[ Kaibara Kisa ]
『••✎••』
"Jadi kau ingin mengubah banyak?"Anak departemen pendukung itu menatap Kisa dengan pandangan heran.
"Iya."Kisa menjawab singkat, "Kurasa desain yang ini benar-benar terlalu kekanak-kanakan. Quirkku sedikit berisik dan membuat banyak sekali angin, kurasa aku tidak mebutuhkan desain rok. Ganti dengan celana."
"Kau butuh support item?"
"Iya,"Kisa mengangguk, "Kacamata, di saat penilaian awal, aku terganggu dengan pasir yang ikut berterbangan gara-gara tornadoku. Begitu pula penutup telinga. Dan pelindung lengan."
"Bagaimana dengan efek samping?"
"Sementara aku minta tas pinggang kondisional saja. Dan kau tahu itu? Apa sih."Kisa mengerutkan dahi, "Intinya support item yang bisa menyimpan air untuk minum dalam jumlah banyak tapi dengan tempat yang kecil. aku butuh itu. Setidaknya untuk menghadapi dehidrasi."
Siswi itu mencoret-coret bukunya, sepertinya tengah mencatat request khusus ini.
"Oh dan jangan lupa-"
"Dibuat sesimpel mungkin- yeah Kaibara-san aku paham."
"Thanks."
Mereka berbincang-bincang banyak hal kala itu. Kisa tak punya banyak inspirasi saat mendesainnya dulu, ia ingin memperbaikinya sekarang. Seminggu berlalu dari hari dimana ia merubah desainnya. Sekarang siswi departemen pendukung itu memanggilnya lagi, bertepatan sekali. Hari ini kelasnya mengadakan uji coba tanding dua lawan dua dengan kostum olahraga.
Kisa tak mengambil banyak referensi, ia hanya melihat-lihat kostum-kostum hero yang tengah populer. Bahkan mencoba mengambil kostum hero kedua orangtuanya dari lemari pakaian. Dan mencoba melihat album-album lama ayah dan mamanya.
Ia ingin kostum heronya seperti Pro Hero Uravity tapi Kisa sadar bahwa itu bukan tipe yang cocok dengan quirknya. Ia butuh yang lebih simpel. Kalau kostum hero Mama nya malah terlalu simpel sampai Kisa mengira bahwa Mamanya pasti asal-asalan saat mendesain kostum tersebut.
Ya Kisa paham sih Mamanya tak pernah ingin jadi hero.
Tapi akhirnya Kisa memutuskan untuk mengambill colour pallete dari kostum hero ayahnya. semua orang selalu mengatakan bahwa Kisa adalah jiplakan Sen. Dan untuk kesempatan ini ia setuju, warna-warna ayahnya selalu cocok dengannya.
Ia menyukai teh, seperti ayahnya. Kisa suka sekali dengan seni, seperti ayahnya meski ia lebih condong ke seni mural sementara Ayahnya menyukai seni fotografi. Kisa lebih suka suasana tenang, begitu pula dengan ayahnya. Kisa tidak mudah panik tapi jika ia bersemangat, mungkin akan sedikit OOC.
Setidaknya Kisa masih suka dengan kaktus, ia rajin menabung, irit. Sifat jelek Ibunya juga ada yang nurun ke dia, seperti jika sudah malas, ya tidak seorang pun bisa menyuruhnya. Licik cenderung suka memanfaatkan sesuatu. Diam-diam Kisa sering lari ke Eri-sensei jika ia butuh bantuan di sekolah.
Ini tiga hari berlalu sejak ia pulang membawa kebab. Rutinitasnya tiap pulang adalah membelikan jajanan untuk Ibunya. Menurut dokter, HPL masih sekitar tujuh hari. Dan sejauh ini Kisa tak pernah melihat mamanya mengeluh capek ataupun tiba-tiba badmood. Adanya ketawa-ketawa terus. Ngidam sampai bikin Ayahnya kebangun malam juga gak pernah, kalau katanya sih, ngidamnya cuman susu kotak. Jadi udah siap stok di rumah.
Mamanya random, tapi asik. Demi tuhan, Kisa sampai sekarang tidak percaya kalau Mamanya adalah gadis yang dulu jadi incaran para penjahat.
Kok bisa lho, ini penjahatnya ga salah alamat?
"Permisi."Kisa membuka pintu salah satu ruang di gedung departemen pendukung.
"Ah Kaibara! Akhirnya kau datang!"
*
"Aku menyelesaikan finishingnya tadi malam, sebenarnya tidak rumit. Kostum heromu itu termasuk simpel daripada punya Kaminari-san. Hanya sedikit aku fokuskan di sarung tangannya."
Kisa memutar-mutar pergelangan tangannya, "Kau yakin ini tidak mudah rusak?"
"Kau tahu Pro Hero Legendaris Edgeshot? Ia memakai bahan itu. Tornadomu takkan mudah merusak bahan glovesnya. Aku bertanya ke teman sekelasmu, dan ia mengatakan bahwa kau lebih suka memakai tornadomu di telapak tangan untuk pertarungan jarak dekat."
"Dan gunanya ini?"Kisa menarik lengannya.
"Penghangat! Tornadomu akan mengeluarkan angin yang cukup kencang, sehingga aku berpikir alangkah bagusnya jika lenganmu diberi penghangat. Itu takkan mudah robek dan tidak mudah basah. Bahannya tidak menyerap air."
"Kacamatanya dengan penutup telinga? Disambung?"
"Lebih tepatnya, aku menyatukannya. Kau tetap bisa mendengar sekitar atau menaruh alat komunikasi. Bahan dari pelindung matanya juga bukan dari kaca, dan kudesain jika retak parah maka akan langsung pecah bersepih-sepih agar tidak melukai mata. Paling kelilipan. Bagian kerahnya juga bisa kau naikkan sampai muka."
Kisa berbalik, mencoba melihat bagian belakangnya. Lantas ia kembali berdiri dan mengusap-usap jari tangan kanannya.
"Ini melebihi ekspetasiku."
"Semua orang bilang kalau ini terlihat seperti Pro Hero Spiral versi perempuan."
"Aku banyak mengambil desain kostum ayah. Itu wajar."
Kisa tersenyum tipis, funfact jangankan tertawa, senyum saja ia jarang sekali. Foto kartu pelajarnya saja ia pakai muka lempeng tanpa ekspresi. Lantas gadis itu memutar-mutar tangannya terlihat antusias dengan baju barunya.
"Thank you Ashley, sebagai keponakan Tante Melissa, kau memang tidak diragukan lagi."Terkekeh pelan. "Aku beruntung bisa menjadikanmu patner Departemen."
Ashley menaikkan kacamatanya, kembali duduk di kursi putarnya. "No Problem, aku memang belum sejago Bibi yang membuatkan support item Pro Hero Deku tapi setidaknya aku bangga bisa membantumu."
"Kau ingin traktiran di kantin siang ini?"
"Nope, aku sedikit sibuk, kau tinggal menjadi yang terbaik dan semua orang akan tahu itu desain kostumku."Ashley tertawa riang. Membayangkan hal-hal luar biasa yang terjadi saat semua orang mengakui desainnya.
"Itu mudah, semoga aku bisa melakukannya."Kisa mengusap lehernya, "Umm okay, sepertinya aku harus pergi sekarang, mungkin teman-teman yang lain sudah selesai mengganti bajunya."
"Datanglah tiap kau ingin kostummu di upgrad-"
"KISA!"
Si rambut undercut dark puple dengan garis kuning cerah itu membuka pintu ruangan departemen dengan keras sambil berteriak.
"Jangan memanggilku dengan nama kecil saat aku bersama orang lain."Kisa menggerutu. Menatap jengah teman sekelas laki-lakinya itu. Berkacak pinggang.
"Ayo keluar dulu."Kaminari Jin, anak semata wayang keluarga sahabat karib kedua orangtuanya itu berkata cepat, menarik lengan Kisa.
"Apasih!"
"Hape kau ada dimana?"
"DI kelas lah, yakali aku bawa waktu lagi pelajaran."
"Aish, ayahmu nelpon dari tadi!"Kaminari menaruh hape Kisa di tangan gadis itu. "Aku juga baru dapat kabar dari Oka-san."Jin menghela napas gusar, membuka pintu menarik gadis itu keluar sedikit kasar.
"Eh? Ayah?"
"Mamamu, hari ini mau melahirkan!"
*
Kaminari Jin, kelahirannya lima bulan lebih awal dari Kisa. Mereka bukan teman kecil karna rumah Kisa di Edogawa sementara rumah Jin di Musutafu tapi sudah beberapa kali ketemu karna orang tua mereka bersahabat. Cuman emang tidak dekat saja. Tapi di UA, mereka sekelas sehingga lebih dekat.
Wataknya Jin tidak seletoy ayahnya, lebih cool seperti Ibunya, tapi sifat crocodile ayahnya nurun anjir. Belum genap setahun mereka di UA, sudah berapa kali ia berganti gandengan. Makanya Kisa menyuruhnya tidak memanggil nama kecil saat di sekolah, ia tak suka berurusan dengan harem-haremnya cowo itu. Anak zaman sekarang mengerikan.
Dekat dengan gadis itu suatu anugerah- mungkin. Kisa menutup diri di kelas untuk teman laki-lakinya. Ia tidak terlalu banyak berinteraksi kecuali dengan Jin karna memang mereka saling mengenal bahkan sebelum masuk UA. Tak bisa membohongi diri sendiri tapi Jin benar-benar mengakui aura Kisa yang elegan itu membuat rata-rata teman laki-lakinya tertarik.
Kisa mengusap dahinya, gelisah,"Aku harus ke Eri-sens-"
"Aku sudah mendapatkan stempelnya!"Jin menarik dua surat dari sakunya. "Ini surat ijin kita. Stempel wali kelas."
Sejenak Jin merasa beruntung. Ia dapat melihat ekspresi yang jarang ditampilkan cewe muka lempeng ini.
Kisa sudah hendak berlari ke gerbang sebelum Jin menahannya.
"Apa yang kau lakukan?!"
"Memamerkan teknik baruku!"Jin nyengir, tangannya berjentik, "Kau tahu bukan kalau kecepatan listrik di udara nyaris mencapai 300 ribu km/detik?"
"Ini masih disekolah-"
"Aku tanggung semua masalahnya,"Jin menyentuhkan telapak tangan di lantai sekolah. garis-garis listrik bercorak hitam menjalar dengan cepat. Seperti layaknya rel kereta api, untuk bisa mengaktifkannya, Jin harus membuat lintasan jalurnya. Ia memosisikan dirinya sebagai kereta sementara arus listrik adalah relnya.
"Setelah ini kau akan mentraktirku burger kan?"Jin tersenyum lebar memandang Kisa sebelum matanya berkilat listrik tanda quirknya aktif.
DZT!
Kisa merasa dirinya tersengat arus rendah dan saat ia membuka matanya, mereka berdua sudah di depan gerbang UA.
"Kereta ke Edogawa lima belas menit lagi. Kita harus bergegas. Aku tak berani mengambil resiko memakai quirk di luar sekolah."Jin menarik tangan Kisa yang masih mematung.
Kisa tersentak pelan sebelum mengangguk cepat.
*
"Kau fokus sekolah saja, Kisa. Ini sudah pembukaan 7 kok, tidak perlu khawatir, Mamamu orang yang kuat."Suara ayahnya terdengar menenangkan.
"Ini Kisa sudah di stasiun sama Jin."Nafas Kisa terengah-engah. Berlari mengejar bus kota untuk ke stasiun itu cukup melelahkan, apalagi letak UA yang berada di atas gedung. Mereka sampai lima menit sebelum kereta datang,"Ayah mau nitip apa?"
"Lah, kau tidak bolos kan?"
"Ini darurat."
Sen terkekeh di sana, tidak berniat memarahi Kisa, ia paham perasaan anak gadisnya yang sudah antusias mempunyai adik baru dan takut dengan keselamatan Ibunya. "Tidak usah bawa apa-apa, yang penting kau sampai sini saja sudah cukup."
"Oke."
Kisa menutup sambungan, ia bersandar di tiang stasiun, berusaha mengatur napas. Memakai sedikit quirknya untuk membantu menurunkan suhu badannya akibat berlari tadi. Beruntung ia memakai kostum hero, sedikit terbantu dengan itu.
"Oi."
Kisa menoleh, pipinya terasa dingin, Jin menjulurkan air mineral. Menyuruhnya minum.
"Makasih."
"Oh, aku beli ini tadi, tutupi baju heromu dengan jaket, takutnya kita dikira sedang magang."Jin menyodorkan jaket abu-abu. "Gloves dan kacamata hero mu, masukkan saja ke tas kanvas ini,"
"Kau beli jaket?"
"Ini keadaan darurat."Jin terkekeh. Masalah uang tak perlu dikhawatirkan, orangtuanya holkay. ia sendiri sudah berganti kaus hitam lengan panjang warna putih, berganti saat di kios stasiun tadi. Sementara Kisa tidak bisa berganti baju di ruang terbuka, sehingga ia memilih membelikannya jaket.
Kisa mengambil jaket di tangan Jin. Mengangguk berterima kasih. Melepas pernak-pernik di kepalanya sebelum ia memakai jaket abu-abu dari Jin.
"Baju heromu bagus, aku suka desainnya."Anak tunggal Pro Hero Chargebolt dan Earphone Jack itu menggaruk pipinya.
Kisa tersenyum tipis.
"Terimakasih."
*
"Oh Nyonya Kaibara di ruangan persalinan, lantai satu bagian utara, ruang 3-1."Resepsionis tersenyum ramah.
Kisa mengangguk paham, berjalan cepat masuk ke area rumah sakit luas Edogawa itu. Percaya atau tidak, ia sempat membelikan tisu dan kebab, reflek saat turun dari stasiun Edogawa. Jin sempat protes tapi Kisa keukeuh ingin membawakan mamanya kebab.
"Kau tau bagian utaranya dimana?"Jin buta map
"Gampang nanti tinggal nanya,"Kisa tak memedulikan Jin, terus berjalan.
Jin menghela napas. Keras kepala sekali. Ia melihat ke arah handphonenya, sepertinya Oka-san dan teman-temannya sudah disini. Banyak sekali misscall dari teman-teman sekelasnya, menanyakan apakah ia dan Kisa bolos untuk berkencan.
Rasa ingin menjahili : Stonks
"Eh?"Saat Jin mendongak, cewek pita biru sudah menghilang dari pandangannya, "Ih kampret. aku ditinggal."
Lelaki itu menaruh hapenya di saku celana sebelum kembali berjalan mencari keberadaan gadis itu.
"Ini ruangan 1-3,"Jin menggaruk kepala, lorong rumah sakit cukup ramai, sehingga ia hanya mengandalkan papan nama tiap ruangan. "Permisi, disini ada yang baru saja melahirkan?"Ia bertanya ke salah satu perawat.
"Oh adek keluarganya?"
"Ibunya temanku yang melahirkan, dan aku sudah SMA, jadi jangan sebut adek lagi."
Perawatnya memasang muka aneh sebelum akhirnya ia menunduk, "Tapi maaf, keluarga pasien baru saja pulang."
"hah sudah melahirkan?"
Perawatnya tersenyum perih, "Keguguran."
DEG.
Seriusan?
Jin membeku. Mendadak keseimbangannya goyah, membuat lelaki itu langsung bersandar di dinding. Mengusap dahinya, berkeringat dingin.
Ia tahu betapa excitednya Kisa saat tahu adiknya akan lahir, bagaimana muka senang gadis itu tiap menceritakan bagaimana ia akan memiliki adik baru. Dan sekarang?
Jin dari dulu penasaran bagaimana Kisa menangis, tapi ia tak suka jika gadis itu menangis karna situasi menyedihkan ini.
"Ugh-"
Kisa berkacak pinggang kesal, melihat teman laki-lakinya malah bersandar di dinding ala-ala orang galau tapi bagi Kisa itu terlihat seperti cicak kehabisan energi, bergegas menariknya. "Kau ngapain sih?"
"Kisa- Ibumu-"
"Itu ruangan 1-3 bego, Mamaku di ruangan 3-1."
*
"Kau datang juga akhirnya!"
"Bibi Kyoka, apa kabar?"Kisa mengangguk sopan, "Oh Bibi Mina dan Bibi Ochako juga datang."
Ochako memeluk Kisa cepat. Tersenyum sumringah, "Kau tidak mau masuk ruangannya?"
"Eh?"
"Adikmu sudah lahir, itu lagi digendong Ayah di dalam,"Mina tertawa, melihat ekspresi Kisa yang bingung.
"Seriusan?"Kisa bertanya antusias, "Aku boleh masuk?"
"Tentu saja, kami menahan diri untuk tidak melihatnya karna kau adalah orang ketiga yang harus melihat adikmu!"
Kisa berlari kecil ke arah pintu putih itu, suara ricuh dari dalam terdengar, ia membuka pintu pelan- mengatakan permisi.
Sosok yang pertama ia lihat, selain bidan dan perawat-perawat, adalah Ayah yang sedang menggendong seseorang di buntalan kain yang menjulur itu.
Aku melirik sekilas ke arah pintu, kelelahan- ini jauh lebih sulit daripada saat aku melahirkan Kisa. Tapi mendengar Bidan berkata bahwa kelahirannya normal dan bayinya sehat sudah membuatku tersenyum senang.
Kisa tak mampu menahan senyum. Aku tersenyum geli melihat ekspresinya. Sen juga hanya tertawa pelan- padahal jelas-jelas tadi ia gugup selama proses. Menurunkan gendongan dan mengajak Kisa melihat adiknya.
"Hey Princess, sekarang kau sudah punya prince baru."Sen tertawa pelan, menunjukkan baby yang benar-benar masih merah itu. "Lihat, dia mirip sekali denganmu, rambut cokelat dan mata biru. Seperti putri dan pangeran yang di dongeng-dongeng abad pertengahan."
Kisa menahan senyum, lantas menoleh ke arahku, "Mama gimana?"
"Baik-baik saja, ini seperti bersepeda dari sini ke Tokyo kau tahu."Aku tertawa pelan, mengernyit kesakitan. Sepanjang aku berada di dunia ini, rasa sakit sudah seperti sahabat, tak berhenti datang. tapi sensasi sakit ini begitu menyenangkan. Aku menikmatinya. "Oh kau bawa kebab?"Tertawa lagi.
Gadisku itu reflek menyembunyikan kresek isi kebab di belakang. "Itu reflek, aku tidak sengaja."
Sen tertawa. "Kau mau menggendongnya?"
"Boleh??"Kisa menoleh antusias. Aku melihat matanya berbinar.
"Kau kakaknya, siapa yang bisa melarangmu?"
Kisa tersenyum, lantas mengambil adiknya dari gendongan Ayahnya. mengusap pipi adiknya pelan. "He so cute."
Sen mencium dahiku pelan, sebelum kemudian menoleh ke Kisa, "Kau ingin tahu namanya?"
"Kalian sudah punya nama untuknya?"Kisa menoleh tak percaya.
"If you're ourtigger, then he is all of our comets. Kaibara Ryusei ( 流星 )"
Kisa tak bisa berhenti tersenyum hari itu. Berusaha menahan kegembiraan yang meluap.
"Kali ini tak ada yang seangkatan dengan your baby, (Name),"Mina membuka pintu tertawa, "Hey, itu cowok?"
" Aku punya pangeran kecil."Aku terkekeh sombong.
"Semoga nurun ayahnya semua, aamiin."Kyoka tertawa. Mendoakan sekaligus meledek.
"Rambut biruku tidak laku."Aku ikut tertawa. "Gen Sen kuat sekali. Padahal aku yang melahirkan tapi aku cuman nyumbang mata biru saja."
"Kalau kau perhatikan, tahi lalatnya juga berada di dekat mata lho."Sen tertawa, mengusap rambutku. Duduk di kursi sebelah ranjangku.
"Dia cowok?"Jin meringsut masuk, mendekati Kisa yang tengah berhati-hati sekali menggendong adiknya.
Kisa mengangguk pelan.
"Aku harus mengajarinya cara menjadi lelaki yang popule- Eh Kisa, kau menangis?"
『••✎••』
Next Chapter :
Epilog : Kaibara Ryusei
『••✎••』
Sampai Babai
Owlyphia
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro