Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Sixteenth Trouble

Jiefang Ave Park
09.00 PM

Taman tersebut dirancang untuk berjalan-jalan. Semak-semak bunga di sepanjang tepian mengeluarkan warna warni kerlip lampu yang dibelitkan di ranting dan dedaunan. Tiang-tiang setinggi satu setengah meter dengan bola lampu di puncaknya memancarkan sinar putih keperakan. Kedua pemuda itu turun dari mobil yang diparkir di sisi taman, dan berjalan berdampingan.

"Kita sudah hampir tiga jam menghabiskan waktu bersama," melangkah perlahan-lahan, Zhang Qiling mulai membuka suara.

"Seharusnya malam ini menjadi malam yang paling menghibur."

"Benar," Wu Xie menyeringai, mengangkat alisnya untuk penegasan.

"Dan kita mungkin takkan pernah bertemu lagi," ada nada tertekan dalam suara Zhang Qiling. Matanya terpaku ke jalan berlapis batu tempel, menautkan alis dengan serius. Di sampingnya Wu Xie hanya menunduk seraya tersenyum simpul. Ketika menoleh, Zhang Qiling melihat ekspresi pemuda itu cukup mencurigakan.

"Jangan bilang kau memiliki rencana lain yang lebih mengesankan," ia mendesis.

"Apa? Aku?" Wu Xie menunjuk wajahnya sendiri.

"Ya, kau tiba-tiba ingin mampir di taman ini. Sepertinya kau ingin membuang waktu malam yang berharga hanya dengan jalan kaki dan mengobrol," Zhang Qiling menggerutu.

"Aih, apa sebenarnya yang ada di pikiranmu. Lihat air mancur itu, aku ingin duduk sejenak di sana. Hanya itu maksudku," mengarahkan telunjuk ke tengah taman, Wu Xie menatap sebuah kolam bundar dengan air mancur di tengahnya. Meliuk-liuk seolah berdansa. Sebuah patung dewa romawi berdiri megah di tengah kolam, air memancar dari sekelilingnya.

"Ayo kita kesana. Itu mirip sekali dengan Fontana d'amor di Roma."

Bergegas menuju tengah taman, Wu Xie meninggalkan Zhang Qiling berdiri bengong.

"Oh, aku baru tahu kau pernah ke Roma," Zhang Qiling menghela nafas. dia memantulkan dadu di telapak tangannya sejenak  mengamati benda kecil yang akan menentukan perjalanan malam ini, sebelum dia membuang tatapan ke seberang taman.

Dia kehilangan Wu Xie sedetik kemudian sampai ia menemukan pemuda itu tengah duduk di tepi kolam air mancur, terlindung bayang-bayang patung. "Dia mungkin cute, tapi dia sangat membingungkan aku tidak tahu apa yang dia pikirkan sepanjang waktu," Zhang Qiling menggumam pada dirinya sendiri.

"Kita lempar dadunya," tubuh tinggi Zhang Qiling tegak berdiri bagai menara di samping Wu Xie. Pemuda itu mendongak, terkejut sekilas.
"Duduklah, kau menakutiku."

Zhang Qiling duduk di samping Wu Xie, melempar dadu dan menangkupnya dengan telapak tangan.

"Mari kita lihat apa aku akan dapat hadiah?" ujar Zhang Qiling penuh teka teki. Pelipis Wu Xie berkedut-kedut.
"Hadiah?"

"Hm--"

Jantung Wu Xie mulai berdebar kencang di dadanya mendengar kata hadiah yang mencurigakan, dan ragu-ragu untuk menatap matanya. Dia jarang mendengar Zhang Qiling begitu terbuka sebelumnya, bahkan dengan cara yang bercanda.

Tuan tampan benar-benar membingungkan.

Zhang Qiling menarik napas dalam-dalam dan menatap Wu Xie. Tatapannya diarahkan pada sesuatu di seberang jalan, dan segala sesuatu tentang wajahnya serius, sorot matanya, rahangnya yang terkunci, cara bibirnya terkatup.

"Buka tanganmu, kita lihat apa yang ditunjukkan dadu cinta," Wu Xie bersungut-sungut melihat sikap lambat si tuan tampan.

Sedikit tegang, Zhang Qiling membuka telapak tangan yang menutupi dadu, melihat apa yang ada di permukaan.

"Yeay! Movie!" Wu Xie bersorak, tawa riangnya berkumandang, dibalas tatapan jengkel Zhang Qiling.

"Ayo coba lagi, kali ini aku yakin aku akan mendapatkan hadiahnya," ia berkata setengah bercanda setengah serius, tapi cukup membuat Wu Xie terbelalak. Dia merebut dadu itu dari tangan Zhang Qiling.

"Kau belum beruntung," ia mencibir.
"Segala sesuatu dalam hidup tidak selalu bisa didapatkan."

Menembakkan tatapan tajam, Zhang Qiling mencondongkan wajah ke depan.
"Tidak ada yang gratis," desisnya.

"Kau minta bayaran?" Wu Xie tercekat, mengawasi dengan tatapan bergidik.

Zhang Qiling tertawa geli.
"Kau sudah tahu kan."

"Tutup mulutmu!" Wu Xie mengangkat sudut bibirnya dengki. Dia melempar-lempar dadu di tangan, menangkapnya kembali dan berkata seraya menoleh pada zhang Qiling.

"Jadi di mana kita akan menonton film?" matanya berkerlip oleh kemenangan.

Menghela nafas panjang, Zhang Qiling merasa tidak punya waktu untuk menunggu lagi hal itu.

Dia bangkit berdiri beberapa menit kemudian dan membantu Wu Xie berdiri berikutnya.

"Aku tidak pernah memberikan sesuatu yang buruk, ayo kita ke bioskop terbesar dan paling keren di kota ini."

Wu Xie terkekeh senang, "Kau pikir akan berhasil dengan ini? Menghamburkan banyak uang untuk menyenangkanku."

"Aku tidak percaya kau begitu membosankan," gumam Zhang Qiling, memutar bola matanya.

"Cara pikirmu kuno," balas Wu Xie, geli melihat kekesalan si tuan tampan yang tanpa alasan.

Mereka kembali berjalan beriringan. Entah apa yang membuat Zhang Qiling mengulurkan tangan dan meraih tangan Wu Xie tapi itulah yang dilakukan sedetik kemudian. Wu Xie tersentak kaget dan menjauh dari sentuhan itu. Sementara Zhang Qiling meringis karena malu dan segera mulai mencaci maki diri sendiri. Betapa bodohnya dia, kemarin ia sangat marah dan kecewa karena merasa ditipu dan dipermainkan. Membuat drama dengan meminta waktu satu malam untuk berjalan-jalan. Kini  keduanya tertawa bersama, semua kekecewaan sirna tak bersisa setelah mereka memutuskan untuk memulai dari awal.

Mungkin Wu Xie bukan tidak mencintai dirinya. Pemuda itu terlihat takut.

Dia takut jatuh cinta,  dan memiliki masalah dengan sebuah hubungan.

Wushang International Cinema
10.00 PM

Filmnya diputar pukul sepuluh malam. Itu tertera di jadwal. Tadinya Wu Xie berpikir akan memilih film drama untuk tontonan tengah malam yang lebih ringan, tapi Zhang Qiling bersikeras dengan film horor dan zombie. Wu Xie berpikir bahwa si tuan tampan sengaja ingin menindasnya dan menikmati pertunjukan wajah putih Wu Xie perlahan semakin memutih seperti zombie sungguhan. Namun di satu sisi, ia senang mengikuti apa pun yang Zhang Qiling inginkan. Lagipula, dia yang bayar dan Wu Xie akan mendapatkan apa yang diinginkan.

"Aku ingin satu kotak popcorn caramel, satu kotak popcorn cheese dan ice latte," Wu Xie menyentuhkan bahunya pada Zhang Qiling yang masih tegak di depan poster film.

Terkesiap, pemuda itu menoleh ke arah counter pemesanan, dan berkata, "Antriannya panjang."

"Lalu apa yang harus dimakan?" desis Wu Xie putus asa. Dia melirik jam tangannya sebelum meneruskan, "Film dimulai lima belas menit lagi, jika kau tidak mengantri sekarang, kau akan melewatkan filmnya."

"Aku harus mengantri?" jelas pertanyaan itu tidak perlu karena Wu Xie memasang telinga pada suara announcer yang mengumumkan bahwa studio untuk film zombie sudah dibuka. Dia tersenyum licik, menepuk lengan Zhang Qiling.
"Aku akan masuk lebih dulu, kau mengantri saja sendiri di counter. Sudah tahu nomor kursinya bukan? Oke, bye.."

Zhang Qiling bengong.

Ruangan teater gelap dan dingin, Wu Xie gugup saat film dimulai. Sepasang muda mudi di sampingnya sedang memulai untuk bermesraan, berpegangan tangan dan mendiskusikan kasih sayang. Wu Xie menahan keinginan untuk menutup telinga dan mulai bersenandung. Dia tidak membenci sebuah romansa. Hanya tidak nyaman jika harus menyaksikannya sendirian.

"Kenapa Xiao ge harus memilih film horor zombie," ia mendesis pada diri sendiri.

Dia menatap layar raksasa dengan mata lebar yang hampir kuatir. "Aku yakin bagian mengerikan akan segera datang," bisiknya waswas.

"Sssstt...!"

Seseorang menyuruh dia diam dari belakang.

Zhang Qiling berjalan cepat-cepat, tangan dipenuhi oleh pesanan Wu Xie, dan berhenti tepat di dalam pintu teater untuk memastikan. Dia bisa mendengar jeritan ngeri yang menggelegar dari pengeras suara, jadi dia tahu dia telah mengantri cukup lama.

"Xiao ge, kau melewatkan bagian pembuka yang mengerikan," gumam Wu Xie saat Zhang Qiling duduk di kursinya.
"Sekarang dimana-mana ada hantu," Wu Xie meringis, tangannya terulur menerima popcorn dan minuman pesanannya.

"Kau sudah tahu, antrean panjang," Dia menggerutu, mengambil segenggam popcorn.

Sisa film terdiri dari serangan zombie dan hantu yang mengerikan dan teriakan tak berujung dari segelintir orang yang masih hidup, jumlah mereka menyusut dengan cepat. Adegan pembantaian, darah muncrat,  dan teror wajah hantu yang bisa membuat orang bersaraf baja sekalipun bermimpi buruk. Wu Xie mulai merasa tidak nyaman, dan ia tidak yakin mengapa pada awalnya, tiba-tiba sudah meringkuk di bahu Zhang Qiling. Si tuan tampan menyeringai puas melihat teror di mata Wu Xie.

Sesekali pemuda pucat pasi itu meneguk ice latte dan mengunyah popcorn dengan ganas, untuk kemudian meringkuk lagi di bahu tegap Zhang Qiling.

Di sampingnya, pasangan muda-mudi itu berciuman, tidak peduli suasana sekeliling. Lampu teater yang dimatikan membantu para pecinta penuh nafsu itu. Hanya ada cahaya lemah memancar dari layar yang menampilkan adegan hantu frustasi berkeliaran di tengah malam. Mungkin hantu di layar itu pun merasa ngeri melihat pertunjukan ciuman di barisan kursi penonton.

Tidak sampai hampir akhir, ketika Wu Xie melihat zombie  beringsut menjangkau satu korban terakhir yang menjerit-jerit. Adegan mengerikan di layar dan adegan ciuman di samping,  bolak-balik di sekeliling pikiran Wu Xie.

Dan ia tidak menyadari mana yang paling mengganggunya.

Wu Xie berdiri.

"Mau pergi kemana?" desis Zhang Qiling.

"Aku ngeri," gumamnya, bersiap menuju ke pintu keluar.

Tapi kemudian ia melompat kaget ketika jari-jari Zhang Qiling yang panjang dan ramping menembus di sela jemarinya. Tangannya melingkar erat di sekitar tangan Wu Xie, seperti dia takut melepaskannya. Namun, untuk saat itu, Wu Xie tidak mempermasalahkan. Dia meredakan kecemasannya sendiri dan kembali duduk.

"Kau akan baik-baik saja. Tidak usah memaksa menonton filmnya," Zhang Qiling menepuk bahunya sendiri.
"Tidurlah di sini. Aku tidak akan mengganggu."

Wu Xie mengangguk, dia memang cukup lelah dengan film menjengkelkan  juga aksi pasangan liar di sebelah.

"Mereka jauh lebih membuatku ngeri daripada zombie," Wu Xie berbisik, menggerakkan dagu secara hati-hati ke sampingnya. Melihat muda mudi itu berciuman tanpa kenal takut, Zhang Qiling terkekeh. Dia balas berbisik pada Wu Xie.
"Jadi itu masalahnya, kenapa tidak bilang padaku?"

"Untuk apa?" Wu Xie mencibir.

"Kita bisa melakukan adegan yang sama."

"Tutup mulutmu."

Wu Xie memukul bahu Zhang Qiling sebelum bersandar di sana. Tubuh tuan tampan lebih tinggi darinya jadi dia bisa dengan nyaman bersandar di bahunya dan mulai memejamkan mata.

Zhang Qiling sangat ingin bertanya apakah dia baik-baik saja, apakah ada yang bisa dia lakukan untuk membantunya.

Namun, dia mulai belajar dari pengalaman hari kemarin bahwa sama sekali bukan hal yang cerdas untuk dilakukan. Jika Wu Xie ingin memberitahu apa yang dia pikirkan atau rasakan, dia pasti akan melakukannya sendiri.

Tangannya yang masih bebas bergerak mengelus rambut halus Wu Xie yang sedikit lembab dan beraroma wangi. Pemuda itu nampaknya mengaplikasikan sedikit pomade. Satu upaya yang layak dihargai demi kencan dengannya. Menikmati aroma rambut dan kulit Wu Xie, pikiran Zhang Qiling teralihkan dari zombie. Perlahan ia mencium pucuk kepala Wu Xie. Pemuda itu tidak bereaksi. Mungkin di benar-benar tertidur, entah pura-pura tidur.

Filmnya masih setengah jam lagi.

Zhang Qiling ingin segera melempar dadunya, dan bersiap akan seperti apa malam ini berakhir, walaupun ia berharap momen ini tak pernah berakhir.

To be continued

Tenang Xiao ge, masih beberapa jam lagi. Hehee..

Pingxie Family
Please vote
❤💛❤💛❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro