[ Monopoli ]
『••✎••』
Ada tiga kemungkinan yang akan anda rasakan saat selesai membaca chap Monopoli ini
Baper || Cringe
tapi karna aku jomblo, jadi jangan salahkan jika feelnya tidak terasa huhu.
『••✎••』
|Sentosa♡ : Hah? Gabisa keluar malam ini?
Maaf banget, Sen huhu|
Aku udah siap-siap nih, udah mandi, udah cantik|
Tapi tiba-tiba kerjaan turun dari langit|
Ah, terkutuk kau pria bersayap merah|
|Sentosa♡ : Wkwkwk, it's okay, manis, aku aja yang kesana sekarang
Huaa, maaf-maaf-maaf, besok-besok kubeliin lensa baru deh:(|
|Sentosa : Sans (Name), namanya kerjaan juga gabisa dikontrol, dinner di apartemenmu juga asik kok
Makasi cintaa |
Eh sekalian nitip milktea yang di stasiun bawah tanah dong|
|Sentosa♡ : Milktea? Oh oke
|Sentosa♡ : Password apartemen masih sama kan? atau udah ganti?
|Sentosa♡ : Kunci cadangannya ketinggalan di kantor hehe
Masih kok, masih sama|
Lagian pintunya juga ga kekunci, nanti masuk aja langsung|
|Sentosa♡ : heh! Kunci!
|Sentosa♡ : Kalo ada yang macam-macam gimana?
Tabok aja|
Ga kok enggaa, abis buang sampah ni, nanti aku kunci!|
|Sentosa♡ : Harus dikunci lho. Tapi jangan diganti passwordnya
Iya-iyaa|
Baru aja kepikiran mau ganti password|
|Sentosa♡ : asem_- untung sayang
|Sentosa♡ : Sampai nanti manis
Hati-hati!|
Kalau kata orang, Sen beruntung banget. Tapi bukan karna bisa mendapatkan seorang (Surname), melainkan karna ia menang dari saingannya yang beratnya wah mantap.
Cara kerja perasaan itu tidak bisa dimengerti logika dan nalar.
Aku tidak merasa memakai susuk, pelet dan sebagainya, dari dulu aku hidup untuk diriku sendiri. Memikirkan apa yang akan dilakukan sekarang untuk kejadian baik di masa depan dibandingkan berkhayal tak jelas.
Pada akhirnya aku bucin juga hadeh. Ngeselin.
Aku membanting tumpukan dokumen-dokumen dan berbagai kertas yang dikirim Hawks tadi ke kasur.
Sialan, kenapa aku harus membuat laporan misi? Bukannya dia punya banyak babu di agensi?! Lagian karna sebagian besar kepengurusan dan pekerjaan sudah diserahkan ke Tokoyami, waktu Hawks jauh lebih luang.
"Mending kamu ngerjain laporan aja daripada sibuk pacaran-"Kata si jago merah.
Siapa yang sibuk pacaran bjir, Aku mengusap muka, kesal. Sen sibuk di agensi Edgeshot dan aku..., aku memang ga ngapa-ngapain sih, misi terakhir hanya mewakili agensi menghadiri konferensi pers.
Iya sebenarnya aku cuman sok sibuk aja gitu, sok aja gitu, padahal aslinya mah lagi rebahan manis di apartemen.
Enggaklah canda, aku beneran sibuk. Tapi meski aku sibuk, yang kulakukan adalah tiduran, berlena-lena, dekat deadline baru panik. Dasar deadliners.
Dimana-mana pasti Hawks menyuruhku yang menghadapi media. Tokoyami bercanda mengatakan bahwa aku adalah brand ambassador agensi. Tidak masalah menghadapi wartawan atau pengkritik massa tapi jangan suruh membuat laporan yang aku tidak ikut serta dalam misinya dong.
Laporan wajib berisi hal-hal yang rinci dan mendetail terkait pelaksaan misi. Jika aku saja tidak ikut misinya bagaimana mungkin aku bisa mengerjakan laporannya?!
Nyaris tiga bulan aku tidak bertemu dengan Sen, hanya via chatting or video call saja, terakhir saat tidak sengaja bertemu di stasiun. Dia baru pulang dari Hokkaido sementara aku baru mau ke Kyushu. Benar-benar cuman mengobrol, minum teh di kedai stasiun bawah tanah sebentar dan pelukan saat keretaku datang.
Dan sekarang, setelah merencanakan jauh-jauh hari, dating malam ini malah gagal akibat setumpuk laporan dan bulu ayam. Siapa yang tidak kesal?
Aku mendengus gusar, membuka laptop, mengambil susu di kulkas. Bersiap lembur.
Aku masih tinggal di apartemen, meski sebenarnya sejak kelulusan, Hawks sudah menyuruh untuk tinggal di Kyushu sekaligus mengurus agensi bersama Tokoyami. Tapi karna aku malas pindahan jauh-jauh jadi selepas dari UA, aku menyewa apartemen di daerah Edogawa dekat rumahku yang lama. Sekarang hanya tinggal tanah kecil kosong, mungkin suatu saat aku akan membangun rumah disana.
"Bareng sama keluargaku aja,"Sen kala itu menawarkan saat aku bimbang menambah waktu sewa atau pindah ke Kyushu.
"A-ah, tapi ayah ibumu?"
"Kau tau gimana mereka kan? justru aku menawarkan karna mereka menyuruhku mengajakmu tinggal bersama."
"AAAA dinotis mama mertua!"
"Gimana?"
Aku beberapa kali diajak main ke rumah minimalis keluarga Kaibara. Sumpah, benar-benar definisi keluarga bahagia seperti di dongeng-dongeng. Sen akrab dengan adik perempuannya yang masih kecil, orangtuanya akur dan ramah. Benar-benar lingkungan yang baik dan positif.
Tinggal dengan lelaki asing tanpa hubungan pernikahan mungkin wajar disini. Tapi aku menolaknya secara halus.
Hubungan yang baik butuh sebuah kepercayaan dan kepercayaan dapat dimulai dengan memberikan privasi yang wajar. Menurutku, jika aku tinggal bersama keluarga Kaibara maka ruang privasi kami berdua akan semakin tipis padahal secara hukum, statusnya belum sah.
Lagipula Hawks bakal menolaknya mentah-mentah. Aku yakin hal itu. Dari dulu si jago emang ga terlalu menyetujui hubungan ini. Iri kali.
Aku merebahkan diri ke kasur mengabaikan laptop yang sedang memutar lagu demons dari Imagine Dragon.
Sumpah, rasanya insecure itu tidak enak banget. Aku melirik dinding kanan dimana pigura terpasang dengan muka aku dan Sen yang sedang berpose peace.
"Hah?" Setsuna kala itu mengernyit heran, "mau belajar make up?"
"Kau tau lah, aku pakai bedak aja masih failed."Aku meringis, "Tadi udah pake foundation gitu tapi malah kayak topeng monyet, jadi kuhapus langsung deh."
"Owalah, ga heran mukamu terlihat rada beda hari ini."Setsuna nyengir, menyeruput kopinya, "Tumben pengen pake make up, mau nikah?"
"Kaga sumpah,"Aku bergumam kesal, lantas mengambil handphone dari saku, menunjukkannya ke Setsu, "Lihat nih."
Sebuah kolase fotoku saat SMA dengan fotoku sekarang.
"Matamu tambah kecil ya?"
"Bukan itu bego,"Aku menghela napas, "Mukaku tidak ada yang berubah, I mean seperti orang dewasa, wanita karir pada umumnya. Padahal yang lain sudah terlihat elegan-elegan banget sementara aku masih seperti ini."
"Menurutku saat kau memakai jas kerja di layar kaca, kau sudah seperti wanita karir kok. (Name) dewasa."
"Postur tubuh? Iya, tapi muka. Look at this!"Aku menunjuk mukaku, "Bahkan di umur segini aku gabisa pakai make up seperti kalian, bagaimana jika..., jika.., ah lupakan. Intinya aku mau belajar make up denganmu, Suhu."
"Jika Sen lebih senang kau yang versi make up? Yaampun dasar bucin, paling Kaikai hanya bilang, 'aku suka dirimu apa adanya'"
"... Iya sih, tapikan..."
Seminggu belajar make up dengan Setsuna, aku menyadari bahwa ia tidak berbakat jadi guru
Ya sudahlah, setidaknya aku sudah tau jenis dan perbedaan alat-alat make up. Sebuah kemajuan pesat dari (Name) yang dulu kecil pake spidol sebagai lipstik.
Menghela napas, aku menarik kacamata dan memakainya. Mataku tidak kuat menahan radiasi layar terlalu lama. Efek dulu waktu SMA main hape di ruangan yang gelap. Kacamata yang hanya kupakai saat sedang lembur seperti ini, di luar itu, ya ogahlah.
Pola makanku makin lama makin ngaco. Aku mengeluh tertahan. Tinggal sendiri emang apes, gada yang ngurusin makan. Kadang makan sehari sekali, kadang cuman ngemil aja udah kenyang. Diingetin baru makan, tengah malam kebangun gara-gara lapar abis itu makan. Aku bahkan baru makan sayur jika ada teman-teman yang mengajak nongki di luar, atau Sen datang ke Apartemen, atau Bakugo yang mengingatkan singkat.
Ngenes. Sepertinya itu alasan kenapa beberapa orang mendesakku agar tinggal dengan seseorang. Kalau tidak, lama-lama aku kekurangan gizi.
Cuman kabar baiknya, aku rajin minum susu dan jarang minum soda, jadi seenggaknya nutrisinya dapat.
"Ciee yang lagi lembur."
Aku menoleh.
"SEN!"
"Maaf tadi aku langsung masuk, tadi udah tekan bel ga dibukain pintuny—"
HUG!
Ucapan Sen terpotong, lantas lelaki itu terkekeh pelan mengelus rambut biru yang tengah memeluknya erat sekarang.
"Kangen ya?"
"Engga."
"Terus ngapain meluk-meluk aku nih?"
Aku melepas pelukan, "Gasuka dipeluk nih ceritanya?"
"Engga."
Aku mengalihkan pandangan, "Oh maa-"
"Engga salah maksudnya."
"Yang kayak gini halal ginjalnya dijual."Aku menggerutu, lantas memiringkan tubuh mengambil paperbag di tangan Sen.
"Tadi milktea nya tutup, jadi aku belikan milkshake, sorry,"Sen melepas coat nya. Menunjukkan kaus lengan pendek abu-abu tuanya.
"Ih ada pizza!"Aku berseru senang, mengeluarkan kotak pizza dari kresek. Meletakkannya diatas meja.
"Belum makan malam kan?"
"Belum hehe, kepikiran buat aja enggak,"Aku nyengir, "Rencananya mau delivery order kalau kau kesini. Di dapur udah tinggal telur ama onigiri instan soalnya."
"Ga sehat amat."
"Maklum, anak rantau."Aku membawa milkshake dan kopi, juga kotak pizza, "Sebentar aku siapin meja makannya."
"Eh makannya di sana aja,"Sen menunjuk arah ruang tengah apartemen, "Sekalian kamu ngelembur."
"Aduh makasih udah diingetin, padahal aku gamau inget aku punya tugas:("
"Kewajibanku dong. Semakin cepat dikerjakan, semakin cepat selesainya say."Sen mengacak rambutku, "Aku aja yang bawa laptop sama berkas-berkasnya."
"Ga sekalian dikerjain?"
"Ya tidak dong, kalo aku yang ngerjain nanti yang tanda tangan Spiral, bukan Aqualetta."
"Ya kan Aqualetta punyanya Spiral."
Suasana hening sejenak.
Aku nyengir, "Aduh ada yang baper."
"Udah-udah sana, ke ruang tengah buruann."Sen salting, tangan kanannya mengusap leher belakang, khas cowok kalau lagi gugup. Mendorongku pelan.
"Yey aku menang, kerjain tugasku ya!"
"Tentu saja, tidak, aku masih sayang nyawa tidak ingin dibantai mantan Pro Hero nomor 2."
『••✎••』
"(Name)?"
"Hm??"
Aku duduk sila di atas sofa, bersiap membuka pizzanya saat Sen tiba-tiba muncul dari balik ruangan.
"Tumben beli make up?"
Mampus. Aku menelan ludah, sial lupa disembunyiin. "Eh iya, minggu lalu baru beli hehe."
"Owalah,"Sen hanya bergumam pelan, duduk di sofa seberangku, "Tumben aja gitu. Lagi coba belajar?"
Aku benar-benar malu saat ngomong ini, "Hehe, iya lagi belajar."Pura-pura cuek dengan membuka random file di laptop.
"Belajar sama siapa?"
"Sama setsu."
Sen reflek menahan tawa. "Serius? Ama si cicak??"
"Diem ih, aku baru tau kalau Setsuna gak bakat jadi guru."
"Pantes sumpah, ga herann."Sen masih tergelak ringan, membuka tutup gelas kopi kemasan yang ia beli bersama dengan milkshake ku. "Mending besok beli liptint yang warnanya soft aja. Yang di tas makeup terlalu kontras sama warna bibirmu, (Name)."
"Ha?"
"Sebenarnya gapapa sih. Kalau dipakai nanti ada kesan beraninya gitu, tapi rasanya vibesnya (Name) kan terkenal dengan cuek, santai, tegas jadi mending pakai warna soft aja."
Aku menyandarkan tubuh, "Kok bisa yang paham malah cowok, aduh aku merasa gagal menjadi cewek."
"Itu pengetahuan warna aja, aku gatau apa-apa kalau tentang make up,"Sen tergelak ringan.
Benar juga, aku berpikir, seharusnya emang aku belajar kayak gini dari SMA. Dasar orang yang kerjaan waktu SMA cuman ngurusin kura-kura doang.
"ini pizza Meatzza?"
"Yup, nanti kalau dibeliin yang veggie mania gamau makan,"Sen menyeruput kopinya santai.
"Rasanya tidak enak tahu, jamur, jagung, zaitun, digabung jadi satu lantas dimakan pakai roti, yeks, itu bukan menu ramah untuk non vegetarian. Tapi makasih udah dibeliin lho, emang terbaik."Aku mengacungkan jempol.
"Thank you babe,"
Sen jadi pemuda yang nge hitz parah, hidupnya terlalu aesthetic untukku yang aestehmanis.
Melirik pergelangan tangannya, tangan putih meski penuh luka karna sebagai hero Spiral, Sen mengandalkan tangannya sebagai alat menyerang. Gelang hitam mengalung di tangan Sen yang sedang bermain hape. Aku tidak tahu apa artinya, tapi kata Awase, gelang hitam itu menandakan bahwa pria itu adalah orang yang fleksibel tapi dalam artian lain, pria itu sudah ada yang punya. Easik bukan.
Kayaknya lebih enak jika disana terdapat cincin deh daripada gelan--Eh?
Tidak-tidak-tidak, Awase pernah bilang bahwa Sen belum tertarik menikah. Saat SMA, Sen bilang pada genknya kalau akan menikah di usia 30-an saja sementara kami sekarang baru 21 tahun.
Nunggu 9 tahun lagi ya gusti. Semoga imanku kuat.
"Main monopoli yuk."Sen bergumam pelan, meletakkan hapenya.
"Eh? Aku gapunya monop-"
"Aku ada dong."
"Owalah, ternyata Sentosa udah niat main monopoli nih."Aku terkekeh, menegakkan tubuhnya, "Aku pengen jadi bank."
"Ya gabisa la, kita cuman berdua doang. Masa aku memonopoli dunia sendiri?"
"Yee, monopoli dunia pake hotel ama apartemen aja bangga, canda beb, aku ikut main. Aku mau pake pion biru!"
"Tata dulu uangnya manis."
"Siap ganteng."
『••✎••』
"Aku sewa perusahaan air!"Aku berseru, "Sebenarnya aku rada ga paham tapi gapapa. Sen, sekarang kamu yang maju."
"Sebentar, masih cari uang."
Sen melempar dadu, "Tiga langkah, ah sial dana umum."
"Moga bayar pajak-moga bayar pajak."
"Sebenarnya tipe pemikiran bisnis orang bisa dilihat dari caranya bermain monopoli lho."Sen bergumam pelan, "Yosh, aku ulang tahun, sini uangmu seribu."
"Yahh..,"
"Jadi gini, kalau kau memilih menghabiskan uang diawal untuk membeli tanah, hotel, dari tempat-tempat di kuadran empat, maka kamu adalah ciri orang yang menghabiskan uang untuk investasi lantas memanennya diakhir. Pertaruhan tinggi sih karna mungkin ga akan balik modal dan malah jadi bangkrut."Tangan Sen seraya merapikan duit-duitnya, "Heh, (Name), tadi dadumu 10 langkah, jangan maju 9 langkah doang."
"Nanggung beb, satu kotak lagi itu daerahnya kamu haelah, nanti suruh bayar sewa."
"Terus tipe orang kayak kamu, hematable banget, beli yang berguna, tidak pernah pakai kotak apartemen, hanya mengambil yang kira-kira sering didatangi orang saja. Berguna sih, tapi seringnya gabakal muncul jadi winner di akhir game meski bukan yang bangkrut."
"Very interesting tapi benar juga sih, aku mau uangku kelihatan banyak."Aku nyengir, memberi dadunya ke Sen.
"Ada juga yang kayak aku—aduh dadunya jatuh."Sen mendorong sofanya membungkuk mengambil dadu.
"Aku mau beli apartemen di Amerika,"Aku bergumam melihat kartu yang tersisa, "Kau tau dulu aku punya kenalan di Amerika, temannya Midoriya. Namanya siapa ya? Intinya dulu kena konflik di I-Island abis itu dia pindah ke Amerika."
"Melissa-san?"
"Wah kau tau?"
"Kemarin aku menandatangani hubungan kerjasama teknologi dengan perusahaannya."
"Cantik kan?"
"Cantik, tapi masih lebih menarik yang rambut biru ini."
"Apa sih."Aku menggerutu pelan, menahan senyum. "Gimana yang tipe monopolimu Sen, tadi digantungin."
"Sebentar, dadunya belum ketemu."Sen menyahut, "Tipeku, yang menarik, yang unik, yang manis, wajah boleh biasa tapi adem dilihat dalam jangka waktu yang lama. Oh dan yang kuat, strong woman yang tidak terlalu bergantung pada orang lain."
Aku yang sedang memotong pizza menoleh, "Kau lagi bicarain apa sih?"
"Tipe kan?"
"Tipe monopoli woy!"Aku melotot, "Bukan tipe cewe."
"Ih bener atuh,"Sen tertawa, nyari dadu kayak nyari peniti aja anjir, lama banget.
"Tapi aku rada gasuka sama beberapa hal, (Name)."
Eh? Kenapa nada suaranya tiba-tiba serius? "Gasuka dari aku?"
"Iya."
"Kalau ini soal makan besok aku bakal makan tepat waktu kok,"Aku menggaruk pipi, tiba-tiba merasa bersalah, "Ini lagi belajar make up juga jadi kalau mau dating kau gak perlu malu."
"Bukan itu."
"Terus apa?"
"Rada ga sreg aja sih, sama nama (Name) (Surname)."
Aku melongo tidak percaya, "Tapi itu nama dari ortuku atuh, mana bisa aku request nama. Ini kan bukan buku ceri--"
"Lebih sreg kalau namanya Kaibara (Name)."
....
Otaknya mendadak lemot di saat krusial seperti ini. Aku diam. Tak bisa berkata-kata, hanya diam memperhatikan Sen yang sudah selesai mencari dadu di bawah meja.
Dadunya ketemu, Sen kembali duduk, tangannya memegang kotak. Kotak bukan buku bukan dadu.
"Tuhkan aku lebih sreg kalau namanya Kaibara (Name),"Sen meletakkan kotaknya di atas meja. Mendorongnya pelan.
"Gimana? Mau ganti marga ga?"
『••✎••』
"AAAAA!!!"
"Diem ih bumil berisik banget, kasian anaknya."Ryo menutup kuping, "Lagian dimana-mana harusnya yang diceritain yang baper anjir."
"Kamu gabisa ngeliat orang seneng!"Aku melempar bantal, "Saat itu aku langsung kayak Ha? Ini beneran? Kayak semua yang kupelajari hilang terus aku gatau mau ngomong apa saking kagetnya."
"Kukira ngelamarnya di taman romantis atau di pinggir pantai atau dimanalah. Ini modal apartemen doi plus pizza. Ngakak siyal."
"Itu ada behind the scenenya juga!"aku membela kehormatan Sen sebagai laki-laki dan suami di depan bujang berdebu ini.
"Oh ya?"
"Jadi gini ceritanya...,"
『••To Be Continue••』
subhanallah masa depan aku.gagaga
『•• ?? ••』
Next Chapter
* Behind The Monopoly *
『••✎••』
Sampai Babai!
Owlyphia
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro