Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

CHAPTER 03

Hei Yanjing menurunkan kaca kemudi dan membiarkan angin musim panas menyelinap masuk ke dalam mobil. Malam hari pukul sembilan, dia masih berkeliaran di jalanan untuk mencari penumpang. Sesekali dia berhenti untuk membeli secangkir kopi dan menikmatinya di dalam mobil. Kali ini pun dia menepikan taksinya di satu jalan sepi tidak jauh dari sebuah jalan bercabang.

Namun alasannya berhenti bukan karena istirahat untuk menikmati kopi. Wajahnya sedikit tertunduk menyimak satu tayangan di layar ponsel. Dia selalu mengenakan kacamata hitam sebagai ciri khas yang tak terpisahkan, mantel, jaket, t-shirt, semua yang dia kenakan identik dengan hitam. Dan dari balik lensa kacamata hitam, sepasang matanya terfokus pada satu wajah tampan, serius, dan terlihat pucat di bawah bidikan kamera. Dia tengah bicara di depan wartawan dalam satu konferensi pers yang diadakan Kepolisian Distrik Yanqing. Dalam tayangan itu, Xiao Hua mendapat kesempatan untuk menjelaskan perkembangan kasus pembunuhan gaun putih yang kini menebarkan ketakutan dan kecemasan pada warga sipil.

"Dia pria muda yang bersemangat," Hei Yanjing bergumam pada diri sendiri, diiringi seringai tipis di bibirnya yang sinis.

"Hmmm, sangat menggebu-gebu. Seseorang yang terlalu bersemangat akan rentan kecewa. Tapi tak masalah. Baiklah, mari kita lihat apakah kau bisa menangkap pembunuh berantai itu."

Meski terus berkomentar dengan nada skeptis, Hei Yanjing terus menyimak tayangan hingga selesai. Tidak sesaat pun mengalihkan tatapan pada wajah Xiao Hua, bahkan saat akhir tayangan tepat berhenti di wajahnya. Kali ini bibirnya mengukir senyuman.

"Kapten Xie, auramu sepanas api," ia berbisik pada wajah di layar, mengusapnya dengan ujung ibu jari.

"Semoga berhasil."

Dia mematikan layar ponsel, kemudian meletakkannya di dashboard. Awan gelap tebal bergerak ke arah barat, dan angin yang menyegarkan bertiup menyapu wajahnya. Kesejukan yang lumayan itu meringankan napasnya, membuatnya merasa santai. Ditambah dengan keasyikan menonton tayangan berita dan mengagumi wajah tampan Xiao Hua. Bayangan wajahnya yang serius dan kata demi kata yang diucapkan dengan penuh keyakinan melahirkan kekaguman dan simpati yang aneh dalam dirinya. Hei Yanjing menyandarkan punggungnya dengan lemas, untuk beberapa lama hanya duduk diam sementara pikirannya melayang entah ke mana.

Sepertinya tayangan video singkat itu menyebabkan ketajamannya mengendur sesaat. Hei Yanjing lalai memperhatikan sekelilingnya dengan seksama. Bahkan bukan tidak mungkin ada penumpang yang membutuhkannya di jalanan yang nampak gelap dan sepi. Sepuluh menit kemudian dia menegakkan posisi, siap untuk kembali mengemudi. Di saat itu ia menangkap sosok gadis bersweater putih, jeans dan tas ransel di punggungnya, tengah berjalan lambat dan berbelok ke kiri menyusuri satu jalan kecil yang suram dan sepi. Ekspresi keras dan dinginnya tidak berubah sedikit pun sewaktu dengan sudut matanya dia mengikuti pergerakan gadis itu.

*****

Seperti biasa, mahasiswa cantik bernama Gu Zi Qing itu pulang ke rumah pada malam hari setelah menyelesaikan pekerjaan paruh waktunya di sebuah restoran Jepang cepat saji. Turun dari bis kota tepat di depan Xian Road, dia perlu berjalan kaki sejauh lima puluh meter, kemudian berbelok ke kanan meyusuri jalan selebar dua meter dengan penerangan minim dan dipagari pepohonan. Pada siang hari, jalan ini cukup sejuk dan tenang, jalur yang menyenangkan untuk dilewati. Tetapi pada malam hari suasananya berubah suram dan mencekam. Zi Qing tidak takut sama sekali. Dia telah melewati jalur ini selama bertahun-tahun. Menempuh jarak seratus lima puluh meter lagi untuk tiba di kawasan pemukiman yang lebih terang dan hidup. Sesekali ada sepeda motor melewatinya, tapi lebih sering sepi.

Dering ponselnya menyentak kesunyian jalan, membuat Zi Qing lumayan terkejut. Rupanya sang ibu meneleponnya.

"Ya, Bu. Aku di perjalanan," dia bicara di telepon, nadanya ceria dan bersemangat. "Tidak jauh lagi. Aku akan sampai dalam lima menit."

"Entah mengapa aku khawatir sekali."

Kecemasan dalam suara ibunya dianggap Zi Qing tidak masuk akal. Gadis itu tertawa kecil untuk menenangkan.

"Jangan terlalu khawatir. Aku baik-baik saja. Lagi pula ini bukan pertama kali. Mengapa ibu bersikap aneh begini?"

Dia terus berjalan selagi bicara.

"Baiklah. Hati-hati, Nak."

"Ya, Bu. Sampai jumpa di rumah. Baterai ponselku lemah. Dah."

Beberapa detik setelah Zi Qing mengakhiri pembicaraan, sosok ramping berpakaian merah muda dengan rambut sebahu lurus acak-acakan melompat dari balik semak belukar dan menyerbu ke arahnya.

"Ah! Siapa kau?!" pekik Zi Qing, terhuyung selangkah ke belakang.

"Tolong ... " yang datang adalah seorang gadis seusianya. Dia terlihat kacau dan babak belur, darah mengalir dari bibir dan hidungnya.

"Apa yang terjadi?"

Gadis asing itu mencengkram bahu Zi Qing, suaranya tergagap diselingi tangis ketakutan yang menyayat hati.

"Dia mengejarku, dia ... dia ada di sini! Dia akan melenyapkanku!"

Zi Qing tidak bisa bergerak untuk sejenak, kerongkongannya tercekat dan sulit mengeluarkan kata-kata. Dia sudah lama bermukim di kawasan ini, tapi tak pernah ada peristiwa ganjil ataupun menakutkan. Lebih mengherankan lagi, gadis di depannya sama sekali asing. Zi Qing menduga bahwa dia tidak tinggal di daerah ini.

"A-apa??" hanya itu yang bisa Zi Qing ucapkan, sementara rona pucat pasi mulai mengaliri wajahnya.

Tidak tahan dengan reaksi lambat Zi Qing, gadis itu melepaskan cengkramannya, menoleh panik ke belakang di mana sesosok bayangan hitam berkelebat di antara pepohonan.

"Dia datang!" gadis itu memekik, kemudian berlari tersaruk-saruk melewatinya. Menggemakan tangis penuh ketakutan di tengah kesunyian.

Sadar dengan kedatangan sosok lain yang sama asingnya, Zi Qing hanya bisa mundur, terhuyung dan jatuh ke tepi jalan, di antara semak belukar.

Astaga! Apa yang terjadi!?

Sepasang matanya melebar, tanpa sadar tangannya terangkat menutup mulutnya untuk menahan jeritan. Sosok yang mengejar gadis itu melihat ke arahnya, tampak mengawasinya. Zi Qing saling beradu pandang, ketakutan yang hebat mencengkramnya. Tangan dan kakinya mulai gemetar. Dia terlihat seperti seorang pria. Posturnya menegaskan dugaan itu. Tapi Zi Qing tak bisa melihat wajahnya karena pria itu mengenakan topi hitam dengan lidah turun menutupi wajah.

Anehnya, sosok pria menakutkan itu kemudian kehilangan minat pada Zi Qing dan melompat mundur lalu melesat ke dalam kegelapan untuk mengejar gadis babak belur yang baru saja melarikan diri.

Tak lama kemudian, ia mendengar pekik kesakitan seorang gadis. Samar-samar dari balik kebun di sisi kanan jalan. Dia berusaha bangkit, panik dan ketakutan. Otaknya untuk sesaat tak bisa bekerja. Dia menyeret kakinya menuju arah pulang, tapi jeritan itu terdengar lagi, disusul suara berisik mirip orang dipukuli. Mungkinkah gadis itu diserang secara brutal?

Oh tidak! Seseorang bisa saja meninggal!

Zi Qing mengumpulkan keberaniannya. Kini ia berbalik arah kembali ke Xian Road. Mungkin dia akan menemukan seseorang yang bisa diminta bantuan, atau seharusnya dia menelpon polisi. Gadis itu berhenti sesaat, mengambil ponselnya dari dalam tas dengan panik. Karena tangannya gemetar hebat, ponsel itu terjatuh. Dia memekik tertahan, terkejut dan kesal. Saat ia memungutnya kembali, ia melihat ponselnya mati akibat kehabisan daya. Zi Qing menahan napas, ini situasi yang sangat buruk. Dia bisa saja lari dan menyembunyikan peristiwa mengejutkan ini, atau berlari ke jalan untuk meminta bantuan.

Suara teriakan itu lagi. Kali ini terdengar seperti pria. Apakah gadis malang itu sudah tak mampu bersuara? Apakah dia sudah tewas?

Berlari tersaruk-saruk ke tepi Xian Road, Zi Qing disambut penerangan yang lebih baik. Sama seperti jalan menuju rumahnya, jalan ini pun sepi. Toko roti kecil dan kedai kopi di seberang sudah memasang tanda close dan mematikan lampu neon mereka. Akan tetapi, ada kendaraan lewat sesekali. Zi Qing melihat satu sedan hitam terparkir di tepi jalan di bawah sebatang pohon besar. Lampu depannya menyala. Sekilas dalam keremangan dia mengenali tanda di atap mobil. Itu sebuah taksi.

Ada ilusi keamanan yang dirasakannya. Mungkin pengemudi taksi ada di dalam. Dengan panik ia berlari kecil menghampirinya, mengetuk-ngetuk kaca kemudi, dan mengintip ke dalam.

"Tolong! Ada orang? Tolong!"

Seharusnya ada, karena lampu depan dibiarkan menyala. Tapi nyatanya tak ada siapa pun di dalam. Terengah-engah, Zi Qing mundur beberapa langkah dan mulai kembali berlari ke mulut jalan yang lebih gelap. Sebaiknya dia pulang saja. Akan dia simpan rapat-rapat kejadian malam ini, seolah-olah tak pernah ada.

Namun baru beberapa puluh meter, dari arah depan, muncul dari balik pepohonan, sosok tinggi hitam berjalan ke arahnya.

Zi Qing memekik tertahan, lututnya goyah dan ia terjatuh ke tanah.

"Kau melihat yang seharusnya tak kau lihat."

Kata-kata itu keluar dari sosok hitam yang menjulang di depannya. Zi Qing menatap nanar, kemudian semuanya gelap.

*****

Bajingan itu melajukan motornya dengan kecepatan gila, menerjang jalur gelap, dan masuk ke labirin di antara rumah warga. Ada derum sepeda motor lain di belakangnya. Sirine polisi meraung di mulut jalan kecil, di mana mereka tidak bisa mengejar para kriminal jalanan.

Xiao Hua melompat ke jalur gelap, memberikan instruksi pada rekan lain yang datang ke lokasi dengan mengendarai sepeda motor.

"Tangkap mereka!"

Kemudian dia mendapatkan motor lain untuk dirinya sendiri.

Di bawah langit tak berbintang, sekitar dua ratus meter dari satu klub malam kelas menengah, Xiao Hua dan rekan menerima laporan terkait transaksi narkotika di sudut-sudut gelap kawasan itu. Petugas yang menyamar telah mencium aksi kriminal terselubung dan beberapa transaksi ilegal sejak sebulan sebelumnya. Kali ini merupakan puncak dari operasi mereka. Beberapa bajingan yang terdiri dari kawanan pemuda nakal, pemabuk serta penjudi, berhasil disergap dan tertangkap basah.

Aksi kejar-kejaran memporak-porandakan ketenangan kawasan pinggiran. Udara pengap oleh asap knalpot dan debu yang naik ke udara. Xiao Hua mengemudikan motornya dengan gesit, mata terfokus, menyipit dan tajam laksana cheetah mengejar mangsa.

Satu petugas melepaskan tembakan, tepat mengenai ban belakang salah satu sepeda motor yang menjadi target pengejaran. Umpatan keras menyusul bunyi tembakan, kemudian motor oleng, terguling dan terseret sejauh beberapa meter. Motor nahas itu berhenti setelah membentur tembok rumah warga yang penuh dengan coretan.

"Aku akan mengatasi mereka. Kau kejar sisanya!" petugas yang menembak itu duduk di boncengan rekannya. Mereka menghentikan motor dan melompat turun, berteriak pada Xiao Hua ketika sang kapten melewatinya.

Xiao Hua melesat tanpa suara, melompati bangkai motor rusak di tengah jalan, mendengus saat sepasang kolam hitam matanya menembak ke arah target. Motor yang dia kejar berbelok tajam, menukik ke area sepi dekat kawasan pabrik, terus menderu menuju jalur berbelok-belok yang gelap.

"Bajingan sialan!" desis Xiao Hua.

Tangannya memutar gas lebih kencang hingga ia merasa motornya melayang di atas jalan berkerikil. Beberapa waktu kemudian, target terdesak. Dia terjebak di satu jalan buntu yang dia kira merupakan tembusan ke jalur lain. Dia memutar motornya ke arah dari mana Xiao Hua muncul. Mesin motor meraung-raung, memekakkan telinga. Xiao Hua merasakan bahaya. Kemungkinan terburuk, kedua sepeda motor akan bertabrakan. Pada detik terakhir, Xiao Hua menggerakkan tangan kirinya untuk menarik pistol dan menembak tepat ke bahu lawan.

Suara tembakan meletus di udara. Tubuh bajingan itu oleng, lantas terhempas ke tanah berdebu sementara motornya terus melaju sebelum akhirnya terjungkal dan menyapu semua objek di jalurnya. Hingar bingar mengundang banyak mata mengintip di balik jendela. Kawasan itu sepi, gelap, dan terdiri dari bangunan pabrik dan gudang. Rumah warga berjarak sekitar lima ratus meter, tapi kegaduhan tetap mengusik sebagian orang.

Xiao Hua menghentikan motornya, melompat turun, berjalan penuh wibawa mendekati tubuh pria yang terbaring di jalanan seraya meringis kesakitan.

"Katakan di mana komplotanmu?" bentak Xiao Hua.

Bajingan itu tidak menjawab, hanya memiringkan wajah kemudian meludah ke tanah. Tindakan yang meremehkan sang kapten.

"Aish, bagus sekali," desis Xiao Hua, lantas mengayunkan kaki kanan untuk menendang bahu lawan.

"Arrggh!" pekik kesakitan lolos dari mulutnya.

"Bicara! Atau aku akan menghajarmu!"

Bajingan itu menggerakkan dagu dengan gaya menantang. "Kau bisa marah dan menghajarku sebanyak yang kau mau. Aku tak akan mengatakan apa pun."

Satu tendangan keras lagi dihujamkan Xiao Hua pada rusuk kanan.

"Sialan! Berani bertingkah!"

Xiao Hua tidak membawa borgol di jaketnya, tapi dia masih memegang pistol. Untuk mengantisipasi lawan kabur lagi, dia melumpuhkannya dengan beberapa tendangan keras, sambil mengeluarkan ponsel dan memanggil Jiang Han.

"Aku mendapatkannya di kawasan pergudangan!"

Ketika dia memasukkan ponsel ke dalam saku, satu kakinya masih menginjak bahu lawan yang tergeletak tak berdaya.

"Kami akan menangkapmu. Jika kau mau bekerja sama, mungkin kau bisa mendapatkan keringanan hukuman. Jelaskan tentang komplotanmu!"

Dari mulut dan gigi yang berdarah, pihak lawan masih ingin merendahkan Xiao Hua dengan seringai keji yang mengerikan. Tangannya terangkat gemetar, mengacungkan jari tengah pada Xiao Hua.

"Bedebah gila!"

Suara derak diiringi raungan mengguncang tempat itu saat Xiao Hua menendang dan menginjak keras tangan lawan.

Tiba-tiba satu motor menderu ke arah mereka dengan kecepatan tinggi. Xiao Hua menduga bahwa yang datang adalah sang rekan. Tapi kewaspadaannya meningkat tajam saat ia mendengar lawan tertawa mengejek. Sorot lampu depan motor menembak ke wajahnya, begitu menyilaukan hingga ia mengernyit ganas dan harus melindungi mata dengan telapak tangan.

"Mampus kau!" ada bentakan keras dari pengendara motor, lantas ia menerjang ke arah Xiao Hua.

Sang kapten melompat mundur, mengarahkan pistol dan menarik pelatuk penuh kemarahan.

Suara-suara mengerikan terdengar tumpang tindih. Peluru berdesing ke arah sosok pengemudi hingga tubuhnya mencelat dan motor itu jatuh terbanting-banting. Sosok itu tertembak tepat di dadanya dan ia tewas di tempat secara mengenaskan.

Astaga! Ini masalah!

Xiao Hua terhuyung, mengutuk tindakannya yang sembrono.

Tangannya yang menggenggam pistol jatuh mengayun lemas di samping tubuhnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro