Ninth Trouble
Kiss Beneath The Milky Twilight
In my heart you are the one I love
I'll put some wings and fly towards you
The footprints of love is carved so strong
This is our date so sweet...
❤💛❤
Mungkin untuk yang satu ini dia belum bisa menerimanya.
Mungkin suatu hari nanti kebohongan akan terungkap, mungkin kisah konyol ini akan berakhir.
Jika hari itu benar-benar tiba, paling tidak Xiao ge bisa memaafkan dirinya.
***
"Maaf," Wu Xie tersenyum lembut.
"Aku akan memikirkannya lagi."
Zhang Qiling menghembuskan nafas kecewa. Pemuda buta ini sepintas terlihat ramah, terbuka, dan mudah didapatkan. Tapi kali ini dia agak berbeda. Mungkin memang benar, tidak selamanya uang bisa memanipulasi perasaan. Menjadi agak sulit didapatkan juga bukanlah trik buruk. Wu Xie sepertinya agak jual mahal, itu tidak masalah baginya. Yang dikhawatirkan Zhang Qiling adalah bahwa Wu Xie tidak menyukainya.
"Tawaran itu masih berlaku sampai hari-hari ke depan," dia menyahut datar, menyembunyikan rasa kecewa.
"Kau hanya tinggal mengatakan apa yang kau mau."
Wu Xie menanggapi dengan senyuman.
Mereka memang menghabiskan malam itu bersama, tapi tahu bahwa mereka sama-sama tidak sedang berada dalam suatu hubungan cinta.
Di akhir malam, ketika tiba waktunya untuk pulang, Zhang Qiling memegang tangan pemuda buta yang sudah duduk nyaman di kursi mobilnya.
Mesin mobil tidak juga dinyalakan, melewati detik-detik kebersamaan yang mungkin akan segera berakhir ketika roda mobil bergerak, membuat Zhang Qiling ragu-ragu untuk pulang.
Tangannya menggenggam semakin erat ketika ia menarik Wu Xie ke arah tubuhnya, dan ia berbisik.
"Aku ingin melakukan ini sejak pertama kita bicara, tapi aku terlalu malu."
Wu Xie menatap terkejut. Dia jelas melihat sinar mata itu, ekspresi itu, semua pesona Zhang Qiling yang meluluhkan hati. Dia menggigit bibir pelan dan berkata, pura-pura bingung.
"Xiao ge, apa yang kau lakukan?"
Dan Zhang Qiling mencium lembut bibirnya. Wu Xie sekali lagi terkejut hingga gemetar. Tetapi ia menikmati kehangatan ciuman itu dan membalasnya.
"Apa kita berkencan?" bisik Zhang Qiling. Itu jenis pertanyaan mengandung makna tersirat yang bermaksud sebagai pernyataan cinta.
Wu Xie tersenyum masam. Mengetahui bahwa Zhang Qiling terlalu sungkan mengatakan aku cinta padamu alih-alih pertanyaan berbelit-belit yang tidak romantis.
Mungkin dia masih belum yakin, dan Wu Xie juga belum yakin.
Tetapi ia memberikan senyuman ambigu dan tanpa sadar mengirim sinyal bahwa ia setuju.
Sepanjang perjalanan pulang, ia menyadari bahwa jantungnya berdebar, dan terus berdebar sepanjang malam.
Wu Xie yakin dia pasti tidak bisa tidur.
Ketika mobilnya tiba di depan Huanyu Road, dengan berat hati Zhang Qiling melepas Wu Xie pulang. Dia menemani pemuda itu sampai di pagar rumahnya, selain khawatir karena Wu Xie tidak membawa tongkatnya, Zhang Qiling ingin perpanjangan waktu, agar ia bisa menghabiskan beberapa menit lagi bersama pemuda itu.
Tetapi pada akhirnya waktu tidak bisa dihentikan. Dia menatap senyuman terakhir Wu Xie sebelum lenyap di balik pintu, dan dirinya berbalik untuk pergi.
Zhang Qiling duduk di dalam mobil, jari-jarinya masih terbungkus erat di setir saat dia berpikir untuk kembali mengejar dan memeluk Wu Xie. Dia menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya yang masih tertinggal di dalam mobil. Nafasnya sesak, seakan ada tali mengikat tenggorokan.
Dia ingin sekali memeluk Wu Xie, memuaskan rasa cintanya.
Cinta?
Tapi, apakah tadi dia sudah bilang kalau dia mencintai Wu Xie.
Ah!
Baiklah, aku akan memikirkan cara paling romantis untuk mengungkapkan perasaannya.
Ketika Wu Xie merayap ke tempat tidur malam itu, dia merasa resah dan terperangkap dalam kekuatan misterius yang mengatakan bahwa sesuatu dalam dirinya telah mulai kacau akibat kehadiran si tuan tampan beberapa hari terakhir. Dia berusaha keras untuk tidur tapi kegelisahannya tidak juga hilang. Rasa itu bahkan berubah menjadi sesuatu yang lain. Dalam mimpi indah yang akhirnya datang menjelang fajar, ia melihat dirinya mengejar Zhang Qiling namun nyaris tak mampu meraihnya.
❤💛❤
Dua Hari Kemudian
Wu Xie mengambil es kopi dari Starbucks dekat Huanghelou Road dan saat dia menyesapnya di meja payung di trotoar, dia membuka tas dan mengeluarkan sebuah amplop berisi surat pemecatan.
Lagi.
Sejak meninggalkan kantor di Yellow Crane Towe Park dan bertengkar dengan bossnya, dia mengingat-ingat beberapa kenalan lama yang mungkin bisa membantunya mencari pekerjaan baru.
Jika bukan kenalan, teman, saudara pamannya. Bisa siapa lagi.
Apakah si tuan tampan?
Zhang Qiling.
Nama yang terakhir membuat Wu Xie menggigit bibir bawahnya.
Bossnya memberikan gaji terakhir dan masih ada sisa setengah lagi tetapi pria botak pelit itu memintanya untuk datang lagi sepuluh hari ke depan untuk mengambil uang yang sudah menjadi haknya.
Dia memainkan ponsel dan memutuskan untuk mengomel kepada satu-satunya sahabat terbaiknya.
"Sial! Pang Zhi, aku dipecat hari ini," dia berkata dengan muram.
"Sekarang kau di mana?" tanya Pang Zhi.
"Aku masih di kawasan Yellow Crane Tower Park."
Wu Xie melonggarkan bagian kerah blazernya, merasa gerah bahkan saat hari menjelang sore.
"Apa yang kau lakukan di sana? Sudah sejak siang kau pergi."
"Astaga, jangan terlalu serius. Aku bukan anak gadis yang perlu kau khawatirkan."
Dia menyesap kopi, melihat orang-orang bergegas masuk dan keluar dari kedai kopi, atau duduk seperti dia, laptop di atas meja atau telepon di tangan atau keduanya saat mereka minum dari cangkir kertas.
Tak ada satu pun raut wajah yang ia kenal.
"Kupikir aku membutuhkan kenalan lama untuk memudahkan aku mencari pekerjaan, kau tahu, beberapa orang yang bisa merekomendasikan diriku."
"Belum dua belas jam kau dipecat, tapi sudah memikirkan mencari pekerjaan baru. Sekarang pulang dan nikmati waktumu!" Pang Zhi mendengus tidak sabar. Entah perhatian, entah dia bosan dan ingin segera mengakhiri pembicaraan.
Hari benar-benar sudah sore, beberapa awan menciptakan kabut di atas matahari yang terbenam.
Wu Xie masih termenung. Dia membutuhkan sebuah rencana. Dia meninggalkan kantor tanpa ide yang jelas tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana mendapatkan pekerjaan, bagaimana melanjutkan hidupnya.
Gagasan pertamanya adalah untuk berkunjung ke rumah pamannya, menenangkan pikiran dan mencari informasi.
Saat matahari terbenam lebih rendah di langit, dia melihat burung-burung kecil mematuk apa pun yang jatuh di dekat meja, dia bertanya-tanya apa langkah selanjutnya.
Dia tahu mungkin sore ini masih akan kembali ke rumah Pang Zhi, untuk sementara, karena di situlah, mungkin, ia akan kembali bertemu Zhang Qiling.
❤💛❤
Ponsel Liu Sang berdering begitu dia berbelok ke halaman Starbuck. Dia melirik nomor penelepon dan mengenali nomor ponsel Zhang Qiling yang ditampilkan di layar.
Dia mengangkat ponsel dengan sebelah tangan dan mengemudi dengan tangan lainnya.
"Di mana kau? Aku harus menghadiri sebuah rapat di hotel Hilton sekarang," suara Zhang Qiling tegas dan memerintah.
"Huanghelou Road, aku menghabiskan satu jam berwisata dan melihat Starbucks dalam perjalanan, jadi sekarang aku menunggu dalam antrean di jendela drive-through, memesan latte dan scone raspberry. Kau mau satu?" tanya Liu Sang.
"Tidak perlu. Cepat jemput aku!"
"Kau tidak kabur diam-diam lagi?" Liu Sang menyindir.
"Aku ingin tapi hari ini pekerjaan membuatku sibuk," Zhang Qiling menyahut sebal.
"Aku akan segera tiba."
Liu Sang mengambil pesanan lewat kaca mobil dan membayar. Kemudian dia kembali ke jalan raya.
Tiba-tiba dia memelankan laju mobilnya.
Sekilas dia melihat Wu Xie tengah duduk sendirian di meja berpayung di trotoar. Pemuda itu sibuk bermain dengan ponsel baru. Matanya yang tidak mengenakan kaca mata hitam berbinar jernih dan sangat normal.
Hebat,
pikir Liu Sang, rahangnya mengeras dan bergeser. Dia mempertimbangkan untuk turun dan menyerbu Wu Xie, menuntut jawaban atas tindakan penipuan terhadap boss sekaligus idolanya.
Tetapi beberapa detik kemudian ia tahu itu akan membuatnya jadi pusat keributan dan diusir petugas keamanan.
Jadi dia hanya menatap geram, menahan amarahnya pada pemuda saingannya itu.
Lengah dalam sekejap dia hampir menyerempet seorang wanita di tepi jalan. Liu Sang mengerem dan menyembulkan kepala lewat kaca mobil.
"Maaf," katanya saat wanita itu berhenti.
"Perhatikan jalanmu!" wanita itu merespons kasar.
Mengelus dada, Liu Sang meneruskan mengemudi. Dia tidak paham mengapa orang bisa langsung jengkel hanya dengan melihat wajahnya. Padahal dirinya seorang yang manis, ramah, dan menyenangkan.
Bukan begitu?
Meski tidak setampan Wu Xie, setidaknya, dirinya jujur dan tidak penuh kebohongan seperti pemuda licik itu.
Aku harus segera menyampaikan kebenaran ini pada Xiao ge
Buku-buku jarinya memutih mencengkeram kemudi.
❤💛❤
Setengah jam kemudian, informasi penting itu ternyata sama sekali tidak ada gunanya karena begitu Zhang Qiling duduk di kursi penumpang, dia nampak lelah dan jatuh tertidur. Dia membuat suara gumaman lembut, dan sering kali dia akan mengatakan sesuatu seperti 'Wu Xie, cium aku lagi'
Liu Sang tidak pernah berharap Zhang Qiling menjadi orang yang mengigau menyebut nama seorang penipu dalam tidurnya. Dia merasa seharusnya menghentikannya, namun diam- diam ia penasaran tentang sesuatu yang dikatakan sang idola dalam tidurnya.
Jadi mereka sudah berkencan dan berciuman?
Hati Liu Sang hancur berkeping-keping dan ia mencibir kesal.
Zhang Qiling tidak mengatakan apa-apa lagi untuk sementara waktu, jadi dia dengan cepat kehilangan minat akan hal itu. Liu Sang hanya bisa menghabiskan banyak waktu untuk melihat ketampanannya yang tidak berubah meski sedang tidur.
Ketika mereka akhirnya tiba di hotel Hilton, waktu sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh malam. Zhang Qiling mungkin akan tetap tertidur sampai mobil benar-benar berhenti bergerak.
Keheningan yang tidak normal lebih dari cukup untuk membangunkannya.
Dia tersentak, menyisir rambutnya yang kusut dari wajahnya, tampak bingung.
"Di mana kita?" dia bertanya, melihat ke arah Liu Sang.
"Hotel Hilton. Kita sudah sampai."
Dia mendengus dan menegakkan punggung.
"Astaga, bagaimana aku akan mengikuti agenda rapat jika kacau begini," ia menggumam.
Liu Sang hanya memutar bola matanya kesal.
"Xiao ge," ia menahan saat Zhang Qiling membuka pintu mobil dan bersiap turun.
"Ya?" Zhang Qiling menoleh.
"Ehm -- kau sempat mengigau. Apa kau benar-benar sudah mencium Wu Xie?"
Wajah Zhang Qiling merah padam, dalam keremangan, dia berusaha mengendalikan rasa malunya.
"Apa aku bilang begitu?" ia bingung dan terkejut sendiri.
Liu Sang mengangguk.
"Apa itu penting?"
"Tentu saja," Liu Sang menyahut cepat.
Ragu-ragu, Zhang Qiling mengangguk. Setelah itu dia mengibaskan tangan.
"Sudahlah!"
Dia menurunkan sebelah kakinya saat Liu Sang kembali mencegah.
"Xiao ge, ada yang ingin kukatakan. Wu Xie, dia--"
Kalimatnya terputus oleh dering ponsel Zhang Qiling. Pemuda itu segera mengangkat ponsel dan bicara serius.
Zhang Qiling turun dan mengkode Liu Sang bahwa ia harus segera masuk ke meeting room dalam hotel.
Liu Sang menjatuhkan diri ke belakang di kursinya dengan desahan putus asa.
Mungkin dia tidak bisa memberitahu Zhang Qiling sekarang.
Atau mungkin dia bisa melakukan tindakan lain dengan bukti kebohongan Wu Xie di tangannya.
Ha! Kenapa tidak?
To Be Continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro