Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19 : Picture of You (End)

Simon dan Zhehan berjalan berdampingan menapaki jalan berumput yang dibasahi kilau embun. Butir-butir air bening menetes di sepatu kets mereka dan sisanya sirna terbakar hangat sinar matahari.

Zhehan menahan senyum beberapa lama, mengagumi pemandangan alam sekitar, bahkan sesekali dia menghindari tatapan Simon yang tak beralih dari wajahnya.

"Apakah sangat sulit untuk berpandangan denganku?" usik Simon, sesekali matanya terpejam lembut menikmati sinar matahari baru lahir yang jatuh menimpa wajahnya.

"Mungkin karena sudah lama rasanya tak bertemu denganmu. Aku menjadi sulit dan  gugup tanpa alasan," Zhehan menyahut.

"Lalu apa yang kau ingin aku lakukan? Kau ingin aku berhenti memandang dan mengagumimu? Kau tahu aku tidak bisa melakukan itu."

"Ada apa denganmu? Kau ingin aku salah paham lagi? Bicaramu semakin manis dan aku mulai berpikir untuk bisa mendampingimu setiap hari, lalu memintamu untuk menjaga dan melindungiku seumur hidup."

Zhehan memandang jauh ke arah perbukitan biru keunguan, sesaat berikutnya dia menoleh pada Simon, mendengar tanggapan yang dia ucapkan.

"Lalu mengapa kau tidak melakukan itu?"

"Ya?" Zhehan mengangkat alis.

"Katakan saja, jika kau ingin bergantung padaku, memintaku untuk menjaga dan melindungi mu. Aku pasti akan mencoba melakukannya."

Zhehan memandang serius, langkah mereka makin melambat.

"Jadi kau bersedia?"

"Jika itu membuatmu tenang. Aku akan melakukannya. Jika itu bisa membuatmu untuk tetap tinggal di sisiku."

"Kedengarannya kau serius. Aku jadi gugup mendengarnya," Zhehan tersenyum. Diam-diam air matanya menggenang lagi. Berkilau di bawah jilatan sinar matahari. Simon menangkap reaksi itu dan berkata,

"Aku tak pernah seserius ini. Kau tak percaya padaku? Apa karena itu kau menangis?" Dia memiringkan kepala, mendekat ke depan hidung mancung Zhehan.

"Aku menangis karena aku percaya padamu, karena itu hatiku bisa tenang," Zhehan menoleh, menatap tepat ke bola mata Simon yang menjanjikan perlindungan.
"Aku benar-benar ingin mendengar kata-kata itu. Kau selalu bicara tajam padaku sejak aku tinggal di apartemenmu."

Simon tercengang sekejap, tatapannya menjadi panik dan beralih cepat pada tangan Zhehan yang mulai menarik syalnya lagi, menggunakan ujungnya untuk menghapus air mata.

"Ah, lagi-lagi syalku," ia memprotes dengan suara rendah.

Zhehan melirik sedikit galak dan merengut, "Kau bilang akan melindungiku, tak bisakah kau melakukan ini untukku?"

Simon terkekeh merdu, sekali lagi ia melingkarkan lengan ke bahu Zhehan, melangkah beriringan menuju rumah, dan menatap masa depan.
Senyum manis di wajah Zhang Zhehan kembali terkembang. Kali ini mereka memiliki komitmen dan kesungguhan. Dia tidak terlalu peduli lagi dengan hal-hal lain. Lagipula, jika langit runtuh pun, ada Simon yang akan menahannya.

Semilir angin pagi kembali berhembus, melahirkan suara gesekan merdu pucuk-pucuk pohon bambu, dan di kejauhan sana, satu sisi daun-daun flamboyan kemerahan berputar-putar sebelum gugurannya menutupi jalanan.

🌻🌻🌻

Mama Simon menyambut anak muda cantik itu di meja makan dan tidak sempat bertanya banyak pada putranya. Kedua pemuda itu asyik dengan pembicaraan mereka, hanya sekilas saja Simon mengenalkan Zhehan.

Sang ibu yang telah memiliki perspektif luas tentang sebuah hubungan menyadari satu hal meski sempat terguncang dalam keraguan. Tapi pagi yang indah ini tidak seharusnya diawali dengan membahas hal serius yang bisa merusak suasana. Jadi dengan menampilkan senyuman ramah dan keibuan, Mama Simon menyiapkan aneka menu sarapan di meja makan dan mereka bertiga sarapan dengan suasana hangat penuh kekeluargaan.

"Lain kali akan kusiapkan teh madu lemon yang madunya khusus kuambil dari peternakan," wanita ramah berusia lima puluh tahunan itu berkata pada Zhehan, mengamatinya diam-diam agar tidak menimbulkan rasa risih pada Zhehan.

"Aku tidak pernah mendengar Simon menyebut-nyebut namamu," lanjut Mama Simon.

"Aku pernah menjadi teman satu apartemennya," Zhehan menyahut sopan.

"Menyenangkan sekali. Kau sudah bertahan menemani Simon, aku senang putraku tidak kesepian. Ngomong-ngomong apa kau tahan hidup bersamanya?"

Simon mendengus tidak setuju, "Apa maksudmu? Kau pikir aku akan membully-nya?"

Zhehan menjawab masih dengan senyum, "Aku hanya melakukan apa yang menjadi tugasku sebagai teman."

"Itu bagus. Kau anak yang baik. Kami akan menjagamu di sini sampai kau tidak ingin pergi kemana pun."

Zhehan mengangguk, wajahnya cerah berseri.

"Makanan dan minuman apa yang kau sukai?" tanya Mama Simon.
"Aku akan menyiapkannya lain hari."

"Simon mengetahuinya," Zhehan melirik pemuda yang tengah sibuk memotong roti keju dan mengoleskan butter.

"Aku tidak tahu apa-apa," sahut Simon jujur.

"Jadi apa yang kau tahu? Kau bilang kalian pernah tinggal bersama," sela Mama Simon.

"Makanan kesukaannya banyak sekali, aku tidak bisa menyebutkan. Aku akan memberitahumu jika mengingatnya," Simon menjawab cepat.

Zhehan terkekeh geli, secara tidak sengaja obrolan itu membawanya pada satu ingatan dimana dia membeli banyak makan siang dengan uang Simon yang ia temukan di atas meja televisi.

Momen kacau itu, jika diingat kembali, mengirimkan rasa hangat dalam hatinya.

"Lagi-lagi kau tersenyum sendiri," komentar Simon.

Zhehan menoleh.

"Kau masih tidak berubah, kau terlihat sangat bahagia jika sudah bersama denganku. Dulu kau begitu, sekarang pun masih saja sama," ujar Simon penuh kemenangan.

"Kau juga masih tidak berubah. Kau selalu banyak mengeluh jika sudah bersama denganku, tapi diam-diam kau memperhatikanku."

Simon tertawa singkat, dia melirik sang ibu yang ikut tertawa meski tidak paham. Dalam benaknya Simon mencari penjelasan yang tepat, bagaimana caranya agar sang ibu menyetujui hubungan unik mereka.

Mungkin akan memerlukan waktu untuk sang ibu bisa mengerti. Biasanya seorang ibu akan bahagia jika melihat anaknya bahagia. Dengan keyakinan ini, Simon menghibur diri.

🌻🌻🌻

Dua bulan kemudian

"Zhehan! Lihat kemari!"

Klik!

"Hai, lihat aku sekali lagi! Tersenyumlah!"

Klik!

"Sudah cukup Simon, jangan memotret ku lagi!" Zhehan memprotes. Dia tengah sibuk di tengah ladang bunga matahari, mengenakan setelan santai dan topi, dia terlihat gembira dan berbaur di tengahnya.

"Apa aku nampak cocok menjadi pebisnis muda handal di bidang agricultural?" Zhehan bertanya, tangannya mempermainkan batang bunga matahari berwarna kuning menyala.

"Kau lebih mirip seperti petani tradisional," Simon terkekeh puas.

Hisshh!

Zhehan melempar setangkai bunga yang segera ditangkap oleh Simon.

"Kau sudah menghubungi ayah angkatmu?"

"Ya," Zhehan mengangguk.

"Dia lega mendengar aku hidup dengan baik di sini. Dia bertanya kapan aku pulang."

"Lalu apa jawabanmu?" Simon bertanya dengan suara tegang.

"Kubilang aku akan pulang tidak lama lagi."

"Harusnya kau jawab apa adanya," Simon mengerutkan bibir, dia memotret seekor burung yang melayang di atas padang bunga.

Perubahan nada suara Simon menarik perhatiannya, "Maksudmu?"

"Katakan saja kau akan tinggal di sini selamanya," ujar Simon tegas.

"Selamanya?" Zhehan menatap terpesona, seolah melihat mimpi dalam keadaan terjaga.

"Ya. Katakan pada ayah angkatmu, ada seseorang yang akan menjaga dan melindungimu seumur hidup."

Kalimat itu terdengar bagai mantera dari seorang malaikat dengan keabadian yang mulia.

Zhehan mengangguk perlahan, seulas senyuman mewakili perasaannya yang tak bisa dijelaskan.

Kata-kata indah dan menenangkan ini, kuharap bukan kata terakhir yang kau ucapkan

Simon, aku percaya padamu

Jika aku mengatakan bahwa aku juga ingin berada di sini selamanya,

Apakah kau juga percaya padaku dan mau menikah denganku?

🌻🌻🌻

Simon Pov

Sekarang aku telah menetapkan langkah pertama untuk masa depanku, di sanalah kupikir bahagia akan menanti. Bukankah kita sudah sepakat tentang ini?

Ayah, aku telah menemukan belahan jiwaku. Aku akan menjaganya dan juga menjaga bisnismu. Kau tidak perlu khawatir tentang hal-hal semacam ini karena aku bukan anak kecil lagi.

Aku sempat merasa bersalah karena bersikap egois. Bagaimana reaksi orang-orang menanggapi kisah cinta kami. Haruskah aku berbohong padamu dan mengatakan cinta kami mungkin tidak akan ada rintangan?
Apakah itu yang perlu kau dengar?

Ayah, aku mencintai seorang pemuda dan dia sangat manis. Ibu menyukainya dengan cepat dan dia juga sangat pandai. Dalam waktu singkat dia telah berbaur dengan kami dan juga ladang bunga matahari.

Kehidupan kami akan terus berjalan seindah ini. Musim semi tahun depan, kupikir aku akan mengajaknya menikah.

Bagaimana menurutmu?

🌻🌻🌻

Pagi yang ke sekian di akhir musim semi, Simon tidak menemukan Zhehan di manapun. Dia mencari-cari ke seluruh halaman dan rumah. Tetapi hanya hening yang ia temukan.

Di mana Zhehan? Pagi-pagi sudah menghilang. Padahal aku memiliki satu kejutan untuknya..

Eh kenapa sangat dingin?

Simon mendapati pintu depan tidak tertutup rapat dan ia bisa merasakan angin pagi mengalir ke dalam ruangan.

Jiwa Simon nyaris terenggut. Dia berlari ke dalam kamar, mengambil mantel panjang dan sesuatu dari dalam laci yang segera ia sembunyikan di balik mantelnya. Kemudian dia bergegas melintasi halaman, menuju ladang bunga matahari tanpa sadar.

Matahari masih mengintip lemah dari balik kabut, tetapi rasa panik menarik Simon terus mencari.

"Zhehan! Di mana kau?"

Angin kencang bertiup mengirimkan gema suara ke seberang ladang.

"Aku di sini!"

Kepala Zhehan muncul diantara bunga-bunga. Simon menahan nafas, emosinya seketika berubah. Rasanya ingin marah saja, tapi melihat senyuman Zhehan, dia terpana.

Berlari kecil, dia menghambur ke arah Zhehan.

"Apa-apaan? Pagi-pagi sudah berada di sini! Kau membuatku panik."

"Kau takut aku menghilang lagi?" Lirikan Zhehan menggoda. Membuat Simon semakin gemas.

"Jangan pernah terjadi lagi!"

Saat berikutnya, sinar matahari keemasan jatuh di atas wajah mereka. Tiba-tiba Simon merasa momen ini sangat tepat untuk mengatakan sesuatu.

Menangkup wajah Zhehan dengan kedua tangannya, dia berbisik samar.

"Zhehan, aku tidak ingin terbangun pagi hari tanpa menemukanmu di sisiku. Sudah cukup hari-hari menyedihkan itu saat kau pergi dan aku sendirian dalam sepi. Aku tidak ingin mimpi buruk itu terulang lagi. Kupikir aku akan menahanmu di sini, mengikatmu dalam satu hubungan resmi."

"...!?!..."

"Jadi, maukah kau menikah denganku?"

Cahaya di wajah Simon terlihat menyilaukan, untuk sesaat Zhehan terpaku. Apa yang baru saja ia dengar rasanya terlalu indah untuk menjadi kenyataan.

"Kau harus jawab secepatnya. Jangan biarkan aku bertanya dalam gelap dengan kepala berputar-putar."

Simon memprotes kebisuan Zhehan.

Dalam hati pemuda cantik itu kebahagiaan membanjiri dada, dia sangat bahagia. Sampai sampai ia merasa takut. Tetapi disembunyikannya gejolak hatinya dan berkata santai,

"Kau masih ingin mendengar aku mengatakan ya. Kupikir kau sudah tahu jawabanku. Kau harus menyadari bahwa kadangkala kau tidak punya jawaban. Hanya ada isyarat."

"Jadi berikan aku isyarat mu."

Zhehan mencium bibir Simon dan berbisik.

"Aku akan menemanimu, menyebrangi sungai, melintasi ladang, dan menuruni bukit. Dan kau juga akan selalu mendampingiku kala menyebrang jalan raya. Jangan sampai mobil yang menderu kencang nyaris menabrakku lagi."

Saat itulah lengan Simon memeluk dan mencengkeram, balas mencium dan sesaat melupakan semua ketidakpastian dalam hidup.

Tiba-tiba Zhehan kehilangan keseimbangan dan tubuh keduanya jatuh bertindihan. Simon menahan bahu Zhehan agar tidak membentur tanah. Dia menghimpit tubuh zhehan , tangannya menahan tangan pemuda di bawahnya di rumput yang berembun.

Wajah keduanya berdekatan hingga bisa merasakan nafas di wajah masing-masing. Simon menutup bibir Zhehan dengan bibirnya dan mereka tenggelam dalam ciuman romantis di tengah padang bunga matahari.
Beberapa menit berlalu, Zhehan berjuang mendorong tubuh Simon dan bangkit. Dia tertawa kecil, berlari meninggalkan simon dengan wajah terpana.

Simon mengejar pemuda itu, dan berhasil meraih bahunya. Langit cerah dan siraman  matahari mengirimkan nuansa gembira dan kebebasan.

"Jangan bercanda dulu, aku punya sesuatu untukmu."

Gaung tawa merdu Zhehan masih berlayar melalui udara pagi. Simon mengeluarkan sebuah amplop dari balik jaket panjangnya. Amplop itu berukuran sedang, serupa sebuah buku catatan. Zhehan menatapnya dengan heran, saat Simon menyerahkan amplop itu padanya. Dengan cepat ia mengambil dan membukanya.

"Aku mengikuti kontes fotograpi Explosure sebulan yang lalu. Kupilih diantara fotomu yang paling menarik," Simon menjelaskan.

Amplop itu berisi selembar pengumuman, disertai gambar foto dirinya. Zhehan terbelalak kagum, takjub, dan terharu.

"Hadiahnya lima ribu dollar," Simon kembali berkata antusias.

"Aku belum sempat membelikanmu cincin berlian. Hadiah ini aku berikan semua padamu, karena itu memang seharusnya jadi milikmu."

Zhehan semakin terkesiap. Untuk pertama kalinya Simon bersikap sangat murah hati mengingat betapa pelitnya dia saat hidup bersama di apartemennya dulu.

Dia takut ini hanya mimpi.

"Kau tidak sedang sakit bukan?"

Zhehan mengangkat tangan, menyentuhkan jemarinya ke dahi Simon.

"Aku tidak pernah sangat sehat seperti sekarang," Simon tersenyum, meraih jemari Zhehan dan meremasnya lembut di dalam telapak tangannya yang lebar.

"Senyumanmu membantuku meraih mimpi-mimpi yang pernah tergelincir di masa lalu. Jadi, kuharap kau akan selalu mendukungku."

"Ah, kau tiba-tiba begitu baik dan romantis, itu membuatku panik. Apa yang bisa kulakukan untukmu sebagai balasannya?" gumam Zhehan.

"Anggaplah kau membayar semuanya dengan ini," Simon menyentuhkan bibirnya lagi, melahirkan ciuman lembut untuk kesekian kali.

Dia menarik tubuh Zhehan, menenggelamkannya dalam pelukan.

"Tidak ada yang harus kau lakukan. Hanya teruslah bahagia bersamaku, dan jangan pernah menangis walau sesaat. Tetaplah tersenyum, karena bagiku kau adalah objek terindah di muka bumi."

Keduanya bertatapan untuk sekian lama dan kembali menyatukan ciuman lembut mereka di tengah hening pagi.

Begitulah pagi ini berakhir.

Beginilah semua berawal.

Lembar pengumuman itu tergelincir jatuh dari jemari Zhehan, melayang sesaat dalam liukan indah diantara kelopak bunga matahari yang berguguran dihembus angin musim semi.


🌻 E N D 🌻

Hallo Junzhe Lovers 💖
Please vote and comment

Terima kasih banyak yang udah baca dari awal sampai akhir. Kasih vote dan juga komen.

It warms my heart.

Stay safe, happy and healthy. See you next time.phaporia

💙💙💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro