
06. Diskusi pohon mangga
Aku minta kritik dan saran kalian tentang cerita ini.. Jadi tolong kasih pendapat apapun itu ya...🙏
1 kali berpendapat = kebahagiaan pou🍃
.........
"Ibu ih! Kok baju tidur Mini dibuang!" teriak Mahes histeris.
Pagi dimulai dengan pertengkaran sepasang ibu dan anak satu ini. Bagaimana tidak, Gayatri telah membuang baju tidur yang Mahes kenakan pertama kali saat datang kemari, baju tidur berwarna biru dengan karakter minions kesukaannya dari masa depan, tepatnya dari 2019. Dan itu adalah salah satu baju tidur kesayangan miliknya. Sontak hal itu membuat Mahes murka.
"Mbok yo, pagi-pagi jangan teriak-teriak to nduk."
"Ih serius dibuang? Ibu jahat banget si sama Mini!" bentak Mahes kesal, ia sudah menahan amarahnya, tetapi semua lepas begitu saja.
"Tidak ada ya dicari, kalo ndak ketemu juga ya ... Wassalam."
"Nggak lucu! Mana ... Ibu seriuss ih!"
"Rukmini! Dari tadi bapak perhatikan kok kamu ndak ada sopan-sopannya sama ibumu! Pagi-pagi sudah bikin ribut! Baju-baju kamu, yang dibentak-bentak kok ibunya? Sopan kalo begini hah!" bentak Pak Hendro tegas, suami mana yang tega melihat istrinya dibentak oleh anak sendiri?
Mahes yang sedang digoda setan pun meninggalkan rumah dengan amarah yang mengebu-ngebu, ia berlari keluar rumah tanpa arah dan tanpa alas kaki.
Ia hanya berlari dan terus berlari, tanpa ingin menengok ke belakang lagi. Ia sudah tak peduli jikalau ia berkemungkinan akan tersesat, siapa yang akan peduli dengan gadis dari antah berantah sepertinya?
Mahes berhenti ketika ia mulai merasa lelah, ia melihat sebuah pohon mangga yang lumayan tinggi dan berdahan landai yang cocok untuk tempat duduk.
Sebagai perempuan yang bersifat tomboy Mahes tanpa kesulitan sama sekali mulai memanjat pohon mangga tersebut, tanpa alas kaki semakin memudahkan ia dalam menaiki dahan-dahan pohon itu dan tanpa waktu lama ia sudah duduk bertengger manis di dahan pohon.
"Baju tidur minions dari nenek padahal ... hiks ... huaa," batin Mahes.
Ia mulai menangis, ini pertama kalinya ia dibentak oleh anggota keluarga, ayah dan ibu aslinya bahkan tidak pernah membentaknya, ia paham bahwa jaman ini perempuan didik keras dan tegas supaya tahu adat. Tapi Mahes sama sekali tidak tahu jika rasanya sesakit ini.
Pierre berlari kecil menyusuri perkampungan ini, kebiasaan lari pagi setiap hari di markas membuatnya ikut terbawa menjadi salah satu kegiatan rutin miliknya.
Ia menikmati pemandangan serta udara pagi dengan santai hingga ia terkejut melihat sesosok wanita bergaun putih terduduk sambil menangis di salah satu dahan pohon mangga.
Pierre memang pernah mendengar legenda tentang arwah perempuan yang tidak tenang dan kerap menghantui desa ini, tapi ia tak tahu jika hantu dapat muncul di pagi hari.
Terkejut? Tentu saja, tetapi setelah mengetahui siapa wanita di atas dahan tersebut membuat Pierre lebih terkejut.
"Astaga! Rukmini?" pekik Pierre kencang, merasa khawatir jika nanti Mahes dapat terjatuh.
Mahes yang tengah menundukkan kepalanya, seketika membeku, ia masih menunduk dan berfikir keras.
Ia kini tengah memakai pakaian tidurnya semalam, belum mandi, dan tidak memakai alas kaki. Jangan lupakan bau mulut orang khas bangun tidur yang semerbak harum comberan. Aduh bagaimana ini? Perempuan mana yang ingin tampil seperti itu di hadapan orang yang ia suka? Mahes mengutuki dirinya yang bodoh, ia seketika mendapat ide yang menurutnya cemerlang.
"Hihihihihiii." Mahes mencoba tertawa layaknya hantu mbak kunkun untuk mengelabui Pierre.
Pieree menahan tawanya sekuat tenaga melihat gadis di depannya yang justru tertawa layaknya kucing tergencet truk.
"Ah? Apakah dia bukan manusia?" Pierre mencoba menggoda Mahes.
"HIHIHIHIHIH ... PERGI SANA MANUSIAAA LAKNATTT!" Mahes semakin gencar tertawa dan menakut-nakuti Pierre yang sedang berjuang melawan tawanya dengan suara serak khas seseorang setelah menangis.
"Ekhem, katanya kalau meniru makhluk halus, makhluk itu akan datang beneran lho."
"Eh, emang iya?" Mahes mendongakkan kepalanya refleks karena takut.
Dan ia baru teringat, hancur sudah rencana Mahes untuk tidak terlihat Pierre.
"Hahahahaha ... kamu.. kamu ngapain disana?" tanya Pierre seketika membuat Mahes kesal.
Mahes memutar bola matanya malas.
"Lagi terbang," jawab Mahes asal.
"Turun sini, nanti jatuh bagaimana?"
"Jatuh ya sakitlah! Jatuh kok girang, situ waras?" Mahes menghindari kontak mata karena malu.
"Kalau jatuhnya ke hatiku bagaimana? Bahagia kan?"
Pipi Mahes memerah seketika setelah mendengar ucapan Pierre.
"Ish apaan gombal, jatuh ke hatimu mana muat? Kan udah ada perempuan itu."
Pierre menaikkan alis tebalnya.
"Perempuan siapa?"
"Perempuan yang jalan sama kamu kemarin yang--" Mahes tersadar bahwa ia mengatakan hal yang tak seharusnya ia katakan.
Mahes mengatupkan bibirnya rapat, mengapa Tuhan menciptakan Mahes dengan mulut bocor seperti ini?
Hening mengusai atmosfer diantara mereka berdua. Mahes merasakan dahan yang ia taiki berguncang pertanda bahwa ia tak lagi sendiri di atas dahan ini. Yap, Pierre menghampiri Mahes dan duduk berdampingan dengannya di atas pohon mangga ini.
"Kenapa kamu ikut naik? Pulang sanaaa!" usir Mahes seakan dahan ini adalah rumahnya.
"Perempuan siapa, hm? Apakah kamu cemburu?" goda Pierre dan tak menjawab usiran Mahes.
"S-siapa bilang?" mulut Mahes mengatakan hal itu tetapi sikap yang ia lakukan justru berbanding terbalik dengan ekspresi yang marah.
Pierre tersenyum lega. "Aku senang."
"Senang kenapa?"
"Pepatah berkata, cemburu tanda cinta. Itu artinya, kau mencintaiku kan?"
Mahes menatap mata Pierre lekat, ia masih marah karena ditipu, digoda tentang perempuan asing itu, dan sekarang Pierre ingin menggombal padanya? Huh, tidak bisa!
"Pepatah palsu itu! Pepatah kok hoax?! Kayak janji-janji manis politikus!"
Tawa Pierre pecah mendengar ucapan kesal Mahes yang tak sepenuhnya ia mengerti.
"Aku tak pernah menemui perempuan yang dapat memanjat pohon sebelumnya," kata Pierre, ia semakin dibuat penasaran dengan gadis di sebelahnya ini.
"Tidak setelah kau bertemu aku, aku sangat handal memanjat, pohon mana yang tak dapat kupanjat hah? Rata semua sama aku!" balas Mahes sombong, ia jujur untuk kali ini, ia memang memiliki bakat memanjat yang sangat baik, ya ... memang mirip bukan dengan saudaranya di hutan sana?
Tawa Pierre pecah untuk sekian kalinya
"Kau unik sekali, berbeda dari gadis-gadis yang pernah ku temui sebelumnya. Kau itu anggun sekaligus liar dan bebas, tapi aku suka." Pierre menatap mata mahes sendu, tak ada kebohongan dari matanya.
"Cewek itu siapahh woii? Kepo tapi malu aku mau nanyanya," teriak Mahes dalam hati.
Pierre menunduk, menyembunyikan wajahnya. "Maafkan aku kalau telah menyakiti hatimu Rukmini."
"Aku? Aku baik-baik saja kok."
"Kau tak perlu berbohong, wajah dan perasaanmu sendiri yang mengatakannya padaku. Wanita itu hanyalah sekedar teman bagiku, tidak lebih."
"Memangnya hubungan kita ini apa?" entah keberanian dari mana Mahes dapat bertanya hal ini. "Aku ini siapa?" belum sempat Pierre menjawab, Mahes sudah menyelanya dengan pertanyaan lagi.
"Kita memang hanya teman," jawab Pierre tegas.
Mahes mematung, benar firasatnya bukan? Pierre bahkan tidak menyukainya, mereka hanya teman, tidak lebih. Bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan. Gadis ini mencoba tersenyum kaku.
"Kau bertanya kau siapa? Aku juga bertanya hal yang sama padamu, kau itu siapa? Dengan beraninya wajahmu selalu terbayang di benakku, dengan beraninya senyum manismu membuatku susah beristirahat setiap malam, dengan beraninya membuat seorang Pierre Tendean jatuh dalam perangkapmu. Siapa kau sebenarnya Rukmini Chaimin?"
Mahes kehabisan kata-kata, ia hanya terdiam mendengar ungkapan manis Pierre yang membuat hatinya tak berhenti berdegup kencang.
"Dan kau harus bertanggung jawab atas semua yang telah kau perbuat, kita harus lebih dekat dari sekedar hubungan pertemanan, jadi milikku mungkin?"
Berlanjut..
.oo0oo.
Acie gantung wkwk.. Apdet lageh ni.... Btw, aku dah selese USBN, ugh.. Thx udh baca, tinggalkan jejak vote comment yeeeee.. (minggu depan UNBK, mohon doanya)
Salam thayank dari Jupiter😘👽
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro