ChΓ o cΓ‘c bαΊ‘n! VΓ¬ nhiều lΓ½ do tα»« nay Truyen2U chΓ­nh thα»©c Δ‘α»•i tΓͺn lΓ  Truyen247.Pro. Mong cΓ‘c bαΊ‘n tiαΊΏp tα»₯c ủng hα»™ truy cαΊ­p tΓͺn miền mα»›i nΓ y nhΓ©! MΓ£i yΓͺu... β™₯

23

❝ gue udah coba buat jaga jarak sama lo, tapi kayaknya gak akan bisa. ❞
- louis

━ ━ ━

Chia memilih untuk menjauh dari kerumunan itu. Beberapa orang mengucapkan selamat untuknya. Chia hanya tersenyum dan berterimakasih pada mereka. Chia bingung dengan perasaannya sekarang. Di satu sisi, Chia senang karena berhasil terpilih. Tapi, di sisi lain, Chia merasa gelisah karena akan melakukan adegan yang tak dia inginkan.

"Kenapa harus Louis?" batin Chia, menunduk. "Louis kan temen gue. Kalau kami-"

DUK!

"Eh, maaf!" Chia dengan tak sengaja, menyenggol seseorang. Chia mendongak kaget. Orang yang ia senggol, Val, menatapnya dengan dingin.

"Lihat-lihat kalau jalan," kata Val dingin. "Jangan melamun."

"Eng.. iya, maaf Val.." Chia mengangguk, menunduk. Chia kembali berjalan, tetapi Val memegang lengannya. Chia berhenti dan menoleh.

"Lo terpilih ya? Selamat," ucap Val.

Chia terkejut tak percaya. Val tersenyum tipis padanya. Pipi Chia bersemu merah.

"Makasih, Val," balas Chia, masih tak menyangka. Val mengangguk dingin dan melangkah pergi. Chia terus memandangnya dan memikirkan, jika Val mendapat peran Harry, apakah dia akan-

"Ah, astaga. Lupain itu." Chia memejamkan matanya, dengan tersipu malu. Sementara itu...

"Louis.. lo terpilih.." William benar-benar terkejut. Dia tak percaya dengan apa yang ia lihat. Dia lulus, begitupun Louis, sahabatnya. Dan yang paling membuatnya kaget adalah, Chia juga terpilih.

"I know, Will," ujar Louis pelan. "Gue gak mau dapat peran ini-"

"Eh, kok gitu? Lo udah berhasil lho. Masa' lo mau narik peran ini?" kata William.

Louis menghela napas. "Gue- ah, gue gak mau ngelakuin adegan yang lo bilang itu.."

William menatap sahabatnya yang terlihat cemas itu. William pun tersenyum kecil dan merangkul bahu Louis. "Gue ngerti maksud lo. Tapiii.. coba lo bayangin, kalau Val yang dapat karakter itu gimana?"

DEG

Louis terdiam. Dia mendelik kepada William.

"Lo bakal cemburu kan? Terus patah hati. Apalagi, Chia suka sama Val, dan Val udah mulai notice dia." William tertawa kecil, melihat ekspresi sahabatnya itu.

"Iya sih.. tapi kan-" Louis mendengus, "gak secepat ini juga. Gue harus nyelesain penyamaran ini secepatnya. Dan, mungkin gue harus jaga jarak sama Chia dulu.."

"Loh? Kok gitu?" tanya William, terkejut mendengar perkataan Louis.

"Ya biar Chia tau kalau gue suka sama dia. Biar gue lega, udah confess sama dia," ujar Louis, tersenyum tipis.

━ ━ ━

"Aduh, gimana sih??"

Chia berbaring di tempat tidurnya dengan resah. Dia tak bisa berhenti memikirkan Louis. Bahkan, saat turun dari taksi, Chia tak sadar kalau dia belum membayar, dan malah melanggeng masuk ke dalam rumah. Si sopir taksi sampai memanggilnya lima kali, barulah Chia sadar.

Bukan itu saja. Saat memasak telur untuk Patricia, Chia sibuk melamun, sampai tak sadar kalau telur itu sudah gosong. Alhasil, Patricia turun tangan. Dia memasak telur yang baru, dan menunda mengerjakan tugasnya.

"Kenapa harus Louis?! AAAAAA." Chia menutup seluruh wajahnya dengan bantal. Pipinya memerah. Dia kesal pada Noah karena baru memberitahunya. Dan yang membuat Chia semakin kesal adalah..

Unknown Number

haloo

ini siapa ya?

noah schnapp

hah?

gak kenal?
serius?
wah parah

kenal kokk

oohh udah pasti si wkwk
gue kan famous

dih pede
eh noah

apa?

kenapa lo baru kasih tau gue tadi siii

kasih tau apaann?

ITU LOHH
adegan "itu"

OOHHH
ya biar surprise

mkst
KNP LO GA NGASI TAU DARI AWAL
gue kan ga mau ngelakuin adegan ituu

masa

SERIUS

bukannya lo suka sama si louis ya

HAH
SEJAK KAPAN

kalian kan dekett
gue pernah liat kalian di cafe, lagi duduk berdua, dan louis ngobatin kaki lo
terus gue pernah liat kalian jalan berdua pas hujan

GA GITU JUGA NOAH
gue gak suka sama diaa
kami temenan doangg

ga percaya guee HAHAHAHA

awas lo
sumpah
AAAAA KESEL GUE

hehe
maaf ya kakak πŸ˜‡πŸ™πŸ»

"Ck! Apaan, masa' gue suka sama Louis. Ngaco banget dah ni orang," gumam Chia, merengut kesal. Chia tidak menyukai Louis sama sekali. Dia hanya menganggap Louis sebagai teman barunya.

"Chiaaa!" Terdengar teriakan Patricia dari bawah.

"Iyaa?"

"Jalan-jalan yuk."

"Hah?" Chia bangkit dari kasurnya. "Jalan-jalan ke mana?"

"Apa? Lo bilang apa sih? Bentar dah. Gue ke atas dulu."

Chia menunggu Patricia datang ke kamarnya.

CKLEK!

Patricia pun masuk, tak lama kemudian. Dia berdiri di depan Chia. "Ayo, kita jalan-jalan."

"Iyaa, tau. Mau jalan-jalan kemana?" tanya Chia.

"Taman kota. Diajak si William," jawab Patricia.

Chia pun terbelalak. "William?? William temen gue?"

"Iyaa." Patricia mengangguk.

Chia menatap Patricia dengan kaget. "Kalian chattan? Sejak kapan? Kok.."

"Ih, apaan sih." Patricia menggeleng-geleng. "Kami kan udah save nomor. Terus sempat chattan bentar, ngomongin hal random."

"Aduh." Chia menutup mulutnya dengan satu tangannya. Patricia pun mencubitnya pelan. "Gak usah gitu ya, Chiyot."

"EH, APAAN DAH NAMANYA." Chia menendang kaki Patricia dengan kesal. Dan terjadilah baku hantam di antara mereka. Seperti biasa.

━ ━ ━

Chia dan Patricia akhirnya tiba di taman kota, 40 menit kemudian. Mereka masuk ke dalam taman itu dan mencari-cari sosok William. Tetapi, batang hidung anak laki-laki itu dan tampak sama sekali.

"Dimana dia?" tanya Chia. "Dia yang ngajak, dia yang telat."

Patricia mengangkat bahu. "Coba gue telepon dulu."

Chia mengangguk. Patricia menelepon William. Cukup lama panggilan itu diangkat, dan akhirnya...

"Halo?"

"Halo, Will. Lo dimana? Ini kami udah sampai di tamannya," ujar Patricia.

"Ooh, oke. Ini gue di belakang lo."

Patricia membalikkan badannya. Terlihat lah William yang baru saja mematikan telepon, dan sahabatnya, Louis. Chia pun ikut membalikkan badan. Dia terkejut ketika melihat sosok Louis. Pikirannya langsung tertuju pada audisi drama.

"Astaga. Bikin kaget aja lo." Patricia menutup mulutnya. William tertawa kecil.

"Woah, beneran diajak si Chia nya." William memandang Chia dengan cengiran lebar. "Halo, Chichi. Ketemu lagi."

"Chichi??" Chia memberengut. "Sekali lagi lo manggil gue kayak gitu, gue gaplok lu, Will."

William tertawa puas setelah mendengar amarah Chia. Sementara, Louis hanya diam dan sekali sekali menyengir.

"Eh, ini kayak double date ya," celetuk William. Chia dan Patricia langsung mendelik kepadanya. Louis menyikut siku William.

"Will!"

"Bercanda, bercanda. Gak beneran date kok. Tenang aja," kata William, menyeringai lebar sambil tertawa. Dia gemar bercanda.

"Yaudah. Kita mau ngapain nih?" tanya Patricia.

"Gimana kalau jalan-jalan keliling aja? Terus kalau mau beli jajan, di bazaar itu aja. Tuh, rame banget." William menunjuk sebuah bazaar yang berada di sisi lain taman.

"Oke deh." Patricia mengangguk. Dia menatap Chia dan Louis dengan heran. "Kalian kenapa diem-diem mulu?"

"Entah nih." William ikut menatap mereka berdua. "Pada kenapa sih."

Chia menghela napas. "Ayo lah jalannya."

"Yok." Patricia mengangguk dan menyusul Chia yang sudah berjalan duluan. William dan Louis pun menyusul mereka.

Keempat remaja itu menikmati udara sore yang segar. Banyak pohon yang berjejer di taman ini, membuat udara di taman cukup segar. Chia, Patricia, dan William mengobrol. Mereka membicarakan tentang series kesukaan mereka, dan sebuah mall baru yang ramai dibicarakan oleh warga-warga kota. Sementara itu, Louis memandang sekeliling dengan diam. Tiba-tiba..

BRUK!

Louis terkejut saat seorang anak laki-laki kecil menabraknya. Dia pun membungkuk dan membantu anak laki-laki itu dengan wajah panik.

"Eh, adik?? Kamu gapapa??" Louis memandang anak tersebut dan mengulurkan tangannya. Anak laki-laki itu mendongak kepada Louis. Celananya kotor, ternodai tanah. Matanya berkaca-kaca. Es krim yang tadi ia pegang, sudah tumpah ke tanah.

Anak tersebut menerima uluran tangan Louis. Dia pun mulai menangis. Louis yang panik, karena kejadian yang tiba-tiba itu, menggendong anak tersebut dan mengelus kepalanya.

"Eh, adik jangan nangis ya.. nanti aku beliin es krim yang baru, mau gak? Maaf tadi aku gak nampak kamu," ujar Louis, berbicara kepada anak laki-laki yang sedang menangis terisak itu. Chia, yang sedang sibuk mengobrol dengan William dan Patricia sembari terus berjalan, berhenti dan membalikkan badannya setelah mendengar suara tangisan.

"Eh, Louis!" Chia berjalan kembali, menghampiri Louis. William dan Patricia berhenti mengobrol. Mereka menoleh, dan kemudian menyusul Chia.

"Halo, dek." William menyapa anak laki-laki yang digendong Louis. Dia memandang Louis. "Adek lo?"

Louis menghela napasnya dengan sabar, dan menggeleng. "Bukanlah. Tadi dia nabrak gue, terus jatuh."

"Kamu gapapa?" tanya Chia kepada anak laki-laki tersebut. Raut wajah Chia khawatir, apalagi karena anak laki-laki itu menangis.

"Es krimnya jatuh. Terus, kayaknya dia tersesat," kata Louis.

"Oalah." Chia memandang anak tersebut dengan penuh simpati. "Kita beli es krimnya lagi ya? Atau kamu mau-"

"Mamaaa..." Anak laki-laki itu menangis terisak sambil menyebutkan "mama". Chia, Louis, Patricia, dan William saling berpandangan.

"Mana mamaa.." Anak laki-laki itu tak berhenti menangis. Louis mengusap air matanya dengan raut wajah yang masih panik.

"Tuh kan," ucap Louis. "Dia tersesat."

Chia mengelus kepala anak tersebut. "Kita cari mama kamu ya?"

Anak laki-laki itu menatap Chia, dan mengangguk pelan.

"Ayo, kita cari mamanya. Sekalian, kita beli es krim penggantinya," ajak Chia. Louis mengangguk setuju.

"Oke. Pat, ayo kita beli es krimnya," ucap William, sambil menggenggam tangan Patricia dan menoleh kepadanya.

DEG

Patricia pun terkejut. Dia melirik tangan William yang menggenggam tangannya.

"Eh... oke." Patricia mengangguk. Dengan pelan, dia melepas genggaman William. Laki-laki itu selalu membuat kejutan.

"Oke. Kalian mau nitip? Oh iya gue lupa. Adek mau rasa apa?" tanya William kepada anak laki-laki tadi.

Anak laki-laki tersebut menjawab dengan gagap. "V-Vanilla.."

"Vanilla? Oke! Kalian? Chia? Louis?" William memandang Chia dan Louis bergantian.

"Gue vanilla aja."

"Gue cokelat."

"Oke. Kami pergi ya."

"Iya."

━ ━ ━

Chia dan Louis berkeliling di seisi taman, mencari sosok ibu dari anak laki-laki itu. Tak ada pusat informasi di sini, yang bisa menyiarkan berita anak hilang. Jadi, mau tidak mau, mereka harus berkeliling untuk mencari.

Louis lebih lambat berjalan dari Chia, karena sedang menggendong seorang anak. Chia yang memandangnya sedari tadi, akhirnya menyuruh berhenti.

"Louis, bentar."

Dia menghentikan langkah Louis. Louis pun berhenti dan memandang Chia.

"Kenapa?" tanya Louis.

"Sini, gantian. Gue yang gendong," kata Chia, mengambil anak tersebut dengan lembut dari gendongan Louis. Dia mengelus kepala anak tersebut dan berkata, "Nah, ayo jalan lagi."

"Lo bisa?" tanya Louis. Chia mengangguk, "Bisalah."

"Ooh, oke." Louis pun mulai melangkah. Begitupun Chia. Yang tadinya Chia di depan, sekarang Chia yang di belakang.

Mereka terus mencari. Sampai 30 menit kemudian..

"Hei!!"

Chia dan Louis menoleh ke sumber suara. Terlihat seorang ibu yang berumur 28 tahun sedang menghampiri mereka bertiga. Chia dan Louis berpandangan. Itu ibu anak laki-laki ini.

"Leo??" Ibu tersebut memandang anak laki-laki yang sedang Chia gendong. Mata ibu tersebut terlihat sembab.

"Mamaaaa!!" Anak yang bernama Leo itu menangis lagi. Ibunya tersenyum lebar dan mengambil dia dengan pelan, lalu menggendongnya.

"Maaf ya Nak, tadi mama sama papa udah langsung pulang tanpa Leo. Kamu pun, jangan balik ke dalam taman lagi kalau papa udah ngajak pulang. Tadi Leo mau ngapain balik ke taman lagi?" omel ibunya dengan tangisan bahagia dan lega.

"A-ada kupu-kupu.."

"Oalah." Ibunya mengetuk kepala anaknya dengan pelan. "Lain kali jangan gitu lagi ya! Mama takut kamu kenapa-kenapa."

Leo mengangguk dengan tersedu-sedu. Ibunya memandang Chia dan Louis dengan senyum hangat.

"Kalian yang nemuin Leo?" tanya ibu tersebut. Chia dan Louis mengangguk.

"Terima kasih banyak ya, sudah mau membantu Leo mencari keluarganya. Padahal taman ini sangat luas. Kalian benar-benar anak yang baik," ucap ibu tersebut. Chia dan Louis tersenyum dan sedikit membungkuk.

"Emm, ini ucapan terima kasih saya untuk kalian," ujar ibu tersebut, mengeluarkan dua lembar uang 50 dan memberikannya masing-masing kepada Chia dan Louis.

"Eh, tidak usah, Bu-"

"Sudah, terima aja ya. Saya gak tau gimana cara bales kebaikan kalian," ujar ibu tersebut, tersenyum dan mengangguk-angguk.

Chia dan Louis pun menerima uang tersebut. "Terima kasih ya, Bu," ucap mereka bersamaan, dengan senyum yang tersirat di wajah. Ibu tersebut mengangguk.

"Es klim!" Leo menunjuk ke arah barat. Chia, Louis, dan ibu Leo menoleh. Terlihat Patricia dan William yang sedang berjalan ke arah mereka.

"Es krim kamu mana, Leo?" tanya ibu Leo kepada anaknya.

Leo nyengir dan menjawab, "Jatuh."

"Kamu ya, ceroboh banget." Ibunya menepuk anak nya dengan pelan. Leo meringis, dan kembali tersenyum ketika William memberikan es krim yang ia pesan.

"Aduh, maaf. Sampai merepotkan kalian, Nak. Ini gantinya-"

"Tidak usah Bu! Ini gak seberapa kok es krimnya," ujar William, dengan raut wajah kaget. Sementara itu, Patricia sedang memberikan es krim pesanan Louis dan Chia kepada orangnya.

"Gapapa, Nak. Ini buat kalian." Ibu tersebut memberikan uang 50 kepada William dan Patricia.

"Aduh, Bu. Jangan Bu, kami cuman-"

"Itu juga capek tau. Itu temen kamu udah berkeringat. Pasti susah kan, nunggu antrean bazaar yang ramai, jalan sambil membawa 5 es krim, dan mencari kami. Apalagi tamannya luas," kata ibu tersebut. "Terima aja ya. Itu rasa terima kasih dari kami."

William dan Patricia tersenyum, masih merasa tidak enak. Mereka pun menyimpan uang tersebut.

"Kalian berempat anak remaja yang baik. Sudah jarang ada anak seperti kalian. Terima kasih banyak ya. Saya dan Leo pamit pulang duluan. Papanya udah nunggu di mobil soalnya," ujar ibu Leo, tersenyum hangat kepada Chia, Louis, William, dan Patricia.

"Terima kacih, kakak," ucap Leo, tersenyum sambil menampakkan giginya.

Mereka berempat mengangguk dan tersenyum kepada Leo. Leo dan ibunya pun berjalan pergi.

"Dadah!" Leo melambaikan tangannya dengan senyum gembira. Begitupun ibunya.

"Dahh!" Chia, Louis, William, dan Patricia balas melambaikan tangan.

Tak lama ibu dan anak tersebut pulang..

"Akhirnyaa," ucap Louis.

"Chia, Louis, kalian kuat banget keliling berapa putaran dari tadi. Udah kayak suami istri aj-"

"Apa lo bilang?!" Chia melotot. Louis tertawa dan diam-diam menendang kaki William. William meringis dan tertawa pelan.

"Habisnya, kalian cocok banget. Apalagi kalau bawa anak begitu," ujar William.

Chia pun menyentil William. "Apa sih."

"Aduh! Sakit tau. Ngeri banget lo," kata William.

"Makanya!" Chia melotot. Patricia memandang mereka bertiga dengan cengengesan sedari tadi. Chia menarik tangannya. "Ayo kita ke bazaar."

"Ehh- ayo."

William bergerak menyusul kedua perempuan itu. Dia memegang tangan Louis.

"Ayo, Louis."

Louis melepas tangan William. "Siapa lo," katanya pada William dengan sewot.

"Idih. Sombong," ujar William, jengkel. "Gue tinggal lo." William berjalan duluan. Louis masih tertinggal di belakang.

Louis memandang sosok Chia dari jauh.

"Gue udah coba buat jaga jarak sama lo, tapi kayaknya gak akan bisa."

Β·
Β·
Β·

hii, maaff baru updateee

sprti biasa, vote && comment!

chap ini mayan panjang juga, padahal td aku gaada rencana mau bikin cerita anak hilang t____t

kalo ada kesalahan tolong di koreksi aja yaa, thanks

yaudah deh, see u :D

BαΊ‘n Δ‘ang đọc truyện trΓͺn: Truyen247.Pro