Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

09. Pamit kepergian

Saran, siapkan hati dan tempat yang nyaman untuk membaca part ini

Vote dulu dong~

........

"Sampai," kata Pierre pelan dan mulai menghentikan mesin motor miliknya. Mereka kini berada di sebuah taman bunga dengan pemandangan yang luar biasa indahnya.

Mahes segera melepaskan pelukan eratnya yang sedari tadi ia berikan pada lelaki di hadapannya. Kini ia malu, bagaimana ia memeluk lelaki seerat itu? Bisakah ini disebut sebagai modus? Jika iya, berarti Mahes telah melakukan banyak sekali modus saat berkendara tadi.

"Iya," balas Mahes singkat.

Keheningan menyapa mereka berdua, Pierre kini tengah menunggu Mahes yang tak kunjung turun dari motornya membuatnya kesulitan untuk memarkirkan benda ini.

Pierre menengok kebelakang untuk melihat apa yang gadis ini lakukan dan menemukan Mahes hanya menatapnya dengan tatapn bingung.

Tawa Pierre pecah melihat hal itu, entah apa hal yang lucu tapi di pikiran pria ini kegiatan Mahes barusan sangat lucu dan membuatnya ingin segera memiliki Mahes sebagai istrinya.

Gadis ini semakin bingung dan terheran-heran, kenapa tiba-tiba pria ini tertawa setelah melihat dirinya? Apakah ia melihat wajah malunya? Atau dia melihat Mahes melakukan hal memalukan tanpa ia sadari?

"Jadi, kamu tidak mau turun dari sini?" goda Pierre menahan tawanya yang semakin ingin meledak.

"Eh?"

"Atau haruskah kita berkendara menemukan tempat lain agar kau bisa memelukku lagi?" sindir Pierre dengan senyum manisnya.

Mahes segera tersadar. "Hah? Oh iya iya oke. "

Ia secara spontan melompat dari motor dan membuat motor tersebut terguncang cukup keras. Pierre terkejut, untung ia menahan motornya, jika tidak akan ada seorang pemuda tergencet motor miliknya di hadapan gadis yang ia sukai. Dan hal itu tidak akan baik.

Hal itu membuat Mahes meringis malu, kenapa sih ia tidak bisa tidak berbuat kesalahan? Kenapa ia selalu membuat dirinya sendiri malu?

"Oh tidak! Maaf sekali .... maaf yaa?" ucap maaf Mahes pada Pierre yang telah memarkirkan motornya dengan baik.

Pierre tersenyum.
"Maaf diterima, tapi aku tak tahu jika wanita memiliki tenaga sebesar itu,"

"Belum sampai kau melihat perempuan PMS, jangan sampai kau ganggu, mereka akan menjadi singa pada masa itu," ucap Mahes penuh ekspresi.

"PMS?" tanya Pierre bingung, ia asing dengan kata yang barusan Mahes ucapkan.

Mahes menepuk keningnya pasrah, lagi-lagi kau mengatakan hal aneh Mahes.

"Pre-Menstrual Syndrom masa dimana sebelum menstruasi terjadi, terkadang akan membuat emosi turun naik karena hormon yang tak seimbang," jelas Mahes pasrah.

Pierre mengangguk paham.
"Kau bagus dalam Berbahasa Inggris," puji Pierre mendengar Mahes mengucapkan kata dalam Bahasa Inggris dengan sangat baik.

"T-terima kasih," ucap Mahes malu, jarang sekali ia disanjung oleh seseorang selain keluarganya.

"Kau juga bagus dalam pengetahuan kesehatan dan hal-hal semacam itu," lanjut Pierre kembali memuji Mahes.

"Oh ya? Terima kasih lagi," Pierre harus berhenti memujinya karena kini Mahes menjadi lumayan besar kepala.

"Yah ... walau lebih bagus nanti, jika kau menjadi istriku, mengobatiku ketika terluka di lapangan ... akan betapa bagusnya hal itu nanti," tambah Pierre dengan menatap Mahes dalam dan tak lupa senyuman tipisnya.

Mahes salah tingkah, tentu ia ingin menikahi pria yang tulus mencintainya, tapi dengan yang berbeda keyakinan? Tentu tidak, ia bahkan memilih tidak menikah dibanding menikahi pria yang berbeda keyakinan dengannya.

"Mari duduk disini," ajak Pierre memasuki sebuah gazebo.

"Dari mana kamu menemukan tempat ini? Pemandangannya sangat indah, lihatlah bunga mawar itu ... indah sekali." seketika ia menyukai tempat ini, taman rindang dengan gazebo berwarna putih.

"Tempat ini adalah tempat yang pertama kali aku sukai dari Kota Medan, tempat ini juga yang membuatku ingin selalu mengunjungi kota ini," kata Pierre.

Mahes mengangguk-angguk paham.

"Tapi kini, ada satu hal lagi yang membuatku akan selalu kembali ke kota ini."

"Hal apa?" tanya Mahes segera menoleh.

"Seorang gadis sederhana, cantik, anggun, tegas, pemberani, bebas serta liar."

Gadis ini hanya mengendikkan bahunya pelan, siapakah ia sehingga merasa sedikit percaya diri padahal wanita itu belum tentu dirinya.

"Dan kurasa, namanya adalah ... Rukmini Chaimin!" lanjut Pierre mantap.

Mahes terkejut dan menatap Pierre dalam. Kemudian gadis ini menunduk lemah, mereka tak akan bersatu bukan? Perbedaan keyakinan bukanlah hal kecil yang dapat dihilangkan. Seketika ia menyesali dirinya kenapa ia tak pernah mencari tahu tentang kisah cinta Pierre semasa hidupnya.

Ia tak menjawab Pierre dan hanya terdiam, keheningan mulai menyapu keduanya dengan perlahan. Setelah sekian lama Mahes memutuskan untuk membuka topik kembali.

"Jadi kau sangat menyukai taman ini ya? Memang ini terlalu indah untuk dilupakan," ucapnya kembali membuka percakapan yang entah kenapa menjadi semakin canggung, Mahes mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Iya, terlalu indah hingga dapat terlena."

"Tempat ini sangat bagus untuk piknik keluarga ya? Akan sangat menyenangkan jika dapat berpiknik disini," ucap Mahes dengan senyuman semangatnya.

"Tentu saja, tempat yang sempurna untuk keluarga kita nanti," ujar Pierre pelan.

Mahes terpaku, benarkah Pierre yang mengatakan hal itu? Benarkah seorang Pierre Tendean ingin memiliki keluarga bersamanya?

"Hentikan. Kumohon hentikan .... "

"Apa yang perlu dihentikan?" tanya Pierre heran.

"Kumohon jangan mengucapkan hal-hal seperti itu lagi, jika tidak aku--"

"Kamu?"

"Akan semakin jatuh padamu ...."

Pierre tersenyum lega. "Bukankah itu bagus?"

"Tentu tidak, Tuhanmu dan Tuhanku tidak akan setuju dengan hubungan ini," jelas Mahes.

"Jika Dia tak setuju, kenapa ia memberikan perasaan ini pada kita?" tanya Pierre gamblang.

Mahes membisu, ia hanya menunduk dan tak dapat membenarkan kata-kata Pierre, sudah jelas perasaan, dan semua hubungan ini terlarang tentunya tidak boleh dilakukan, apa pun alasannya.

"Rukmini, dengarakan ...."

Pierre menarik dagu Mahes dan mengarahkan mata Mahes agar bertemu dengan matanya dan saling berpandangan.

"Sejujurnya inilah yang ingin aku katakan, aku akan kembali pulang ke Bandung esok, dan ... aku hanya ingin melihatmu untuk terakhir kalinya," kata Pierre lirih.

"Kenapa kau baru mengatakan ini padaku?"

"Maaf, aku hanya ... tak ingin membuatmu khawatir, aku akan sering mengirimimu surat dan menelponmu segera setelah aku sampai," kata Pierre dengan senyuman yang mencoba meyakinkan Mahes.

"Tapi ... kenapa harus aku? Kenapa kamu memilihku?"

"Apakah semua ini belum jelas? Aku menyukaimu ... Ah tidak, aku mencintaimu, sangat mencintaimu Rukmini Chaimin. Kau perempuan pertama yang membuatku merasa seperti ini."

Mahes lagi-lagi membisu, ia terjebak dalam situasi yang membingungkan. Dilema jelas mengalir bebas dalam diri, hati, dan pikiran gadis ini. Pilihan-pilihan yang harus ia buat sangatlah menentukan sejarah.

"Aku tak akan meminta jawabanmu sekarang, hati manusia dapat berubah-ubah bukan?" ujar Pierre pelan dan santai.

Ia hanya mengangguk sebagai tanda persetujuan atas perkataan Pierre barusan.

"Dan, untuk membuatmu tidak melupakanku selama aku pergi ... simpanlah benda ini."

Pierre mengeluarkan sebuah kalung perak dengan bandul yang sederhana namun indah dari saku bajunya. Kemudian ia meletakkan kalung perak tersebut di tangan mungil Mahes.

"Kalung itu! Jadi ... kalung itu miliknya? Milik Pierre?" batin Mahes.

Gadis ini terkejut, kalung yang membawanya ke dunia ini, mengapa bisa berada di tangan Pierre? Ataukah, ini memang milik Pierre yang ia berikan padanya?

"Tolong jagalah sepenuh hati ya ... aku membelinya dengan tabunganku selama ini," kata Pierre dengan senyuman tulusnya dan masih menggenggam tangan Mahes erat.

Kali ini ia tersenyum, membalas senyuman tulus Pierre, pria ini sangat manis, ia bahkan menggunakan tabungannya hanya untuk membeli sebuah kalung cantik ini untuk dirinya. Itu membuat Mahes merasa spesial.

"Terima kasih, pasti aku akan menjaganya sengan baik!" balas Mahes mantap.

"Tak perlu berterimakasih padaku, aku sudah sangat senang walaupun kau hanya tersenyum. Maka, tersenyumlah selalu di hadapanku ya?"

Mahes tertawa kecil dan melebarkan senyumannya serta tak lupa mengangguk mantap.

Kemudian Pierre memasangkan kalung ini pada leher jenjang Mahes dengan sangat perlahan dan hati-hati, seakan Mahes adalah berlian yang rapuh.

"Hey sepasang kekasih! Aku datang!" teriak Togar lantang yang datang entah dari mana.

"Si penggoda datang ... persiapkan rasa malumu!" canda Mahes yang sontak mengundang gelak tawa Pierre lepas.

"Lihat apa yang aku bawa?" ujar Togar menunjukkan sebuah kamera yang bertengger manis di tangan kanannya.

"Kamera siapa yang kau bawa itu?" tanya Mahes penasaran.

"Tentu saja punyaku!" tegas Togar.

"Oh, kukira kau mencurinya dari toko kamera," ejek Mahes.

"Ya tidaklah Rukmini sahabatku sayang ...." ucap Togar menahan emosi dengan penekanan disetiap katanya.

Pierre menunjukkan ekspresi yang tidak bersahabat ketika Togar mengucapkan kata, 'sayang' yang entah kenapa menganggunya. Togar yang menyadari kecemburuan Pierre pun segera mengalihkan topik untuk menyelamatkan diri.

"Umm ... daripada pria ini cemburu padaku, lebih baik aku memotret kalian berdua bagaimana?" ajak Togar dengan alis yang naik turun.

"Boleh!" jawab Mahes semangat dan diangguki pelan oleh Pierre.

"Persiapkanlah diri kalian dahulu."

Mahes yang ingat bahwa ia membawa kacamata hitam pun langsung mengenakannya. Pierre yang melihat hal itu juga langsung melakukan hal yang sama pada kacamata miliknya.

"Kami siap," kata Pierre mantap.

"Oke ... satu ... dua ... tiga ...."

* Cekrek *

Berlanjut..

.oo0oo.

PENTING GAISS!!

Jadi aku mau minta pendapat ke kalian, di part-part berikutnya bakalan ada adegan surat menyurat antara Pierre dan Rukmini nih. So, ini pilihannya :

A. Cuma adegan surat menyurat tanpa narasi.

B. Pake narasi tapi tetep ada surat menyuratnya.

SILAHKAN KOMEN AJA YA MAU YANG MANA OK? Btw, mereka aja udh poto tuh berdua, kamu sama gebetanmu kapan? AHAHAHA😏

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro