03
SUDAH 2 hari kami di Narnia. Aku sangat betah di sini. Bermain di pantai, merasakan indahnya Cair Paravel, dan bermain dengan Lucy. Dia sangat seru dan humble.
Aku sedang duduk di tempat tidur, sedangkan Millie sedang memandang pemandangan dari jendela.
"[Name], kau yakin akan disini terus?" tanya Millie. Aku menoleh dan mengangguk.
"Selama yang ku mau," jawabku.
"[Name], coba kau pikir. Bagaimana jika mereka menjebak kita? Bagaimana jika kita tak bisa pulang lagi ke rumah? Bagaimana jika Mum dan Dad sedang mencari kita?" kata Millie panjang lebar. Aku berdiri.
"Millie, tak mungkin mereka menjebak kita. Kita pasti akan pulang. Soal Bibi dan Paman, aku tak tahu bagaimana mereka," ucapku. Millie menolehkan kepalanya.
"Mum dan Dad pasti sedang mencari kita. Aku merasa bersalah," kata Millie menunduk.
"Menurutmu, akankah mereka percaya ada Narnia di dalam lemari?" tanyaku.
"Menurutku? Tidak."
ยฐ ยฐ ยฐ
Aku berusaha pergi dari Cair Paravel, bukannya pergi meninggalkan, hanya mau mencari pintu masuk kami ke dunia ini saja. Perkataan Millie benar, bagaimana jika kami tak bisa pulang?
"[Name], kamu mau kemana?" tanya Lucy saat aku berusaha keluar.
"Emm, tidak apa-apa. Aku hanya ingin pergi sebentar," jawabku ragu.
"Jangan, [Name]. Bagaimana jika kau tersesat?" kata Lucy, mengerutkan dahi.
"Eum, tidak. Aku tahu jalannya," kataku, bohong.
"Aku akan menemani mu," kata Lucy, berlari ke tempat Peter dan Susan.
"Lucy! Tidak usah!" seru ku. Tapi dia tak menghiraukanku.
Aku terdiam tak bergerak. Astaga, rencana ku gagal. Aku menunduk lemah.
"Kau mau kemana?" terdengar suara dingin. Aku mendongak. Edmund.
"Emm, aku ingin pergi sebentar," jawabku.
"Bohong," katanya. Aku terdiam. "Kau mau pulang kan?"
Aku secepat mungkin menjawab. "Tidak! A-aku hanya-"
"[Name]!" panggil seseorang. Susan. "Kau mau kemana?"
"S-saya hanya ingin pergi sebentar, Ratu Susan," jawabku.
"Panggil Susan saja. Pergi kemana?" tanya Susan lagi.
"Emm, mencari pintu masuk kami waktu itu," jawabku.
"Kau mau pulang?" tanya Lucy.
"Tidak! Aku hanya.... takut kami tak bisa pulang suatu hari," jawabku jujur.
"Berlama-lama saja disini. Para Centaur akan mengantar kalian pulang nanti suatu hari," kata Susan. Aku tersenyum.
"Terima kasih," ucapku.
"Kau betul-betul mau pergi sekarang? Lucy bilang, dia ingin mengikuti mu. Kau tak keberatan?" tanya Peter.
"Tidak apa-apa," jawabku. Lucy tersenyum.
"Baiklah. Edmund, kau temani Lucy dan [Name]," kata Peter. Aku terkejut. Edmund?
Entah kenapa, semenjak aku ke Narnia, Edmund selalu bersikap dingin padaku. Aku tak pernah melihatnya tersenyum. Beda dengan Lucy yang sangat hangat.
"[Name]!" panggil seseorang, berlari menghampiri ku. Aku menoleh. "Kau mau kemana?"
"Pergi sebentar," jawabku. Ternyata itu Louis.
"Aku ikut," katanya. Aku menghela napas.
"Hmm baiklah," kataku pasrah. Kami pergi keluar.
Louis menggenggam tanganku erat.
"Louis! Kalau kau tak melepaskan genggaman mu, aku bawa kau ke air terjun itu," kataku.
"Kau seharusnya berhati-hati. Ini negeri lain," katanya.
"Kenapa sih kalian? Kau dan Millie. Kenapa kalian menganggap dunia ini bahaya?" tanyaku.
"Karena ini dunia baru, [Name]," jawabnya. Aku mendengus, melepas genggaman tangan Louis, dan berjalan cepat.
"Hhh," keluhku.
Kami terus berjalan. Sampai akhirnya entah dimana.
"[Name]," panggil sebuah suara dingin yang kuyakini adalah suara Edmund. "Kau mau ke mana sih?"
"Mencari pintu masuk kami waktu itu," jawabku berusaha tak melihat nya.
Tiba-tiba, aku melihat ada sebuah tumpukan daun. Aku menyenggol siku Louis.
"Tumpukan daun!" pekikku. Louis mendelik.
"Ada banyak tumpukan daun di dunia ini, [Name]," ucapnya memutar bola matanya padaku.
Aku mendengus. "Siapa tahu!"
Aku berjalan ke tumpukan daun itu. Lalu aku melihat sebuah pintu.
"Louis!" panggilku. "Ini pintu masuk kita!"
Louis berjalan ke arahku. "Ya! Kita bisa pulang."
"Kalian mau pulang?" tanya Lucy sedih.
"Tidak! Aku hanya... mau menandakannya saja," jawabku. Aku mematahkan sebuah ranting lalu menancapkannya di tumpukan daun.
"Ayo!" ajakku pada Louis. Aku menarik tangannya kembali ke Cair Paravel.
"Kau tak jadi pulang, kan?" tanya Lucy memastikan. Aku menoleh dan mengangguk.
"Tentu," jawabku seraya tersenyum. Lucy berlari ke arahku dan memelukku. Rasanya, aku ingin memiliki seorang adik perempuan.
"Jangan pulang cepat-cepat, ya," katanya. Aku mengangguk.
"Jangan pulang," kata Edmund tiba-tiba. Aku menoleh. "Lucy akan menangis sepanjang hari jika kalian pulang."
Aku menatap nya dan mengangguk. Kalau melihat Edmund, aku selalu merasa seperti sedang melihat musuh ku di sekolah.
Edmund sangat dingin padaku, seolah aku pernah berbuat salah padanya. Tidak seperti Peter, abangnya yang ramah. Tapi gelar Edmund adalah Bijaksana. Dia sangat sayang pada adik satu-satunya, Lucy.
Susan, dia sangat baik dan lebih dewasa dari yang lain, bahkan daripada abangnya. Sementara Lucy, dia sangat baik padaku, menganggap ku seperti kakak sendiri.
Kalau umur, aku dan Aidan seumuran dengan Edmund. Tapi jujur saja, aku beda 5 bulan dengan Aidan, jadi aku yang lebih tua darinya. Kalau dia menggangguku, aku selalu bilang, "tidak sopan mengganggu kakak!"
Tapi dia selalu menjawab. "Kau hanya beda beberapa bulan dengan ku."
Tidak salah sih.
***
"[Name]!" panggil Millie menghampiri ku yang sudah kembali ke Cair Paravel. "Kau sudah dapat jalan pulangnya?" tanyanya.
"Sudah, tapi pintu itu tidak digunakan untuk sekarang," jawabku.
"Jadi, kenapa kau mencarinya?" tanya Millie mengernyitkan dahi.
"Agar suatu hari nanti kita bisa pulang," jawabku.
"Oh," gumam Millie. Dia kembali ke kamar. Aku mengikutinya ke kamar. Tetapi-
"[Name]," panggil Lucy seraya menarik tanganku. Aku menoleh.
"Ada apa, Lucy?" tanyaku.
"Ayo kita bermain di balkon," ajaknya. Balkon? Kedengarannya seru. Aku belum pernah ke balkon Cair Paravel.
"Baiklah. Ayo," kataku. Lucy tersenyum dan membawa ku ke balkon. Di balkon, kami melihat pemandangan pantai. Udara nya sejuk.
"Aku tak mengerti mengapa Narnia sangat indah," kataku menghela napas seraya tersenyum.
"Narnia memang sangat indah. Kau tahu, [Name], kami akan tinggal di sini sampai kami besar. Aku tak rela meninggalkan Narnia," ujar Lucy.
"Sebenarnya, kami dulu sama seperti kalian. Kami masuk ke Narnia lewat sebuah lemari. Sudah lama sih. Aku juga sudah lupa dimana pintu masuk kami," terang Lucy. Aku menoleh.
"Lalu, bagaimana kalian bisa terpilih menjadi Raja dan Ratu?" tanyaku.
"Dulu, Narnia dipimpin oleh seorang penyihir putih bernama Jadis. Dia mengutuk negeri ini sehingga Narnia dipenuhi oleh es. Ada sebuah ramalan tentang dua keturunan adam dan dua keturunan hawa yang akan menjadi raja dan ratu Narnia. Aku pertama kali ke sini saat sedang bermain petak umpet dengan Peter, Susan, dan Edmund. Aku menemukan lemari ini di sebuah ruangan," ujarnya.
"Terus?" tanyaku yang sudah mulai antusias.
"Aku bertemu dengan Mr Tumnus. Dia sangat baik. Dia melindungi ku agar aku tak ditangkap oleh Jadis. Setelah itu, aku pulang dengan bantuan Mr Tumnus. Ternyata, beberapa tahun atau hari di Narnia, sama dengan satu detik di dunia asli," kata Lucy. Dia melanjutkan lagi.
"Aku menunjukkan lemari itu pada mereka-Peter, Susan, dan Edmund. Tetapi mereka belum percaya. Malamnya, aku kembali ke Narnia lagi. Tetapi ternyata, Edmund membuntuti ku. Dia juga masuk ke Narnia. Aku senang sekali karena akhirnya ada yang percaya padaku. Tetapi saat kami pulang kembali, Edmund malah berbohong. Dia bilang, dia tidak ke Narnia dan tidak percaya padaku.
"Keesokan harinya, mereka sedang bermain. Aku tidak ikut bermain karena masih marah pada Edmund. Tiba-tiba, Edmund melempar bola ke kaca jendela sampai kaca itu pecah. Kami berlari, bersembunyi dari Profesor. Edmund mengajak kami untuk masuk ke lemari itu. Kami masuk, dan akhirnya Peter dan Susan percaya dengan ku. Suasana masih dingin. Kami memakai mantel yang ada di lemari dan pergi ke rumah Mr Tumnus. Tetapi, Mr Tumnus tidak ada di rumahnya. Rumahnya sangat berantakan. Aku khawatir dan mengajak mereka untuk menolong Mr Tumnus. Tetapi mereka tidak tahu dimana Mr Tumnus.
"Saat kami keluar dari rumah Mr Tumnus, kami bertemu dua ekor berang-berang yang bisa berbicara. Mereka memberiku titipan Mr Tumnus. Mereka memberitahu kami bahwa pemimpin Narnia yang sebenarnya adalah Aslan. Mereka akan membawa kami ke kediaman Aslan di dekat Meja Batu. Kami dibawa ke rumah si berang-berang dulu. Saat di rumah si berang-berang, Edmund kabur. Kami mengikutinya dan ternyata dia ke istana Jadis. Kami juga diburu oleh beberapa ekor serigala suruhan Jadis. Akhirnya kami bergegas ke kediaman Aslan."
"Kami-aku, Peter, dan Susan-masih diburu oleh serigala. Kami bertemu seorang kakek tua yang memberikan kami hadiah. Dia memberikanku sebuah botol penyembuh dan sebuah pisau. Dia juga memberikan Susan sebuah panah dan sebuah terompet. Dia memberikan Peter sebuah pedang. Kami berjalan terus ke kediaman Aslan. Saat kami ingin menyebrangi danau, kami bertemu dengan serigala lagi. Sebuah keajaiban, es di Narnia menghilang. Sungainya tidak beku lagi. Aku hampir tenggelam. Setelah itu, kami sampai ke kediaman Aslan.
"Ternyata Aslan adalah seekor singa yang bijaksana. Aslan memberitahu kami tentang ramalan itu. Aslan memberitahu kami bahwa Edmund dalam bahaya. Dia menyuruh beberapa centaurus untuk menolong Edmund. Akhirnya, Edmund berhasil selamat dari Jadis. Dia dinasihati oleh Aslan. Dia meminta maaf pada kami. Ternyata, Jadis tak terima Edmund dilepaskan. Dia datang dan membuat perjanjian dengan Aslan. Malam harinya, aku dan Susan mengikuti Aslan diam-diam. Ternyata, Aslan mengorbankan dirinya. Itulah perjanjian mereka.
"Aku dan Susan sangat sedih atas pengorbanan Aslan. Aslan dibunuh di Meja Batu. Setelah pasukan Jadis pergi, aku dan Susan memeluk Aslan di Meja Batu. Peter dan Edmund mengetahui hal ini dari roh pohon. Peter akhirnya memutuskan untuk memimpin pasukan Aslan. Terjadilah perang antara pasukan Aslan dan pasukan Jadis. Saat aku dan Susan meninggalkan Meja Batu, tiba-tiba, Meja Batu itu retak dan Aslan muncul. Kami sangat terkejut dan sangat senang. Ternyata, Aslan masih hidup. Aku sangat senang sekali. Kami dibawa Aslan ke Cair Paravel. Dia menyembuhkan Mr Tumnus yang telah dibekukan oleh Jadis. Dia juga menyembuhkan yang lain. Lalu, kami pergi ke tempat perang. Sudah banyak yang dibekukan Jadis. Saat kami sampai disana, Peter sedang bertarung dengan Jadis.
"Edmund terbaring kesakitan. Dia telah mematahkan pedang es Jadis. Dia ditusuk oleh Jadis. Akhirnya, Aslan yang mengalahkan Jadis. Aku meneteskan cairan penyembuh itu kepada Edmund. Dia pun sembuh kembali dan kami berpelukan. Lalu, kami diangkat menjadi raja dan ratu Narnia. Dan jadilah, kami tinggal di Cair Paravel," ujarnya seraya tersenyum memandang Cair Paravel.
"Edmund d-ditusuk?" tanyaku kaget.
"Iya, tapi aku menyembuhkannya dengan cairan penyembuhku," kata Lucy. Aku mengangguk. "Kenapa?"
"Tidak apa-apa," jawabku.
"Lucy," panggil seseorang. Kami menoleh. Edmund.
"Edmund?" tanya Lucy.
"Kenapa kau disini?" tanya Edmund.
"Tidak apa-apa. Aku hanya mengajak [Name] ke sini untuk melihat pemandangan Narnia," jawab Lucy. Edmund menatapku.
"Owh," katanya lalu pergi. Aku bingung. Kenapa sih dia? Apa aku berbuat salah?
"Edmund kenapa?" tanyaku pada Lucy. Lucy menoleh.
"Oh, dia... memang begitu. Dia baik kok aslinya," jawab Lucy dengan nada menghibur. Aku masih bingung.
"Kenapa dia... dingin sekali?" tanyaku.
"Dingin? Maksudmu, aku sombong?" kata Edmund yang kembali lagi. Ternyata dia mendengar pertanyaanku.
"Tidak! Maksudku, bukan sombong, tapi-"
"Cuek?" tanya Lucy. Aku mengangguk pelan. Edmund menatapku dengan tajam.
"Aneh," ucap Edmund, berjalan pergi. Aku menunduk.
"Maaf, [Name]. Edmund memang seperti itu. Kulihat dia selalu dingin padamu," kata Lucy seraya menggenggam tanganku. Aku tersenyum tipis.
"Iya, Lucy. Tidak apa-apa," ucapku. Lucy mengajakku ke dalam, bermain. Aku mengikuti ajakannya. Tetapi pikiranku selalu tertuju pada Edmund.
Mengapa dia tampak tak suka padaku?
ยฐ ยฐ ยฐ
Malam harinya,
Setelah makan malam, aku pergi ke kamar. Aku ingin tidur lebih cepat. Aku ingin mengusir pikiran ku tentang Edmund.
Sudah berkali-kali kupejamkan mataku agar tertidur, tetapi tak bisa. Aku melihat Millie. Dia sudah tertidur nyenyak. Aku bingung, kenapa aku tak bisa tidur. Akhirnya, aku mencoba untuk keluar dari kamar.
Aku berjalan pelan-pelan. Tiba-tiba,
BRUK!
Aku menabrak seseorang dan terjatuh.
"Aidan, ngapain kau disini?" tanyaku seraya mengelus kepalaku yang sakit terantuk kepalanya.
"Justru kau yang ngapain berkeliaran malam-malam disini," katanya. Dia berdiri.
"Aku tak bisa tidur," kataku seraya bangkit berdiri. "Kau mau kemana?"
"Ruang makan. Aku lapar," jawabnya. Aku mengernyit heran.
"Lapar? Tadi kan kau sudah makan banyak," ucapku.
"Belum, aku masih lapar. Tadi siang aku tak makan," ujarnya. "Kau mau kemana?"
"Tidak tahu. Hanya ingin berjalan-jalan saja," jawabku.
"Kau mau ikut aku?" tawarnya. Aku menggeleng cepat.
"Tidak," jawabku. Dia mengangguk seraya menyeringai, lalu pergi ke arah ruang makan. Aku pergi ke arah balkon, dengan pelan.
Di balkon, aku berdiri memandang pemandangan pantai. Aku menghela napas. Udara malam sangat dingin. Tiba-tiba,
"Kau ngapain?" tanya seseorang. Aku menoleh kaget, melihat sosok laki-laki dingin.
"Emm-aku tak bisa tidur," jawabku. Dia menatapku dengan curiga.
"Kenapa kau ke balkon?" tanya Edmund lagi.
"Tidak apa-apa," jawabku, memalingkan wajahku darinya.
"Kau tahu, kau aneh," katanya. Aku menoleh dan menatapnya.
"Kau mau saja mencari jalan keluar untuk pulang, padahal kau bisa diantar oleh centaurus nanti," katanya.
"Kau mau aku pulang?" tanyaku.
"Bukan gitu," katanya tajam. "Tapi, kalau kau mau pulang, pulang saja. Aku tak keberatan."
Dengan sikapnya yang begini, membuatku ingin pulang.
"Ya, aku ingin pulang jika kau bersikap dingin padaku seperti ini. Apa salahku?" tanyaku akhirnya. Dia diam, menatapku dengan tajam.
"Tolong jawab," kataku berusaha tenang.
"Karena..."
"Kau membenciku," kataku sinis. Dia mengernyit.
"Jangan sok tahu," katanya. "Walaupun perkataanmu memang benar," gumamnya.
"Aku membencimu," ucapku sengit.
"Kau membenciku? Aku juga akan membencimu," katanya, pergi meninggalkan ku. Aku mendengus dan berjalan cepat ke kamar. Aku sangat kesal hari ini.
Oke, aku membencinya.
ยท
ยท
ยท
hai, maaf slow update. thankyou buat yg udah baca. ini cuman cerita yaa, aslinya Edmund ga gituu. Ini sesuai alur yg aku pikirin ajaa.
byee xixi.
sekali lagi gw bilang, ini cuman fanfiction, okee??
Bแบกn ฤang ฤแปc truyแปn trรชn: Truyen247.Pro