Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Twelfth Trouble

Because I'm stupid

I'm really very foolish
I know no other than you
But I won't be in your days
I won't be in the memories either
However, I looked only at you
And I'm making memories alone
Alone once again
I'm missing for you

Pang Zhi sedang sibuk mengaduk susu panas di dapur ketika didengarnya bunyi pintu depan terbuka. Angin dingin mengalir menyelusup ke dalam rumah, hujan memang sudah mereda tetapi aromanya menyeruak kuat.

Si pemuda gendut menghentikan gerakannya dan merengut.

Tidak biasanya Wu Xie membuka pintu sekasar itu, eh? bukannya dia sudah datang beberapa menit yang lalu. 

Pang Zhi meminum susunya beberapa teguk, memutuskan kembali ke kedai kopi yang sedang sepi pengunjung.

Langkahnya bergegas menuju pintu depan, dan ia melihat pemandangan yang tidak biasa.

Zhang Qiling berdiri kaku di ambang pintu. kemurungan di wajahnya mengalahkan langit mendung di luar sana. Bukan hal aneh jika pemuda itu mendadak muncul di sini, yang membuatnya berbeda adalah seluruh tubuh Zhang Qiling basah kuyup. Rambutnya turun menutupi kening, lengket satu sama lain. Air hujan bahkan masih menetes-netes dari ujung pakaiannya.

"Xiao ge," Pang Zhi membuka mulutnya dalam ekspresi shock.

"Apa yang terjadi?" dia mendekati Zhang Qiling, menyentuh bahu dan lengannya. Jaket hitam yang ia kenakan dingin dan lengket ke kulitnya. Pang Zhi bisa membayangkan betapa dinginnya tubuh Zhang Qiling saat ini.

"Kau tidak memakai payung?"

Zhang Qiling tidak menjawab, tatapannya terpaku ke lantai. Dingin dan sendu, seperti orang sakit.

"Kau tidak harus tetap memakai jaketmu. Lepaskan bajumu, atau kau akan jatuh sakit."

Upss..  Pang Zhi menutup mulut sesaat, merasa canggung dengan perintah membuka baju. Tapi ia segera sadar bahwa kondisi cukup berbeda sekarang.  Dia benar-benar khawatir pemuda itu jatuh sakit.

"Kau bisa memakai bajuku untuk sementara."

Zhang Qiling masih terdiam membisu.

"Kenapa kamu tidak mau bicara?" Pang Zhi mengamati tubuh si pemuda dari ujung kepala hingga kaki.

"Kau marah padaku? Apa aku melakukan kesalahan?"

Kebisuan Zhang Qiling membuat Pang Zhi sedikit kesal. Seperti masa kecil kurang bahagia, pemuda ini bermain hujan-hujanan, lantas muncul di pintu rumah dan bersikap aneh seakan menakut-nakutinya.

"Hei, apa yang salah denganmu? Katakan padaku!"

Ketika Pang Zhi meraih bagian depan jaket Zhang Qiling dan mencoba mengguncangnya, tubuh tinggi si tuan tampan limbung dan jatuh ke bahunya.

Astaga, Xiao ge pingsan!

Merepotkan sekali!

"Wu Xie!"

Dengan lengan gemuknya, Pang Zhi menahan bobot tubuh Zhang Qiling. Dia berteriak panik memanggil Wu Xie yang mungkin tengah bersantai di kamarnya di lantai atas.

"Wu Xie! Cepat kemari! Bantu aku!"

Terbaring di sofa depan televisi, Wu Xie tersentak dan langsung duduk. Teriakan panik Pang Zhi nyaris serupa sambaran petir baginya, memekakan telinga.

Pemuda kurus itu melompat dari sofa dan meluncur turun.

"Ada apa?" dia menghambur ke arah Pang Zhi.

"Xiao ge! Kenapa dia?"

"Apa kau tidak bisa lihat? Dia hujan-hujanan!" Pang Zhi mundur selangkah, terdorong beban tubuh Zhang Qiling.

"Jangan bengong di situ! Lekas bantu aku, kita bawa dia ke kamarku saja biar lebih mudah," Pang Zhi menyalak lagi, jengkel melihat Wu Xie yang hanya berdiri termangu.

"Apa? Ke kamarmu? Tidak! Ke kamarku saja!" Wu Xie cemberut sambil memegangi bahu dan lengan Zhang Qiling.

"Kamarmu di atas. Kita akan kerepotan memapah dia naik tangga. Apalagi tubuh si tuan tampan ini cukup berat."

"Aku tak peduli, ayo bawa saja ke kamarku!" mendecakkan lidah, Wu Xie memaksa Pang Zhi menyeret tubuh lemas Zhang Qiling menaiki tangga. Mereka menyangga lengan Zhang Qiling dari dua sisi dan nyaris tidak muat di tangga yang berukuran sempit.

"Duh! Sungguh merepotkan! Lagipula aksi apa yang dilakukan Xiao ge? Sungguh kekanak-kanakan!"

Hingga mereka sukses membaringkan tubuh Zhang Qiling di tempat tidur Wu Xie, Pang Zhi masih belum berhenti mengomel. Dia melirik Zhang Qiling yang terbaring pucat dan berkata, "Kita harus membuka bajunya dan mengganti dengan pakaian kering."

Wu Xie terbatuk beberapa kali, ia menarik tangan Pang Zhi keluar kamar.

"Biar aku saja! Kau pergi ke dapur dan siapkan ramuan obat masuk angin, aku akan memberinya minum jika sudah siuman."

"Eehh! Kau.. " Pang Zhi membelalak, tapi dengan cepat dia berubah menyeringai.

"Dasar pemuda oportunis. Setelah mendapat hadiah, masih ingin menelanjangi tuan tampan."

Mulutnya masih menggumam tidak jelas ketika menuruni tangga dan menuju dapur.

Hujan tidak turun lagi hingga malam tiba. Jalanan kembali ramai oleh pejalan kaki, dan lampu-lampu jalan pun menyala. Sudah ada kehidupan lagi di kedai kopi Pang Zhi, temperatur sejuk sisa hujan menjadikan orang-orang tergugah mampir untuk minum kopi.

Berlawanan dengan udara di luar, temperatur tubuh Zhang Qiling meningkat. Butiran keringat bermunculan di pelipis dan lehernya.

Xiao ge demam.

Pakaiannya sudah diganti sejak tadi dan  Wu Xie menggosok telapak tangan dan kaki Zhang Qiling dengan minyak hangat. Setelah itu, ia menyelimuti tubuhnya dengan hati-hati.

Bagaimana ini, tubuhnya semakin panas.

Dia meletakkan telapak tangan di kening Zhang Qiling. Merasakan hawa panas mengaliri telapaknya.

Wu Xie menarik nafas panjang, menghembuskannya dengan berat. Karena Zhang Qiling belum siuman juga, dia tidak bisa menyuruhnya meminum obat, Wu Xie memutuskan untuk mengompres Zhang Qiling.

Semalaman itu Wu Xie tidak bisa tidur. Dia duduk di sampingnya, memegang jemari ramping itu dalam genggamannya. Malam kian larut saat ponsel Zhang Qiling yang dia taruh di meja nakas tiba-tiba menyala.

Seseorang meneleponnya.

Wu Xie melirik ponsel itu, tidak berminat mengangkat panggilan milik orang lain, lebih tidak berminat lagi mengetahui siapa yang memanggil.

Sebuah nama tertera di layar ponsel.
Liu Sang.

Wu Xie menatap nama itu, ekspresi ganas muncul di pangkal alisnya. Pemuda sialan berkacamata yang mengaku sebagai pacar Zhang Qiling, dia pasti panik mencari-cari kekasihnya.

Kekasih?

Wu Xie menggigit bibir. Dering itu berhenti dengan sendirinya setelah sepuluh menit. Liu Sang meninggalkan jejak dua belas panggilan tak terjawab, dan mungkin masih akan ada lagi.

Tatapannya beralih pada wajah pucat Zhang Qiling. Ekspresinya terlihat seperti tengah bermimpi buruk sementara tangannya tak berhenti membelai jemari-jemari yang dingin. Dalam hening kamar, benaknya bertanya.

Jika Xiao ge saat ini siuman, akankah dia menjawab telepon Liu Sang, dan melepaskan genggaman tangannya?

Waktu matahari terbit memancarkan cahayanya, Wu Xie terjaga dari tidur singkat yang tidak nyaman. Dia terduduk di lantai dengan kepala terkulai di samping lengan Zhang Qiling yang masih terlelap di atas tempat tidur.

Beberapa jam lagi, dia harus pergi keluar untuk menemui boss nya di Yellow Crane dan mengambil sisa gaji terakhir. 

Tidak hari ini, pikir Wu Xie sambil menggoyangkan kepalanya yang pusing. Ada bisikan di hatinya menyuruhnya menemani Zhang Qiling.

Pemuda itu masih belum bangun namun demamnya sudah turun. Kompresan itu lumayan efektif juga meskipun pasti belum meredakan gejala lainnya. Wu Xie bangkit sempoyongan, mengecek sekali lagi suhu tubuh Zhang Qiling dengan punggung tangan, kemudian ia turun ke lantai bawah untuk menyiapkan sarapan.

Pang Zhi tidak membuat apapun untuk sarapan. Dia menyiapkan tiga porsi French toast dengan lelehan keju di atasnya yang dia ambil dari persiapan di kedai kopi, Wu Xie tidak peduli tentang menu sarapan. Dia butuh secangkir kopi panas.

Masih mengantuk dan pusing, dia duduk di kursi meja makan, menyangga dagu dan menatap sayu.

Saat ia mulai berkedip lambat siap untuk jatuh tertidur lagi, wajah lebar Pang Zhi tiba-tiba turun tepat di depan hidungnya.

"Wu Xie! Bangun! Apa aku harus menyiram kopi ke wajahmu?"

Wu Xie mendongak, dan menatap Pang Zhi dengan kaget. Dia tidak menangkap ucapan itu secara jelas, dia tidak menyadari bahwa dia sedang diajak bicara dan tidak yakin apa yang Pang Zhi maksud.

"Aku sudah bangun," gumamnya bingung.

"Dengar, Xiao ge sudah tahu kau berpura-pura buta," Pang Zhi menjelaskan dan menatap dengan putus asa saat Wu Xie perlahan memahami arti kata-katanya.

"Benarkah?"

"Astaga," Pang Zhi meninju meja.

"Dia pasti sangat marah dan kecewa padamu."

"Apa yang aku lakukan?" Wu Xie merasa otaknya kusut. Dia tidak bisa memikirkan apapun.

Pang Zhi menaruh cangkir kopi dengan keras dan berkata, "Kemarin sore aku mengintip dari kejauhan, kau dan teman lamamu itu? Siapa?"

"Rachel."

"Ya, dia. Kalian berjalan berduaan."

"Aku memanfaatkan payungnya," desah Wu Xie.

"Dan dia menciummu bukan? Aku yakin Xiao ge pasti melihat dari satu tempat karena tak lama kemudian setelah kau masuk kamar dan Rachel pulang, dia muncul di depan pintu."

Huft! Yang benar saja.

"Aku juga bingung. Semua orang ingin menciumku," dia menyahut polos dan menjengkelkan.

"Lelucon," Pang Zhi mengerling sinis.

Wu Xie menghembuskan nafas keras-keras. Jadi sekarang semuanya selesai.

Anggap saja sandiwara konyolnya selesai. Tapi, apakah hubungan yang baru saja berkembang juga selesai?

Wu Xie menjadi sadar bahwa gelombang kecemasan dan rasa malu mulai menyerangnya. Dia meneguk kopi, mencoba meredakan suasana hati tetapi itu tidak cukup untuk menahan rasa tidak nyaman yang menyeruak.

Dia sudah siap untuk menerima kemarahan mau pun kebencian Zhang Qiling atas penipuan konyolnya. Tapi benarkah?

Sebuah tangan menekan jemarinya di atas meja. Tangan besar Pang Zhi.
Dia menatapnya dengan mata prihatin, dalam permukaan matanya Wu Xie melihat wajahnya sendiri. Dia terlihat seperti ... seperti
seorang penipu.

Bahunya langsung merosot, hampir lemas, pada sandaran kursi.

To be continued

Duhh Wu Xie..  Wu Xie 😜

Please vote for Pingxie ❤💛

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro