24
β napa? cemburu? β
- chia.
β β β
Langit pagi yang sangat cerah menyambut hari Chia. Dia terbangun lebih cepat pagi ini. Dia sudah merapikan tempat tidurnya, mandi, dan memakai seragam beserta atribut yang lengkap. Chia membawa tas ranselnya ke bawah. Terlihat, belum ada siapapun di ruang makan. Biasanya ada Patricia yang lebih cepat bangun daripada Chia, tapi sekarang tidak.
"Woah, flipped," gumam Chia bangga. Dia merasa menang dari Patricia.
Chia pun menyiapkan sarapan. Ia memasak makaroni keju, makanan kesukaannya. Chia memasak dengan fokus. Ia tak mau diejek Patricia jika makanannya terasa tidak lezat. Untung saja sekarang masih 06.45, sementara Chia masuk sekolah pada pukul 08.00. Jadi, Chia masih memiliki banyak waktu.
Tak lama kemudian, mac n cheese ala Chia pun selesai. Dia pun menghidangkan semangkuk mac n cheese itu di atas meja, lalu mengambil piring sarapannya. Chia pun menyantap makaroni kejunya itu.
"FANTASTIC! Gila, ini enak banget." Chia kaget setelah menyuapkan sesendok makaroni itu ke mulutnya. Rasanya lezat. Chia pun bersorak bangga dan meloncat girang. Tepat saat itu juga, Patricia turun ke bawah. Dia pun melihat tingkah aneh Chia di ruang makan.
"Eh, lo udah bangun ter- Wait!" Indera penciuman Patricia mendeteksi aroma keju. Dia pun memandang meja makan dan mendapati semangkuk mac n cheese di atasnya. Mata Patricia langsung berbinar. Dia memandang makanan dan Chia dengan bergantian.
"Lo yang masak ini?!" tanya Patricia terkejut. Chia mengangguk dengan bangga, serasa menjadi seorang superhero yang baru menyelamatkan dunia.
"Wow, unbelievable," ucap Patricia. "Lo bisa masak juga, Chia! Mana ini makanan kesukaan gue juga."
Chia tersenyum lebar penuh kemenangan. Kedua anak perempuan itu pun menikmati sarapan mereka. Setelah sarapan, Chia mencuci piring, lalu menggerai rambutnya yang tadi diikat, dan menyemprotkan parfum. Dia pun memakai sepatu sekolahnya. Hari ini, dia berangkat dengan menaiki bis sekolah yang biasanya berhenti di halte komplek, yang tak jauh dari rumahnya.
"Gue berangkat yaa, dadah!" seru Chia kepada Patricia yang tengah berbaring di sofa sembari membaca majalah.
"Yaaa, dah!"
Chia pun keluar dari rumah dan pergi ke halte bus itu. Sesekali, Chia menyapa tetangga-tetangga yang ia kenal ataupun tidak.
"Hai, Mrs Carter!"
"Bunganya cantik, Madam Renzel."
"Pagi, Liv."
"Pagi, Sir!"
Chia mengenali cukup banyak tetangga. Itu karena Mum dan Dad sering membawanya ke acara komplek, seperti Car-Free Day, sarapan bersama, pesta ulang tahun, perayaan hari istimewa, acara tunjuk bakat, family gathering, dan lain-lain. Chia pun jadi mempunyai banyak teman di komplek ini karena acara-acara itu.
Chia bersiul sambil berjalan santai. Dia akhirnya pun tiba di halte.
"Hei, Will." Chia menyapa William yang sedang duduk menunggu di kursi halte.
"Hei, Chia," balas William. "Tumben lo naik bis."
Chia mengangkat bahunya. "Emang kenapa?"
"Ya gapapa," jawab William. "Patricia mana?"
Chia menolehkan kepala. "Patricia di rumah. Kenapa lo nanyain dia?" Chia bertanya sambil mengangkat alisnya dengan curiga.
"Ya gapapa. Tanya aja," jawab William, mengangkat bahunya.
"Ngikut-ngikut gaya gue," cibir Chia. William kembali mengangkat bahunya, mengikuti ekspresi Chia. Chia pun membuang mukanya dan memilih untuk tak menghiraukan William yang usil itu.
Semenit kemudian, bis sekolah tiba di halte. Chia dan William pun naik ke dalam bis. Hanya mereka berdua murid sekolah ini yang tinggal di komplek ini dan berangkat menaiki bis.
"Hei!! Tunggu!"
Oh, ya. Dan satu orang lagi.
"Ah, Mr Coronel. Selalu yang paling terakhir," ujar sang sopir yang sudah sangat mengenal para penumpang bisnya.
Mace yang hampir tertinggal, akhirnya dapat naik ke dalam bis. Napasnya tersengal-sengal. Dia pun menghembuskan napas lega.
Chia mencari tempat duduk yang masih kosong, tetapi tidak ada. Dan tiba-tiba,
"Hai, Chia."
Chia melirik orang yang duduk di kursi sebelahnya.
"Louis?" Chia memandang anak laki-laki tersebut dengan kaget. "Hai."
"Hei, bro," William menyapa Louis dengan semangat. "Kok lo naik bis?"
"Gak ada yang bisa nganter gue pagi ini, jadinya gue naik bis," jawab Louis. William pun mengangguk-angguk paham.
Chia dan William berdiri, karena tak kebagian tempat duduk. Louis sudah duduk berdua dengan seorang anak perempuan pendiam.
Tiba-tiba, bis mengerem dengan kencang. Semua orang tersentak ke depan, begitupun dengan Chia dan William yang hampir kehilangan keseimbangan. Tetapi, Louis menahan Chia dengan tangannya. Chia pun tak kehilangan keseimbangannya karena sentakan tadi.
"Ah! Hampir aja! Bisa-bisanya anaknya dibiarin main di jalan. Bahaya kali." Sang sopir mengomel.
"Sabar, Sir. Cobaan ini akan berlalu kok.." Mace tersenyum lebar.
"Mace." Sang sopir mendelik kepada Mace.
"Maaf, Sir." Mace langsung diam dan nyengir di kursinya.
Sementara itu, Chia yang baru saja berhasil dicegah oleh Louis, menatap anak laki-laki itu. "Thanks," ucap Chia sembari mengukir senyum hangat di wajahnya.
"You're welcome," jawab Louis. Dia bangkit dari duduknya. Chia memandangnya dengan heran.
"Duduk di sini," ucap Louis.
"Eh, gak usah, makasih. Itu kan tempat duduk lo," ujar Chia, nyengir dan menggeleng.
"Daripada lo capek berdiri gitu, mending duduk." Louis mengangkat kedua alisnya.
Chia menghela napas dan mengatakan, "Oke. Makasih banyak, Lou."
Louis mengangguk dan berdiri di sebelah William. Bis pun kembali melanjutkan perjalanan menuju sekolah.
β β β
Latihan drama sudah dimulai dari hari ini. Karena latihan ini, Chia dan Anna jadi melewatkan banyak pelajaran. Tapi itu bukanlah masalah, karena pihak klub drama sudah meminta izin kepada kepala sekolah.
Latihan dimulai dengan adegan Millie dan Louis. Sementara kedua anak tersebut latihan, Chia dan yang lainnya memerhatikan mereka sambil sesekali mengobrol.
"Louis keren banget ya. Walaupun anak baru, dia berhasil jadi karakter utama drama ini, dan bisa ngalahin Val," ujar Sierra. "Biasanya geng Val yang menguasai acara sekolah. Kayaknya tahun ini, mereka dapat saingan."
"Sumpah, gue rada kesel dah sama gengnya Val. Masa, si Troy, salah satu anggotanya, nyaris nabrak gue sama Pandora pas kami keluar gerbang. Mana abis itu, malah dia sama pacarnya yang nyolot-nyolot bilangin kami gak hati-hati. Padahal mereka yang naik kereta sambil selfie-selfie. Ngeselin." Dawn mendengus.
"Mereka memang terkenal karena gaya doang. Padahal aslinya nakal minta ampun," kata Isla.
"Tapi, menurut gue, Val masih mending sih. Dia masih ada bijaknya, baiknya," kata Alaska dengan lembut. "Gue pernah ditolong sama dia pas jatuh dari tangga."
"Ryan juga. Baik banget. Ramah lagi, seru," tambah Pandora.
"Sierraa!!! Dicariin Luke!"
Terdengar seruan Ezra dari wilayah anak laki-laki. Luke langsung membekap Ezra tepat setelah anak itu berseru. Semua anak perempuan menoleh. Pandora, Dawn, Chia, dan Anna langsung mencomblangi Sierra dan Luke.
"Cieeeeeee..."
"Apaan sih kalian?!" Sierra memberengut. Tapi mukanya sedikit merah.
Isla menyeringai. "CLBK ya Ra, hahaha."
"Lo lagi, La. Sama aja. Gak ada CLBK. Gue sama Luke dari dulu cuman temenan." Sierra menggerutu.
"Temenan atau apaan? Gue sering banget perasaan lihat Luke curi-curi pandang ke lo," kata Dawn, menutup mulutnya dengan salah satu tangannya.
"Bohong," kata Sierra, menggeleng-geleng setelah mendengar ucapan Dawn. Namun, tetap saja. Pipinya merah.
"Ih, malu-malu!" Anna tertawa memandang Sierra. Anak-anak perempuan yang lain pun ikut tertawa, terutama Chia.
"Chia," Tiba-tiba seseorang memanggil nama Chia. Chia langsung menoleh. Terlihat sosok Noah yang menghampirinya.
"Ikut gue bentar, Chi," ajak Noah. Chia menatapnya dengan bingung. Ia pun berkata kepada Anna sekejap sebelum beranjak pergi, "Gue pergi bentar ya, Na."
"Oh, oke Chi," Anna mengangguk. Chia pun beranjak mengikuti sosok Noah ke pojok ruangan. Chia melihat Sadie dan Louis di pojok itu juga.
"Hai, Chia," Sadie menyapa Chia.
"Hai, Sad," balas Chia. "Kenapa nih?"
"Gini, Chi. Ada yang mau kami sampaikan ke lo sama Louis," ujar Sadie. Chia pun mulai penasaran.
"Jadi, ada perubahan di drama ini," ujar Sadie. "Dan kenapa Noah cuman manggil kalian berdua? Karena scene yang diubah cuman scene kalian."
Chia maupun Louis menatap Sadie dengan serius.
"As you know, gue di awal buat Harry dan Allegra bakal kiss," ujar Sadie. "But, setelah gue pikirin, gue gak enakan sama kalian berdua."
Sadie tersenyum. "Jadi, setelah persetujuan Mrs Mal dan Mrs Queen.."
".. Gue ubah scene kalian."
Suasana lengang sejenak. Kemudian Louis menyengir dan bertanya, "Jadi apa, Sad?"
"Jadi kodok, prok prok prok."
"Noah!" Sadie mendelik pada Noah. Chia menahan tawa.
"Jadi gak kiss, Louis," jawab Sadie. "Scene nya tetep sama, cuman kiss nya yang hilang."
Chia mimpi apa tadi malam? Ia sangat lega sekarang, detik ini juga. Begitupun Louis yang tak kalah tenang. Raganya serasa bangkit kembali.
"Emm, Sadie. Boleh ceritain sama kami scene nya lebih lengkap?" tanya Chia.
"Boleh kok." Sadie pun menjelaskan rangkaian adegannya.
β β β
"Hah? Diubah?"
Chia mengangguk. Jules, Lauren, Shay, dan Jayden terperangah lebar. Mereka benar-benar terkejut setelah mendengar pernyataan Chia. Semuanya memandang Chia dengan serius.
"Iyaa. Jadinya kami nyaris kiss aja, tapi gak kiss. Ngerti..??" Chia sendiri bingung menjelaskannya bagaimana.
"Ngerti, ngerti," Shay menjawab seraya mengangguk-angguk.
"Baik banget Sadie," ucap Lauren. Chia mengangguk.
"Bentar, guys. Kayaknya ada yang mau gue kasih tau," ujar Jayden.
"Lo lupa lupa mulu deh, Den. Perasaan," kata Jules, menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Oh iya!!" Jayden tak menghiraukan ucapan Jules. Ia malah memandang Anna, "Tadi Kak Ryan nyariin lo, Na."
"Hah?" Anna tertegun. Pipinya mulai memerah. Semua sahabatnya itu tersenyum-senyum.
"Cie, Anna... Makin deket nih," kata Lauren, tertawa kecil.
"Apaan," Anna menggeleng.
"Eh, eh, bentar.." Shay tiba-tiba terdiam. Melihat ke pojok meja, dekat Chia. Semuanya pun menoleh ke arah yang ditatap Shay.
"Itu apa?" tanya Shay.
"Kecoa?"
"Enggak, Lau!" Shay menepuk dahinya.
Jules yang duduk tepat di hadapan Chia, mengambil benda yang terletak di pojok itu. Sebotol minuman cappucino dingin yang menggiurkan. Chia mengambil kertas yang terletak di bawah botol itu. Sudah basah dan bertuliskan..
- el.
Chia langsung tersenyum. Setelah sekian lama ia tak chatting dengan El, sekarang tiba-tiba, ada hadiah lagi dari sosok tak diketahui itu.
"Dari El," ucap Chia, menjawab pertanyaan teman-temannya.
"Lah??" Lauren terperangah kaget. "Kapan dia lewat...?"
Jayden bergidik. "Ih, kok serem ya."
"Iya kan. Udah gue bilang juga. El jangan-jangan hantu, Chi," ujar Jules, berpura-pura tak tahu.
"Enggak, Jules," Chia menggeleng. Ia menerima botol cappucino dingin itu dari Jules dan langsung menenggaknya dengan wajah berseri-seri. Sementara teman-temannya masih bertanya-tanya. Dan Jules hanya menahan senyumnya.
β β β
Sepulang sekolah.
Chia yang hari ini merasakan suasana hati yang sangat bahagia, memutuskan untuk pulang agak telat. Ia keluar dengan kelima temannya dan kemudian memisahkan diri. Apa yang ingin dikerjakannya? Tanpa ditanya pun teman-temannya sudah tahu. Apa lagi kalau bukan mengintip Val bermain sepak bola.
TAP! TAP! TAP! Sepasang kaki Chia melangkah menuju lapangan bola sekolah yang sangat luas itu. Dan benar ternyata. Terlihat sosok Val yang sedang bertanding dengan teman-teman gengnya. Chia langsung tersenyum berseri-seri. Ia sudah tahu jadwal Val bermain bola sepulang sekolah. Walaupun anak bernama Valerio itu berkali-kali mengubah jadwalnya, tetap saja si Chia itu mengetahui kapan ia akan bermain bola. Mungkin Chia intel.
Chia memperhatikan sosok Val yang terlihat serius. Baju sekolahnya sudah basah karena keringat. Rambut bergelombangnya juga tak kalah basah dan berantakan.
Masih dengan sebotol cappucino yang belum habis di tangannya, Chia berdiri di tepi lapangan. Ia memperhatikan gerak-gerik Val dengan terpesona. Sementara anak laki-laki yang diperhatikan itu, merasakan kehadiran Chia. Dia sudah tahu anak perempuan itu datang dari tadi. Raut wajahnya pun langsung berubah menjadi datar.
"Hei," Seorang anak laki-laki berdiri di samping Chia. Tanpa menoleh pun Chia sudah tahu ia siapa.
"Lo gak pulang?" tanya Louis.
"Ngapain pulang," celetuk Chia, menyeringai. "Kalau bisa lihatin crush dulu, ngapain pulang cepet?"
Louis mencibir. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Mata Louis pun tertuju pada sebotol cappucino yang dipegang Chia.
"Itu dari siapa?" tanya Louis, berpura-pura seperti biasa.
Sekarang, Chia menoleh. Ia pun melirik hal yang dimaksud Louis. "Oh ini," jawab Chia, "Dari bestie gue."
"Jules?"
"Bukaann," Chia menggeleng-geleng. Rambutnya yang dikucir kuda bergoyang-goyang.
"Jadi?"
"Dari El," jawab Chia, tersenyum berseri-seri. "Lo mana tau."
"Taulah."
"Dari mana?"
"Dari sini," Louis menunjuk Chia. Chia mendengus. Louis tertawa kecil melihatnya.
"Lo suka cappucino?" tanya Louis, mulai mencari topik.
"Iya," jawab Chia. Dia menunjuk Val, "Suka dia juga."
"Dih," Louis memutar bola matanya.
"Napa? Cemburu?"
"Apaan!" Louis mengerutkan dahinya. Alisnya menyatu. Pipinya mulai memerah. Memang benar dia cemburu. Tapi mana mungkin dia tunjukkan??!?
Chia tertawa iseng. Dan tiba-tiba, dari dalam lapangan, seseorang dari tim lawan Val menendang bola dengan kurang kendali, sehingga membuat bola itu keluar dari lapangan dan tepat... mengarah ke arah Chia.
BUK!
Chia memejamkan matanya.
Tak ada apa-apa.
Dia tak merasakan apa-apa. Chia pun mendongak. Dia melihat sesuatu yang menutupi dirinya.
Dekapan Louis.
Chia terkejut. Jantungnya terasa ingin copot. Sosok itu.. memeluknya. Melindunginya dari serangan bola yang datang tiba-tiba.
Sementara itu, Louis, orang yang melindungi anak perempuan itu, merasakan punggungnya dihantam bola. Namun tak sakit sama sekali. Ia masih mendekap anak perempuan di sampingnya itu, tak membiarkan bola tadi terarah ke sosok itu.
"Maaf!!" Orang yang menendang bola itu, berlari menghampiri Louis dan Chia.
Chia keluar secara perlahan dari dekapan Louis. Bukannya memandang orang yang menendang bola tadi, Chia malah terlebih dahulu memandang Louis. "Lo gapapa?"
Louis mengangguk. "No problem. Gak sakit."
"Maaf!! Gue kehilangan kendali karena terlalu kebawa suasana," ujar orang yang menendang bola tadi.
Louis menatapnya, "Gapapa kak. Tapi lain kali hati-hati ya kak."
Orang tersebut menyengir dan mengangguk. "Makasih ya."
Chia melihat seseorang yang datang menghampiri mereka. Val.
"Maaf," ucap Val pada Louis dengan dingin.
"Nevermind, kak." Louis tersenyum kecil.
Val menatap Chia. "Untung gak kena lo."
Chia diam. Ia tak bisa berkomentar. Mendengar suara Val saja, lututnya langsung lemas, seperti ingin terjatuh.
Ryan datang menghampiri mereka. "Louis, Chia. Mending kalian pergi dari lapangan aja. Takutnya nanti kena lagi," saran Ryan.
"Iya kak. Makasih ya," ucap Louis. Ia membalikkan badan dan pergi meninggalkan kawasan lapangan. Chia, dengan kaku, mengikuti gerakan Louis.
GREP!
Louis terkejut. Ia berhenti melangkah dan melihat tangannya yang digenggam tiba-tiba oleh anak perempuan di belakangnya, Chia.
"Bentar, Louis," Chia memejamkan matanya. Louis memandangnya dengan bingung.
"Kenapa lo?"
Chia menatap Louis. "Kaki gue lemes."
"Lah?" Louis semakin bingung. "Kok bisa?"
Chia tersenyum-senyum sembari meringis. Pipinya memerah total. Kakinya semakin terasa lemas. Jantungnya berdebar kencang.
"Karena Val ngomong.."
"Hadeh."
Β·
Β·
Β·
ONEE YEARR AGOO???!?! astaga, malunya diri ini sdh lama tak upload akibat ide mentok ππ minta maaf di atas materai πππ»
sprti biasa, ak sbnrnya takut kena serang kalian, tp.. ysdh. don't forget to vote and comment :) kalau ada kesalahan, tolong dikoreksi di komen ya cinta β€
see u. doain aja semoga update nya ga setahun kemudian lagi ππ»
BαΊ‘n Δang Δα»c truyα»n trΓͺn: Truyen247.Pro