Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[38]

Apa kabar, sayang? Udah makan belum?

Ayo spill love languagemu!

*

Hidup itu singkat, cuman lima huruf doang.

Itu kata-kata yang bakal kucantumkan di yearbook saat lulus nanti. Rencananya, masih rencana. Wacana tidaknya tergantung tangan Tuhan.

Tapi kuakui benar, hidup itu singkat, jauh lebih singkat apabila kita sudah mengalaminya. Tanpa disadari banyak sekali waktu yang dibuang sia-sia hanya untuk melakukan hal-hal tanpa guna untuk kita sesali di kemudian harinya. Yang namanya penyesalan memang diakhir, kalau diawal namanya permulaan. Tapi menyesali apa yang tidak kita lakukan jauh lebih menyakitkan daripada menyesali apa yang sudah kita lakukan. Tetap tergantung konteks permasalahannya.

Aku yang berpikir tapi tetap saja sekarang melamun di depan cermin dan meja serbaguna kamarku tanpa alasan jelas. Yeah, besok-besok mungkin aku akan menyesali ini.

Big Thanks buat Mamanya Bayu. Aku merasa sedikit tercerahkan.

"Aku akan menyesali ini besok tapi aku lebih menyesal mati tanpa melakukan apapun."

Di depanku tergeletak nota pembelian obat-obatan medis, dan pembayaran rumah sakit. Pantes tabungan buat jadi rich grandma berkurang. Ini aja notanya dapat hasil minta bibi di rumah Bayu ngambil diam-diam di mejanya. Paling ketahuan besok pagi, paling cepat nanti. Seenaknya banget dia nyimpan struk sepenting ini tanpa ijin.

Tapi kalau dipikir-pikir wajar sih, semisal ternyata 'aku' itu ceroboh maka pilihan tepat dipegang dia. Ini penting, tapi masalahnya seumur warisan buyutku tidak ada yang pernah mempunyai riwayat penyakit seperti ini.

Maksudku, lihat, gejala sesak nafas? Astaga seumur-umur aku belum pernah namanya memakai alat inhaler. Yang katanya nanti keluar asap-asapnya seperti di film-film? 

Kenapa aku mengambil struknya? Karna ada yang ingin aku periksa, selain harga of course. Tapi kalau dilihat dari harganya gak mungkin aku yang bayar sih. Ventolin sebiji aja seratus lebih. Pastinya uang tersebut tidak keluar dari dompet saya. Karna nominal didalamnya tidak sampai merah merona.

Iya, aku miskin. Emang kamu engga?

"Lagi ngapain?"

"Dion kalau mau masuk ketuk pintu dulu."

"Telanjur."

"Sembarangan."

Kadang anak kecil  satu ini mengerikan. Seperti Dion diam mengamati apa yang tengan kulakukan, menanyakan hal-hal yang aneh. Entah apakah itu aku yang terlalu banyak membaca novel-novel aneh atau memang kenyataan seperti itu. Dion terkadang terlihat seperti sosok dewasa yang nyangkut di tubuh anak kecil.

Jangan pedulikan teori aneh ini, pikiran anaknya memang sedikit bermasalah, mamaku yang malas mengeluarkan duit menolak untuk membawanya ke psikolog. Kalau kata kakakku, dia bukan 'bermasalah' hanya terlalu cerdas. Kembali ke fakta bahwa dunia ini asing dengan perbedaan bukan?


Tapi aku rasa, Dion hanya anak laki-laki biasa, hanya saja sedikit rese.


"Itu kotak buat apa?"

Aku melirik ke atas meja, menatap kotak sepatu yang berantakan khas orang yang sedang melakukan praktik prakarya ala anak-anak aesthetic meski jatuhnya seperti kapal pecah.

"Oh, lagi mau persiapan mudik."Aku menjawab tak acuh. Melanjutkan coret-coret di buku.

"Makanya ada peta?"


"Iya biar gak tersesat."Lagi-lagi ngaco.

"Memangnya, Teteh mau pergi lagi kayak dulu?"

"Iya."

Tanpa menoleh, tangan kananku menulis cepat di lembaran kertas, tangan kiriku mengacak cepat rambut cowok pendek itu. "Dianggap kakak juga, jangan nakal. Anggap aja Dion punya teteh baru tapi mukanya sama."

"Tapi teteh yang itu pendiem."

"Yang ini juga pendiam kok."

Muka anak kecil mudah ditebak. Aku merasa terhina melihat respon si bontot. Padahal MBTI ku INFP-T. Aku introvert. Kalau lagi full baterai emang kadang kumat, lebih sering lowbatt nya aja si. Tapi emang aslinya pendiam (read:malas).

"Terus Teteh yang ini kapan balik?"Dion menunjuk diriku.

"Semoga saja balik. Kalau misal aku gak balik, berarti kakak yang itu jadi Tetehnya Dion."

"Kenapa gak balik?"

Aku diam. Menghela napas panjang. "Tidak tahu juga."

Toh ini anak kecil.

"Aku disana mau nyelesaikan urusan. Jadi aku mau bikin tubuh (Name) disana kembali lagi ke sekolah. Terus nunggu musuhnya mati semua dihabisin Midoriya, habis itu mengembalikan uang Hawks, minta maaf sama teman-teman, nagih utangnya Kaminari. Rencananya mau mengembalikan duit Yaomomo tapi kayaknya gabisa deh kecuali jantungku dijual. Nah, kalau sudah selesai semuanya, baru bisa balik lagi ke sini."

"Ooh, lama ya Teh?"

"Doain aja cepat. Kamu tau gak, Yon? Disana Teteh bisa buat salju tanpa harus ke Amerika dulu."Entah apa yang kupikirkan, tapi kurasa di umur semuda ini, mustahil Dion bisa mengingat apa yang aku katakan saat ia dewasa kelak. "Bisa apa lagi sih? Bisa banyak deh. Bisa bikin tsunami."

"Tsunami apa?"

"Temennya suami."

"Ooh."

Ngibulin anak kecil itu another level of happines.

Aku menaruh banyak barang di kotak itu. Kotak yang harus dibuka (Name) saat kita sudah switch lagi—well, faktanya aku juga belum tau cara menswitchnya gimana, secara logika, ini tidak semudah switch akun twitter. Banyak barang yang aku taruh, salah satunya surat, daftar kebiasaan-kebiasaan kecil, sifat-sifat teman terdekatku, hal-hal yang biasa aku hindari agar dia tidak terlalu mencolok perhatian, terus aku juga menaruh serial dunia pahlawan dan DVD movie yang alurnya mirip dengan aku alami sekarang, switch-switch jiwa? Aku tak tahu bagaimana menyebutnya, semoga saja (Name) sana peka.

"Teteh lebih happy disana daripada disini ya?"

Suasana hening. Dion melanjutkan mengutak-atik mainanku daripada menunggu balasan, tidak menyadari bahwa pertanyaannya mampu membuat kakak perempuannya terdiam tanpa kata.'Iya juga? Memangnya disana aku lebih bahagia?'

"Aku kan bukan mau mencari kebahagiaan, bodoh."Aku mengetuk kepala sendiri, merutuk sejenak kebodohanku merenung sesaat.


"Teteh ngomong apa?"


"Enggak ngomong apa-apa."


Aku terlalu lelah untuk berpikir lebih jauh. Intinya aku hanya ingin menyelesaikan apa yang sudah aku perbuat disana. lantas beristirahat banyak-banyak, layaknya eyang-eyang di masa tuanya. Kalau bisa dengan uangnya Hawks. Kalau tidak bisa, aku mau kembali ke dunia ini saja. Lebih tenang.

"Dion tahu gak? Sebenarnya dunia yang Dion tempati sekarang itu ada kembarannya lho."

"Oh ya?"


Nyerocos apa sih kamu ke anak kecil, tapi tidak apa-apa, paling dua hari lagi lupa. "Dunia orang-orang punya kekuatan super. Gimana sih jelasin dunia paralel ke anak kecil? itu seperti kita dengan dunia kita dan mereka dengan dunia mereka tapi saling berjalan tanpa mengganggu satu sama lain."

"Kalau diganggu nanti gimana?"

"Ya.., jangan didoain gitu."

"Kalau digabung nanti aku bisa punya kekuatan super?"

"Kekuatan super itu gak asyik, Dion. Nanti kamu dikejar sama penjahat yang tangannya di muka."

Di rumah sekarang hanya ada aku dan Dion. Paus seperti biasa entah berada dimana, social butterfly seperti dia betah di rumah sehari? Impossible. Pasti ada aja yang ngajak ngopi bareng. Pesannya Ayahku ke dia hanya satu. Kalau buat masalah, nanti ayah sekeluarga bakal pura-pura gak kenal. Ayah dan Ibu hampir tiap pekan tak pernah ada di rumah. Ayah dinas dan Ibu menemani. Sekalian Quality time katanya, menurutku sih mereka lupa kalau punya tiga ekor beban di rumah.

"(NAME)!"


Suara teriakan dari bawah. Dion sampai melongok, penasaran. Aku tak menoleh, mengenali siapa gerangan pemilik pita suara tersebut. Hanya balas berteriak, "DI KAMAR!"

Langkah kaki tergesa terdengar menaiki tangga. Berlari kecil sebelum kemudian pintu sedikit dibuka kencang. Biasa, aku sendiri tidak akan kaget jika suatu hari pintunya lepas dari tempatnya.

Aku menoleh, berharap Bayu berlari membawa makanan. Tapi yang kudapati bukanlah raut sumringah lelaki itu seperti tadi pagi. Melainkan wajah penuh emosi, kupingnya memerah tanda lelaki itu tengah terbakar amarah.

"Kau yang menyuruh Bi Asih ngambil struk pembayaran di mejaku?"

Ternyata cepat.

"Iya."

Lelaki itu reflek mengumpat tanpa suara. Mengacak rambutnya kasar. "Itu! Argh! Bisa tidak sih langsung minta ke aku aja? Harus banget lewat Bi Asih?!"

"Emang kalau aku minta tolong ke kamu, kamunya mau?"

Tanganku memberi isyarat agar Dion keluar kamar. Untung saja dia langsung patuh, berlari kecil, sedikit menyamping menghindari badan Bayu yang berada di depan pintu.

"Setidaknya itu jauh sopan daripada Bi Asih berantakin barang-barangku!"

Aku menghela napas panjang, terselip sebuah kebohongan disana karna Bi Asih orangnya sangat teliti dan rapi. Sepertinya Bayu lupa kalau aku sudah bareng dia dari sejak janin. Tidak tahu kenapa tiba-tiba marah seperti ini, toh uangnya tidak bakal kukembalikan karna aku miskin.

"Yu, aku hanya ngambil barang yang seharusnya aku simpan."

"Harus banget pake cara kurang ajar kayak gini?"

"Okay, fine, aku minta maaf."Aku mengusap rambut, menurunkan kaki dari kursi. Menarik nafas panjang, "Kau mau ini dikembalikan?"Mengangkat bukti pembayaran dari apotek.

Entah sejak kapan, sepertinya aku paham kenapa orang-orang tua mengatakan bahwa meminta maaf dulu tidak membuatmu terlihat lemah. Dan jalan tercepat untuk menghindari perdebatan. Jika ini memang salah paham, maka hanya masalah waktu kita akan kembali mengadakan deeptalk soal topik yang sama hanya saja dengan kondisi yang jauh lebih tenang. Tak ada pentingnya menghadapi orang yang sedang terbakar emosi.

Lagipula aku tidak paham kenapa bocah satu ini tiba-tiba emosi.

"Mau kabur dari masalah lagi?"Responnya berbeda dari apa yang aku kira, lelaki itu justru berujar sarkas.

"Coba kau jelaskan dulu alasan kenapa sampai marah-marah seperti ini."Aku kali ini benar-benar memutar kursi, menatapnya serius.

"Kau mengambil barang tanpa izin, (Name). Oh god, privasi!"

Itu barangku, astaga, "Dan aku meminta maaf sudah mengambil barangmu tanpa izin. Maaf sudah mengganggu privasimu, kau mau ini dikembalikankah?"

"Kau juga masih berhubungan dengan psikolog-psikolog itu kan!?"

Ternyata dia kesini memang hanya ingin cari ribut. Tiba-tiba ganti topik baru.

"Kak Aria yang minta tolong sama aku-"

"Aku tidak sakit seperti yang dokter itu bilang."

"Mending kamu duduk dulu deh, serius."Aku menunjuk kasur. Sedikit mengernyit pusing,"Tidak ada yang bilang kalau itu sakit. Kau sendiri yang menyimpulkannya."

"Terus kenapa? Kenapa psikolog itu masih menyuruhmu untuk mengajakku terapi kalau tidak sakit?!"

Ciri-ciri anak kurang literasi, "Terapi bukan berarti sakit, astaga.., coba lihat terapi ikan? Itu hanya bagian dari langkah penyembuhan."

Aku sabar banget ya tuhan, orang sabar jodohnya Joshua.

"Stop berhubungan dengan Kakak-kakak klinik itu, aku bisa mengatasinya sendiri."

"Emangnya kau tahu hasil diagnosanya? Saat itu aja dibuang sembarangan."

"Karna itu tidak penting!"

Suasananya lengang dengan cepat. Ketegangan sejenak ini membuatku merasa sedikit pusing. Memejamkan mata, mengerutkan kening. Mama selalu bilang marah-marah sambil berdiri hanya akan menambah emosi. Mending baku hantam sekalian.

Jangan dibawa serius, buku ini bukan RPUL.

Mama bilang, kalau lagi emosi, duduk dulu. Kalau lagi duduk, dibawa tiduran. Kalau lagi tiduran, coba pejamkan mata dan selamat tidur. Adegan marah-marahnya tidak jadi. Semoga saat bangun tidur, moodnya lebih happy.

"Yu, mending kamu duduk dulu de-"

"ARGH! Stop threating me like a child!"

Saran sebelumnya tidak berlaku jika lawan bicaramu punya sifat keras kepala.

"Nggak ada yang bikin kamu kayak anak kecil kalau kau tidak childish."Nada suaraku reflek menaik. Respon normal untuk menanggapi seseorang yang sebelumnya bernada lebih tinggi untuk menyanggah kalimat kita.

"Siapa yang childish?!"Mukanya merah. Terbilang sering aku melihatnya seperti ini. Tapi jujur saja, karna aku merasa sudah lama tidak bertemu dengannya ini jadi agak terkejut. Susah menjelaskannya, tapi sekarang Paus tidak ada. Biasanya dia yang langsung turun tangan, karna sesama anak laki-laki mungkin?


"Yang childish disini siapa sih? Aku atau kau yang masalah seperti ini selalu ikut campur?!"

"Pertama, tidak ada yang ikut campur. Aku hanya diminta tolong. Yang kedua, emang selama ini yang aku lakukan selama kau mulai mengamuk apa hah? Itu bukan asal ngasih obat, yang aku lakukan itu saran dari Kak Aria, bodoh!"

"YANG KAU LAKUKAN HANYA MEMBERI OBAT DAN AIR PUTIH BIASA!"

"Itu aku lakukan atas dasar profesional!"Aku kuat, aku sabar, aku bisa mengontrol nada suara agar tidak menaik.

"USELESS KAU TAHU?! TIDAK BERGUNA, TIDAK ADA DAMPAK APAPUN."

"Yu, mending kau duduk dulu, biar agak tenan-"

"MEMANGNYA KAU SIAPA MENGATUR-NGATUR SEENAKNYA HAH?!"

Aku tidak begitu kaget saat satu tangannya bergerak memukul dinding. Menimbulkan bunyi hantaman keras. sedikit bergetar tangannya kurasa. Pasti rasanya sakit sekali

"Bayu, kalau kau sudah seperti itu, mending pulang aja. Percakapan ini tidak ada ujungnya."Aku berdiri. Menatap datar lelaki tersebut.

"Jangan alih-"

"Bagaskara. Ini aku atau kau yang akan keluar sekarang?"

*

Semua orang punya love language masing-masing. Maka disini yang berbeda adalah pembahasan mengenai angry language.

Aku misalnya, kalau sedang marah lebih enak jika diam dan mencari tempat untuk sendirian. Marah-marah sendiri. Ngomel-ngomel tidak jelas sendiri. Berusaha mencari tempat yang benar-benar sepi agar tidak ada yang mendadak jadi pelampiasan saat marah.

Ada juga orang-orang yang melampiaskannya dengan makan atau tidur. Beberapa orang suka langsung mengungkapkan kekesalannya di hadapan sumber kekesalannya langsung. Beberapa lagi lebih tenang tapi terkadang ngambeknya seharian tanpa henti, bahkan mungkin berminggu-minggu? Entahlah, aku kurang faham.

Ada yang memilih menyakiti dirinya sendiri agar emosinya mampu terlampiaskan. Ada yang langsung melibatkan kekerasan, lebih tenang jika melampiaskan ke seseorang atau barang-barang. Ada juga yang langsung mencari udara segar agar suasana hati bisa membaik. Ada yang memilih menangis untuk keadaan hati yang jauh lebih baik.

Tidak ada yang salah, itu ada perbedaan yang sebaiknya dipahami. Yang jadi masalah adalah apakah mereka mampu mengontrol emosinya agar tidak menyakiti siapapun. Mampu memahami angry languagenya sendiri dan menemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya?

Bayu salah satu yang lebih suka melampiaskan emosinya ke barang-barang sekitar. Dia paham, karna itu biasanya saat marah, ia memilih melampiaskannya ke benda-benda empuk seperti bantal dan sejenisnya. Mencegah kerusakan.

Aku mengusap dahi, untung saja tadi Bayu yang memilih keluar. Jujur itu hanya gertakan dan aku sendiri malas sekali keluar kamar.

Dua hari lagi, Ayah dan Mama pulang dari quality time berkedok seminar luar kota mereka. Setidaknya dalam rentang waktu itu, aku harus menyelesaikan semuanya. Mau bagaimanapun, mereka tetap orangtuaku. Setidaknya di dimensi ini.

Aku menghela napas sekali lagi. Mengambil ponsel yang sebelumnya bergetar, melihat notifikasi yang masuk.


Bi Asih

Tdi sepertix Mamax nelfon, teh. Bibi kaget jga dibentak2. Anakx skrg lagi pergi, motorx tidak ada di garasi.


Fiks, tadi aku mah cuman pelampiasan. Intinya Bayu cuman nyari orang yang bisa dia omelin aja.


"Dua hari lagi..,"


*

Okay, before cuap-cuap, apa kabar kalian? Bulan ini sudah makan mie berapa kali?


Serius, aku kangen kalian. Aku kangen banget. Kita serasa mantan gak sih? Lama tidak interaksi jadi rada salting sedikit pas ngetik ini.

Canda. Manada aku salting wkwkwk.

Tapi iya, salting dikit.

Honestly, aku tidak ada alasan yang penting sehingga updatenya mampet. Sibuk di riil? Iya, tapi menurutku semua orang pasti punya kesibukan masing-masing jadi kurang tepat untuk bisa dijadikan alasan. Ini murni kelalaianku yang kurang bisa mengatur waktu. Maaf ya kawan-kawan.

Enggak juga sih, kan burung hantu lagi hibernasi di musim dingin :P

Next chap bakal jadi chap terakhir di arc ini sebelum kita balik ke dimensi serial.

And I MADE THIS HAHA! Ikut trend MHA-Fandom di IG! Fyi, ini referensinya ngambil dari 7th Character Popularity Poll  Boku No Hero Academia.

Jujur aku dapat banyak kiriman gallery olip tapi banyak yang tenggelam di gallery, tolong yang ngerasa belum di UP disini, kirim lagi yaa! Suhun 

Brhubung arc ini mau tamat. Kita voting yuk, siapa yang mau di reveal.

1. Ayahnya

2. Mamanya

3. Kakaknya

Kalau imbang, nanti Bi Asih yang saya reveal

Oh terakhir, sebenarnya masih banyak yang ingin aku sampaikan, tapi nanti kebanyakan wkwkw, Makasih buat setahunnya, I love y'all

Jumpa lagi tahun depan!

Sampai babai

Owlyphia

*2022 nya ketinggalan tapi yaudah deh, biar ga kadaluarsa :D

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro