Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Seventh Trouble

Breathing your breath lightly
My heart is full of you
You are my sun, water, and air
Out of the crowd I'm certain you're the one for me

❤💛❤

Warm Encounter in Coffee Fragrance

Zhang Qiling menarik tudung jaketnya tinggi-tinggi di atas kepala saat dia berjalan menyusuri jalan kecil menuju Fatty Coffeeshop, kedai kopi milik Pang Zhi.

Sore itu sedikit lebih dingin dari biasanya untuk pertengahan musim panas dan Zhang Qiling tidak sabar untuk segera masuk ke dalam kedai kopi.

Begitu ia mendorong pintu kaca dan melangkah masuk, aroma sedap kopi dan aroma kuat lainnya menyergap indra penciuman Zhang Qiling, mengirimkan rasa rileks dan nyaman bahkan sebelum ia meneguk minuman beraroma menggugah selera.

Dia mengatakan pada diri sendiri bahwa ia adalah seorang pecinta dalam misi. Dia tidak bisa berhenti memikirkan Wu Xie sejak jeda yang terasa panjang dan tidak menyenangkan sejak pertemuan semalam.

Dia tidak bisa membuang-buang waktu seharian untuk tidak melakukan apa-apa ketika dia bisa menyelinap keluar kantor demi pergi ke mall dan membeli hadiah.

Kini dia kembali ke Huanyu Road, sedikit banyak harus menghilangkan rasa gugup dan pergi mencari orang yang kini mengusik hatinya.

Pakaian yang ia kenakan seperti biasa adalah setelan casual hitam dilengkapi jaket hoodi dan ransel hitam. Dia tidak menarik perhatian siapapun saat masuk dan berbaur diantara pengunjung kedai kopi yang sangat sedikit.

Memilih kursi dekat jendela, di mana ia bisa mengawasi pemandangan di luar, Zhang Qiling menumpukkan kedua siku di atas meja dan menatap pohon wisteria ungu di tepi jalan.

Beberapa kelopaknya menggeletar dan berjatuhan di atas jalanan berlapis batu licin dengan bentuk seragam. Menciptakan titik titik ungu diantara kelabu jalanan dan hijau rerumputan.

Zhang Qiling tersenyum-senyum sendiri. Di mata orang yang sedang jatuh cinta, pemandangan sederhana pun terlihat indah bagai ilusi.

Dia memutar pandang menatap pada dua orang pelayan yang berlalulalang dan seorang barista yang sibuk di depan mesin kopi, meskipun tiba-tiba dia ingin segera mencari Pang Zhi. Tapi dia tahu bahwa Pang Zhi akan melihatnya datang, bahwa dia akan memberi tahu Wu Xie bahwa dirinya telah kembali.

Pikiran Ini  membuatnya bahagia.

Dia menoleh ke arah counter, menatap pelayan untuk sesaat lagi, mencoba untuk melihat melewati wajah-wajah asing para pengunjung.

"Ini akan baik-baik saja," desahnya pada diri sendiri.

matanya tidak fokus, dan satu tangan berada di bawah sikunya dengan ringan.

Saat itu Pang Zhi muncul dari pintu kantor kecil berdekatan dengan meja counter, dia berjalan mengontrol para pelayan. Penampilannya agak terlihat konyol seperti seorang bos di tengah bawahan yang tidak bersahabat.

Matanya menyipit waspada saat menangkap sosok istimewa di kursi pojok kedai.

"Ah, Xiao ge!"

Langkahnya menggetarkan lantai saat tergesa-gesa mendekati sang tuan tampan.

Zhang Qiling tersenyum, mulai merasa sedikit gugup.

"Kau pasti mencari Wu Xie," suara Pang Zhi lantang, membuat beberapa tamu menoleh.

"Tentu saja," gerutu Zhang Qiling.

Perilaku si gendut ini menggelikan. Jika dia tidak bisa menangani momen ini, Zhang Qiling memutuskan lebih baik mampir langsung ke rumahnya.

Pang Zhi berkedip -kedip saat ia duduk, dan matanya terfokus pada wajah Zhang Qiling.

"Kau datang tanpa kabar," katanya, terdengar terkejut.

"Apa aku harus memanggil Wu Xie kemari?" Pang Zhi bertanya sambil tersenyum menggoda.

"Hmmm...." Zhang Qiling menunduk sesaat, dengan sudut matanya ia melihat beberapa pasang mata memperhatikan.

Dia benci menjadi fokus perhatian mereka.

Tatapan  orang-orang bertemu dengan mata Zhang Qiling sekilas. Mereka menyadari kehadiran sosok yang begitu menarik dan menyeringai.

Menjengkelkan, bukan?

"Tunggu sebentar. Aku akan membawa Wu Xie kemari. Silakan kau pesan minuman."

Zhang Qiling menanggapi dengan anggukan.

Masih menggumamkan kekehan penuh keriangan terselubung, Pang Zhi bangkit dan berlalu dari hadapan Zhang Qiling.

Di antara dirinya dan cahaya cemerlang lampu di langit-langit sepasang mata tertutup kacamata hitam yang bingung menatap ke arahnya, seperti bertanya di mana posisi orang yang akan ditemuinya berada.

Zhang Qiling tidak bisa memberi tanda pada si pemuda yang penasaran. Jadi dia hanya menunggu dengan jantung berdebar, menyaksikan Wu Xie perlahan berjalan mendekat dalam pegangan lengan Pang Zhi.

Bahkan dalam imajinasinya, Zhang Qiling tidak bisa mengerti bagaimana sosok kurus itu bisa mempengaruhi pikirannya. Matanya terus bertanya-tanya, dan pemandangan wajah manis yang terhalang kacamata hitam terus menghantuinys bahkan saat mereka akhirnya duduk berhadapan.

"Xiao ge, tak kusangka kau akan secepat ini kembali," Wu Xie, masih pura-pura buta, memiringkan kepala dan tersenyum ke arah yang tidak jelas.

"Ya. Aku memiliki waktu luang sekarang. Tak ada alasan yang menahanku untuk tidak kemari," Zhang Qiling berkata.

"Kau tidak sabaran rupanya," Wu Xie melakukan yang terbaik untuk tersenyum saat ia berkata,
"Senang bertemu denganmu lagi, Xiao ge."

Zhang Qiling mencoba untuk tidak merasa terlalu canggung ketika  membalas senyumannya.

"Jadi, apa yang bisa kulakukan untukmu?" Wu Xie bertanya dalam percakapan.
"Apakah kau di sini untukku?"

Wajah Zhang Qiling memerah, menjatuhkan pandangan ke kakinya,  ia berbisik, "Ya, aku -- sebenarnya ..."

"Kau merindukanku?" Wu Xie menggoda tanpa ampun.

Lidah Zhang Qiling berubah kelu. Dia terdiam beberapa lama.

Mendengar tak ada reaksi apapun,  Wu Xie tertawa singkat, namun seketika tampangnya berubah bingung.

"Aku tidak mencium aroma kopi. Kau belum memesan apapun?"

"Aku menunggumu," Zhang Qiling seketika meraih buku menu di atas meja.

"Kau ingin pesan apa?" dia kembali menatap Wu Xie.

"Biasanya aku memesan Himalayan caramel ice coffee."

"Baiklah."

Zhang Qiling melambai pada seorang pelayan. Dia menyebutkan pesanan Wu Xie dan juga pilihannya sendiri.

Dari balik kacamata hitam, Wu Xie menyadari beberapa pasang mata tertuju pada pemuda di depannya. Tapi ia tidak menunjukkan kekagumannya, dia masih berakting buta.

"Pang Zhi tadi mengatakan ada tuan muda tampan menungguku di kedai kopi," Wu Xie kembali bersuara.

"Apa kau merasa jadi pusat perhatian?" ia mencondongkan wajah ke arah Zhang Qiling.

"Aku tidak peduli tentang itu," Zhang Qiling menyahut datar.

"Tapi asal kau tahu, jika tanpa kehadiranmu, biasanya aku yang paling tampan di sini."
Wu Xie tertawa kecil, dan menghela nafas berat seakan telah mengalami kekalahan dalam kontes penampilan.

Senyuman mengembang di wajah si tuan muda,  tidak mengantisipasi kalimat tersirat semacam itu.

"Apa kau baru saja mengakui bahwa aku tampan?" dia bertanya, tatapannya melekat dalam.

Uhukkk!!!

Wu Xie terbatuk-batuk. Dia sama sekali tidak bermaksud memuji atau menunjukkan kepedulian dalam bentuk apapun. Kalimat itu hanya terucap begitu saja.

"Ahaha..  Jadi, apa yang ingin tuan tampan katakan padaku sekarang? Apa kau ingin berfoto selfi lagi?"

Pada detik ini, Zhang Qiling menggigit bibir cukup dalam. Tangannya meraih ransel dan membuka resluiting,  mengeluarkan sesuatu dari dalam.

"Apa cukup sopan memberikan hadiah ini di sini? Di tempat umum?" ia setengah berbisik pada Wu Xie.

Sepasang mata Wu Xie berbinar gembira.

Dia benar-benar memberikan apa yang aku inginkan...

Woahh, lumayan!

Wu Xie menundukkan kepala, pandangannya diam-diam mengarah ke tangan Zhang Qiling yang tergenggam di dalam tas ransel hitam.

Dia agak khawatir untuk mengetahui apa sebenarnya yang ada di dalamnya. Masih ada keraguan jika tuan tampan ini mungkin tidak senaif yang ia pikirkan. Mungkin perlu beberapa polesan akting lagi.

Dua cangkir kopi datang menyela percakapan mereka. Keduanya menunggu sampai si pelayan berlalu.

"Maaf," gumam Wu Xie,  mencengkeram cangkir kopinya yang masih panas. "Aku seharusnya tidak banyak bercanda tentang barang apa yang kubutuhkan."

"Oh, tidak apa-apa," kata Zhang Qiling santai, mencoba menyuarakan keberanian dalam suaranya. "Aku tahu kau tidak bermaksud buruk."

Ternyata benaran naif...

"Tapi, Xiao ge..."

Zhang Qiling mengeluarkan apa yang ia sebut hadiah dan menaruhnya di atas meja.

Sekilas pandang, Wu Xie tahu hadiah apa itu, dan ia nyaris tidak bisa menahan senyum riang gembiranya,  seolah ada puluhan kupu-kupu di perutnya dan ia merasa sangat geli.

"Aku tidak tahu apa kau menyukai ini.  Aku membeli sesuai seleraku, kuharap kau menyukainya."

Tangan Wu Xie meraba-raba benda di atas meja. Telapaknya mengenai dua buah kotak persegi, yang satu lebih kecil dari yang lainnya.

"Apa ini?" ia bergumam, padahal sudah tahu dengan jelas.

"Jam tangan dan ponsel baru."

Wu Xie mendesah pelan, "Kau yakin memberikan benda-benda ini pada orang buta?"

"Aku yakin kau membutuhkannya."

"Kenapa kau... mencoba membuatku senang?" Wu Xie tampak bingung, kehilangan kata-kata, saat dia berbicara.
"Kita baru saja bertemu dan berkenalan."

Dan ini adalah bagian di mana itu akan menjadi sulit untuk Zhang Qiling menjelaskan.

"Aku tidak tahu," dia terdiam, menggigit bibir.

Wu Xie ikut terdiam. Matanya tak beralih dari wajah Zhang Qiling yang didominasi kerumitan, kebingungan,  sedikit rasa cemas dan gugup.

Astaga, apa dia baru saja menemukan cinta pertamanya?

Pikiran akan membuat Zhang Qiling kecewa karena permainannya ini sesaat membuat Wu Xie mual. Namun dia tidak bisa mengatakan banyak hal untuk saat ini. Dia hanya menatap dan mengamati wajah tampan di depannya.

Aku hanya ingin bercanda dengannya, hanya saja... dia tampak begitu serius,  juga tampak sendirian sepanjang waktu.

Aku tahu bagaimana rasanya sendirian, dan aku tidak akan mengharapkan itu pada siapa pun.

Bagaimana ini?

Perlahan Wu Xie menghisap kopinya, ia mengangkat wajah dan berkata.

"Bagaimana pun, terima kasih atas hadiahnya."

Zhang Qiling tersenyum dan mengangguk. Keheningan memerangkap mereka beberapa lama. Beberapa kali Zhang Qiling melirik tangan pucat Wu Xie yang terkulai di atas meja dekat kotak hadiah itu. Tangan Wu Xie tidak bergerak membuka hadiah. Mungkin dia merasa canggung membukanya di tempat umum. Walau pun coffeeshop itu sebenarnya tidak terlalu ramai pengunjung.

Mungkin dia menjaga kesopanan, pikir Zhang Qiling polos.

Ada dorongan aneh menggerakan tangannya hingga menyentuh jemari Wu Xie.

Dan ia benar-benar menyentuhnya.

Zhang Qiling sedikit terkejut dengan kemajuan ini, lebih terkejut lagi menemukan fakta bahwa Wu Xie sama sekali tidak menolak.

Dia merasakan perasaan hangat dan gila ini ketika  menyentuh tangannya, membuat perutnya mulai melilit dan jantungnya berakrobat. Untuk tambahan, rasanya seperti tersengat listrik. Tapi dengan cara yang sangat indah.

Sungguh tidak masuk akal.

Wu Xie mengangkat wajah dan menatap dari balik kacamata hitam.

"Kau ingin mengatakan sesuatu?" ia bertanya pada Zhang Qiling, mengira bahwa sentuhan itu sebuah ungkapan.

"Ehmm, bisakah lain waktu kita pergi bersama?" Zhang Qiling berhasil berkata dengan suara yang agak tegang.

Ekspresi wajah Wu Xie datar, bibirnya terkatup membentuk garis kecil yang rapat.

"Persahabatan kita baru saja dimulai. Aku tidak berani memaksakan keberuntungan."
Wu Xie tersenyum, tapi mencoba jual mahal.

"Yah, teman seharusnya jalan-jalan bukan?" Zhang Qiling sedikit menuntut, berusaha tidak merasa terlalu tersinggung.

"Aku tidak akan tahu persis apa yang akan terjadi selanjutnya?" Wu Xie berkata dengan suara sarkastik yang aneh. "Kau harus memperhatikan bahwa aku bukan pemuda sempurna. Aku datang dari kelas menengah dan juga baru saja buta."

Wajah Zhang Qiling menyiratkan kekecewaan, matanya menyipit saat berkata,

"Jika kau tidak percaya bahwa aku hanya ingin menjadi teman, kurasa aku hanya perlu memberimu waktu, bukan?"

"Kau benar. Kita harus lebih saling mengenal. Ini pasti menarik," gumam Wu Xie, memutar matanya yang indah berwarna cokelat kehitaman, yang sayangnya tertutup lensa hitam.

"Jadi bagaimana? Kapan aku bisa menemuimu lagi, atau mungkin kita bisa makan malam?"

Wu Xie melakukan gerakan lembut yang mengejutkan dan balas memegang tangan Zhang Qiling, perasaan gugup tiba-tiba menguasai dirinya.

"Baik. Apapun."

Zhang Qiling terkejut, sekaligus senang. Butuh beberapa saat untuk menyadari kenyataan dan fakta bahwa Wu Xie benar-benar setuju untuk pergi memenuhi ajakannya.

Awalnya dia ingin bertanya apakah pemuda buta itu bercanda atau tidak, tetapi tidak salah lagi raut wajahnya cukup serius.

"Bagus," Zhang Qiling bergumam dengan senyum bahagia.

"Besok malam aku akan menjemputmu di sini. Kita akan makan malam di restoran rooftop paling romantis."

"Ah, benarkah? Aku merasa tersanjung," tukas Wu Xie cepat, ekspresi bersemangat muncul di wajahnya. "Kedengarannya menyenangkan."

Yah, tempat yang cocok untuk berkencan.

Zhang Qiling membatin sendiri, wajahnya dan hatinya menghangat.

Zhang Qiling baru saja akan membuka mulut dan bertanya pada Wu Xie apa rencana mereka selanjutnya, tapi sebelum ia sempat mengeluarkan kata-kata, percakapan dipotong oleh suara keras yang bersemangat.

"Aha--,  bagaimana? Apa kalian sudah memesan menu terbaik?"

Zhang Qiling menoleh dan melihat Pang Zhi datang mendekat. Senyumnya terlihat sangat bahagia.

"Kami belum sempat pesan makanan, baiklah, aku ingin yang terlezat. Siapkan saja sesuai rekomendasimu," ujar Zhang Qiling.

Pang Zhi mengacungkan ibu jari dan berbalik kembali ke counter.

Saat itu Wu Xie melirik ke arah jendela dan melihat seseorang menatap di kejauhan dengan pandangan tajam dan menyelidik. Matahari nyaris tenggelam dan ia tidak bisa melihat jelas di bawah keremangan lampu jalan, selain fakta bahwa ia mengenakan kacamata hitam.

Dia tidak tahu siapa orang itu, juga tak mungkin bertanya pada Zhang Qiling karena ia sedang berakting buta. Tidak mungkin mengatakan bahwa ia melihat seseorang mencurigakan.

Rupanya Zhang Qiling juga melihat ke arah yang sama. Seketika semua warna ceria segera terkuras dari wajahnya saat dia melihat ke arah seseorang di luar sana, dan melihat ekspresi di wajahnya.

Dilihat dari sorot mata beningnya yang biasanya datar, dia mungkin mengkhawatirkan sesuatu.

Bibirnya merengut saat berbisik sangat pelan.

"Liu Sang?"

❤💛❤💛❤

Duhh..  Ngapain Liu Sang di situ?

To Be Continued

Don't Forget to vote for Pingxie

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro