Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

╰ pink envelope: crush in mission ╮

Tumpukan baju kering dijinjing [Name] dengan baskom untuk diurus di sebuah penatu lantai dasar apartemen. Setiap baju yang akan dicuci ditimbang lebih dulu dan diperiksa bahwa keadaan pakaian dalam keadaan kosong. Saat mengantre, [Name] memeriksa satu per satu. Walaupun ia merasa agak malas karena merasa takkan menyimpan apapun. Hingga asumsi itu runtuh: sebuah flashdisk berwarna merah muda tercecer saat ia menjelajahi saku blazer miliknya.

"Loh? Ini ... punya siapa?" gumam [Name] mengernyitkan dahi.

Saat bagian belakang flashdisk dibalik, tersemat sebuah stiker kertas.

Untuk [Full Name]. Dari neechan.

[Name] berusaha mengingat kejadian sebelum perempuan itu meninggalkannya untuk terakhir kali. Ia memakai blazer abu-abu ini untuk meliput berita R2. Alasan flashdisk ini ditaruh tanpa sepengetahuannya masih menjadi misteri.

"Mbak, pakaiannya sudah boleh saya timbang?" tanya petugas mengulurkan telapak tangan.

Tampak linglung, [Name] langsung memberikan baskom itu. Tentu saja, flashdisk itu langsung disimpan ke dalam saku celana agar tidak tercecer.

"Tiga kilogram, ya. Silakan pilih pewangi yang diinginkan," tegur lagi sang petugas membawa wadah berisi kumpulan botol mungil. [Name] menghirup satu per satu aroma yang dianggap sesuai. Ada semilir aroma yang terasa khas. Aroma manis dari buah beri. Memunculkan ingatan kepada pemuda mungil berambut hitam yang hobi mengulum chupa chul. Kerap bermulut pedas sebagai tameng kejujuran hatinya.

"Saya pilih ini."

Mengenai misteri ini, [Name] akan memercayakan kepada seseorang.

Korekuni Ryuuji.

◀ R2: Reborn Rainbow

•●- Pink Envelope : Korekuni Ryuuji route -●•

Agаsнii-saи's™ Presents

Sebelum mengontak Ryuuji, [Name] sudah memasang flashdisk ke laptop untuk melacak data yang tersimpan. Penyimpan data berbentuk mini itu tidak terdeteksi virus, tetapi menyelipkan sebuah folder berjudul 'Himitsu'. [Name] menekan ikon dokumen kuning itu dua kali untuk mengecek isinya. Mengira rasa penasarannya akan segera terobati, ternyata muncul misteri baru.

Muncul sebuah pop-up dengan dua opsi tombol di sisi kiri dan kanan: cancel dan answer.

Kapan ulang tahun Korekuni Ryuuji?

Alis [Name] mengernyit. Ia merasa seperti mengikuti ajang kuis berhadiah di layar kaca. Ingin menjawab dengan benar dan tepat, [Name] pun meraih ponsel. Tak perlu repot mencari, kontak Ryuuji sudah bisa dihubungi dalam sekali tekan karena terhubung dalam speed dial. Nomor satu dimiliki kontak ibunya, sedangkan nomor dua dan tiga terisi kontak Ryuuji serta Tomohisa.

Sejak penaburan abu kremasi, mereka resmi kehilangan kontak. Alhasil, bibit-bibit kecanggungan terselip di batin [Name]. Mengasumsikan lantas akan terkena semprotan Ryuuji karena bertanya hal yang tergolong privasi. Namun, [Name] curiga jika flashdisk pemberian Kakak Ryuuji meninggalkan pesan penting. Bertekad untuk mengumpulkan keberanian, ternyata subjek yang baru saja dicemaskan memanggil. Mengakibatkan ponsel [Name] refleks melambung ke kasur.

"Astaga. Bagaimana ini?"

Bunyi dering ponsel kian menjadi-jadi. [Name] menarik sebanyak mungkin oksigen yang ada, lalu diembuskan perlahan.

"Moshi-moshi?"

[Moshi-moshi. Kau sibuk?]

Berbeda dengan Ryuuji yang ditemuinya langsung, nada bicara pemuda itu terdengar lebih lembut. Meskipun tidak bisa dibandingkan dengan Tomohisa. [Name] mengepalkan tangan tepat di dada.

"Tidak. Ada apa?"

[Karena kau senggang, temui aku di lokasi yang kukirimi lewat pesan singkat. Sekarang juga.]

"Tunggu! Aku memang senggang, tetapi kenapa harus terburu-buru?"

[Karena ada perkara yang tidak bisa kuselesaikan sendirian. Bahkan dengan bantuan Tomohisa sekalipun. Bisa sih, tapi aku tidak ingin membebaninya sampai menghubungi FBI.]

[Name] membaringkan diri di atas tempat tidur. "Korekuni-san. Apa jangan-jangan ini berkaitan dengan flashdisk milik kakakmu?"

[Loh? Kenapa kau mengetahuinya?]

"Aku mendapatkannya."

Terdengar dengusan kasar dari Ryuuji. [Pokoknya cepat datang. Kutunggu.]

Panggilan itu terputus lebih dulu oleh Ryuuji. Melihat lokasi yang dikirim Ryuuji ternyata sebuah kafe, [Name] menggulingkan badan karena uring-uringan. Akibatnya, ia berakhir terjatuh ke lantai karena terlalu panik. Ia segera membuka lemari baju. Kemeja, kaus oblong, blus, gaun, hingga jumpsuit membuatnya larut dalam dilema.

"Harus pakai apa?" gumam [Name] mengacak rambut sambil mengedarkan satu per satu pakaian di atas kasur.

Panggilan masuk kembali berdering.

[Name] mengerang kesal karena sudah dua puluh menit berlalu hanya untuk menentukan pakaian yang sesuai.

"Ah! Terserah! Pilih yang ini saja! Pasti cuma sebentar saja!"

※ ※ ※

"Selera pakaianmu saat sedang tidak bekerja kontras juga, ya."

Lelah memilih, [Name] mengambil pakaian yang diambil asal. Pilihannya jatuh kepada kaus turtleneck khaki, celana selutut abu-abu, dan sepasang converse hitam. Dilirik ke kiri dan kanan, rata-rata kaum hawa bergaya feminin. Tentu saja [Name] mengenakan masker hitam agar identitasnya tidak mudah dikenali.

Baru beberapa minggu mereka tidak bertemu, tetapi [Name] merasa perlakuan Ryuuji masih sama. Bahkan jika mereka tidak bertemu selama bertahun-tahun. Berucap sarkas seperti kebiasaan sehari-hari yang patut dilakukan.

"Langsung saja. Kita harus segera menjawab pertanyaan dari kakakmu. Aku menerima pertanyaan tanggal ulang tahunmu," tutur [Name] mengalihkan topik dan meletakkan laptop di atas meja.

"Sebelas November," jawab Ryuuji santai lalu melambaikan tangan kepada pelayan untuk memesan menu makanan.

"Benar!" ujar [Name] tersenyum berseri setelah menginput angka sesuai jawaban Ryuuji, lalu kembali kecewa. "Tapi ... muncul pertanyaan lagi. Sekarang pertanyaan kedua dari seratus."

Perempatan siku-siku memuncaki dahi Ryuuji. "Haaaah? Dia maunya apa, sih? Apa pertanyaannya?"

"Kapan Korekuni-san dan Kitakado-san berteman? Di mana tempat mereka berjumpa pertama kali? Musim apa?"

"Sejak usia tujuh tahun. Pesta penghargaan ayah. Musim dingin."

"Merek permen kesukaan Korekuni-san?"

"Chupa chul."

"Warna kesukaan Korekuni-san?"

"Pink."

"A-ano?"

Baik [Name] dan Ryuuji teralihkan dari pertanyaanyang menyerupai ajang acara cerdas cermat. Pelayan yang tadi menanggapi Ryuujisudah membawa dua buku menu. Beberapa pelanggan pun menyadari mereka kelewat bersemangat.

"Kami akan memesannya!" ucap [Name] membungkukkan tubuh. "Maaf mengganggu."

"Aku pesan seporsi french toast dan mint mojito," pesan Ryuuji menutup buku menu.

Alis [Name] bertaut. Semua nama kuliner ditulis dalam bahasa Inggris dan bergaya ala Eropa. Ragu memilih menu lain, [Name] menyamakan pesanan dengan Ryuuji. Pelayan itu segera mencatat, membaca ulang pesanan, dan meninggalkan mereka seperti semula.

"Jika harus tanya jawab akan sangat memakan waktu. Berikan laptop-mu biar kujawab semua. Tugasmu menjawab flashdisk yang kudapatkan juga."

[Name] mengangguk mantap setelah menukar laptop masing-masing. Sederet pertanyaan yang bervariasi mudah dijawab masing-masing. Sesekali mereka saling bertanya saat bingung akan jawaban lain. Seperti memasuki ruangan demi ruangan agar bisa terbebas. Bagai labirin. Hingga muncul pertanyaan nomor seratus.

"Sisa satu lagi!" jerit [Name] menekap setengah wajah.

Ryuuji tersenyum lebar. "Pertanyaan darinya untukmu sama seperti punyaku. Hanya berbeda subjek langsung berbeda jawaban. Yang terakhir harus segera dijawab!"

Akan tetapi, pertanyaan keseratus memunculkan jeda diam satu sama lain.

'Apa kau menyukai [Name]?'

'Apa kau menyukai adikku, Ryuuji?'

Mereka saling bertatapan satu sama lain.

"Ini ... pasti hanya candaan dari kakakmu," kata [Name] terkekeh kaku. "Jawabannya tentu saja! Aku menyukaimu dan Kitakado-san. Kalian membawa banyak pengalaman baru dalam hidupku."

Ryuuji menyeruput mint mojito yang sudah tersisa setengah. Tatapan iris magenta-nya mengeruh. "Menurutku pertanyaan kakakku bukan dalam artian itu."

"Loh? Jadi apa?"

"Bukan perasaan persahabatan seperti bayanganmu. Jangan terlalu naif, [Name]."

[Name] mengiris dan melahap roti panggang beralaskan sirup maple dengan tambahan topping buah beri. Ryuuji menggeser laptop [Name] untuk merapatkan jarak di antara mereka. Jemari jempol dan telunjuknya menangkup dagu perempuan itu.

"Perasaan yang dimaksud kakakku. Hubungan khusus antara laki-laki dan perempuan."

[Name] tersedak, lalu memalingkan muka. "I-Ini area publik, Korekuni-san!"

"Lalu?" Ryuuji tampak tidak peduli. "Ah, aku tahu. Kau pasti menyukai Tomo. Lelaki bermulut manis sepertinya lumrah disukai banyak perempuan."

"Kenapa kau jadi mengungkit Kitakado-san?!"

Ryuuji menonaktifkan laptop [Name]. "Jawab saja tidak. Akhiri saja pertanyaan tak berfaedah itu."

Baru saja mereka berinteraksi dengan lebih akur setelah R2 berlalu. Namun, ada saja pertentangan yang terjadi. Dan untuk kesekian, Ryuuji kerap yang memulai lebih dulu. [Name] mengepalkan tangan erat-erat hingga ujung jarinya memutih.

"Dengar, aku tidak memiliki perasaan seperti itu kepada Kitakado-san. Itu hanya perasaan kagum."

"Jangan berbohong. Tidak ada gunanya."

"Kutanya balik. Apa kau menyukaiku?"

Ryuuji memalingkan muka. "Kau? Tidak, tuh."

"Kalau tidak, kenapa kau meragukan perasaanku kepada Kitakado-san barusan?" tanya [Name] tampak berapi-api. "Aku tidak suka kita sering cekcok seperti ini. Mari jawab sekarang juga."

Ryuuji menatap nanar gelas minuman yang sudah kandas isinya. Meninggalkan jejak embun akibat lelehan kubus es batu. "Cih. Iya, aku suka."

"Cepat sekali jawabnya. Kita tidak sedang berkompetisi kuis cerdas cermat."

"Dasar perempuan. Selalu menganggap laki-laki salah, meskipun salah tetap benar," gerutu Ryuuji menopang dagu, lalu menyalakan laptop [Name] yang ternyata dipasang mode sleep.

"Jadi yang tadi itu pernyataan benaran?" tanya [Name] menekap sebagian wajahnya.

Ryuuji mencubit pipi kanan [Name]. "Sudah, cepat jawab sama-sama."

Dalam diam, mereka mendapatkan pertanyaan yang sama.

Menaruh jawaban yang sama.

※ ※ ※

[Hai, Ryuuji! [Name]-chan!]

Menyudahi sesi makan, mereka berada di sebuah taman untuk menikmati udara segar. Petang mulai tiba dan semburat jingga perlahan mengarah ke ufuk barat. Akhir dari segala perjuangan mereka menjawab seratus pertanyaan pun terlaksana. Ternyata folder 'himitsu' berisi sebuah video Kakak Ryuuji. Baik di flashdisk yang diberikan kepada mereka. Saat dicek, video tersebut digandakan sehingga sebenarnya bisa dilihat masing-masing. Akan tetapi, Ryuuji memutuskan untuk menonton bersama di laptop-nya.

[Saat melihat video ini, aku pasti sudah pergi. Aku tahu kalian pasti sudah bertemu dan menjawab pertanyaan-pertanyaanku. Sebenarnya untuk membuat pertanyaan ini, aku  menyepakati kerja sama dengan teknisi yang dicari Tomo atas keinginanku. Aku membuat semua itu agar kalian saling mengenal walaupun aku tak ada. Mungkin ada rasa jengkel saat meladeni semuanya, terutama Ryuuji.

[Kalau kalian menjawab 'tidak' di pertanyaan terakhir, kalian tahu apa yang akan terjadi? Kalian harus mengulang menjawab pertanyaan dari nomor satu! Kejam? Memang. Karena kalian tidak jujur. Dan itu perbuatan yang sangaaat tidak baik.]

[Name] tersenyum lega. "Fiuh. Nyaris saja. Syukur aku tidak termakan omonganmu, Korekuni-san."

Ryuuji menekan tombol jeda, melempar delikan tajam. "Tomo diam-diam berencana tentang ini, ya. Jadi kau menyalahkanku?"

"Tidak juga," jawab [Name] memberi cengiran santai. "Lanjuuuut."

[Aku tidak mau kepergianku menjadi penyesalan untuk kalian berdua. Tidak ada yang salah sama sekali. Memang sudah takdirku untuk pergi. Kalian harus bahagia untukku.]

"Tidak perlu dibilang juga aku sudah tahu, dasar," gerutu Ryuuji menundukkan kepala. Sekujur tubuhnya bergetar menahan sedih. "Kenapa harus dibilang lagi?"

[Name] menyadari pipi Ryuuji sudah basah. "Tidak apa. Mungkin ini pengingat terakhir darinya."

Berawal dari isakan, Ryuuji menangis sejadi-jadinya. [Name] mengusap punggung Ryuuji yang terlihat rapuh. Mereka mendengar setiap detik demi detik video dari Kakak Ryuuji. Kesenangan dan kesedihan yang berpadu mengaliri rasa di antara mereka.

"Sudah selesai," kata [Name] melihat video telah berhenti bergerak.

Semua rasa penasaran itu telah berakhir sampai di sana.

Meraih kebahagiaan sekali lagi dengan senyuman.

Sesederhana itu.

※ ※ ※

Omake

※ ※ ※

"Jadi bagaimana keputusan kariermu sekarang?" tanya Ryuuji memandang [Name] lekat-lekat.

[Name] tersenyum lebar. "Aku akan bekerja lagi dengan DTV. Karena mereka sampai rela mengirimi pesan khusus, sepertinya aku cukup dibutuhkan."

"Baguslah. Aku mengirimimu pesan beramplop pink waktu itu, omong-omong. Apa kau  sudah membacanya?" tanya Ryuuji lagi, tahu-tahu menempatkan kepala di bahu [Name].

Pipi [Name] merona. "Ah, sudah. Pasti tulisan itu dirangkai bersama Kitakado-san, 'kan? Kalian tetap menyemangati hidupku yang ikut merasakan berduka."

"Tidak! Aku menulisnya sendiri. Semuanya," elak Ryuuji menggembungkan pipi.

[Name] terbelalak. "Heeee? Masa? Tapi tulisan itu sangat rapi dan menyentuh hati ...."

"Terima kasih atas pujiannya, loh," tukas Ryuuji mulai mengambil setangkai chupa chul dari saku celana. "Ah, ya. Aku harus mengabari kejadian hari ini kepada Tomo. Kami akan membentuk misi baru lagi."

Dahi [Name] mengernyit. "Misi? Pelangi baru?"

"Ajukan wawancara spesial kepada kami. Bagaimana? Kita juga bisa menyebarkan kejadian benda langit yang baru seperti gerhana bulan atau hujan meteor."

"Ide bagus," ujar [Name] mengusap dagu. "DTV pasti enggan menolakku seperti dulu."

"Hm, kau terdengar sangat percaya diri. Aku jadi penasaran reaksi kru di sana akan seperti apa," kata Ryuuji menopang dagu dengan senyum penuh misteri.

"Te-tentu saja harus optimis!" balas [Name] terlihat jengkel. "Kalian juga harus, tepatnya wajib bersamaku saat aku mengajukan ide-ide brilian itu."

"Nikmati saja semuanya pelan-pelan." Ryuuji menggandeng tangan [Name]. Aliran hangat menyusuri telapak tangan mereka. Sebuah perasaan bernama kenyamanan yang tak tergantikan oleh siapapun. Angkasa tetap sama. Siang dan malam terus berganti. Begitu pula empat musim.

Mereka takkan tahu saat pelangi akan muncul kembali tanpa usaha R2, tetapi mereka akan terus memercayai keajaiban selalu ada. Seperti pertemuan mereka. Seperti masa-masa yang sudah terjadi dan tersimpan dalam memori.

※ ※ ※

End

[03.08.2018]

※ ※ ※

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro