Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Third Trouble

Gold Monster

Mall penuh sesak sore itu. Para pengunjung bergegas dari satu toko ke toko lain. Tak ada yang memperhatikan ketika Zhang Qiling menyelinap diantara para pengunjung. Dia terlihat cemas dan sesekali menoleh ke belakang, seakan khawatir ada seseorang menguntitnya.

Suatu keajaiban saat CEO muda penuh tekanan batin itu bisa memiliki keberanian untuk kabur dengan taksi dari kantor tanpa dipergoki Liu Sang. Supir sekaligus fans gilanya itu biasanya akan menerornya dengan panggilan telepon atau berlalulalang di lobi kantor. Dalam hati Zhang Qiling yakin bahwa Liu Sang sebenarnya masih punya pekerjaan lain, dia juga dibebaskan untuk memiliki pekerjaan paruh waktu. Tetapi usahanya sungguh gigih untuk selalu mendekati dan memantau sang CEO idola.

Fuhhh!

Ketika melewati satu toko kacamata merk ternama Gold Monster, imajinasi Zhang Qiling kembali liar. Berpikir bahwa saat ini adalah kesempatan untuk diam-diam menyatroni apartemen Huanyu yang dikatakan Liu Sang merupakan tempat tinggal Pang Zhi.  Dia tidak tahu apa yang akan dijadikan sebagai alasan, ketika di perjalanan tadi Zhang Qiling sempat memikirkan untuk memberi hadiah jika dia cukup beruntung bisa bertemu Pang Zhi atau pun Wu Xie.

Zhang Qiling menjentikkan jari, dia tersenyum tipis, bertekad tak ingin kehilangan kesempatan untuk menghibur hatinya yang tersesat dan malang sejak pertemuan sore itu di pinggir jalan.

Kacamata hitam merupakan hadiah yang sangat ideal untuk pemuda buta nan menawan itu.

Tanpa ragu,  Zhang Qiling memasuki toko dan membeli kaca mata hitam yang paling bagus, trendi,  dan mahal.

Selesai belanja kacamata, Zhang Qiling kebingungan dengan kostum kantoran resmi yang ia kenakan. Sungguh tak leluasa berkeliaran dengan penampilan anggun, elegan dan wajah tampan yang mencolok diantara keramaian.

Dia memutuskan membeli satu set pakaian casual, kemudian ia mengenakan hoodie berwarna hitam serta membeli satu tas ransel. Pakaian mahalnya ia jejalkan ke dalam ransel, demikian pula kotak keramat berisi kacamata hitam.

Beberapa kali ia harus melewati cermin besar di dalam toko pakaian untuk memastikan penampilannya terlihat biasa-biasa dan tidak mengundang perhatian orang.

Proses ini agak merepotkan tetapi pemuda itu sangat yakin akan tindakannya.  Ini langkah yang paling tepat. Kesempatan ini mungkin bisa saja miliknya atau bisa saja milik orang lain, jadi dia harus sigap.

💛❤💛❤💛❤

Matahari Wuhan mulai tergelincir di balik puncak gedung-gedung tinggi. Turun dari taksi,  Zhang Qiling berjalan di Lian Yu Road kemudian berbelok ke satu jalan yang lebih kecil dengan papan nama Huanyu. Di bawah kakinya bukanlah aspal melainkan batu-batu tapak yang dipotong dan disusun dengan bentuk segilima yang seragam.

Jalan itu sepi, di satu sisi adalah tembok yang dipenuhi tanaman merambat dan sisi lainnya rumah-rumah kecil dan molek berjajar dengan design yang hampir sama.

Jalan terbagi pada tiga cabang dan pandangan Zhang Qiling terpaku pada satu pohon wisteria dengan bunga berwarna ungu.  Sesaat dia terpukau oleh keindahannya.

Pohon bunga Wisteria ungu

Pohon itu berdiri anggun menguatkan suasana tenang di sekitarnya. Beberapa meter dari pohon itu ada satu bangunan coffeeshop minimalis  yang diterangi lampu kekuningan. Nama Coffeshop itu diukir pada satu plang menyala berbentuk awan dengan tulisan 'Fatty Coffee'.

Sekitar belasan meter di samping coffeeshop adalah sebuah rumah dua tingkat sederhana tetapi nampak menawarkan kedamaian. Ada balkon di atasnya, dengan railing hitam dibelit sulur tanaman ivy.

Zhang Qiling memperlambat langkah. Mengawasi ke balik kaca jendela coffeeshop, hanya ada sedikit pengunjung sore itu. Masih kebingungan, Zhang Qiling menoleh ke langit barat dan matahari sudah tenggelam sepenuhnya. Lampu jalan berupa neon putih kecil mulai menyala begitu juga pendar samar rumah penduduk.

Senja di musim panas, pertama kalinya Zhang Qiling merasakan kebebasan yang hanya sempat dikenalnya dulu pada masa anak-anak. Senyuman tersungging samar di bawah keremangan sementara pikirannya berlayar melalui momen singkat perjumpaan dengan pemuda berkacamata hitam.

Apa dia berada di alamat yang benar? Dia sudah sampai di jalan Huanyu tetapi kenapa ia tidak menemukan apartemen.

Tak lama kemudian Zhang Qiling berhenti berjalan, mengendap-ngendap melalui rumput tinggi di tepi jalan batu, dia menengok ke kanan kiri. Semua rumah hampir sama, hanya berbeda jumlah lantai dan ketinggian atap, sebagian rumah terlihat memiliki rooftop garden.

Tiba-tiba sebuah tangan menembus keremangan, mencengkeram bahunya dari belakang. Zhang Qiling terperanjat, spontan menoleh.

"Hai, apa yang kau lakukan di sini? Mengendap-endap seperti maling!"

Sosok gemuk berkemeja longgar muncul di belakangnya. Bukan fakta bahwa dia tertangkap basah menyatroni daerah orang lain yang membuatnya kaget, melainkan suara Pang Zhi yang menyakitkan telinga, membuat Zhang Qiling meringis seraya mengendikkan bahu.

Dari balik hoodi hitam, Zhang Qiling menatap lekat berusaha mengenali orang itu.

Ah, ternyata si gemuk.

"Siapa kau?" melihat pemuda asing itu tidak bersuara, Pang Zhi kembali menggeram dengan gaya seorang satpam.

Tanpa menjawab, Zhang Qiling menarik hoodi yang menutup kepala dan sebagian wajahnya, dalam cahaya remang-remang, ketampanannya sulit disamarkan.

Pang Zhi menutup mulut dengan telapak tangan.

"Astaga, kau rupanya. Tuan tampan! Kukira anak ingusan yang tersesat."

Zhang Qiling meletakkan telunjuk di bibirnya.

Dia melirik ke sekitar, untunglah jalan itu sepi. Dengan sedikit malu, Zhang Qiling mencoba bicara.

"Jadi kau tinggal di kawasan ini?"

"Ya, kenapa kau ingin tahu?"

Apa yang harus kulakukan sekarang? bisik Zhang Qiling dalam hati.

Dia mengumpulkan keberanian dan kembali berkata, "Apakah Wu Xie juga tinggal di sini?"

Menyebut nama itu mengirimkan hawa hangat ke wajahnya, keremangan senja menolongnya untuk merasakan malu yang lebih dalam.

Pang Zhi ternganga sejenak, kata-kata Zhang Qiling sulit terserap oleh otaknya yang berminyak akibat terlalu banyak makan.

"Ya, dia tinggal bersamaku di rumah itu," Pang Zhi menunjuk ke satu rumah kecil berlantai dua dengan balkon ditumbuhi tanaman ivy merambat. Tepat di samping coffeeshop.

Zhang Qiling menoleh mengikuti arah yang ditunjukkan Pang Zhi.

"Dan coffeshop mungil itu milikku," lanjut Pang Zhi bangga.

"Tetapi aku tidak melihat bangunan apartemen. Kau mencantumkan alamat di media sosial bahwa kau tinggal di apartemen Huanyu."

Setelah itu Zhang Qiling menutup mulut, sudah terlambat untuk menjaga wibawa. Ia tanpa sengaja mengakui bahwa ia mengikuti media sosial Pang Zhi.

Tawa riang Pang Zhi menggumam terbawa angin musim panas yang hangat. Dia merasa bahagia jika ada seseorang yang tertipu dengan keisengannya mencantumkan alamat palsu.

"Aku tinggal di rumah kecil dua lantai yang molek dan rasanya tidak kurang nyaman dengan sebuah apartemen. Jadi tidak berlebihan jika aku mengaku tinggal di apartemen Huanyu."

Untuk beberapa saat Zhang Qiling bengong. Matanya mengawasi rumah itu beberapa lama kemudian mengangguk-angguk.

"Jadi kau datang kemari hanya untuk menguntit aku?" usik Pang Zhi lagi penuh curiga.

Menguntit?

Zhang Qiling menelan liur.  Kedengarannya ekstrim sekali.

Di satu sisi Pang Zhi menggaruk dagu seraya berpikir,

Apakah tuan tampan ini menyukaiku?

"Hehh, apa kau mau bengong di sini semalaman?" Pang Zhi mencondongkan wajah ke arah Zhang Qiling, membuat pemuda itu mundur selangkah.

"Ehm -- tidak.  Aku -- " pada detik ini keinginan untuk sok romantis memberikan hadiah kacamata hitam baru tiba-tiba terdengar bagaikan modus konyol. Sang CEO tampan nampak celingukan mirip maling ayam yang tengah diinterogasi.

"Apa kau ingin minum kopi di kedai kopiku?"

"Tidak. Aku -- aku hanya lewat."

Pang Zhi melirik sangsi, tetapi sejurus kemudian ia berubah tak peduli.

"Baiklah kalau begitu. Aku tidak mengganggumu lagi, masih banyak pekerjaan di kedai kopi."

Seraya mengibaskan tangan, Pang Zhi berjalan pergi.

"Tunggu!" Zhang Qiling nyaris memekik.

"Aihh,  ada apa lagi? Kau kehabisan ongkos pulang?" Pang Zhi mengernyit dalam, pemuda tampan berhoodie ini benar-benar mencurigakan. Tanpa menunggu jawaban, ia mengeluarkan dompet dan mengambil beberapa lembar uang yang segera disodorkan ke depan Zhang Qiling.

"......?????......"

Tidak ada waktu untuk berdebat sekarang. Zhang Qiling hanya mendesah, mendorong tangan Pang Zhi yang terulur dan mencoba menembakkan tatapan serius sebagaimana sering ia lakukan pada office boy di kantor.

Trik itu berhasil. Dengan canggung dan bersungut-sungut, Pang Zhi menyimpan kembali uangnya.

"Jadi apa maumu?"

Zhang Qiling melepas ransel di punggungnya dan mengeluarkan kotak kacamata hitam. Angin malam seketika terasa lebih hangat dan pemuda itu menjadi gelisah. Tapi dia sudah bertekad akan memberikan hadiah ini.

Meskipun ragu pada diri sendiri, akhirnya ia menyerahkan kotak itu pada Pang Zhi.

"Apa ini?" pemuda gendut itu melongo, dia merasa tidak sedang berulangtahun. Tak disangka ada seorang pangeran tampan memberikannya kejutan manis. Selama hidup hampir tiga puluh tahun, tak pernah sekalipun Pang Zhi membayangkan momen seperti ini.

Dia merasa matanya mulai berkaca-kaca.

Melihat reaksi Pang Zhi, Zhang Qiling menjadi panik.

"Ehm -- aku, bisakah kau berikan ini pada temanmu?" Zhang Qiling segera mengendalikan situasi.

Angan-angan Pang Zhi yang saat itu tengah berenang diantara cahaya tiba-tiba terhempas seketika.

Dia memvoutkan bibirnya dan menggerutu, "Maksudmu Wu Xie?"

Degh!

Zhang Qiling mengangguk, lututnya sedikit lemas mendengar nama itu disebut.

"Ah --a!" mata Pang Zhi berbinar.

"Aku mengerti sekarang!" pemuda gendut itu menerima kotak kacamata hitam dari tangan si pangeran tampan.

Zhang Qiling membuka mulut ingin mengatakan sesuatu, tapi saat itu ponselnya bergetar. Deringnya nyaring di tengah kesunyian.

"Pacarmu ya?" Pang Zhi menggoda.

Wajah tampan itu muram dan berubah gelap ketika melihat siapa yang meneleponnya.

Liu Sang.

Duhh! Supir ini pasti kelimpungan mencarinya.

Pang Zhi terkekeh lalu berbalik dan berjalan pergi. Kali ini Zhang Qiling tidak menahannya, tetapi dia berkata perlahan.

"Kapan aku bisa menemuinya?"

Zhang Qiling  seakan berbicara pada angin ketika menanyakan tentang Wu Xie. Suaranya sangat rendah hingga Pang Zhi tak mendengar. Lalu dia segera menjawab panggilan Liu Sang dan menyemburkan kata-kata singkat.

Begitu Zhang Qiling mengangkat pandangannya sekali lagi, dia melihat Pang Zhi masuk ke dalam rumah kecil berlantai dua itu. Dalam hati dia ingin sekali berlari mengikuti, lantas menghambur masuk ke dalam rumah di mana ia bisa menemui Wu Xie. Tetapi itu tidak mungkin dilakukan malam ini.

Prosesnya mungkin sederhana tapi tidak akan terlalu cepat.

Zhang Qiling memutar langkah, berjalan pulang. Rumah molek itu tertinggal di belakang bersama hatinya.

Hanya kekuatan yang ia bawa bersamanya. Kekuatan untuk mengejar dan mendapatkan.

Duhh Xiao ge, niat banget.. Semoga sukses yaa.

To be continued

Please vote  ❤💛

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro