Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[37]

Malem Minggu? Jomblo? Rebahan? SAMA HAHA

Evil Saqi be like?

*

[waktu kembali ke timeline BNHA pasca penyerangan]

[s t a r t]


"Sebenarnya ini menakutkan,"Mina tertawa miris. "Kita kalah, tapi entah kenapa aku merasa lega."

"Kalah yang sudah direncanakan, jantung kita sudah bekerja terlalu keras hari ini."Kaminari ikut tertawa, sungguh kontras dengan atmosfer kepanikan di sekitar mereka.

Tak ada yang baik-baik saja pasca pertempuran, anak-anak yang sehat sentosa dikumpulkan di asrama kelas A, sementara yang terluka dibawa ke asrama kelas B. Badai mulai berhenti, baskara terlihat di ufuk timur, mulai menyinari dunia dengan pesona sinarnya. Bekas-bekas pertempuran terlihat jelas. Tidak ada kebakaran melainkan reruntuhan yang cukup parah.

"Tentang apa yang dikatakan Hawks-san, apakah itu benar?"

"Soal pelabuhan?"

"Yeah."

Kaminari bergumam pelan, matanya menatap kosong beberapa teman yang tengah tertidur kelelahan di depannya, mata-mata membengkak akibat terlalu banyak menangis. Selimut-selimut tebal serta pemanas ruangan yang dihidupkan sebagai usaha untuk mengembalikan suhu tubuh yang terlampau rendah.

Ada beberapa yang parah sekali, seperti Monoma yang kehabisan darah dengan sekian tusukan dan sayatan, mungkin dia korban terparah sejauh ini, lantas Kirishima yang belum sadar, menurut Recovery Girl, ia lebih ke syok karna quirknya selama ini mencegah dia dari tusukan, sehingga untuk pertama kalinya membuat tubuhnya kaget. Lantas Uraraka, Pony Tsunotori dan Hiryu Rin dari kelas sebelah yang dijadikan sandera tadi, Kousei Tsuburaba yang perlu dibawa ke ruang operasi karna kadar cairan di paru-parunya berada di bawah rata-rata, Kaibara Sen yang lengannya nyaris teramputasi. Sama siapa lagi ya? Kaminari tak sanggup mengingatnya.

Bahkan Todoroki, Bakugo, Midoriya, Yaoyorozu, Kendo, Iida, belum kembali ke sini dari tadi.

Kaminari bukan tokoh utama, dia tak masuk jejeran pendukung tokoh utama. Kaminari adalah tipe yang hanya diam membantu ketika disuruh, ia bukan orang yang akan dicari-cari saat masalah terjadi. Lelaki tersebut menghela nafas.

"Dunia ini simpel, kau menganggap dirimu figuran di cerita orang lain sedangkan kau adalah tokoh utama di ceritamu sendiri."

"Ne, Ashido, aku ingin bertanya-"

"Kau bahkan belum menjawab pertanyaanku."

"Menurutmu, Midoriya- dan.., (Name), siapa yang lebih kau perhatikan?"

"Siapa?"Mina menoleh, mengangkat alis bingung. Lantas menatap langit-langit ruangan, berpikir, "Kurasa Midoriya, selama ini, dia diperhatikan All Might, nyaris ada di setiap kejadian aneh, selalu jadi orang yang menyelesaikan masalah. Dari auranya- sejak kejadian USJ, aku merasa bahwa apapun yang terjadi, semua berpusat ke Midoriya."

"Nah sama."Kaminari mengacungkan jempol, "Aku juga berpikir seperti itu, maksudku, (Name) memang 'bermasalah' tapi Midoriya jauh lebih bermasalah, bedanya (Name) mencolok hanya saat-saat tertentu sementara Midoriya nyaris setiap saat, begitu bukan?"

"Mungkin? Entahlah, jangan memaksa otakku bekerja."Kaminari mengetuk kepalanya, kembali bersandar, "Karna semuanya berporos ke Midoriya, aku sedikit kaget saat para penjahat mengincar orang yang berbeda."

"Hah..,"Mina bersandar, merapatkan jaket, sebagai salah satu perempuan yang bertahan tidak tepar saat ini, kualitas seorang Ashido Mina patut diacungi jempol, tak heran Aizawa menyebutnya sebagai salah satu siswa perempuan berpotensi tinggi.

"Kau tahu, mendengar ceritamu, aku seperti mengerti sesuatu."

Kaminari menoleh.

"Huh?"

"Kau dan aku, kita melihat dari sudut pandang Midoriya. Sementara kita tak pernah coba melihat dari sudut pandang yang lain, dalam kejadian ini, (Name) misalnya. Selama ini aku hanya melihatnya sebagai teman yang kuat dan bernasib sial, tentu saja ini berbeda jika dalam sudut pandang Todoroki dan Bakugou bukan?"

"Iya juga ya."

"Kau memangnya paham apa yang aku bicarakan?"

"Engga."


*


"Beri aku alasan kenapa kita harus naik kendaraan umum?"

Kembali ke timeline sebelumnya, berlatar halaman depan rumahku, dengan aku yang menggandeng anak kecil dan di depanku seorang yang rese tengah berdebat.

"Pertama, kita bertiga, aku ogah diajak cenglu (bonceng telu) naik motor kau, kalau naik mobil, gamau. Terakhir mobilmu hampir masuk sungai saat kau yang bawa. Nanti kalau ditilang, aku ikut bayar. Mending jalan kaki, naik kendaraan umum."

"Naik gerobaknya uncle mutu?"

"Mending skip aja deh jalan-jalan hari ini."

Sontak ujung sweaterku ditarik kuat, anak kecil dengan jaket biru melotot ke arahku, menggeleng cepat, gamau jalan-jalannya dibatalin. Dasar Dion, masih kecil jadi suka jalan-jalan, coba kalau kau sudah gede kayak aku, pasti lebih suka bertelur di kamar seharian.

"Tenang anak muda!"Bayu justru yang heboh sendiri, "Aku pesanin taxi dulu aja deh, daripada si bontot nangis gara-gara batal pergi."

"Siapa yang nangis!?"

"Tuhkan ngamuk."


*


"Jadi kemarin kan, abis aku berantem sama si tante-tante itu, aku cepu ke kakanda eyang putra, dikasih duit deh, haha!"

Keluarga kita tuh beda, keluarga dia main saham, keluarga saya main rotan.

"Time zone dulu atau mau ke bioskop?"

Aku menggeleng, "Jangan bioskop deh, tadi di IG cinema hari ini gak ada jadwal kartun."

"OIYA LUPA AKU KITA BAWA SI BOCIL HAHA!"

Dion hanya merengut di sebelahku. Wajar sih, Bayu tidak melihat, dia di kursi sebelah sopir, sementara kami berdua di belakang.

"Makanya Yon, cepet gede, kalau kecil kayak gitu nanti ga dapet KTP lho."Si jamal malah ngeroasting anak kecil, "Cepet tinggi, terus pinter, rajin olahraga, jangan makan mie pagi-pagi-"

"Itu kan Bang Yu yang bikinin!"

"Eh apa iya?"

Prinsip Bayu, "Pantang berhenti sebelum Dion nangis."

Aku menyela sebelum terjadi keributan dan kami diturunkan di jalan, "Jadinya ke Timezone nih?"

"Yaiyalah, aku mesen drivernya saja ke Timezone langsung yakan Pak?"

"Terus ngapain tadi kamu tanya, astagaa."

Cowo yang hari ini OOTD nya bener-bener ga pake mikir, just T-shirt dan celana jins, oiya sendal. Jangan ngomong mirip cowok pinterest karna mereka pake sepatu mahal, sandal pun seharga motor supra, Bayu emang ganteng jalur dompet tapi dia bukan tipe cowok yang hobi ngoleksi alat bermerek kalau ada opsi yang murah. Ga masuk kategori cogan kecuali kalau ada cowok visual semesta yang pake swallow tetep ganteng.


Oiya ada ding, Sehun.


"Eh cil, kamu gamau top-up game online kayak temen-temenmu gitu? kan lumayan lho."Malah manas-manasin, setan satu ini.

"Ngomong aja kayak gitu, ngebeliin aku koin buat baca webtoon gamau."

"Dih ogahlah, ngapain baca cogan-cogan yang gabisa digapai."

"Kata orang yang ngebiasin Sana."

"Itu sih, aku gak main game-game kayak gitu, mending beliin hot wheels aja."Ucap Dion menyela pertengkaran kami.

"Dih siapa yang mau beliin."

"TADI NAWARIN MAU BELIIN!"


*


Aku tidak paham kenapa orang-orang suka menghabiskan uang dengan cepat di mesin-mesin mainan seperti itu. Tapi meski aku tidak paham, aku tetap suka melakukannya, jadi abaikan kalimat pertama.

Aturan sakral jika ingin ke Timezone,

Pertama, anda merupakan tipe orang yang tidak mudah emosi.

Kedua, anda harus punya uang.

Ketiga, jika tidak memenuhi syarat kedua, maka seretlah teman berduit anda.

Keempat, sebelum anda memenuhi poin ketiga, pastikan teman berduit anda beretika sehingga anda tidak perlu melanggar poin pertama.

Sampai sini paham, dek?

Oh iya, sama kelima, jangan pernah main mesin pencapit boneka atau anda akan terjebak selamanya sepertiku.

Ini putaran keempat kalau tidak salah, aku mau ngambil boneka UFO soalnya.

"Emang harus banget gitu yang alien, bagusan yang Dino padahal."Dion menggerutu sebelum kemudian ngeloyor ke zona tembak, yang kalah gak boleh baper.

Bayu mengangguk setuju, "Seleranya aneh. Bagusan yang cumi-cumi padahal."

"Jelek, matanya julid sebelah."Aku menggerutu, "Diem aja deh kalau gamau bantuin."

"Kenapa sih milih yang UFO? Mau terbang ketemu alien?"

"Mau menghilang dari bumi."

Bayu reflek mengumpat, menyesal bertanya serius, sebelum akhirnya menopang dagu, membiarkanku menghabiskan uangnya di mesin sia-sia ini, "Kalau gak dapet sekali lagi aku ketawa."

"Dari tadi juga udah ketawa."Aku mendengus kesal.

Aku kurang faham nama bagian alatnya, tapi yang jelas capitnya bergerak, lantas turun cepat, mengambil target. Gausah percaya teori-teori film-film tentang mesin terkutuk ini seperti mengambil bagian mereknya atau menarik bagian baju atau mendorongnya, semuanya menipu. Mesin ini murni memakai keajaiban hoki. Capitnya lemah banget anjir.

"DAPET!"

Udah naik bonekanya, untung kualitas boneka-boneka di mesin cukup bagus sehingga aku tertarik. Biasanya sih enggak.

"Naik-naik-naik!"Aku berseru geregetan, lama-lama saya pakai capit excavator beneran loh.

"Makanya ambil yang cumi-cumi, yang UFO itu keberatan buat capitnya, bego."Mulut netijen emang sirik, kawan.

"Diem dulu ih, ITU DIKIT LAG- ARGH!"

"ANJEM JATUH HAHAHAHA!"

Puas banget itu ketawanya sampe ngik-ngik, terduduk ga kuat menahan geli. Kesel banget nunggu kelar ketawanya orang receh. Menyebalkan. Pasca ketawanya mereda, cowok itu berdiri, masih mengusap muka, bahunya bergetar menyembunyikan ketawa, puas banget kelihatannya ngelihat aku kesel, "Kayaknya abis ini perlu ke toko boneka de-sumpah cug, gakuat anjir, lu udah ngulang lebih dari tiga kali, itu main capit boneka atau minum obat HAHAHA!"

"Ketawa kok lebih dari lima menit, itu ketawa atau masak tempe."

"Serius, abis ini perlu ke toko boneka?"

"Apakah mukaku terlihat mau ke toko boneka?!"Aku melotot, tidak suka dikasihani, "Duluan ke Dion sana, aku mau beli minum."

"Dih, kakak yang tidak bertanggung jawab."

"Gak dengar, aku merem."


*


Selain suka mencari keributan, Kakanda satu ini juga seneng mencari aib orang. Dan sekarang ia berdua bersama sumber terpercaya yaitu anak di bawah 10 tahun sehingga langkah-langkah mengubek informasi bisa di dapatkan dengan mudah.

"Eh tau gak si-"

Langkah pertama.

"Jujur ya, sebenarnya-"

Rencana B dari langkah pertama

"LHO LU GAK TAU?"

Langkah kedua jika langkah A berhasil dijalankan.

Gosip itu mudah, berhentinya yang susah. Informasi? Selama anda berteman dengan teman kualitas intel tetangga maka bandar narkoba saja akan kalah dengan bandar gosip.

"Tengil banget katanya. Tambah tengil malah."Kata si bontot saat ini pasca ditanyain gimana pendapat kaka perempuannya terhadap tetangganya sekarang

"EH SUMPAH, GUA YANG KECE BADAI KAYAK GINI DIBILANG TENGIL!?"

"Tapi aku setuju lho bang, tengil banget sekarang, coba deh pas dulu waktu kakak lagi sakit, beuhh kece, kayak cowok beneran gitu. Sekarang malah kayak beruk, bang."

"Eeee, sembarangan banget itu mulut siapa yang ngajarin."

Garis darah itu tak pernah salah, kalau salah, kembali ke poin pertama. Mama sama Ayah mereka baik-baik semua, giliran mulut anak-anaknya boncabeable semua.

"Gak pernah cerita apa-apa ke kamu? Tentang dulu itu lho."Bayu kembali mengorek informasi, sumbernya malah lagi memainkan tuas, fokus ke arcade.

"Enggak, kalau pun cerita, paling aku udah lupa."

"Pikun banget sih, padahal belum juga 10 tahun."

"Besok pintu rumah kukunci lho, biar Bang Yu gabisa masuk."

Emang tidak berakhlak, Bayu menggerutu, tak bisa mengalahkan bos kecil keluarga tetangga memilih mengeluarkan handphonenya, mencari kontak, menelponnya.

"Dih, dimatiin!? Sembarangan banget."Seru lelaki itu tak percaya, kembali menekan icon telepon di layar handphonenya.

"Dimatiin lagi!? Anjir, Dion lihat kelakuan kakakmu! Tak beradab!"

"Kalau udah lebih dari sekali nolaknya, berarti lagi gamau diganggu."

Anak kecil aja ngerti.

Belum ditelpon untuk ketiga kalinya, ponsel lelaki itu berdenting.

"Tuhkan, pasti lagi gak mau diganggu."Celetuk laki-laki mungil dengan usia belum genap sepuluh jari, sok banget gayanya saat melihat air muka Bayu yang berubah cepat kala membaca pesannya.

Meanwhile the chat

"Kan kuncir rambut termasuk kebutuhan cewek."Aku bergumam, memasukkan handphone lagi ke dalam saku. "Maaf ya Ma, ini anaknya yang satu rewel banget kalau ditinggal."

"Eh kalau mau nyusul ke sana, tidak apa-apa, saya malah sungkan ganggu acara kalian."Perempuan paruh baya itu mengangkat tangan, tersenyum tak enak.

"Bukan acara, ini saya sama Yu cuman lagi jagain si bungsu doang. Ditinggal sebentar tidak masalah ya."Aku tertawa canggung, "Mama Ria apa kabar? Sehat kan?"

Sebuah plotline yang berjalan cukup mencengangkan dimana saat membeli minum, aku bertemu Ibu kandung Bayu. Mama Ria, dulu aku menyebutnya seperti itu, terakhir kami bertemu adalah saat kelas 8 sekolah menengah awal, berkunjung ke rumah minimalis wanita itu. Bertemu dengan adik kembar tiri Bayu.

Setahuku, pasca bercerai, selang beberapa tahun, Mama Ria menikah lagi dengan salah satu pegawai negeri sipil dan memulai kehidupan baru di kota sebelah. Cukup mencengangkan melihat perempuan sosialita yang dulu hidupnya serba bermerk, sekarang menjadi lebih sederhana.

"Sehat kok, (Name) sendiri gimana? Terakhir kabar yang saya dengar, sempat beberapa kali ke rumah sakit? Masalah pernafasan?"


Deg.


"Aduh Ma, itu mah cuman saya yang rada jantungan doang, minum obat udah langsung sembuh."Aku tertawa cepat menepis pertanyaan itu.

Anjir, serius disini si (Name) masuk rumah sakit berkali-kali? Tapi di meja belajarku tidak ada surat dokter atau cek pembayaran.

Wah, Aku menghela napas, ada yang harus diinterogasi setelah ini.

"Si kembar gak ikut, Ma?"

"Lagi les mereka, jadi gak bisa diajak kesini, saya mah kesini cuman mau beli keperluan rumah tangga saja."Mama Ria tertawa, sebelum kemudian membuka tasnya, mengambil ponsel, lantas menoleh, "Kalau boleh, Mama minta nomor (Name) bisa?"

"Oh, bisa-bisa."Aku buru-buru menarik ponsel dari saku celana, menyebutkan sejumlah nominal, "Gak sekalian nomor Bayu?"

"Engga usah, nanti kalau bisa ketemu, saya minta sendiri saja. Kurang sopan kalau tidak izin anaknya dulu."

"Ah- iya juga sih."Aku sedikit menyesal telah mengatakan hal sensitif, mereka kan tidak akrab, bodoh. Emang kapan sih Bayu terbuka dengan keluarganya sendiri.

"Yaudah deh, (Name) bisa lanjutin acaranya, saya pamit dulu ya, terimakasih buat semuanya, maaf banget, saya lagi tidak bawa uang, jadi belum bisa ngasih bekal."Sesal wanita tersebut, terlihat dari nada bicaranya, sepertinya mengandung kesedihan mendalam dan rasa sesak. Membuatku sedikit terenyuh.

"Ma, maaf banget kalau sebelumnya tidak sopan. Mama.., ada rencana buat ngambil hak asuh lagi?"Usai kalimatku selesai, aku buru-buru meralatnya, "Maaf! Maksudku, sekarang kehidupan Mama Ria jauh lebih baik, dan kalau seandainya mau ngambil hak asuh mungkin Om juga tidak terlalu peduli."

"Say-"

"Sebelumnya, maaf kalau menyinggung! Kalau semisal Mama tidak mau menjawab, aku paham!"

"Tenang-tenang, (Name). kau dan Mamamu lebih dari keluarga bagi saya. Kalau kau penasaran, itu wajar. Salah saya juga tidak memberitahunya."Tertawa renyah, sekilas itu mirip seperti gerak tawa Bayu. "Kalau saya boleh mengambil hak, maka sudah saya ambil dari dulu."

Lantas mata bening yang sudah dimakan usia itu menatapku lamat-lamat, "Tapi bagi saya sendiri, mungkin ini terdengar egois, egois sekali malah. Ini pilihan yang saya ambil, semua Ibu yang waras pastinya ingin memberikan yang terbaik bagi putra-putrinya, begitu pula saya."

"Dulu, saat menjelang sidang, saya sudah memikirkan ini, jika Bayu yang umurnya masih muda dibawa oleh yang keuangannya belum stabil, yang benar-benar bahkan untuk hidup sendiri pasca bercerai akan kesusahan, maka mungkin masa kecil Bayu akan lebih tersakiti. Sekali lagi ini hanyalah sikap egois semata. Tapi saya selaku ibu kandung benar-benar tak ingin dia hidup dengan kesusahan."

"Lantas setelah menikah lagi dan mempunyai kembar, saya berdiskusi dengan suami saya, apakah sekiranya bisa jika Bayu dibawa kesini. Dia bilang, untuk sekarang, sepertinya akan sulit, tapi bisa diusahakan. Dari jawaban itu, saya tahu bahwa setidaknya yang harus dilakukan adalah menunggu."

"Dan di awal tahun ajaran masuk kemarin, saya menawarkan lagi akhirnya, saat itu kau sedang dirawat kalau tidak salah, dan dia menolak. Mungkin memang salah saya tapi bagaimana lagi, itu sudah resiko dari pilihan yang diambil dulu."

Dua tangan perempuan itu memegang bahuku, meski tinggiku kini jauh melebihi Mama kandung Bayu, menatap langsung ke mataku. "Menurut say- ah menurut Mama, hidup itu soal pilihan. Akan ada resiko dan manfaat dari setiap pilihan yang Mama ambil, mungkin jika kita melihat ke kehidupan Mama sekarang, kita akan berspekulasi bahwa 'ah harusnya Bayu dibawa mamanya dulu'. Tapi untuk mencapai kehidupan Mama saat ini butuh perjuangan, (Name). dan Mama tidak tega jika dulu harus melibatkan Bayu di masa-masa kehidupan yang keras kala itu."

Aku tak tahu harus menanggapi apa hanya mengangguk paham, sebelum akhirnya perempuan itu kembali melanjutkan omongannya, "Jika pilihan yang Mama ambil dulu adalah bertahan, mungkin jauh lebih keras, karna tak ada yang tahu apakah Mama bisa berlaku sebagai Ibu yang baik untuk Bayu diantara semua tekanan itu. Dan seperti apa yang orang bilang, yang mengenal kita adalah diri kita sendiri, saat itu Mama yakin, jika bertahan, mungkin yang terjadi saat ini jauh lebih berat karna secara psikologis, Mama sudah tidak kuat."

Sesaat kemudian, perempuan hebat yang sudah menempuh jenjang pendidikan yang cukup tinggi itu tersenyum, memelukku cepat.

"Make a choice, take a chance or life will never change, (Name)."

Lantas melepas pelukan dan mengusap pipiku dengan kedua tangan kurus itu, "Buat pilihan, ambil tindakan. Tak akan ada yang berubah sesuai keinginan jika kita hanya diam. Selalu ada yang harus dikorbankan untuk hasil yang jauh lebih indah. Mama yakin sekali dengan hal itu."

"Ah, terimakasih sudah mau mendengarkan, (Name). tidak apa jika kau berspekulasi bahwa Mama egois, karna pemikiranmu hanya kau yang bisa mengaturnya. Terimakasih ya sudah mau menjaga Bayu sampai sekarang."Mama melepas pipiku sebelum akhirnya mencium pipi kanan, pipi kiri, dan dahiku. "Mama titip salam buat Ibumu, besok-besok semoga bisa bertemu lagi."

Suara terakhirnya terdengar serak seperti tengah menahan isakan, Mama Ria berbalik cepat, hendak meninggalkan Toko.

Sebelum wanita itu benar-benar membaur dengan orang-orang di Mall, aku dengan cepat meraih lengannya, menahan sebelum beliau benar-benar menghilang.


"Ma, ini sebelum Mama pergi, aku mau ngasih tahu sesuatu."


"Eh?"


"Sebelumnya maaf sudah menyimpan hal sepenting ini sendirian, tapi soal kondisi psikologis Bayu.., kurasa Mama Ria berhak untuk tahu."


Sebelum aku kembali ke tempat itu, kurasa ada beberapa hal yang harus diselesaikan sekarang.

Seperti kata Mama Ria tadi.



Aku juga sudah menentukan pilihanku sendiri.

[TBC]

Well Bro, I guess kita udah masuk ke konflik arc ini. buat visualnya mommy, chap depan aja yah, hehe.

OOTD for Today

Mau tau ga reason tinggal berapa arc?

Kalau dihitung sama arc ini berarti tinggal, hmm kira-kira ya 5 arc lagi deh. Mungkin ini sudah arc terakhir yang santai karna kedepannya bakal sedikit heboh.

nanti sad ending nanges, kalau gantung ending nanti saya disantet


Okey dua hari lagi senin, sampai jumpa!

Owlyphia

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro