Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Thirteen Trouble

Last Chance

Aku terus berkata pada diri sendiri, bahwa aku melangkah di jalanmu, ingin memegang tanganmu, ingin melindungimu dari kerasnya dunia.

Aku selalu merindukanmu, karena itulah aku datang. Kukira kau akan menunggu untukku, tapi akhirnya aku merayakan kesendirian di bawah hujan.

❤💛❤💛❤💛❤

Zhang Qiling terbangun dengan sensasi yang familiar seperti diremukkan, ia menggeliat, merentangkan lengan dan memutar bahu ke depan dan ke belakang.  Sedikit gemetar, ia menurunkan kedua kaki panjangnya dari tempat tidur.

Dimana ia sekarang? Ah -- ini pasti kamar Wu Xie..

"Tampaknya kau sudah baikan," sebuah suara canggung membawa alur pikiran Zhang Qiling ke masa kini.  Suaranya sangat ia kenal, dan seketika membuat dadanya sakit.

Akhir dari satu malam yang panjang, jenis malam yang berbeda dan tak terbayangkan. Penuh gejolak emosi, kecurigaan,  dan rasa putus asa serta kemarahan.

Wu Xie berdiri di pintu. Matanya indah, menatap ke wajah Zhang Qiling dengan ekspresi serba salah. Sesekali dia menunduk, sedetik kemudian menantang.

Sepasang mata hitam kecoklatan, bening dan jelas tanpa kaca mata hitam.  Pandangannya berubah-ubah, seperti lintasan cahaya pelangi. Menunjukkan pada Zhang Qiling bahwa perasaan Wu Xie tengah galau.

Itu adalah jenis tatapan dan wajah tampan yang tidak ingin dia tukar dengan semua wajah yang ada di dunia.

"Kau sudah selesai berakting?" itu kalimat pertama yang terlontar dari bibir Zhang Qiling saat dia sudah sadar dan duduk di tepi ranjang Wu Xie.

Wu Xie memperhatikan kulit wajah Zhang Qiling yang masih pucat, kesedihan samar menyelubungi wajahnya laksana kabut asap tipis. Bibirnya yang seringkali dicerahkan oleh senyum lembut  kini berubah masam.

Hati Wu Xie menciut seketika. Akankah ia kehilangan senyuman itu untuk selamanya? Gara-gara tertangkap basah pura-pura buta.

"Jangan bicarakan aku. Lihat kondisimu. Aku sudah menyiapkan sarapan dan kopi panas," ujar Wu Xie datar. Dia sangat malu dan canggung sehingga tidak ada keberanian yang tersisa bahkan untuk tersenyum dan pura-pura akrab.

"Mau makan di sini apa di ruang tengah?" Wu Xie bertanya lagi sebelum berbalik.

"Kenapa kau peduli  padaku?" nada dingin terpantul dari suara Zhang Qiling. Mungkin dirinya masih dipenuhi rasa kecewa akibat runtuhnya kepercayaan pada Wu Xie.

"Kau demam karena hujan-hujanan. Jadi kau harus makan dan minum obat. Jika kau sudah baikan. Kau boleh pulang ke rumahmu yang besar. Aku khawatir kamar sempitku tidak cocok untukmu."

Selesai berkata-kata, Wu Xie keluar kamar dan menuruni tangga ke lantai bawah.

Zhang Qiling menggigit bibir. Situasi menjadi kacau. Sekilas rasanya Wu Xie yang bersalah, tapi kenapa jadi dirinya yang menjadi terdakwa dan jatuh sakit di rumah orang lain.

Dunia sudah jungkir balik.

Di sisi lain, Wu Xie bersikap seolah dia yang jadi korban. Padahal dirinya yang jadi korban penipuan konyolnya.

Mereka kini terasa jauh, atau apakah hubungan mereka telah putus?
Tetapi, hubungan apa?

Dia terlihat baik-baik saja setelah semua yang terjadi. Apakah ini memang gayanya atau apakah dirinya hanya mengingat kembali drama kebohongan pemuda itu?

Mungkin dia akan memikirkan tentang masalah ini lain kali. Sekarang dia harus sarapan dan segera pulang.

Zhang Qiling duduk tegang di sofa depan televisi. Di atas piring ada dua potong besar roti prancis berselimut lelehan keju dan taburan oregano tersaji di meja, di samping piring  itu sudah tersedia secangkir kopi yang mengepul.

Jadi,  ini sarapan untuk orang sakit?

Zhang Qiling bingung tapi dia mengambil sepotong roti dan menggigitnya. Rasanya lezat. Roti ini pasti didatangkan dari kedai kopi Pang Zhi. Dia hanya menghabiskan sepotong dan menyisakan satu potong lagi.

Sambil mengunyah, Zhang Qiling mencermati seluruh isi ruangan. Kamar tidur, ruangan televisi dan balkon sedikit berantakan, kemeja dan handuk terserak di kursi rotan. Toples kosong sisa camilan, bungkus chips. Novel yang terbuka tanpa dibaca. Cangkir kopi kosong.

Astaga, bagaimana bisa ia jatuh cinta pada pemuda berantakan ini?

Wu Xie benar-benar bebas, kacau balau, dan masih bisa nyaman dengan kekacauan ini.

Pemuda itu belum kembali dari lantai bawah. Dengan kedua kaki dan tangan yang masih lemas, Zhang Qiling tidak tahan untuk tidak merapikan beberapa barang yang berserakan. Hanya butuh waktu lima menit, dia berakhir dengan duduk lemas di kursi rotan di balkon. Menghirup udara pagi yang segar dan menikmati kicauan burung yang beterbangan di puncak pohon bunga wisteria.

Langkah kaki berderap di belakang pintu balkon. Zhang Qiling tidak menoleh, dia memejamkan mata saat sinar matahari  jatuh di wajahnya.

"Kau di sini rupanya," Wu Xie melangkah ke balkon. Cangkir kopi yang baru diminum sepertiganya ia taruh di atas meja persegi yang juga terbuat dari rotan.

"Kopimu akan dingin."

Suara Wu Xie sangat hampa dan datar. Rasa bersalah membuatnya kehilangan kemampuan berkomunikasi dengan benar.

Setelah semua yang dijelaskan Pang Zhi, dia harus terima kenyataan jika Zhang Qiling berbalik membencinya. Bagaimanapun dia sudah begitu baik dan cukup naif untuk mencurigai kenakalan yang dilakukan Wu Xie.

Jadi semua ini, dalam beberapa hal, salahnya.

Lupakan saja. Berkubang dalam rasa bersalah dan mengasihani diri sendiri tidak akan membantu apa-apa, bukan?

"Aku akan pergi sebentar lagi," Zhang Qiling berkata dingin.

"Aku tahu."

"Tapi aku ingin meminta kompensasi atas semua kebohonganmu."

Rasa pening berdenyut di belakang kepala Wu Xie.
Astaga, bagaimana dia akan membayar kompensasi di saat menganggur begini.

Xiao ge sungguh tidak masuk akal.

"Dengar, aku mengaku salah dan aku minta maaf. Oke. Jadi aku akan mengembalikan semua hadiahmu tapi aku tidak akan membayar kompensasi."

Wu Xie mengajukan keberatan, pelipisnya mulai berkedut oleh rasa cemas.

"Tidak perlu dikembalikan. Hadiah itu sudah menjadi milikmu. Mudah saja untuk mengembalikan sebuah hadiah, tapi bisakah kau mengembalikan hatiku??"

Huft! Dadanya seketika terasa sesak. Dia sama sekali tidak menduga bahwa akan sejauh ini Zhang Qiling membiarkan hatinya terhanyut oleh permainan kekanak-kanakan yang ia lakukan.

"Bagaimana caranya??" ia mendesah bingung.

Zhang Qiling bangkit dari kursi, mengabaikan kopinya dan meraih bahu Wu Xie dalam kedua telapak tangannya yang kukuh.

"Kenapa kau tanya aku?" ia setengah mengancam, sikapnya sedikit berubah sekarang. Antara marah dan kecewa, sedih, serta tidak percaya. Dia bingung menjelaskan perasaannya sendiri.

"Aku tidak tahu bagaimana caranya. Hari itu aku benar-benar tidak bermaksud menyakitimu.."

Tatapan mata Wu Xie memancarkan kesungguhan, dia sungguh-sungguh bingung. Faktanya, bukan hanya Zhang Qiling yang merasa kesal. Dia juga kesal karena si tuan tampan ternyata sudah punya pacar bernama Liu Sang.

"Kau bukan anak kecil lagi. Harusnya kau sudah tahu bahwa aku --"

Zhang Qiling merasa ragu untuk meneruskan kalimatnya. Mungkin kali ini dia benar-benar kehilangan keberanian.

Keduanya bertatapan untuk beberapa lama, di bawah sorot mata bening Wu Xie. Tiba-tiba Zhang Qiling menjadi tidak berdaya. Dia melepas cengkramannya pada Wu Xie dan berkata dengan nada putus asa.

"Aku hanya ingin satu kompensasi darimu.."

Lagi-lagi..

Demi dewa, aku tidak punya uang sekarang.

"Apa maumu?" ia mendesah, agak kesal.

Zhang Qiling merenung dalam keheningan yang hampa.

Jauh di lubuk hatinya dia merasakan sesuatu pecah. Kepercayaan.

Dia tidak mau, tetapi dia tiba-tiba memikirkan ciuman malam itu, emosinya yang dalam, dan bibir tipis yang bisa berubah menjadi senyum  manis sekaligus penuh provokasi.

Dia mencintai Wu Xie. Dengan sepenuh hati. Dengan bodohnya, dan ternyata, dengan menyedihkan.

"Aku ingin waktu satu malam penuh," kata Zhang Qiling di telinga Wu Xie.
"Aku ingin memberi kesempatan terakhir, ingin menjadi kawan baru dan merasa jatuh cinta lagi. Mungkin kita akan terbuka pada hal hal baru, dan kita akan terkejut atau bahagia. Aku ingin malam yang berlangsung sampai pagi dan membuat napasku sesak oleh kemungkinan."

Wu Xie menoleh dan menyapu rambutnya yang agak kacau balau. Zhang Qiling terus memojokannya ke dinding. Menghujamkan tatapan pada sepasang mata Wu Xie hingga membuat perut Wu Xie mulas karena gugup.

"Bagaimana?" Zhang Qiling mengulangi lagi gaya bicaranya yang barusan. Setengah meminta, setengah menuntut, dan sedikit penindasan sebagai tambahan di luar dugaan.

Wu Xie merasa tidak sanggup membantah tuan tampan di hadapannya.

"Kau -- " ia menyeringai, namun suram.

"Kau pengemis cinta paling menyedihkan yang pernah kutemui," ia meneruskan dengan gugup.

Zhang Qiling menekan dinding di samping telinga Wu Xie. Bayangannya memanjang menutupi tubuh pemuda kurus yang tersudut di dinding.

"Aku mencintaimu, penipu!"

❤💛❤💛❤💛❤

Ada kesunyian yang bergetar membelah udara saat keduanya berdiri di depan pintu rumah, saling mengintip ke wajah satu sama lain, sesekali ke arah serangga-serangga yang akan datang menyerbu rumpun peony di sudut halaman. Mereka hanya bersembunyi dari kecanggungan masing-masing, tidak berani memulai lebih dulu.

Untuk sesaat matahari yang bersinar seakan memberi pencerahan pada Zhang Qiling. Dia menatap Wu Xie beberapa lama, lalu menyuarakan isi pikirannya.

"Kita akan memulai dari awal lagi. Anggaplah itu satu perkenalan baru. Ingat, jangan pernah mengungkit topik menyebalkan tentang kepura-puraanmu."

Khawatir pemikiran Zhang Qiling berubah lagi, Wu Xie dengan cepat mengiyakan.

"Aku setuju."

Zhang Qiling mengangguk dengan bibir terkatup rapat.

"Aku pun tidak akan membiarkan diriku dikuasai emosi dangkal yang akan membuatku terlihat naif."

"Mmm..."

Wu Xie mengamati ekspresi Zhang Qiling. Sedikit sikap kejam nampak berusaha ia tunjukkan. Walau pun hanya dewa yang tahu apa ia sungguhan atau hanya berpura-pura.

"Aku juga tidak akan bertanya padamu mengapa kau tidak mencintaiku.."

"........."

"Sampai jumpa besok malam, Wu Xie."

Tanpa menunggu reaksi Wu Xie, Zhang Qiling memutar tubuh dan berjalan pergi melewati pagar besi di halaman. Dia berhenti sejenak dan kembali menoleh pada Wu Xie yang berdiri termangu di ambang pintu.

Dia melemparkan senyum tipis dan melambai.

Wu Xie memandanginya sendu, dia terus mengikuti pergerakan Zhang Qiling yang sosoknya makin mengecil dan jauh. Semilir angin pagi membisikkan suara kumbang dan serangga di antara bunga-bunga di halaman. Dan ada satu suara yang mengusik dalam hatinya.

Samar, tetapi benar.

Kata siapa aku tidak mencintaimu..

Aku tidak bisa melupakan ciumanmu, aku bahkan tidak bisa tidur karena mencemaskanmu semalaman.

Andaikan dinding-dinding kamar itu bisa bicara.

Di sisi lain, Zhang Qiling menoleh kembali ke rumah molek penuh kesan yang telah tertinggal jauh.

Bermonolog dalam hati sementara ia menyeret langkah di bawah udara pagi musim panas yang hangat.

Sekali lagi--

Aku berdiri di pintu rumahmu, karena aku sempat percaya bahwa jendela hatimu terbuka. Tapi kini aku hanya ingin melihatmu untuk terakhir kalinya, aku tak akan bertanya mengapa kau tidak mencintaiku.

Lagipula, tak perlu lagi bertanya--

Untuk sebuah kepalsuan.

Aih Xiao ge melow 😣💜

To Be Continued

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro