Eleventh Trouble
Something In Rain
Hari-hari berlalu ketika Wu Xie tidak bisa mendapatkan pekerjaan dengan cepat. Dia merindukan kesibukan dan juga gajian. Tampaknya sedikit membosankan baik di siang maupun malam hari.
Senyuman tuan tampan Zhang Qiling pun untuk beberapa hari hilang dari hari-harinya. Entah dia terlalu sibuk di kantor atau terlalu sibuk memilih mobil baru untuknya.
Tidak ada yang bisa diharapkan sekarang, diam-diam Wu Xie merasa gelisah dan bingung.
Dia tidak tahu mengapa dia merasakan kehampaan yang aneh ini. Tidak berjumpa dengan Zhang Qiling, ia merasakan kerinduan yang dingin melumpuhkan hati dan semangatnya.
"Ahh.. hujan!" dengan ekspresi cemberut dan tidak puas, Wu Xie mengangkat kepalanya ke langit. Hujan turun tiba-tiba ketika dia tidak siap untuk itu atau membawa payung bersamanya. Dia baru saja melompat turun dari bus dan berjalan beberapa meter dari halte.
Hujan di musim panas adalah fenomena yang cukup jarang, terlebih dengan intensitas sederas ini.
Selagi memikirkan bagaimana dia bisa mencapai rumah tanpa kehujanan, dia merasakan kehadiran seseorang yang berdiri tepat di belakangnya, dan tiba-tiba sebuah payung terbuka dan menutupi dia dan orang itu. Segera dia berbalik untuk melihat orang itu tersenyum setengah terkejut padanya.
Seorang gadis cantik imut bergaun pendek putih dan berambut sebahu berdiri di belakang Wu Xie. Matanya bulat cemerlang dan senyumnya merekah gembira.
"Rachel! Kau?" Wu Xie menyapa.
Dia tiba-tiba merasa perutnya kram tidak nyaman dengan pikiran-pikiran nakal saat melihat Rachel.
Saat itu di salah momen-momen singkat yang telah lama berlalu, dia mendapati dirinya sekarang merasakan nostalgia. Dia ingat bahwa gadis itu dulu pernah menyukainya, kabar terakhir yang sempat ia dengar tentang Rachel adalah bahwa gadis itu sekarang memiliki satu usaha sukses di pusat kota.
Meski muda, cantik, dan juga kaya, Wu Xie tidak benar-benar serius pada gadis itu dan ia tidak menyesalinya.
Wu Xie menatap gadis itu dengan mata terbelalak, saat dia mengenali wajah cantik yang selalu menatapnya dengan lembut dengan senyuman nakal.
Dia gagal mengingat kapan terakhir kali bertemu Rachel. Mungkin sekitar tiga bulan lalu, kalau ia tidak keliru.
Wu Xie merasa beruntung ada seseorang yang menawarinya keteduhan di bawah payung sementara hujan turun makin deras.
Di tengah keheningan yang canggung di antara keduanya, Wu Xie mengangkat tangannya untuk mencoba menyentuh hidung Rachel, tetapi ia segera menarik mundur tangannya.
"Apa kabar Wu Xie?" Rachel tersenyum.
"Sangat buruk. Bisa kau antar aku sampai rumah?"
Payung yang dibawa Rachel lumayan besar sehingga mereka bisa berlindung di bawahnya.
"Bagaimana kau bisa tiba-tiba muncul di sini? Di mana mobilmu?" Wu Xie bertanya di sela riuh hujan.
"Aku melihatmu turun dari bis jadi aku mendatangimu. Sudah lama kita tidak bertemu."
"Oh, jadi kau menguntitku?" Wu Xie menunduk menyembunyikan seringai.
Rachel tertawa ringan,"Seolah-olah aku sempat. Aku sibuk sekali akhir-akhir ini mengurus bisnis baruku."
Mereka berjalan cepat dan berbelok ke Huanyu Road. Sulur tanaman yang merambati tembok bergeletar di bawah deraan hujan deras. Wu xie mengawasinya seraya berpikir.
Mungkin aku bisa meminta Rachel menerimaku jadi karyawan di perusahaannya..
Ha! Kesempatan bagus!
Wu Xie tersenyum-senyum sendiri.
"Kau masih tinggal bersama Pang Zhi?" Rachel memperlambat langkah, berharap jarak rumah Wu xie lebih jauh lagi agar kebersamaan mereka lebih lama. Wu Xie membalas pertanyaan itu dengan anggukan.
"Aku belum bisa membeli rumah sendiri. Sialnya lagi, aku baru saja dipecat beberapa hari lalu," ia mendesis miris.
"Apa kau bisa menolongku saat ini?" dia melemparkan lirikan maut pada Rachel, mungkin saja di hati gadis itu masih ada sisa rasa simpati pada dirinya. Ia harus memanfaatkan apa yang tersisa meski hanya secercah harapan kecil.
Air menggenang di jalan berlapis batu dan bercipratan di bawah langkah kaki mereka.
"Itu mudah saja, kau hanya harus menikah denganku dan ayah akan memberikan kita rumah besar dan kendaraan terbaik," jawaban itu digumamkan Rachel sambil tertawa merdu, terdengar seperti candaan sepintas. Hanya Rachel yang tahu bahwa dia serius dengan ucapannya.
Wu Xie ikut tertawa kering mendengar ucapan Rachel. Dia tidak pernah menanggapi ocehan nakal siapapun yang mencoba merayunya baik secara implisit mau pun eksplisit.
Menikah dulu untuk mendapatkan kekayaan? Yang benar saja.
Seolah-olah aku menjual diriku.
Pemuda itu mengangkat alis dan kembali tertawa bingung.
"Aku serius. Kau bisa dengan mudah memberiku pekerjaan," Wu Xie berkata lagi, lebih persuasif.
"Akan kupikirkan. Tapi aku memiliki satu syarat."
"Syarat? curang sekali. Kau bahkan belum menjanjikan apapun."
"Ini mudah sekali," Rachel tersenyum lebar.
Sekitar satu meter di dekat pohon bunga wisteria ungu, tiba-tiba gadis itu berhenti.
❤💛❤💛❤
Dalam jarak sekitar dua puluh lima meter di belakang Wu Xie, Zhang Qiling turun dari taksi dengan payung hitam terkembang.
Sore ini dia bahkan tidak sempat mengganti setelan kantor resmi berwarna biru yang ia kenakan. Mungkin sudah tidak perlu lagi mencoba tampil biasa-biasa. Sejak makan malam romantis yang berakhir ciuman singkat tak terlupakan, rasa memiliki yang begitu kuat dan dalam menyeruak di hatinya. Sudah tidak penting lagi apakah ia seorang CEO penuh tekanan atau apakah Wu Xie seorang tourist guide biasa.
Ada getar halus di balik saku jasnya yang mengusik renungan Zhang Qiling. Langkahnya tidak berhenti menyibak genangan air, payung di tangannya bergoyang sedikit kala angin disertai ribuan tetes hujan menampar dari arah samping.
Dia mengambil ponsel dan melihat bahwa Liu Sang menelepon.
Ada apa lagi penggemar beratnya ini?
"Hallo?" Zhang Qiling melambatkan langkah, menempelkan ponsel lebih rapat ke telinga agar bisa menangkap samar suara Liu Sang di tengah hujan.
"Xiao ge, aku menunggumu di pelataran halaman gedung. Kau pikir aku tidak tahu kalau kau menyelinap dari kantor dengan taksi," untungnya suara Liu Sang lantang dan jelas.
"Kau tahu aku membutuhkan waktu pribadi. Jangan menguntitku lagi."
"Aku masih berada di depan perusahaan sekarang dan aku tahu kau pergi kemana."
"Kalau kau sudah tahu, itu artinya tidak perlu khawatir."
Hening untuk beberapa saat sampai Zhang Qiling mengira bahwa Liu Sang menutup teleponnya. Tapi sejurus kemudian suaranya terdengar lagi.
"Wu Xie, pemuda buta itu, apa kau benar-benar mencintainya?" ada keraguan dalam diri Liu Sang saat mengatakan ini dan terpantul lewat suaranya.
"Mengapa kau tiba-tiba menanyakan ini?" Zhang Qiling mengerutkan bibir, ekspresinya masam.
"Aku tidak berpikir bahwa Wu Xie layak untukmu."
"Hubunganku sama sekali bukan urusanmu. Apa kau hanya ingin mengatakan ini?" walau pun mulai kesal, Zhang Qiling mencoba bersabar.
"Tidak. Aku menelepon karena ingin memberi tahumu sesuatu,"
Jeda sejenak. "Xiao ge, aku mencintaimu. Ini nyata. Aku mencintaimu sejak lama. Asal kau tahu, aku sangat sakit hati dan cemburu melihatmu bersama Wu Xie."
Zhang Qiling menghentikan langkah beberapa lama dan menghela nafas, namun ia masih mendengarkan.
"Dulu aku berpikir, tidak masalah jika kau tidak balas mencintaiku. Aku akan senang melihat dan menemanimu sepanjang hari. Tetapi aku memikirkan, rasanya menyakitkan melihatmu mencintai seseorang dan seseorang itu mempermainkanmu."
Tatapan mata Zhang Qiling jatuh ke air di bawah kakinya.
"Apa maksudmu?" dia merasa kali ini Liu Sang bicara dengan sendu dan serius.
"Wu Xie membohongimu. Aku tahu dia tidak buta. Dia memanfaatkan kebaikan dan perhatianmu untuk bersenang-senang, siapa yang tahu dia memiliki rencana apa. Tapi yang pasti, dia tidak jauh berbeda dengan para gadis rakus yang mengejarmu."
"Apa kau bisa membuktikan ucapanmu? Jangan sampai kedengkian membuat hubunganku dengan Wu Xie jadi berantakan."
"Aku tidak punya bukti saat ini. Tetapi aku melihatnya sendiri. Mungkin kau tidak peduli bahkan jika dia menipu dan memanfaatkanmu," Liu Sang berhenti lagi.
"Namun apa kau tidak ingin tahu bagaimana perasaannya padamu? Benarkah tidak apa-apa, terus menerus mencintai secara sepihak? Dengan pura-pura buta, Wu Xie tidak hanya meremehkan perasaanmu, tapi dia juga mungkin tidak mencintaimu."
Ucapan itu sangat provokatif dan berbahaya, sesaat membuat Zhang Qiling sesak dan benaknya meronta memikirkan segala kemungkinan. Namun ia tidak akan begitu mudah terpengaruh. Tidak konsisten bukanlah gayanya.
"Aku tahu kamu tidak mudah mengatasi rasa sakit hatimu. Tapi aku tidak ingin salah menilai seseorang, aku harus bertemu Wu Xie sekarang, biarkan aku membuktikan ucapanmu. Jika apa yang kau katakan itu benar, mungkin ke depannya aku akan lebih mudah mempercayaimu."
Telepon ditutup oleh Zhang Qiling dan ia meninggalkan banyak pertanyaan di belakang kepalanya. Rumah Wu Xie sudah tidak jauh lagi.
❤💛❤
Wu Xie sempat kebingungan melihat Rachel menghentikan langkah.
Karena Wu Xie menumpang payungnya, dia pun ikut berhenti. Berdua di bawah guyuran hujan, mereka berpandangan.
"Kenapa berhenti? Sebentar lagi aku sampai. Rumahku sudah dekat," Wu Xie menatap tidak paham.
"Aku ingin memastikan, kau benar-benar butuh bantuanku?" Rachel masih menebar senyuman manis.
"Yah -- tentu saja. Mengapa tidak?" Wu Xie menyeringai, merasa dirinya jadi pusat dunia dan setiap orang jatuh cinta padanya.
"Aku akan memberikanmu pekerjaan. Tapi aku tidak tahu apakah kau cocok menjalaninya?"
"Aku harus mencobanya bukan?" hati Wu Xie berbunga-bunga, hanya dengan pesona senyumnya, bisa membuat ia mendapatkan pekerjaan semudah ini.
Rachel menunduk sejenak, mengangkat matanya ragu-ragu, jarak mereka berdekatan dan bahu mereka bersentuhan. Cukup gugup baginya dalam jarak sedekat ini bersama seorang pemuda yang pernah dan masih dia sukai.
"Tapi -- bolehkah aku menciummu?"
!!!!!!
Wu Xie mendelik terkejut, "Apa katamu? Cium?"
Rachel mengangguk, wajah imutnya berubah memelas.
Astaga, gadis licik ini menjebakku
Wu Xie mendesah putus asa.
"Kau tahu kalau sejak dulu aku -"
"Ya, ya. Aku tahu," Wu Xie menyela. Kedua tangannya dimasukkan ke saku blazer yang ia kenakan, mulai memandang Rachel penuh waspada.
"Kau tidak sedang memainkan trik bukan?"
Sikap jual mahal Wu Xie sebenarnya bukan semata-mata ia tidak tahu apa yang ada di hati dan pikiran Rachel. Tapi sejak ciuman tidak terduga bersama Zhang Qiling, dia merasa bahwa gagasan berciuman dengan orang lain terdengar sangat aneh dan menjijikkan. Seperti ada rasa memiliki yang sulit dijelaskan terhadap tuan tampan nan dermawan itu.
Belum sempat Wu Xie mengatakan apa-apa, bibir Rachel sudah mendarat di pipinya. Singkat dan tidak terhindarkan.
Wu Xie terkesima. Dia menyentuh pipinya sendiri, bingung harus merespon seperti apa.
Rachel tertawa kecil dengan wajah memerah.
"Jangan marah. Anggap saja ini hadiah spesial atas perjumpaan tak terduga ini."
"I--iyaa.." Wu Xie menyahut terbata-bata. Mengernyit sekilas, lalu melirik ragu-ragu.
"Kau sudah menciumku. Sekarang katakan apa pekerjaan yang kau siapkan untukku."
"Aku belum mengatakan apa bisnisku kan?"
"Apa?"
"Salon dan spa."
Wu Xie menampar keningnya.
"Astaga..!"
Keduanya tertawa terbahak-bahak bersamaan.
Sialan! Gadis licik ini mempermainkanku...
Wu Xie mengutuk-ngutuk dalam hati.
❤💛❤
Zhang Qiling benar-benar lupa merasakan waktu yang berlalu di sekelilingnya ketika dia melihat pemandangan tidak menyenangkan hanya sekitar lima belas meter jaraknya. Adegan romantis di bawah bunga ungu yang menjuntai, laksana satu adegan diambil dari serial drama.
Menatap kosong tanpa kata, berharap untuk mengetahui lebih banyak tentang hubungan antara Wu Xie dan gadis itu.
Wu Xie! Benarkah itu Wu Xie?
Tapi aku yakin, sosok itu adalah Wu Xie.
Aku bahkan bisa mengenali bayangannya..
Antara kenyataan dan ilusi terletak fatamorgana halus yang merupakan jebakan bagi mata dan menghipnotis pikiran. Zhang Qiling tidak mengerti apa yang ada di hadapannya, apakah pemuda yang dicintainya itu hanya sedang bercanda.
Tapi gadis itu menciumnya.
Dan Wu Xie, benar kata Liu Sang. Pemuda itu tidak buta. Dia bisa melihat, dia memandang gadis itu dari dekat di saat yang seharusnya ia pandang adalah dirinya.
Ini tidak fair...
Zhang Qiling berdiri terpaku ketika dia mencoba memecahkan misteri yang muncul padanya di hari hujan. Payung di tangannya meluncur jatuh, dalam sekejap butiran hujan membuat seluruh tubuhnya basah kuyup.
Air hujan terasa dingin, tapi ia mati rasa.
Apakah mereka berkencan? Atau hanya teman? Tapi siapa teman yang akan mencium dan bercanda di hari hujan yang dingin?
Zhang Qiling menatap sendu. Dia menggelengkan kepalanya, tak ingin berpikir terlalu banyak. Rasa cinta yang luar biasa di hatinya akan memakannya dari dalam suatu hari nanti.
Dan ternyata hari itu tiba lebih cepat dari dugaannya.
Mengapa?
Fuhh... Malangnya Xiao ge
To Be Continued
Bagaimana nasib mereka selanjutnya?
Please vote and comment ❤💛
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro