[0-2]
KOKUSHIBO; ROLE !
[002]
Semilir angin dingin disertai dedaunan kering menyentuh kulit pucatnya, membangunkannya dari ketidaksadaran panjang. Ketika kedua netra milik sang gadis berusaha mengimbangi pencahayaan yang sedikit redup terlihat olehnya. Ketika netranya telah terbuka sempurna, ia mencoba untuk bangkit. Namun sialnya tubuh yang telah rapuh itu berbunyi kencang, terasa sakit hingga menusuk ke dalam urat-urat nadi milik sang gadis.
"AHHH!!" jeritnya menahan sakit luar biasa.
Ketika ia sudah menenangkan dirinya pelan-pelan, ia mulai menyadari bahwa dirinya sudah berada di pinggir perbatasan desa dengan hutan. Sang gadis kebingungan, ingatan-ingatan semalam mulai bermunculan. Bukankah ia berada di tengah hutan hingga bertemu dengan sesosok mengerikan bermata enam? Mengapa ia berada disini? Pikirnya keheranan.
"Mungkin hanya mimpi..." ujar sang gadis, berpikir demikian karena keadaannya pun sangat mengenaskan. Jadi, ia tidak akan berpikir apapun lagi yang akan membuatnya semakin mual dan pusing.
Dengan terpincang-pincang, sang gadis mencoba untuk kembali ke "rumahnya" menemui lelaki tua yang menyakitinya tanpa ampun sepanjang hari. Baginya, tidak ada lagi "rumah" untuk bersandar selain rumah rapuh dengan lelaki tua tidak berperasaan di dalamnya. Setidaknya, ada tempat ia berpulang walaupun sangat menyakitkan.
Sejak kecil, sang gadis sangat mengimpikan sebuah rumah kecil yang hangat, tempat ia berteduh dan bersandar menebarkan rasa kasih dan tawaan bahagia di sepanjang rumah bersama 'keluarga' walaupun ia tau ia tidak akan pernah mendapatkan hal-hal seperti itu. Ayah, ibu, sanak saudara ia tidak akan pernah memilikinya hingga akhir hayat menjemputnya di dunia ini. Hanya akan rasa pedih dan sakit yang akan ia rasakan di dunia ini. Dunia terlalu menyeramkan bagi anak kecil seperti dirinya.
Matahari telah terbit sepenuhnya ketika sang gadis baru saja sampai di depan pintu yang kemarin baru saja di rusak oleh lelaki tua keramat itu. Baru saja ingin melontarkan sebuah kalimat dari kerongkongannya, lelaki tua itu sudah menunjukkan batang hidungnya dengan sebongkah batu bulat yang besar di genggamannya.
Tidak bisa sang gadis pungkiri bahwa kedua kakinya yang sudah remuk sana sini bergetar hebat melihat hal tersebut. Sepertinya, lagi-lagi lelaki tua di hadapannya mabuk-mabukan dan akan marah-marah meminta uang hasil jualan kayu bakar milik sang gadis.
"Kau baru kembali dan tidak membawa apapun, hah?! Tidak ada makanan untukmu, cepat jualan sana! Aku sudah tidak tahan, aku tidak memegang uang sepeserpun gara-gara kau, sialan!"
Dengan emosi yang kembali meledak-ledak, lelaki tua kemudian melempar sebongkah batu tersebut ke arah sang gadis. Syukurnya itu sedikit meleset dan berhasil menggores pipi pucat sang gadis. Tanpa basa basi, sambil ketakutan sang gadis langsung saja bergegas mengemas kayu bakar di samping rumahnya untuk di jual belikan. Tentu, dengan seluruh tubuhnya yang hampir terasa hancur semua itu.
✦ · · · ──────────
Membawa semua kayu bakar untuk di perjual-belikan di punggungnya terasa begitu mustahil. Hari berlalu begitu cepat, tak terasa matahari sudah akan tenggelam berganti menjadi malam. Masih terlalu banyak sisa kayu bakar yang belum terjual. Tentu saja tidak akan ada yang mau membeli darinya kecuali benar-benar sedang membutuhkan dan tidak ada pilihan lain.
Sang gadis hanya bisa menghela napas. Setidak-tidaknya ada beberapa peser yen untuk di berikan kepada lelaki tua yang suka marah-marah di rumah tua itu.
Sekujur tubuhnya sudah tidak kuat lagi. Sang gadis merasa sebentar lagi ia akan menemui ajalnya.
Begitu ia sudah sampai pada rumah keramat itu, ia jatuhkan semua kayu bakar, menatanya kembali untuk esok di perjual belikan kembali. Dengan ragu dan ketakutan ia mulai masuk ke dalam rumah yang sudah tidak berpintu lagi akibat di rusaknya kemarin.
Kedua netranya melebar hebat ketika baru saja melihat isi rumahnya sekarang. Tubuh lelaki tua yang selalu menyakitinya kini telah terbagi menjadi dua, darah terciprat di berbagai dinding rumah tanpa terlewati sedikitpun. Begitu pula dengan bau amis besi yang sangat menyengat indera penciuman membuat sang gadis tersungkur jatuh tidak kuat dengan apa yang ia lihat sekarang.
Tubuhnya bergetar hebat, perutnya mulai bergejolak merasa mual ingin memuntahkan segala yang ada. Ketika ia mulai tersungkur tanpa sengaja ia menyentuh sebuah kapak besar yang telah berlumuran darah merah segar. Sepertinya kapak itu di buat untuk melawan seseorang yang ingin membunuh si lelaki tua. Tidak mungkin 'kan, lelaki tua itu bunuh diri karena kehabisan uang?
Salahnya, ketika sang gadis panik ia menyentuh kapak tersebut dan seseorang mulai berteriak dari arah belakang punggung sang gadis. Naas sekali nasibnya.
"A-A-APA YANG KAMU LAKUKAN?!"
Teriak seorang pemuda— yang mungkin seorang tukang penagih hutang datang untuk segera mendesak untuk membayar hutang si lelaki tua— membuat sang gadis melempar kapak yang ia genggam sebelumnya.
"T-tidak! Bukan aku yang melakukannya!! Aku bersumpah!"
Sang gadis membela dirinya seraya gemetar seluruh tubuh. Sungguh, bukan aku! Ujar di dalam hati yang masih tidak tau harus berbuat apa. Pemuda itu menganga, seolah-olah sang gadis adalah pelaku pembunuhan sungguhan.
"B-bukan—"
"I-ini tidak bisa di biarkan!" teriak pemuda itu kemudian lari secepat mungkin untuk memberitahu warga lainnya tentang "Kejahatan" yang ia "lihat".
"Oh tidak!"
Sang gadis kebingungan, sungguh bukan ia! Benaknya terus berkata seperti itu. Ia menarik surainya dengan kedua tangan, ia sungguh kebingungan. Hal apa yang harus ia lakukan agar penduduk desa mempercayainya!
Selang beberapa saat, langkah kaki penduduk desa mulai terdengar oleh sang gadis. Dengan perasaan takut yang berkecamuk sang gadis segera meninggalkan rumah yang telah berlumuran darah disana dan disini. Ia berlari secepat mungkin menuju perkebunan milik penduduk desa. Berharap bisa merayap pelan-pelan menghindari amukan warga untuk perbuatan yang bahkan ia tidak pernah lakukan sekalipun!
Sang gadis terisak sedih, jantungnya berdegup dua kali lebih kencang daripada biasanya. Tubuhnya dipenuhi oleh peluh yang dingin. Kedua tangan dan kakinya bergetar hebat ketika pelan-pelan ia merayap pergi menjauhi amukan para warga desa.
Ia hanyalah seorang anak "haram". Tidak akan ada yang bisa percaya dengan perkataannya walaupun ia harus menjelaskan semua kejadiannya hingga mulutnya berbusa.
Pelan-pelan ia ingin meninggalkan desa melalui jalur menyakitkan di dalam perkebunan warga desa. Namun, sekali lagi keberuntungan tidak ingin berpihak pada sisi sang gadis.
Warga desa menemukannya. Semua orang merasa marah dan menyebutnya sebagai seorang pembunuh kejam. Di tariknya sang gadis dengan kasar.
Hari mulai semakin gelap, obor-obor panas warga desa membuatnya merinding setengah mati. Sang gadis menangis keras, memberontak kencang dan berteriak mengatakan bukan ia yang melakukannya berulang kali. Tenaganya tak cukup kuat, warga desa yang berkerumun bukan tandingannya.
Di bawanya sang gadis ke tempat lapang yang cukup besar dengan tumpukan jerami yang mengitari tiang kayu di tengah-tengahnya. Netra sang gadis kian langsung melebar. Ia tau warga desa akan berbuat apa padanya!
"Kamu membawa malapetaka, anak haram sekaligus pembunuh sepertimu tidak boleh berada di desa kami! Kamu harus kami bakar hidup-hidup agar kesialanmu tidak menyebar di dalam desa kami!"
Sial, gadis berusia 12 tahun itu harus menerima hukuman di bakar atas kejadian yang tidak pernah sekalipun ia lakukan sebelumnya.
✦ · · · ──────────
Di hadapan para semua penduduk desa, sang gadis telah di ikat pada tiang kokoh di tengah-tengah tumpukan jerami yang akan segera di bakar. Ketika api mulai di hidupkan, api-api itu dengan cepat menyebar mengelilingi tiang kayu dimana sang gadis terikat.
Api itu semakin lama semakin dekat, sang gadis sudah dapat merasakan panasnya api menyentuh kakinya. Itu terasa begitu panas, sakit dan perih menusuk hingga tulang-tulang milik sang gadis, membakar semua tubuh sang gadis bersamaan dengan munculnya bulan purnama di langit yang sudah malam.
Jerit kesakitan terdengar begitu melengking. Tidak ada satupun warga yang terlihat kasihan pada gadis kecil yang tengah terbakar di depannya. Sebagian orang menutup matanya, tidak kuat melihat jeritan melengking keras, kesakitan yang terus terdengar meronta-ronta tanpa henti.
"PANAS!! PANAS!! TOLONG!!"
Bahkan seribu tangisanpun tidak akan bisa menolongnya sama sekali. Tubuhnya perlahan-lahan mulai terasa kebas, panas api sudah membakar utuh bagian bawah tubuhnya. Pandangannya semakin memburam disertai rintikan buliran bening yang terus tumpah tanpa henti dari pelupuk matanya.
"Tidak bisakah seseorang menolongku? Aku tidak melakukan apapun..." ujar sang gadis dalam benaknya. Ia berusaha melihat wajah para warga desa yang terlihat lega telah membakarnya dan menghukumnya untuk kesalahan yang tak pernah ia buat sekalipun dengan tatapan yang semakin memburam hebat.
"Aku tidak kuat, ini sakit..."
"Sebenarnya kenapa aku hadir di dunia untuk berakhir seperti ini?"
"Aku masih ingin bertahan hidup selama ini hanya untuk satu keinginan..."
"Sebuah Keluarga."
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
Oke, setidaknya udah ga terlalu awikwok banget walaupun masih ga make sense sih😅😁.
[Kamis, 22 Juni 2023].
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro