Chร o cรกc bแบกn! Vรฌ nhiแปu lรฝ do tแปซ nay Truyen2U chรญnh thแปฉc ฤ‘แป•i tรชn lร  Truyen247.Pro. Mong cรกc bแบกn tiแบฟp tแปฅc แปงng hแป™ truy cแบญp tรชn miแปn mแป›i nร y nhรฉ! Mรฃi yรชu... โ™ฅ

12

"EDMUND!"

Peter memanggilku saat aku sudah tiba di ruangan kami.

"Kenapa kau lama sekali?" tanya Peter.

"Bukunya susah sekali dicari. Nih, sudah dapat," jawabku, memberikan buku nya. Peter menerima bukunya.

Aku duduk di sofa.

Heather itu...

Dia aneh.

Dia selalu memperhatikan ku. Kenapa sih? Apa ada yang salah denganku?

Pipinya selalu merah. Dia suka sama Aidan?

Peter selalu membicarakan tentang wilayah-wilayah di Narnia. Aku jadi sibuk dan tak bisa bersama [Name] lagi.

Saat aku tadi sedang mencari buku di perpustakaan, Heather terjatuh karena aku menabraknya. Lututnya berdarah.

Terpaksa, aku mengobatinya. Dan tiba-tiba saja, Lucy, Aidan, dan [Name] datang.

Perasaanku tidak enak.

[Name] tampak diam dari kemarin-kemarin. Apa dia marah karena aku tadi menolak ajakannya?

Aidan bertanya kepada Heather. Aku berharap Aidan saja yang mengobati Heather.

Heather itu cantik, ya. Visual.

Menurut orang lain.

Jika orang lain lebih menyukai Heather, aku berbeda.

Menurutku Heather biasa saja.

Aku lebih menyukai [Name]

Ya, [Name]

Aku tidak ingin sibuk-sama sekali. Aku ingin sekali mengatakan pada [Name] kalau...

Tunggu.

Aku tak tahu [Name] suka padaku atau tidak.

Aku berbaring gelisah.

Ini pertama kalinya aku menyukai seseorang.

"Hei, kau kenapa? Ayo, kita berdiskusi lagi. Wilayah ini..."

"Berhenti, Peter. Aku tidak ingin berdiskusi terus menerus," kataku jujur.

"Ini masalah kita. Banyak pulau-pulau di Narnia yang tidak kita ketahui," ujar Peter. "Kenapa sih? Kau ingin menghabiskan waktu dengan gadis baru itu, Heather?"

Aku duduk dan langsung menjawab dengan cepat. "Omong kosong. Aku tidak suka padanya!"

"Jadi?"

"Tidak apa-apa. Ini urusanku."

"Dan, ini juga urusanmu, kan? Nah, sekarang, ayo kita diskusi lagi."

"Sebentar. Aku keluar dulu," aku berjalan keluar. Aku pergi ke kamar [Name]. Tetapi...

"Edmund!" seseorang memanggilku. Aidan.

"Kau mau kemana? Kamar [Name]?" tanya Aidan.

"Emm-ya," jawabku, mengangguk. Aidan berjalan mendekatiku.

"Mending tidak usah. Kau bisa dibunuh olehnya," kata Aidan. Aku mengernyit bingung.

"Dibunuh?" tanyaku.

"Ya. Aku tadi ingin ke kamarnya, bertanya kenapa dia tiba-tiba meninggalkan kami di perpustakaan," ujar Aidan. "Pintu kamarnya terkunci. Aku mengetuk pintu nya dan dia berteriak, 'Jangan masuk!!!'. Dan tiba-tiba saja dia melempar sebuah benda besar ke pintu. Aku terkejut dan pergi."

Aku ternganga. Sebegitu ngeri kah [Name]?

"Omong-omong, kau mau ngapain ke kamar [Name]?" tanya Aidan. Aku mengernyitkan dahi.

"Ya, tidak apa-apa," jawabku, berjalan ke kamar [Name].

Aku mengetuk pintu kamarnya dengan pelan.

"[Name]?" panggilku.

"JANGAN MASUK! AKU INGIN SENDIRI!"

Aku mundur, kaget. Aku berbicara lagi.

"Kau kenapa?" tanyaku.

"SIAPA DISANA?!" teriak nya.

"Ed si Dingin," jawabku. Diam sebentar. Terdengar suara langkah kaki mendekati pintu.

"Ngapain?" tanya nya. Aku tersenyum.

"Kenapa kau... marah-marah?" tanyaku.

"Bukan urusanmu," jawabnya.

"Kau marah karena... aku menolak ajakanmu?" tanyaku.

"Tidak. Kau sibuk, kan," jawabnya. "Saking sibuknya sampai pergi ke perpustakaan dengan Heather."

Sial. Andai saja Peter tak menyuruhku mencari buku di perpustakaan, aku tak perlu mengobati Heather.

"Emm-sebenarnya aku tadi di..."

"Edmund?" Millie menghampiriku. Aku menoleh dan kaget.

"Eh, hai, Millie," sapaku.

"Kau ngapain?" tanya Millie. Aku menunjuk pintu.

"Oh, dia sedang marah-marah. Nanti kau terluka di buatnya," kata Millie. Kudengar suara pintu yang dipukul keras.

"Ya, seperti itu." Millie mengangkat kedua alisnya.

"Aku ingin..."

"Peter mencarimu, omong-omong," kata Millie. Aku menggerutu kesal.

"Hhh, biarkan saja," gumamku.

"Atau tidak, dia akan menyuruhmu ke perpustakaan setiap hari."

"Sial," gumamku. "Baiklah. Sampai jumpa."

"Bye," balas Millie. Aku pergi ke ruangan raja dan ratu sambil menggerutu dengan kesal.

Tolong, kapan waktu ku untuk [Name]?

[Name] akan salah sangka padaku.

Aku menendang-nendang tembok saking kesalnya.

"Edmund!" seseorang memanggilku. Aku menoleh pelan.

"Ya?"

Ternyata Heather. Dia membawa sepiring kue.

"Ini, untukmu. Balasan karena kau tadi mengobati lututku," ujar nya, mengulurkan piring itu. Aku melihatnya dan menerima kue itu.

Heather tersenyum. Aku menatapnya seraya berpikir sesuatu.

"Heather, apa kau dekat dengan [Name]?" tanyaku. Heather menatapku dengan sedikit melongo.

"Emm, tak begitu dekat. Kenapa?" tanya Heather.

"Tidak apa-apa," jawabku. "Terima kasih kuenya."

"Sama-sama," balas Heather, tersenyum. Aku berjalan pergi.

Bagaimana caranya aku menjelaskan semuanya pada [Name]?

Apa aku harus bilang kepada Aidan?

Tak lucu. Dia akan tahu rahasiaku.

Louis?

Oh, jangan.

Millie?

Bagus, tapi dia juga akan tahu.

Semuanya akan tahu kalau aku menyukai [Name].

Semuanya.

Aku tak tahan mendengar perkataan mereka.

"Edmund suka Heather."

Omong kosong sekali. Aku tak suka pada Heather.

Aku suka [Name].

Aku jadi teringat bagaimana dinginnya aku dulu pada [Name].

Hei, mengapa aku dulu begitu.

ยฐ ยฐ ยฐ

"Hei!" Lucy menepuk bahuku, saat aku duduk di sofa ruangan. "Kau ngapain?"

Aku tidak menjawab dan terus melamun.

"Halo?" Lucy mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajahku.

"Apa, Lucy?" tanyaku dengan suara malas.

"Kau kenapa, sih? Tumben," kata Lucy. "Ceritakan saja. Ada apa?"

"Tidak apa-apa," jawabku.

"Kau sedih? Gelisah? Khawatir?" tanya dia lagi.

"Tiga-tiganya mungkin," jawabku.

"Gelisah sama siapa?" tanya Lucy, mengambil kue dari Heather.

"Manusia," jawabku.

"Siapa? Heather?"

"STOP! I don't like her!!!" seruku. Lucy terkejut dan melongo.

"Oke, baiklah. Tenang," kata Lucy. Aku kembali diam. "Jadi kau gelisah sama siapa?"

"Tidak ada," jawabku bohong. "Hei, Lucy. Kau... tahu sesuatu tentang [Name]?"

"Ya."

"Apa?"

"Dia sepupu Aidan."

Aku mendengus. "Kalau itu aku juga tahu. Yang lain? Perilaku nya akhir-akhir ini?"

"Owh, dia sedikit berubah. Bukan, maksudku, dia berubah. Dia lebih pendiam dan sering marah," jawab Lucy. "Tadi, sebelum kami ke perpustakaan, aku dan Aidan menemukannya di balkon. Dia sendirian."

Andai Peter tak menyuruhku ke perpustakaan, aku pasti sudah bersama [Name].

"Dia berubah?" tanyaku.

"Ya, berubah. Lihat saja tadi, dia berlari ke kamar dan marah. Kulihat matanya berkaca-kaca," ujar Lucy.

"Kenapa dia seperti itu?" tanyaku.

"Tak perlu tanyakan padaku. Tanya saja pada dirimu sendiri, apakah kau ada masalah dengannya," kata Lucy. Aku menunduk.

'Aku sibuk.'

Aku bisa saja tidak mengikuti perintah Peter. Aku bisa saja tak mengobati Heather. Aku bisa saja tak merapikan poni Heather. Dan aku bisa saja sudah bercengkrama dengan [Name] seperti biasa.

Aku menyesal kenapa harus bilang seperti itu tadi.

"Hanya masalah kecil. Mungkin besar," kataku.

"Apa kau tak pernah berpikir kalau dia...," kata Lucy, melihat langit-langit. Aku menatapnya.

"Dia apa?"

"Tanda sayang yang bisa membuat kita marah."

"Tanda sayang? Maksudnya?"

"Kau tak mengerti? Seharusnya aku yang tak mengerti," kata Lucy. "Kau tahu... jealous?"

"Ya, tentu."

"Tak pernahkah kau berpikir [Name] cemburu?"

DEG!

Aku langsung kaget hebat.

[Name] cemburu? Tak mungkin. Dia tak menyukaiku.


Mungkin tak pernah sama sekali.

ยท
ยท
ยท

don't forget to vote n comment , thanks !

Bแบกn ฤ‘ang ฤ‘แปc truyแป‡n trรชn: Truyen247.Pro