Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Kisah manis sebatang coklat

HAPPY 2000 VIEWERS!🎉🎉

makasih gais atas supportnyaaaaa, i lop yu selalu 😘💞

(VOTE DULU CUY!)

.....

"Rukmini ... bantu ibu ambilkan air dari dalam gentong!" perintah Gayatri lantang dipagi hari.

"Iya ...."

Mahes berlari cepat dari pekarangan rumah tempat ia baru saja menyelesaikan kegiatan menyapu halaman menuju dapur tempat ia akan membantu sang ibu memasak.

Ia mulai mengambil beberapa gayung air yang ia letakkan ke dalam sebuah wadah yang berukuran cukup besar. Kemudian ia membawa wadah tersebut ke hadapan sang ibu.

"Air nya untuk apa, Bu? Biasanya kan nggak pakai air sebanyak ini kalo mau masak nasi?" tanya Mahes bingung dengan sang ibunda yang mulai menambahkan cukup banyak air pada wadah untuk memasak nasi.

"Harga beras lagi melejit! Ibu ndak mau kita boros, harga beras lagi  mahal-mahalnya, kita ndak boleh mubazir," tukas Gayatri dengan nada marah. Bisa-bisanya harga beras menjadi sangat mahal seperti ini, tentu saja jiwa hematnya memberontak.

Mahes hanya mengangguk-anggukkan kepalanya paham dan segera mengambil wadah nasi untuk kemudian ia masak. Ia memang pernah mendengar tentang betapa sulitnya dan mahalnya untuk mendapatkan bahan makanan pada tahun-tahun seperti ini. Tapi ia tak pernah mengetahui jika keluarganya yang terbilang cukup terpandang juga mengalami hal yang sama.

Setelah memasak nasi, Mahes mulai membantu sang ibu membersihkan beberapa ikan mujair dari sisiknya dan isi perutnya yang tak dapat dimakan, cukup lama Mahes tinggal di rumah ini hingga ia kini sudah mahir memasak dan membersihkan rumah, berbeda sekali dengan tabiatnya dulu yang kerap bermalas-malasan memainkan game, ponsel, dan membuang-buang waktunya seharian penuh.

Setelah membersihkan ikan mujair, Mahes mulai membumbui ikan tersebut dengan bumbu kuning, awalnya ia tak tahu apa itu bumbu kuning, tapi sekarang ia sudah pandai meracik berbagai macam bumbu-bumbu rempah menjadi sebuah cita rasa yang menakjubkan.

Ia mulai menggoreng ikan tersebut satu persatu dengan hati-hati, kini ia bahkan sudah siap dipinang oleh lelaki karena kemahirannya memasak, dan tentu saja, ia sudah menunjukkan kepandaiannya dalam memasak kepada tunangannya, ia menyajikan ayam goreng dengan bumbu rempah yang resepnya ia buat sendiri. Dan ternyata, Pierre sangat menyukainya, tentu ini membuat Mahes melonjak kegirangan karena tunangannya sendiri menyukai makanan yang ia buat.

Semuanya sudah matang, Mahes menyajikan makanan tersebut di ruang tamu, ia mulai menata makanan sedemikian rupa dan memanggil ayahnya untuk segera makan. Sang ayah memimpin doa dan tepat setelah mereka menyelesaikan doa nya, mereka mulai menyantap makanan yang Mahes dan ibunya telah masak.

"Ibu dengar, pemuda desa banyak yang mencuri beras pak akhir-akhir ini," kata Gayatri membuka percakapan pada suamimya.

"Iya, bahkan bukan cuma beras, bahan makanan yang lain pun habis dicuri, aku tak habis pikir, kenapa harga bahan makanan bisa semelejit itu," balas Pak Hendro heran.

"Serem ya pak ... Min, dengar tuh bapakmu, lagi banyak pencurian, kamu hati-hati ya kalau keluar rumah!" nasehat ke khawatiran Gayatri pada putri semata wayangnya.

Mahes mengangguk-angguk paham untuk menjawab ke khawatiran ibunya.

"Oh iya Min, itu surat di meja rias kamu kenapa ndak dikirim?" tanya Gayatri bingung.

"Ah ndak apa Bu ... cuma... belum mau aja." bohong Mahes dengan senyuman yamg dibuat-buat.

Mana mungkin ia akan mengatakan bahwa uang saku hasil mengajarnya sudah habis ketika mengirimkan surat untuk Pierre sebulan yang lalu, ia tak akan mengatakan hal yang membuat keluarganya susah dalam keadaan yang tengah tidak kondusif seperti ini.

"Ada masalah Min? Kok ndak dikirim? Uangmu habis ya?" tanya Gayatri lagi.

"Ish ibu, dibilang ndak apa kok."

Pak Hendro menghembuskan nafas pelan, ia mengeluarkan sejumlah uang dari dalam saku celana miliknya dan menyodorkannya pada Mahes.

"Iki, dipakai dengan bijak yo ... kalau ada apa-apa mbok yo cerita sama bapak ibu. Lagi pula, kan kasihan calonmu ndak dikasih kabar," ucap Pak Hendro lembut pada anak perempuannya.

Mahes tersenyum malu. Hatinya sakit dan ingin sekali memeluk sang ayah saat ini juga.

"Nggih Pak ... maaf tadi Mini ndak bisa jujur.. "

Pak Hendro tersenyum kecil, ia lega karena tak ada hal yang penting yang disenbunyikan oleh putrinya.

"Sudah, makan dulu yuk, nanti kalo mau ke kantor pos hati-hati ... banyak yang mau nyuri, kalo kamu dicuri, ibu ndak mau disalahin Pierre karena ndak kasih kabar," goda Gayatri pada anaknya yang langsung memerah.

"Ibu," balas Mahes malu.

Dan siang itu, pecahlah gelak tawa keluarga kecil ini karena wajah tersipu malu milik Mahes yang membuat mereka semua semakin tak tahan menggodanya lagi dan lagi.

.oo0oo.

Seminggu kemudian...
(di kediaman Bapak Nasution)

Bandung disiang hari cukup terik dan cukup panas untuk membakar tenaga dan keringat yang terus bercucuran pada dahi Pierre. Hari ini ia hanya mengantar Pak Nasution ke kampus untuk memberikan khotbah. Tapi bukanlah itu yang membuat Pierre begitu lelah dan berkeringat, yang membuatnya begitu bersemangat adalah sebuah surat dari sang dambaan hati, Rukmini Chaimin.

Pierre mengistirahatkan tubuhnya dengan duduk di sebuah bangku kayu yang terletak di taman kecil belakang rumah Pak Nas, bangku ini memang menjadi tempat kesukaannya dalam membaca surat, selain karena rindang dan nyaman tentunya.

Ia mulai membuka surat itu dengan sangat perlahan-lahan dan hati-hati seperti ia memperlakukan seorang wanita. Setelah amplop terbuka sempurna, ia mulai mengambil selembar kertas yang berada manis dalam amplop tersebut. Dan mulai membacanya dengan lambat.

~

Untuk Pierre Tendean nan jauh disana,

Halo pak ajudan! Hahaha ... aku baik-baik saja disini, dan pastinya sangat sehat. Bagaimana denganmu? Aku sangatttttt merindukanmu, sungguh! Entah keberanian darimana aku mengatakan hal yang sudah mengganggu hariku akhir-akhir ini. Selamat atas pernikahan adikmu Mbak Roos! Aku bahagia dia jika kalian bahagia hahaha, apakah makanan di rumah Pak Nas enak? Kau baik-baik saja bukan? Bagaimana kabar Ade Irma disana? Mungkin aku akan menemuinnya suatu saat nanti hehe ... hari ini Dara dan teman-teman melaksanakan ujian kenaikkan kelas, aku berjanji pada mereka jika nilai mereka bagus aku akan membelikan hadiah yang bagus juga, menurutmu aku akan membelikan apa? Oh iya, kenapa aku tidak boleh lagi menelpon ke sana? Apakah keluarga Pak Nas tidak memperbolehkanmu menggunakan telepon? Aku sedih jika itu benar, ada hal yang tak dapat aku ucapkan di surat ini dan aku ingin mengatakannya langsung padamu, sungguh hal ini sangat penting, yaitu hari ulang tahunku, kau tahu bukan? Yaaaap bulan depan adalah hari ulang tahunku, aku harap kau dapat hadir disini ... maaf jika suratnya terlalu panjang.

Tertanda wanita cantik yang juga merindukanmu,
Rukmini.

~

Senyuman manis mulai mengembang dalam wajah blasteran Pierre, ia terbayang sosok Rukmini yang tengah dilanda rindu dan kekhawatiran.

Ia tak dapat memungkiri jika ia sangat merindukan wanita manis berambut ikal tersebut, wanita yang selalu sukses menganggu tidurnya dengan wajah cantik yang selalu terbayang dalam pikirannya.

Tentu saja ia akan datang, bahkan ia sudah menyiapkan jadwal cuti sejak jauh-jauh hari untuk ulang tahun Rukmini dan Mamanya yang bertepatan di bulan yang sama walau hanya berjarak beberapa hari.

"DOR!"

Sebuah suara seorang gadis kecil yang menirukan suara senapan api itu sukses membuat Pierre terkejut dan segera memasukkan surat dari Rukmini ke dalam saku celananya.

"Hahaha ... Oom Pierre kagetnya lucu, pasti lagi baca surat dari Mbak Rukmini yaa?" goda Ade Irma yang sedang menaiki sebuah sepeda roda tiga berwarna merah kesayangannya.

"Shhhh, jangan bilang-bilang ibu sama bapak ya? Oom malu," ujar Pierre dengan senyuman jahil dan telunjuk berada tepat di depan bibirnya mengisyaratkan untuk menjaga sebuah rahasia.

"Ade gak mau kalau nggak ada bayarannya!" balas Ade Irma ketus dan berpura-pura marah.

Pierre tersenyum simpul sembari mengeluarkan sebatang coklat dari saku jaket miliknya dan segera menodorkannya pada Ade Irma.

"Kalau begini bagaimana? Kamu suka coklat kan?" tanya Pierre berbasa basi dan segera menyodorkan sebatang coklat tersebut.

"Sukaaaa bangettt hehe ... makasih Oom Pierre, Ade janji nggak bakal bilang ibu sama bapak!"

Ade Irma menjulurkan jari kelingking mungilnya tanda perjanjian yang langsung disambut ramah oleh jari kelingking milik Pierre. Tak lama kemudian Pierre membantu mendorong sepeda roda tiga milik Ade yang kini tengah menikmati coklat pemberiannya. Dan mereka pun berbincang tentang kehidupan sekolah taman kanak kanak Ade.

"Oom Pierre nanti kalau sudah besar ingin jadi apa?"

"Hmm ... memang tak pernah terbayang sebelumnya, tapi mungkin oom ingin menjadi seorang tentara."

"Ooh ... seperti itu ya."

"Iya, seperti itu."

"Eh? Tapi kan, Oom sudah jadi tentara?" tanya Ade polos.

"Hahaha ... iya, cita-cita oom terwujud kalau begitu. Kalau Ade, ingin jadi apa?" tanya dan tawa Pierre mendengar ucapan polos Ade Irma.

"Kalau Ade ingin jadi dokter! Supaya bisa mengobati bapak yang suka mengeluh sakit kepala, juga ibu yang suka sakit pinggang, semua orang nanti Ade obatin, Oom Pierre juga boleh berobat, asal membayar dengan coklat ya! " ucap Ade Irma polos tentang gambaran ia di masa depannya.

Sekali lagi Pierre tertawa mendengar kepolosan seorang Ade Irma.

"Hahaha ... bagus mimpimu itu! Wujudkanlah dengan cara yang tepat ya? Jika kamu benar jadi dokter, oom hanya akan berobat padamu deh jika oom sakit."

"Benar ya? Aku akan mengobati seluruh umat manusia yang sakit, termasuk Oom Pierre dan Mbak Rumini!" ucap Ade dengan mulut dipenuhi oleh coklat yang diberikan Pierre.

Keduanya larut dalam mimpi dan cita-cita murni seorang anak perempuan bernama Ade Irma Nasution tanpa tahu jika impiannya tak terwujud hingga detik ini. Mungkin Ade kini tengah mengobati orang-orang sakit di surga-NYA sana seperti impian yang selalu ia katakan.

Berlanjut...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro