Sixth Trouble
Summerbreeze
Pang Zhi melangkah keluar dari kedai kopi di belakang, dan setelah mengunci pintu utama, dia berjalan menyusuri jalan menuju rumahnya yang hanya berjarak sekitar sepuluh meter saja.
Udara malam musim panas berlapis debu tipis, seperti biasanya, tapi ada aroma tertentu yang sedikit berbeda seperti bunga-bunga, kayu, dan sedikit citrus segar.
Citrus?
Pang Zhi berpikir sementara aroma segar semakin tercium saat ia tiba di pintu rumahnya.
Selama semenit dia berdiri mematung di depan pintu dalam keheningan, perlahan ia memutar pegangan dan membuka pintu.
"Eh....??"
Kata-katanya gagal terucap ketika dia melihat seorang pemuda tampan duduk di sofa ruang tamu, berhadapan dengan Wu Xie yang berlagak buta dengan gerak gerik mencurigakan. Rupanya tubuh sang tuan tampan ini yang mengeluarkan aroma citrus segar, mengendap di udara bagaikan uap dari lilin aromatik yang dinyalakan sepanjang malam. Tidak diragukan, ini jenis parfum yang sangat mahal dimana wanginya akan tetap tinggal bahkan jika orang itu sudah pergi.
"Anda? Tuan Zhang?" Pang Zhi bergumam dengan ekspresi wajah yang aneh.
Zhang Qiling mengangkat alis, menatap datar saat dia mengisap tehnya lagi.
"Ya."
"Pang Zhi, Mengapa kau sudah pulang?" Wu Xie memberikan tanggapan atas kemunculan kawannya yang tiba-tiba.
"Kau mengejutkan kami."
Pang Zhi berhenti di ambang pintu dan saling menatap dengan Wu Xie. Ekspresi misterius di wajah keduanya cukup mencurigakan, tidak akan mengejutkan jika mereka mulai saling memberi kode dalam beberapa detik berikutnya.
"Kau sudah datang," kata Zhang Qiling berusaha ramah.
"Kalau begitu, mungkin waktunya aku pulang. Kalian harus beristirahat."
Pang Zhi mendekati kedua orang itu dan ikut duduk bergabung.
"Kenapa terburu-buru, Tn. Zhang? Habiskan tehnya," pemuda gendut itu terkekeh-kekeh mencurigakan.
Zhang Qiling terdiam. Jujur saja dia tidak berniat untuk segera keluar dari rumah ini. Rasanya seperti keajaiban bisa berbicara dengan Wu Xie. Tapi ia merasa itu tidak mungkin untuk terus bertahan menjadi tamu karena dia takut akan melakukan sesuatu yang memalukan, seperti memberi tahu tanpa sengaja lewat sikap atau ucapan bahwa dirinya menyukai Wu Xie.
Dan selain itu, bahkan jika dia memiliki perasaan pada Wu Xie, sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk romansa atau apa pun. Itulah hal terakhir yang dia tahu saat ini - seorang pemuda asing yang baru dikenal mengejar dan mengakui perasaannya.
Ahh. Seolah-olah dirinya pemuda murahan dan tidak berkarakter.
Tetapi --
Aku menyukai Wu Xie...
"Mungkin aku akan datang lainkali," kata Zhang Qiling setenang mungkin. "Lagipula kami sudah berteman."
Dia melayangkan lirikan manis pada Wu Xie, mengira bahwa pemuda buta itu tidak bisa melihat dan memaknai sorot matanya.
Sebenarnya, dia bahkan tidak yakin apakah mereka bisa bertemu dalam waktu dekat. Apa bisa?
Wu Xie bersikap seolah-olah menatap tamunya untuk terakhir kali sebelum dia menghela nafas berat. "Ketika kau memutuskan untuk menemui aku atau Pang Zhi, kau tahu di mana menemukan kami."
Zhang Qiling tersenyum.
"Ya. Tentu saja. Sayang sekali aku tidak bisa memiliki nomor ponselmu. Tapi aku janji, kau akan segera memiliki yang baru."
Pemuda tampan berjaket hoodie itu bangkit dari duduknya, menatap Pang Zhi beberapa lama kemudian melirik Wu Xie sekali lagi. Ekspresinya seolah berkata pada Pang Zhi.
'Jaga dia untukku'
"Selamat malam," Zhang Qiling mengangguk ringan.
"Selamat malam Tn. Zhang," Wu Xie tersenyum samar.
"Xiao ge," Zhang Qiling menukas, kedua alisnya bertaut, memancarkan ketidaksetujuan.
"Jangan panggil aku Tn. Zhang. Xiao ge terdengar lebih akrab," ia berkata tegas dengan aura bos besar yang secara ajaib terpancar keluar.
Wu Xie memiringkan kepala, masih pura-pura naif.
Lalu tanpa menunggu jawaban apapun, Zhang Qiling berjalan menuju pintu, melewatinya, lantas meluncur ke jalanan.
Setelah pintu tertutup, tak ada lagi alasan untuk Wu Xie berpura-pura buta. Dia tersenyum lebar, melepas kacamata hitam dan berdiri dari kursi. Matanya berbinar seiring gerakan kaki dan tangan memetakan langkah dan tarian kelompok musik anak muda kekinian.
"Kau lihat?! Aku memang seorang pemuda keren... " dia menoleh cepat, menatap tajam sahabatnya.
"Cerdas.. " ia melanjutkan dengan nada dramatis.
"Menawan.."
Pang Zhi ternganga, menjatuhkan bibirnya.
"Hoki, dan memiliki masa depan cerah."
Wu Xie terkekeh senang.
"Satu lagi!" ia mengacungkan jari telunjuk ke depan hidung Pang Zhi.
"Karier yang cemerlang!"
Astaga!
Pang Zhi menampar lengan Wu Xie, menyadarkannya dari khayalan.
"Hentikan tingkah gilamu! Aku jadi takut."
Wajahnya merengut ketika Pang Zhi menghempaskan diri di sofa.
"Aku serius," Wu Xie menghambur ke arah si pemuda gendut, suaranya bersemangat.
"Kurasa dia tertarik padaku. Aku memiliki firasat, dia akan kembali dengan membawa hadiah."
Sudut bibir Pang Zhi terangkat membentuk seringai. Lirikan matanya bermakna banyak, antara curiga dan penasaran.
"Kau begitu yakin. Apa dia menyatakan cinta? Apa kau memberinya ciuman?"
Adegan berciuman dengan si tuan tampan tiba-tiba melintas dan menari-nari dalam ilusi Wu Xie. Sesaat dia terpaku, lantas membuang wajah ke arah lain.
"Ha! Tidak semudah itu!" bantahannya seakan ia lemparkan pada diri sendiri. Wu Xie menggoyangkan kepala, mengusir khayalan semu itu.
"Aku adalah pemuda dengan harga diri tinggi dan sangat ekslusif," ia berdeklamasi lagi.
Cihhh!
Pang Zhi mencibir, tak berhenti terheran-heran.
"Kenapa kau begitu yakin?"
"Entahlah! Aku merasa begitu. Zhang Qiling itu, dia terlihat baik, tetapi agak naif," Wu Xie meringis.
"Dan sepertinya dia pertama kali menyukai seseorang, ia sangat bersemangat."
Pang Zhi mendecakkan lidah, dia sudah lama mengenal Wu Xie dan tidak pernah benar-benar bisa mengerti sahabat gilanya itu.
"Kau meminta hadiah darinya?" ia menyelidik.
"Tidak secara eksplisit," Wu Xie tersenyum licik.
"Tapi nampaknya dia cukup pengertian."
"Aku tidak tahu apa yang kamu mainkan, tetapi kamu benar-benar harus menghentikannya jika dia sudah mulai terhanyut sandiwaramu," Pang Zhi memperingatkan, membiarkan gaya sok bijaksananya mengobarkan kata-kata nasihat yang bahkan terdengar tidak meyakinkan.
"Mengapa kamu tidak bisa mengerti, setidaknya selama beberapa hari. Apakah itu terlalu berlebihan meminta ponsel dan jam tangan baru?" menaikturunkan alisnya tanpa rasa bersalah, Wu Xie kembali melanjutkan.
"Bagian yang sulit kupahami adalah mengapa kau tidak pernah bekerja dengan serius dan benar jika menginginkan sesuatu?" Pang Zhi membalas dengan suara heran.
"Tidak baik untuk memendam keinginan! Kau akan merasa jauh lebih baik jika benar-benar menemukan cara untuk mewujudkan hal-hal kecil yang menjadi keinginan kita. Lagipula, bisnis dan pekerjaan sedang sulit akhir-akhir ini," desis Wu Xie, penuh provokasi berbahaya.
Pang Zhi menyilangkan tangannya di depan dada dan menatap Wu Xie, bibirnya terkatup rapat membentuk garis yang keras dan rapat. Kalimat terakhir Wu Xie benar-benar telak. Omzet kedai kopinya juga semakin merosot dari hari ke hari.
"Benar juga," ia menggeram.
Dia kembali menatap Wu Xie, mencoba untuk mengikuti kemauan konyolnya. Dia tidak tahu persis ke mana arah sandiwara pemuda aneh ini. Tetapi pada titik yang menyangkut hubungan perasaan, dia pikir Wu Xie tidak dapat menangani masalah ini dengan baik.
Pang Zhi khawatir akan ada serangkaian drama putus cinta lagi dan lagi.
"Terserah dirimu. Jika itu membuatmu senang dan memberi keuntungan, aku tidak akan ikut campur. Tapi jika kau terjebak perasaanmu sendiri suatu hari nanti, jangan datang padaku sambil menangis seperti anak ingusan. Mengerti?" ia mendelik pada Wu Xie yang dibalas pemuda itu dengan ekspresi rumit.
"Apa yang kau tahu tentang perasaan?" gumamnya dengan suara rendah.
"Kau hanyalah seorang pemuda bebas yang terlindung dari kerumitan sebuah hubungan. Apa yang akan kamu ketahui tentang cinta?" Wu Xie mendengus, sedikit sebal.
"Ini bukan tentang aku," Pang Zhi menepuk lengan Wu Xie sekali lagi, berkata padanya dengan gaya orang tua.
"Ini tentang kamu."
Wu Xie merengut dan nyaris beranjak dari sofa ketika suara Pang Zhi kembali menahannya.
"Eh, bagaimana dengan pekerjaanmu? Kau tidak kena sanksi karena membolos selama beberapa hari?"
Wu Xie mendengkus," Tidak. Tapi sayangnya, aku diskors karena hal lain. Aku menampar seorang turis asing."
"....??!!..."
Pang Zhi menepuk pelan keningnya, tiba-tiba kesulitan membayang didepan mata.
"Kau bisa dipecat lagi."
"Terserah!" Wu Xie melompat dari sofa dan melesat menuju tangga ke lantai dua rumah itu.
❤💛❤💛❤💛❤
Aku merasa seperti penguntit.
Oke, tidak diragukan. Aku adalah seorang penguntit.
Zhang Qiling berkata pada diri sendiri sepanjang malam setelah kunjungan singkatnya ke rumah Wu Xie.
Mungkin tidak ada alasan yang masuk akal untuk apa yang dia lakukan, tetapi pada titik ini, dia kehabisan pilihan.
Aku tidak mampu untuk bermain-main dengan perasaan ini..
Hanya beberapa hari sejak pertemuan pertama. Tentu, itu mungkin tampak seperti waktu yang sangat singkat bagi orang lain, tetapi baginya, itu cukup untuk melakukan apa pun yang diperlukan dalam rangka mendekati Wu Xie.
Zhang Qiling meletakkan secangkir teh chamomile di atas meja di ruang kerjanya dan menjatuhkan diri ke kursi komputer dengan desahan berat.
Dia merasa tidak enak melakukan ini, tetapi apa yang bisa ia katakan atau cara apa yang dia punya?
Dirinya baru pertama kali jatuh cinta, dan langsung jatuh cinta dengan putus asa.
Zhang Qiling merayap ke tempat tidur lewat tengah malam. Meskipun rumah sangat sunyi, dia tidak bisa setenang biasanya.
Sejak berjumpa Wu Xie akhir-akhir ini, ada banyak hal yang dia pikirkan dan banyak juga yang luput ia pikirkan.
Mudah-mudahan esok hari dirinya bisa bekerja dengan benar.
❤💛❤💛❤💛❤
Kesempatan khusus bertemu orang tuanya yang sibuk hanya terjadi setiap kali Zhang Qiling bangun di pagi hari dan melihat orang tuanya di meja ruang makan.
Dia jarang melihat mereka. Dia biasanya sudah tidur setiap kali mereka pulang di malam hari, dan mereka sudah lama pergi ketika Zhang Qiling bangun di pagi hari. Terkadang mereka pergi ke luar kota dalam waktu lama.
Tapi pagi ini agak mengejutkan. Bukan orang tuanya yang ia temui di meja makan, melainkan penggemar fanatiknya yang menjengkelkan.
"Heh Liu Sang," sapa Zhang Qiling canggung.
Pemuda berkacamata itu duduk di meja ruang makan, kopi dalam cangkir di tangan. Sarapannya terdiri dari sandwich telur yang diisi dengan salami dan keju.
"Pagi Xiao ge sayang," sapa Liu Sang, membolak-balik sandwich di piring.
Pagi di musim panas terasa hangat tetapi mendengar sapaan Liu Sang, seketika Zhang Qiling menggigil. Dia duduk dengan kesal di kursi meja makan.
"Kenapa kau ada di sini?" Zhang Qiling mengamati penampilan Liu Sang yang sudah rapi dengan kemeja dan blazer hitam semi casual. Dia terlihat sudah sangat siap untuk menguntitnya kemana pun, bahkan mungkin hingga ke dalam ruangan direktur dan toilet pria.
"Orang tuamu mungkin menghabiskan sebagian besar waktu mereka di kantor, atau di luar kota. tetapi tentu saja mereka tetap memperhatikan sosok putra tunggal yang tidak bisa diduga gerak geriknya. Jadi aku diperintahkan mengawasimu lebih baik lagi."
Liu Sang menyeringai dari balik sandwich.
"Hmmmm..." dengan suasana hati yang tak karuan, Zhang Qiling hanya memberikan sedikit senyum enggan dengan bibir di tepi cangkir kopinya.
"Eh, kau terlihat cemas dan kurang tidur?" komentar Liu Sang perlahan, "Sudah jam delapan. Biasanya kamu sudah pergi sekarang."
Zhang Qiling mengangguk, meletakkan cangkir kopinya di atas meja. "Kau benar. Aku harus melakukan pekerjaan dengan cepat hari ini agar bisa pulang kantor lebih awal."
Liu Sang mengernyit. Tidak biasanya tuan muda tampan ini terlihat tidak fokus di awal hari. Biasanya dia memang akan sangat kesal dan emosinya naik turun tidak karuan, tetapi itu hanya terjadi jika terjebak kemacetan. Di luar itu, Zhang Qiling biasanya sangat tenang dan pura-pura angkuh dan berwibawa.
Entah kenapa.
Suasana hati Zhang Qiling yang terlalu bersemangat berubah memburuk saat Liu Sang membukakan pintu Lexus hitamnya mempersilahkan sang tuan muda melangkah masuk. Sementara ia menyelinap ke balik kemudi.
Zhang Qiling mendengus bosan, seolah dirinya terperangkap dalam jaring laba-laba lengket. Dia melirik gusar pada Liu Sang, sang penggemar hanya tersenyum-senyum tidak jelas.
Mobil melaju santai di bawah langit biru dan awan cemerlang yang melayang di atas pepohonan, menyelimuti kota dengan warna putih cerah.
Zhang Qiling tidak terlalu terkesan karena itu.
Wajah putih Wu Xie muncul di pikirannya. Menjeratnya erat-erat dalam khayalan indah yang mulai berkembang.
To Be Continued
Jadi, apakah Wu Xie akan mendapat hadiah lagi?
Please vote and comment for this sweet Pingxie story ❤💛
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro