⚘𝐨𝐧𝐞
"Sakusa..."
"..."
"Apa kau punya mimpi?"
"... Ada."
"Mau jadi apa?"
"Menurutmu?"
"Hm... Karena Kau gila kebersihan, kau pasti ingin menjadi petugas kebersihan kan?!"
"Terserah kau."
"hahaha... maaf, cuma bercanda kok."
"..."
"Menurutku, Kau pasti akan jadi pemain voli yang hebat kok. Pasti."
˚❀ ⋆。˚❃
Bola melambung tinggi melewati lapangan, pemain dengan nomor punggung 21 mengejar dengan cepat, sesaat sebelum bola menyentuh lantai, dengan cekatan melakukan diving. Bola terselamatkan. Ditengah lapang setter bersiap di posisi. Tatapan yang begitu fokus tak ingin kehilangan momentum barang seditik pun.
"Bokkun!"
Surai dwi warna abu-hitam jadi perhatian. Senyum lebar tak lekang walau di saat genting. Melompat sekuat tenaga, operan dari setter di terima dengan baik. Naas, blok lawan tidak kalah hebat. Senyum langsung lenyap, menggerutu keras namun tetap siaga pada permainan.
Sang kapten berhasil mempertahankan rely. Bola kembali melambung diwilayah rubah. Operan yang tidak nyaman untuk di pukul. Namun ragu bukan pilihan. Surai legamnya berkibar meliuk bersama atmosfer tegang. Tenang tapi penuh tenaga, ia memukul bola kearah titik yang tidak terjaga.
Bam..
Prit...
"Pertandinga di menangkan oleh Black Jackal!"
"Sungguh pukulan yang luar biasa, padahal jelas sekali operan bolanya tidak nyaman."
"Ah benar, kalau aku tidak yakin bisa melakukannya dengan baik. Tapi kalau untuk Sakusa memang tidak ada yang mustahil."
"Hahaha... benar sekali, Sakusa memang dikenal sebagai pemain yang sangat berbakat. Bahkan sejak masih SMA pun dia sudah sering jadi pembicaraan."
Tak sedikit pun Sakusa Kiyoomi merasa salah tingkah, atau malu mendengar kedua komentator membicarakan dirinya. Mengabaikan teman-teman yang sedang berselebrasi, ia masih bertahan di posisinya sembari menatap lamat papan skor.
Tangan kanan terkepal erat, menjadi pusat atensi baru sepasang jendela dunia. Seorang atlet pro yang hebat. Itulah dirinya. Ah bukan, tepatnya seorang pemimpi yang berhasil menggapai impiannya.
˚❀ ⋆。˚❃
"Kanpai!"
Tak
Gelas bir saling beradu. Bar yang begitu bising walau hanya diisi oleh para punggawa MSBY. Merayakan kemenangan usai melawan musuh sudah jadi tradisi. Pelatih tidak melarang asal tidak berlebihan. Lagipula ini bisa menjadi motivasi tambahan untuk mereka.
"Hey minum lagi, dasar pencuri spotlight," Inunaki Shion menunangkan bir kedalam gelas yang tengah hilang setengahnya.
"Padahal yang menyelamatkan bola itu aku huwa..."
"Kapten, Hinata sudah mabuk!"
"Amankan dia!"
"Hik... kalau saja tadi blocker-nya sedang sakit perut, pasti dia tidak akan bisa menahan pukulan menyilangku. Dan aku yang akan menjadi bintang utama hahaha..."
"Bokuto, cukup minumnya, kau sudah mabuk." Meian Shugo mengambil alih gelas dari tangan Bokuto. Tentunya tak semudah itu. Bayi burung hantu merengek dan memberontak tak terima.
"Mungkin ini memang harinya Sakusa." Tomas Adriah menambah tawa diakhir kalimat.
"Sakusa ayok minum lagi!" paksa Shion.
"Omiomi, bintang utamanya aku kan?!"
Kacau, harusnya Kiyomi segera angkat kaki bersama pelatih yang undur diri lebih awal. Tanpa pengawasan beliau tentunya keadaan akan berubah jadi bobrok begini. Dibalik masker ia berdecak kesal. Bukannya tidak kuat minum, ia memang sudah memutuskan untuk tidak banyak minum malam ini. Lantaran esok masih ada latihan di pagi hari.
Beberapa kali ia berusaha mengangkat pantat namun Shion yang setengah mabuk selalu berhasil menahan dirinya. Ini hebat, mengingat perbedaan tubuh mereka yang luar biasa.
"Oh ya, Kemana perginya Miya? Dari tadi aku tidak melihatnya?" tanya Barnes Oriver.
Masih disibukan dengan dua bayi Black Jackals, namun sang kapten masih sempat untuk menjawab. "Dia pergi lebih awal, katanya ada jadwal shooting."
"Shooting?"
"Ya, shooting untuk iklan deodoran katanya."
Barnes mengangguk paham. Atsumu Miya memang kerap di sibukan dengan jadwal pemotretan atau shooting. Kendati begitu ia tidak mangkir dari tanggung jawab sebagai atlet. Segala tetek bengek tersebut hanyalah bonus, kehidupan utamanya adalah voli.
Bunyi dering ponsel membuat segelintir orang yang masih tersadar mengangkat sebelah alis. Siapa yang memasang nada dering yang begitu nora. Sang kapten menoleh pada ketiga anggotanya namun mereka menggeleng.
Merasa bertanggung jawab, Shugo mengangkat panggilan ponsel tersebut. Mungkin saja ponsel salah satu dari mereka yang tengah mabuk.
"Halo?"
"Ah Meian-san, syukurlah."
"Miya?"
"Iya, ini aku Miya Atsumu. Aku pikir ponselku hilang kemana. Tapi syukurlah tertinggal disitu."
"Oh jadi ini ponselmu."
"Maaf mengganggu, tapi bisa tolong antarkan ponsel ku kesini. Alamatnya akan ku kirim nanti."
"Baik nanti akan kusuruh orang untuk mengantarkannya."
"Terimakasih Meian-san. Maaf merepotkan. Kalau begitu, aku tutup dulu."
Sambungan di telepon berakhir. Dan Kiyomi langsung berdiri. Dengan senang hati ia akan mengajukan diri menjadi sukarelawan. Tujuan utamanya bukan membantu Atsumu. Tapi keluar dari bar yang sudah berubah jadi tempat terkutuk.
Sedikit pun Shugo tidak terkejut dengan inisiatif Kiyomi. Sebagai kapten ia sudah paham bagaimana watak tiap anggota. Jadi ia bisa melihat jelas udang yang Kiyomi sembunyikan dibalik batu.
"Tolong ya, Sakusa."
Kiyomi hanya mengangguk. Tapi kalau dipikir lagi agaknya akan lebih menyenangkan kalau ia langsung pulang ke asramah alih-alih menyerahkan ponsel pada pemiliknya.
˚❀ ⋆。˚❃
Lantai 15 gedung pencakar langit yang terletak di pusat Tokyo, disitulah ia berada dalam kebingungan mencari rekan. Ia sudah bertanya pada salah satu staf, namun mereka tenggelam dalam kesibukan. Haruskan ia menurunkan masker agar mereka tahu dengan siapa bercakap.
Namun Kiyomi bukan tipikal orang seperti itu. Ia memilih berada dipojokan mengamati gerak-gerik manusia barangkali diantara mereka ia bisa melihat surai kuning yang menyilaukan mata.
Setelah beberapa menit berdiri, iri senada macan kumbang menangkap mangsanya. Namun dewi fortuna tidak berpihak padanya. Atsumu langsung menuju set bersiap mematuhi arahan.
Piliha Kiyomi hanya dua menunggu shooting selesai atau pergi dari tempat ini kemudian menitipkan ponsel Atsumu pada salah satu staf disini.
"Take one, kamera rolling... action!"
Atsumu mulai berakting. Tampak begitu natural dan penuh percaya diri. Hampir sempurna kalau dia tidak tiba-tiba menjulurkan lidah. Sutradara langsung men-cut adegan tersebut. Entah apa dasarnya, tapi sulung Miya memang suka melakukan hal tersebut.
Adegan kembali berlangsung. Scene kali ini berhasil di perankan dengan baik oleh Atsumu. Seolah memiliki bakat terpendam sebagai aktor, Atsumu tidak kesulitan untuk berakting.
Dibalik masker, Kiyomi menahan diri untuk menguap. Rupanya ia memang harus memilih opsi kedua. Setidaknya ia harus mencari orang yang lumayan terpecara terlebih dulu.
"Cut, cut!" teriak Sutrada. "Apa-apaan ekspresimu itu! Kau sudah membaca scripnya kan?!"
"Su-sudah."
"Disitu tertulis ekspresi terkagum, bukan ekspresi kebingungan!"
"Maaf, akan saya coba lagi."
Niatan untuk meninggalkan tempat ini sirna begitu saja. Model wanita yang menjadi lawan Atsumu mencuri perhatiannya. Kiyomi memilih kembali ke tempat semula, menyimpan kedua tangannya kedalam saku. Mengunci pandangan pada set –Ah ralat tapi pada jelita.
Sejak masuk kedalam scene kemunculannya, shooting berjalan alot. Berkali-kali retake. Kepala sutrada terlihat sudah mengepul. Dua model wanita yang lain berdecak, diam-diam menunjukan kekesalan.
Setiap kali sutrada berteriak cut dengan amarah, pusat atensi Kiyomi langsung membungkuk 90 derajat sambil berulang kali mengucapkan maaf pada seluruh kru.
Sebagai orang awam, Kiyomi sendiri tidak terlalu paham. Tapi apa sefatal itu sampai ia harus selalu dibentak.
"Baik, kita istirahat 15 menit dulu!"
Saat yang lain mulai meninggalkan set, wanita itu masih membungkuk dan meminta maaf. Ketika hanya segelintir orang yang tersisa di sekitar set, ia berhenti membungkuk. Saat itulah manik [eye color] bertemu kelamnya malam disudut ruang.
Puan bertemu kejut di tempat dan waktu yang tidak terduga. Entah takdir yang begitu jahil atau memang tidak menyukainya. Berbanding terbalik, jejaka setenang malam. Walau ada gejolak aneh meronta dalam sanubari.
Kontak mata terus berjalan dalam waktu lama dalam riuh kesibukan kru hingga akhirnya model wanita yang lebih dulu memutuskan dengan berlari kearah ruang rias.
Sementara Kiyomi masih berdiri. Sibuk dengan kilas balik film yang diputar dalam benaknya.
"Apa kau punya mimpi?"
𝐓𝐨 𝐛𝐞 𝐜𝐨𝐧𝐭𝐢𝐧𝐮𝐞
03 02 2022
𝒟𝒶𝓃𝒹𝑒𝓊𝓁𝒻
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro