
╰ satu: surat misterius ╮
Tumpukan kertas berukuran A4 tergeletak di atas meja. Frekuensi dering telepon terus meningkat. Dikejar waktu sudah menjadi makanan sehari-hari penyiar berita. Staf di belakang layar tampak terburu-buru.
"Live akan dimulai dalam 45 detik. Harap bersiap, [Name]-san," ujar Director memberi instruksi.
Sebagai presenter prakiraan cuaca, [Name] sudah berdiri tegap. "Baik."
Profesi itu menuntut kepastian akurat. Dia bukanlah perempuan yang senang mendengar gosip selebriti. [Full Name] yang selalu merasa hidupnya selalu stabil. Selama dua tahun terakhir. Namun, rutinitas itu membuatnya merasa bosan. Hampa. Sepi.
Sisi jenuh itu kian terasa di awal musim panas. Identik temperatur dan kelembaban yang tinggi. Akibat dari sinar mentari yang terik, tetapi tidak berarti hujan tidak pernah datang selama musim itu. Musim beriklim sedang pun masih sama; sebanyak empat musim berganti selama tiga bulan sekali dalam satu tahun.
◀ R2: Reborn Rainbow ▶
•●- satu : "surat misterius" -●•
Agаsнii-saи's™ Presents
※※※
Jadwal penyiaran berita prakiraan cuaca dinyatakan usai. Kru produksi mendapatkan menu makan siang gratis. [Name] juga mendapatkan menu itu. Sepaket bekal plastik berisi nasi beraneka lauk. Mulai telur gulung, sayur cincang kering, dan karaage. Ditambah sajian penutup yaitu seporsi tiramisu.
"Ini ... dari siapa?" tanya [Name] kepada staf bagian tata rias.
Staf itu menjawab, "Entahlah, tapi kurasa Director yang tahu. Kami terima-terima saja. Danㅡ"
"[Name], kemari!" Panjang umur, subjek yang dibincangkan mereka memanggil.
[Name] baru saja ingin membuka plastik bungkus bekal itu, tetapi mengikuti panggilan Director.
"Terimalah. Semua itu untukmu."
Sekardus berukuran sedang berisi tumpukan amplop warna-warni. [Name] kewalahan karena ia masih menjinjing menu makan siang gratis.
Dari kedua pilihan, ia harus mengalah. Ia segera meletakkan kardus itu di atas lantai. [Name] memutuskan untuk menyelesaikan santapan lebih dulu. Untuk lima detik yang lalu.
Akan tetapi, lima detik berikutnya tidak demikian.
Ia melihat sepucuk amplop hitam.
Warna paling mencolok dari semua warna amplop yang pernah ia terima. Beberapa berwarna cerah dan kontras. Surat yang mendominasi ditujukan sebagai penggemar dirinya. Dia memang bukan selebriti, tetapi wajah yang selalu tampil di layar kaca tetap saja diketahui penonton lain. Walaupun kategori usia penonton rata-rata berusia dewasa, bahkan mendekati paruh baya.
"Ini ... apa?" gumam [Name] tidak melihat identitas apapun selain alamat kantor berita.
Bagaimana jika surat itu berisi kebencian?
Surat makian?
Surat teror?
Profesi [Name] jarang dirundung drama kehidupan. Menerima teguran dan kritikan pedas tentu saja tidak dihitung. Itu makanan sehari-harinya, tetapi berbeda cerita kalau berupa kalimat kasar penuh kebencian. Jantung [Name] berdegup kencang. Kalau memang sesuai dugaan awal, ia akan segera membakar surat tidak berfaedah itu.
Karena sepucuk surat misterius itu, selera makan [Name] hilang begitu saja.
Yang terhormat, [Full Name]-san.
Kami harap surat ini sampai di tangan Anda. Tenang, kami tidak bermaksud jahat. Untuk kesan amplop, warna hitam mungkin membawa kesan yang kurang mengenakkan. Kami harap Anda maklum.
Jadi, pengirim surat ini ditulis oleh dua orang. Kami bertugas di bidang penelitian dan pengembangan dari Badan Meteorologi. Tentu saja Anda tahu secara singkat tugas kami. Memperkirakan kondisi cuaca dunia secara akurat setiap harinya.
Jadi, tentu saja surat ini beralasan.
Kami butuh bantuan Anda.
Apa Anda merindukan eksistensi pelangi?
Pelangi dinyatakan punah lima tahun yang lalu.
Sangat disayangkan, bukan?
Sejarah menyatakan eksistensi pelangi di angkasa akan berakhir seperti dinosaurus, tidak akan kembali lagi.
Dan karena wacana yang masih bersifat sementara itu, kami berencana ingin membangkitkan pesona itu sekali lagi. Bahwa asumsi itu hanya wacana semata. Kami menamai misi itu R2: "Reborn Rainbow".
Apabila Anda berkenan, kami harap Anda segera mengirim balasan melalui email ini: [email protected]
Bantuan Anda akan sangat berarti bagi kami dan harapan anak-anak penuh impian di sana.
Best regards,
R2 Team
"Ini ... tidak mungkin," gumam [Name] menyadari jemarinya bergetar. Ajakan itu sebenarnya sederhana. Bukan aksi unjuk rasa. Bukan ajakan kriminal. Kesan awal amplop itu seakan mengurangi usianya beberapa tahun lebih cepat. Sebuah pemicu yang menimbulkan rasa gugup dan penasaran.
Ajakan itu terdengar sederhana, tetapi terasa aneh untuk diwujudkan. Memunculkan pelangi. Tujuh warna yang diasumsikan berbentuk setengah lingkaran. Benda langit yang muncul karena perpaduan matahari dan titik hujan.
"Bekalmu tidak dimakan? Kalau dingin nanti tidak enak lagi," tanya staf yang tadi bersama [Name]. "Surat dari penggemar, ya?"
[Name] menggeleng. "Bukan. Tapi isi surat ini membuatku bimbang."
Staf itu mengernyitkan dahi. "Apa itu sesuatu yang sangat penting?"
[Name] menggeleng lagi. "Kurasa tidak. Tapi ada gerangan yang membuatku ... penasaran dan tertarik."
Perlahan, [Name] membaca lagi kalimat demi kalimat dari surat misterius itu. Tim R2 tidak mendeskripsikan bantuan spesifik yang harus dilakukannya. Namun, [Name] tahu. Dia adalah penyiar berita prakiraan cuaca. Dan, langkah yang mereka butuhkan adalah publikasi. Memberikan informasi. Mengenai misi R2.
"Aku harus tetap memastikan ini memang bukan lelucon." [Name] menyelipkan surat itu kembali ke amplop hitam. "Aku pergi dulu, jadwal siarku hari ini sudah selesai."
"[N-Name], makan siangmu gimana?" tanya staf itu memandang kantong bekal itu masih tidak terjamah sedikitpun.
"Untukmu saja!" samar-samar [Name] menjawab, tetapi terdengar.
Utusan dari bagian penelitian dan pengembangan pihak Badan Meteorologi?
Bagi [Name], misi ini tidak salah dicoba.
※※※
Akan tetapi, ekspektasi sering kali tidak sejalan dengan realita.
"Tidak boleh."
[Name] menautkan alis. Stasiun televisi memang bukan miliknya, tetapi menyebarkan berita adalah kewajibannya. Pelangi tidak lagi muncul selama lima tahun terakhir. Kejadian yang dianggap biasa dan terlupakan.
"Tapi jika misi 'Reborn Rainbow' itu disiarkan, rating saluran televisi kita akan meningkat pesat, Director-san!" tutur [Name] mencoba meyakinkan atasannya itu sekali lagi. "Jadi, apa kita tidak bisa mempertimbangkanㅡ"
Sejak awal mengajukan lamaran kerja, [Name] menyegani atasannya itu. Menuruti segala instruksi sebagai penyiar berita prakiraan cuaca. Walaupun tidak lama bekerja, [Name] bisa memegang posisi penyiar berita tetap karena penampilan yang selalu rapi dan siap siaga. Dia juga memiliki fisik yang mudah dikenali pemirsa.
Director memandang [Name] lekat-lekat.
"Nama stasiun kita dipertaruhkan jika menyiarkan sesuatu yang belum pasti," bantah Director menata rambut hitam bercampur keabu-abuan di puncak kepala. "Saya jamin, anggota badan meteorologi lain tidak akan setuju dengan ide naif seperti itu. Apalagi tidak membawa pengaruh apapun terhadap alam."
[Name] mengepalkan tangan. Pernyataan kontra kembali muncul. Penyiaran publik melalui layar kaca memerlukan kepercayaan masyarakat agar bisa bertahan. Jika misi R2 gagal, semua kepercayaan yang dibendung setinggi langit akan runtuh begitu saja. Utusan dua dari sekian anggota badan meteorologi memang terkesan tidak realistis.
"Kalau Director-san tidak percaya, maka aku bisa lebih dulu mengamati rencana R2 secara langsung," kata [Name] masih bersikeras mencari solusi kebangkitan pelangi di dunia.
"[Name], jangan melakukan hal yang tidak perlu," tegur Director menepuk meja, membuat jantung perempuan itu berdetak lebih cepat karena terkejut. "Saya tidak mau tindakanmu menghancurkan reputasi kerja. Karena ide aneh seperti ini."
Arloji [Name] menunjukkan pukul setengah lima sore. [Name] bangkit dari sofa ruang kerja director, kemudian menenteng hand bag hitamnya. Semua diskusi yang berujung perdebatan ini memakan waktu yang cukup panjang.
"Saya permisi, Director-san. Selamat sore."
[Name] berbalik badan, meraih gagang pintu.
Saat itu, pria yang tadi begitu marah berkata, "[Name], sekali lagi kuberitahu. Kalau kau masih ingin mewujudkan misi aneh itu ...."
[Name] menoleh sedikit.
Alis Director bertaut dalam."Maka profesimu sebagai penyiar berita saluran DTV menjadi resikonya. Kau akan diberhentikan secara tidak hormat."
※※※
[Name] menghela napas untuk kesekian.
Sebuah kereta melaju menuju pemberhentian berikut. Perempuan itu terus memegang ponsel, menemukan tidak ada pemberitahuan untuknya sama sekali. Kondisi kereta cukup ramai di sore hari. Banyak pekerja kantoran yang pulang. Sebagai figur publik, [Name] menyamarkan identitas dengan kacamata dan masker hitam.
Sebenarnya, profesinya memudahkan segi finansial [Name]. Ia bahkan bisa mengendarai mobil pribadi ke kantor. Namun, ia lebih terbiasa menggunakan kereta sebagai transportasi umum. Selain itu, ia tidak perlu membayar pajak kendaraan yang lumayan tinggi.
Masih ada dua pemberhentian hingga [Name] turun dari kereta. Tetapi jumlah kursi penumpang masih penuh diduduki. Kakinya mulai terasa nyeri karena terlalu lama mengenakan stileto. Tetapi situasi itu semakin tidak mengenakkan karena gejala eksternal. Seseorang diam-diam berminat memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. [Name] merasakan jemari nakal sengaja mengusap bokongnya.
[Name] berdecak kesal. Dia berencana menggunakan teknik aikido untuk menjerakan pelaku. Satu, dua, dan tiga. Dia berbalik badan. Persetan dengan tindakan yang berujung mengundang perhatian.
"A-AWWW! Sa-sakit!"
Pria paruh baya itu meringis. Tangan yang usil itu dibuat memutar ke belakang. Sengaja agar dibiarkan terpelintir. Namun, bukan [Name] yang melakukannya. Melainkan seorang pemuda berwajah cantik. Ia tampak santai sambil mengulum lolipop.
"Dasar paman tidak tahu malu."
"A-ampun!" jerit pria itu menahan tangis.
Seakan belum cukup menyerang sekali, pemuda itu menghadiahkan sebuah tendangan di tulang kering. Tentu saja, pria itu jatuh dalam posisi tengkurap. Penumpang lain tidak segan membiarkan pria itu kabur. Banyak ponsel merekam dan memotret kejadian.
"Kau baik-baik saja?" tanya pemuda itu melepas jaket. "Gunakan ini untuk menutupi rokmu."
"Sudah kuhubungi polisi terdekat yang akan menangkap pria itu," tutur pemuda berambut putih yang duduk membaca koran, lalu menatap [Name]. "Silakan duduk."
"Te-terima kasih," kata [Name] menerima jaket itu. "Masih ada sekali lagi pemberhentian dan akan segera kukembalikan."
"Tidak apa. Kita akan lebih sering bertemu, 'kan?" tutur pemuda berambut hitam itu tersenyum penuh misteri. "Kebetulan sekali."
"Eh?" kejut [Name] mengernyitkan dahi lalu melirik sekitar. "A-Anda mengenal saya?"
"Kami adalah tim R2," sanggah pemuda itu mengulurkan tangan, " aku Korekuni Ryuuji dan dia adalah Kitakado Tomohisa."
[Name] mengerjap bingung. "E-Eeeeeh?"
Pemuda berambut putih itu tersenyum. "Kami tidak akan berbuat jahat. Jadi ... kami bisa minta waktu Anda sebentar?"
※ to be continued ※
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro