku, kau bisa menghubungiku kapan saja."
Xiao Hua memiringkan bibirnya.
"Terima kasih atas ketulusanmu. Tapi tidak."
Hei Yanjing mengangkat bahu. Ekspresinya muram seperti seseorang yang baru saja ditolak setelah menyatakan cinta. Seekor burung kolibri melintas di atas pohon tepi jalan dan mendadak jadi pusat perhatiannya. Xiao Hua melirik si pria hitam, mengambil ponsel dan berpura-pura sibuk menggulir sesuatu.
"Aku harus pergi," dia akhirnya berkata pada Hei Yanjing. Mereka saling menatap lagi hingga pipi pucat Xiao Hua berubah warna. "Ada beberapa hal yang harus kubicarakan dengan Jiang Han."
Xiao Hua tidak tahu mengapa ia harus menjelaskan ke mana dan siapa yang akan ditemuinya. Padahal menit sebelumnya dia telah menegaskan pada Hei Yanjing untuk tidak saling mencampuri urusan masing-masing.
Hei Yanjing menyeringai sekilas. "Apakah penting mengatakan itu padaku?" tanyanya datar.
Xiao Hua menelan liur. "Tidak juga."
Kali ini Hei Yanjing tertawa singkat.
"Aku juga harus mencari penumpang. Akan ada banyak wanita cantik di klub malam pada malam hari. Sepertinya aku akan sibuk hingga tak ada waktu untuk menguntitmu lagi."
Dia lalu melambaikan tangan, berbalik menuju taksinya. Terpaku di sisi mobilnya, Xiao Hua hanya menatap dengan rahang yang perlahan mengeras.
Setelah taksi yang dikemudikan Hei Yanjing menjauh dan hilang di ujung jalan, Xiao Hua kembali mengemudi sendirian. Dia tidak ingin memenuhi pikirannya dengan banyak dugaan tentang mengapa Hei Yanjing begitu niat untuk mencampuri urusannya.
Dia tidak menunggu hingga tiba di pusat kota untuk mengisi perut dan memilih satu kedai kecil secara acak yang dia temukan di satu sisi jalan raya. Menepikan mobilnya dengan hati-hati, Xiao Hua melangkah turun, mendekati pelayan untuk memesan secangkir kopi dan satu piring dimsum yang tersedia di situ.
"Aku akan duduk di sana," katanya pada pelayan sambil menunjuk meja kursi di teras kedai. Duduk di luar memungkinkan Xiao Hua menghirup lebih banyak udara, selain itu dia bisa menikmati pemandangan hamparan padang rumput, segaris kecil anak sungai, dan barisan pohon di sisi seberang jalan.
Tempat minum kopi yang sederhana tapi menyenangkan. Demikian ia memberi penilaian dengan cepat. Sepuluh menit kemudian ia makan dengan santai, menikmati ketenangan untuk beberapa saat, merasakan kebebasan kala berada di antah berantah. Tempat yang tampak damai jika dilihat sekilas, seakan tak ada kejahatan yang mengintai. Lalu bayangan gadis-gadis bergaun putih itu muncul lagi. Kegelisahan perlahan merayapinya, berbaur dengan kemarahan dan rasa tidak sabar yang menyentak jiwa.
Psikopat sialan, aku pasti akan menangkap dan menghukummu secepatnya, dia menyemangati diri sendiri seraya meneguk kopinya sedikit demi sedikit.
Semangat yang membara mendorongnya untuk menghubungi Jiang Han saat ini juga. Dia membutuhkan satu benda yang bisa menghubungkan korban dan juga pembunuh. Kemudian dia akan membawanya pada Huo Dofu dan merobek informasi darinya.
"Satu benda yang bisa menghubungkan korban dan juga pelaku. Hmm ... menurutmu benda apa yang paling tepat untuk diperlihatkan pada psikopat itu?" Jiang Han bertanya di seberang.
Xiao Hua mengetuk tepi cangkir kopinya sementara pikirannya memilah dengan cepat. Dia menarik sudut bibirnya saat menemukan satu benda yang sangat tepat.
"Apa lagi yang lebih cocok selain gaun putih korban," ujarnya takzim. Menyipitkan mata ke jalanan yang silau.
"Ah, kau benar. Otakku sungguh payah akhir-akhir ini." Ada suara lain di latar belakang Jiang Han menandakan dia sedang sibuk.
"Bisakah kau bawakan satu untukku?" tanya Xiao Hua.
"Membawa barang bukti? Hmmm, mereka seharusnya sudah menyimpan semua bukti dengan baik. Tapi akan kucoba. Jika aku sudah mendapatkannya, akan kuserahkan padamu."
"Seperti biasa, kita bertemu secara sembunyi-sembunyi."
"Siap, Kapten."
Mereka bicara sekitar dua menit lagi membahas perkembangan kasus tersebut dan bagaimana catatan profil yang dibuat Xiao Hua berperan selama proses investigasi. Setelah selesai bicara dengan Jiang Han, Xiao Hua merenung sejenak. Tiba-tiba mendapati dirinya tengah menatap kosong pada meja di hadapannya. Mencari corak abstrak pada cangkir kopi, memikirkan sosok pria hitam yang selalu bersikap misterius selama ini.
Apa sebenarnya tujuan Hei Yanjing mengawasi dirinya, apakah dia memang sungguh-sungguh ingin membantu, apakah dia mengetahui sesuatu tentang Huo Dofu?
Memikirkan sikap Hei Yanjing dari sudut yang berbeda perlahan mencairkan kekerasan hatinya. Xiao Hua menelisik beragam kemungkinan. Namun ia tidak bisa berpikir terlalu jauh saat ini, karena bagaimanapun Hei Yanjing hanya seorang supir taksi. Kemungkinan bahwa ia polisi yang menyamar akan selalu ada, tapi auranya jelas sangat berbeda. Pria hitam itu membuatnya takut dan gelisah. Entah apa yang mendorong dirinya untuk bersikap begitu dingin pada Hei Yanjing beberapa waktu lalu.
Xiao Hua memutar ponsel di antara jemarinya. Mencoba menulis pesan. Lama dia menatap layar, menuliskan dua kata ; maafkan aku. Namun dia menghapus kembali pesan itu, lantas menghempaskan ponselnya ke atas meja.
Lupakan dia! Apa peduliku?
*****
Kala malam menjelang, Xiao Hua menghabiskan waktu dengan membaca sebanyak mungkin artikel yang dia temukan terkait Huo Dofu. Sementara di tempat lain, Jiang Han mencari bukti yang akan dia tunjukan pada psikopat itu, Xiao Hua memikirkan makanan dan minuman apa yang harus dia berikan. Huo Dofu meminta sesi pribadi yang masih ambigu, meminta ia mengirim makanan dan minuman kesukaannya tanpa ia memberitahu apa jenisnya. Xiao Hua membaca banyak wawancara dan juga opini pada masa terjadinya insiden mengerikan yang dilakukan Huo Dofu. Beberapa tulisan memposisikan dia seolah-olah psikopat itu seorang bintang, sisanya menjatuhkan dan membencinya. Setelah beberapa kali memeriksa, ia menemukan petunjuk. Sebenarnya makanan dan minuman itu sederhana saja, bahkan tidak ada yang unik.
Hmmm, tapi mengapa selera makanan dan minuman psikopat itu hampir sama dengan dirinya.
Xiao Hua menyandarkan punggung pada kursi, dan menghela napas berkali-kali. Tatapannya masih terpaku pada layar laptop yang berkedip-kedip. Ada kecemasan berdenyar dalam dadanya. Mungkin hanya kebetulan, demikian ia berpikir, menghibur diri sendiri. Tidak aneh jika beberapa orang memiliki selera makanan dan minuman yang sama.
Dia memutuskan untuk menyudahi aktivitas membacanya dan berjalan keluar ruangan kerja. Malam ini tidak turun hujan. Bulan bersinar redup di balik awan asap. Xiao Hua keluar dari apartemen, berjalan di pelatarannya sendirian mengamati jalanan yang mulai sepi.
Menyalakan rokok, dia melangkah ke udara malam yang sejuk. Meskipun tiang lampu berjejer di jalanan, tidak ada banyak cahaya di jalan saat dia berjalan ke trotoar dan siap berbelok ke kanan menuju kafe kecil yang biasa buka 24 jam. Asap mengepul dari mulutnya saat dia menghisap rokoknya lagi. Sepasang lampu depan mobil melintas, menerangi jalan di depannya sebentar sebelum menghilang ke dalam kehampaan hitam. Derum mesin mobil disusul langkah kaki yang tiba-tiba mendekat dari belakang membuatnya sedikit terkejut dan Xiao Hua pun menoleh ke sumber suara.
"Terima kasih, Tampan. Senang bicara denganmu," seorang wanita muda turun dari sebuah taksi. Gaun hitam pendek elegan membalut tubuhnya yang ramping, dan rambut panjangnya berkibar tertiup angin. Xiao Hua tidak mengenal wanita itu tapi sepertinya dia tinggal di bangunan apartemen yang sama dengannya.
"Sama-sama, Nona. Kau boleh menyimpan nomorku. Itu akan sangat berguna saat kau pulang malam lagi."
Suara lain menyahut dari dalam, dibalas senyum lebar si wanita.
"Dengan senang hati."
Wanita itu melambai, lalu berbalik dan berjalan seraya menyenandungakan lagu yang kacau balau.
Xiao Hua menatap sejenak, mengangkat bahu, dan kembali berjalan. Tapi seketika langkahnya terhenti. Rasanya dia mengenali suara pria dari dalam taksi. Sekali lagi ia menoleh tapi taksi itu telah melaju perlahan. Satu tangan menjulur dari kaca kemudi, seakan melambai padanya.
Huh! Tentu saja supir taksi itu adalah Hei Yanjing. Melalui kaca spion, ia bisa mengenali wajahnya dan menangkap sekilas kacamata hitamnya yang khas. Dia telah menjadi supir taksi sungguhan sekarang dan menarik penumpang.
Xiao Hua berdiri terpaku. Tidak dapat menyangkal bahwa ia berharap seseorang menemaninya minum malam ini. Namun tidak seperti biasanya, Hei Yanjing tidak berhenti atau turun untuk menyapa. Taksinya terus melaju meninggalkan pelataran apartemen. Pria hitam itu mengabaikan Xiao Hua seakan-akan ia adalah sosok yang tidak penting.
Oke, aku memang ingin seorang teman untuk bergabung denganku. Tapi tidak supir taksi itu. Terima kasih.
Xiao Hua membatin rumit. Dia menjatuhkan rokoknya ke jalan, mematikan rokok itu dengan sepatu, lalu memasukkan dua tangannya ke dalam saku. Dia terus berjalan menuju kafe terdekat untuk meredakan kejenuhan. Mungkin dia butuh sesuatu yang lebih keras malam ini. Siapa tahu. Sikap acuh tak acuh Hei Yanjing diam-diam membuatnya kesal.
*****
Untuk mendapatkan barang bukti yang telah disimpan dengan baik oleh Ketua Tim Investigasi yang baru, Jiang Han butuh dua hari untuk menemukan kesempatan yang tepat.
"Kau hanya meminjam sebentar, bukan?" Ia menelepon Xiao Hua secara sembunyi-sembunyi pada suatu siang menjelang sore.
"Ya. Huo Dofu hanya perlu memegangnya selama beberapa menit---tidak, mungkin hanya beberapa detik. Aku akan segera mengembalikannya padamu." Xiao Hua sedang duduk dalam mobilnya, terdampar di jalanan saat kabar baik itu ia terima dari Jiang Han.
"Kau sungguh-sungguh akan bertemu psikopat itu lagi? Waspadalah, Kapten."
"Jangan khawatir. Aku bisa mengatasinya pada perjumpaan pertama. Seharusnya kali ini lebih mudah."
"Aku percaya padamu. Kuharap ini berhasil."
"Ngomong-ngomong, di mana kita akan bertemu? Aku ingin secepatnya menyelesaikan kasus ini."
Jiang Han mendecakkan lidah. "Pihak pusat mengirimkan staff bantuan dan menunjuk ketua tim yang baru. Tapi dia belum menemukan petunjuk apa pun. Bahkan setelah ia mendapatkan catatan profil yang kau buat. Payah. Seharusnya Pimpinan Wei tidak mengeluarkanmu dari Tim."
"Sudahlah," desis Xiao Hua, kekesalannya kembali terpancing. "Sebaiknya kau memikirkan bagaimana menyelundupkan barang bukti di bawah hidung Ketua itu."
"Oh ya, Kapten. Kemarin aku mempelajari lagi kasus penemuan mayat pria di jalan kecil dekat Xian Road. Aku pernah mengatakan padamu bahwa ada seorang saksi bernama Gu Zi Qing."
"Ya, aku ingat. Kalian sudah menemukan jejak pelaku?"
"Sejauh ini masih buram. Aku pernah mengatakan padamu bahwa saksi tidak bisa mengingat apa pun, atau bisa jadi itu hanya alasannya saja karena ia takut mengatakan apa yang dia lihat di malam kejadian. Gu Zi Qing seorang mahasiswi, tapi kemarin aku melihatnya bekerja sebagai pelayan paruh waktu di sebuah restoran steak. Aku memikirkan gagasan untuk membawamu menemuinya. Mungkin saat ini dia sudah bisa mengingat sesuatu."
Duduk dalam mobilnya dan mengetuk kemudi dengan gelisah, Xiao Hua menatap ke luar ke jalanan dengan mata bersinar. Walaupun yang dibicarakan Jiang Han adalah kasus yang berbeda, tapi dia berasumsi itu ada hubungannya dengan pembunuh berantai gaun putih. Menangkap penjahat selalu membuatnya bersemangat.
"Mari kita temui dia," tegasnya, tidak sabar. "Dan bawa barang bukti dengan hati-hati."
"Oke, Kapten. Sore ini pukul lima. Gu Zi Qing kemungkinan masih berada di tempat kerja. Aku sudah mencari tahu jadwalnya kemarin. Kita bertemu di Flint Steak House, Puming Road."
Bibir Xiao Hua menyunggingkan senyum tipis. Dia meraih rokok di atas dashboard, dan mulai menyulutnya.
"Aku akan berada di sana. Tepat waktu."
Kepulan asap rokok naik dari mulut dan hidungnya, meliuk dan memanjang.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro