
❛𝐍𝐞𝐯𝐞𝐫 𝐄𝐯𝐞𝐫❜
Jungkook terbangun dengan keadaan kacau. Maniknya menyipit, melihat makanan dan minuman yang memenuhi meja, bahkan lampu-lampu dan lilin juga masih ada. Persis seperti semalam hanya saja sekarang sudah siang.
Kepalanya terasa pening sekali tapi begitu mengingat kejadian semalam, ia langsung tersenyum. Memegangi kedua pipinya yang memanas, Jungkook jadi membayangkannya lagi ketika ia melakukannya dengan Dahyun. Semalam adalah malam terpanjang untuk mereka.
Eh tapi, Dahyun kemana ya?
"Noona!" Jungkook langsung beranjak dari sofa lantas mengenakan pakaiannya lalu berjalan menuju kamar Dahyun. Mengetuk pintunya perlahan.
"Noona, kau ada di dalam?"
"Eoh, masuklah."
Jungkook langsung membuka pintu itu, melihat Dahyun yang tengah mengenakan antingnya di meja rias. Posisinya yang membelakanginya membuat Jungkook tanpa ragu mengalungkan tangannya, memeluknya dari belakang.
Dahyun membeku, menatap Jungkook lewat cermin di depannya. "Mwoya kapchagi?"
Jungkook meletakan dagunya di bahu Dahyun. Balas memandangnya lewat cermin dihadapan mereka. "Noona semalam ... Bagaimana rasanya?
Dahyun mengernyit. "Hah? Rasa apa?
"Ah noona! Jangan bilang kalau kau lupa?! Semalam bukannya kita sudah melakukannya?"
"Melakukan apa?"
"Noona dan aku, menonton film lalu kita ... Bercinta." Jungkook mengulum senyum, menyembunyikan kepalanya sembari menghirup wangi rambut Dahyun yang membuatnya candu.
"Apa maksud—ah ... Netflix and chill?"
"Eoh, kita melakukannya, kan? Duh aku malu sekali mengingatnya. Noona, benar-benar hebat." Jungkook sudah tidak bisa menahan senyumnya lagi tiap mengingat kejadian semalam.
"Ya ... Andai saja kau tidak tidur, kita mungkin bisa saja melakukannya."
"MWO?!" Jungkook langsung menjauhkan kepalanya, menatap Dahyun dengan maniknya yang melebar. Syok. "Aku tertidur?!"
"Iya." Dahyun membalikan tubuhnya, memberikan atensi penuh pada Jungkook. "Kau tertidur di sofa, sambil mengigaukan namaku bahkan membuka bajumu sendiri."
"Tunggu!" Jungkook perlu waktu untuk memproses semua itu. "Jadi maksud noona ... Kita tidak melakukannya?"
Dahyun mengangguk. "Kau sudah tertidur sejak aku datang. Aku hanya menutupi tubuhmu dengan selimut kemudian pergi ke kamar."
"Arrghhh memalukan!" Jungkook mengerang, menutupi wajahnya yang memerah dengan tangan.
"Jadi semua itu hanya mimpi?"
"Mungkin? Aigoo ... Kau bahkan sampai memimpikan ku? Katakan, apa rasanya nikmat?" tanya Dahyun jahil sembari menusuk-nusuk pipi Jungkook gemas.
"Ish noona geumanhe! Ini memalukan!" Jungkook memalingkan wajahnya sementara pipi dan telinganya masih memerah. Ia tidak percaya kalau yang semalam itu hanyalah mimpi. Rasanya begitu nyata walaupun ia juga sebenarnya merasa ragu karena pasti tidak semudah itu untuk mendapatkan Dahyun.
Dahyun malah tertawa. Wanita itu beranjak, mengambil tas dan coat-nya yang telah ia siapkan. Santai sekali, bahkan dia sudah mandi dan bersiap untuk pergi ke suatu tempat. Semakin meyakinkan Jungkook kalau memang tidak terjadi apapun dengan mereka semalam.
"Aku pergi dulu, jangan lupa untuk bereskan semua kekacauan di ruang tengah."
"Noona ..."
"Apa?"
"Kita sungguh tidak melakukannya?"
Dahyun menghela napas, ia berbalik menatap Jungkook lelah. "Tidak, Jungkook. Kau pikir aku berbohong?"
Jungkook menunduk kecewa. "Arrasseo, mungkin itu memang cuma mimpi."
Dahyun kembali meraih gagang pintu kamarnya, menariknya dan bersiap untuk ke luar namun langkahnya langsung terhenti saat Jungkook kembali menyeletuk.
"Geunde noona ... aku bisa melihat bekas ciuman itu ditengkuk lehermu tadi. Kalau bukan olehku, lalu oleh siapa? Seolma ... Noona sudah punya pacar?"
[]
Epilog
Sebelum ke apartemen, Dahyun pulang ke mansionnya dulu untuk mengambil wine. Memilih salah satu wine terbaik koleksinya, Burgundy wine. Mungkin itu cocok untuk Jungkook yang sepertinya masih pemula soal minuman karena biarpun kandungan alkoholnya lumayan tinggi, rasanya lembut dan ringan.
Setelah dirasa cukup, Dahyun bergegas ke luar menuju mobilnya namun sebuah mobil porsche carrera berwarna hitam tiba-tiba saja menepi tepat didepannya. Dahyun menghela napas, sudah tahu siapa pemilik mobil itu.
Jimin keluar dari mobil itu, langsung berjalan menghampirinya dengan kedua tangan yang masuk ke dalam saku. "Kau mau pergi? Kita harus bicara, Im Dahyun."
"Bukankah aku sudah bilang tidak ingin bertemu denganmu?"
Jimin melepaskan kacamata hitamnya. Menatap Dahyun dengan iris tajamnya. "Kenapa kau jadi seperti ini? Kau mulai memberontak karena foto itu? Aku dan Shijin sama sekali tidak memiliki hubungan apapun!"
"Tidak memiliki hubungan tapi pergi ke Bar berdua? Kau pikir aku bodoh?"
"Kami bukan hanya berdua. Itu pertemuan dengan klien."
"Cih, alibi," sinisnya telak. Dahyun kembali menatap Jimin dengan tajam. "Choi Jimin-ssi, kalau kau benar-benar menghargaiku sebagai 'pacarmu' kau pasti sudah memecatnya sejak lama, tak peduli apakah pekerjaannya bagus atau tidak, masih ada orang lain yang lebih hebat darinya."
Dahyun hendak pergi tapi Jimin langsung menahan tangannya. Menariknya cukup kuat lalu mendaratkan bibirnya di tengkuk lehernya, menyesapnya kuat hingga meninggalkan bekas.
"Ya! Neomicheosseoh?!"
Jimin mengusap bibir tebalnya dengan tangan. "Aku baru saja memberimu tanda, kalau kau adalah milikku."
"Mwo?"
"Kau ingin aku tidak berhubungan dengan wanita lain, kan? Jadi kau juga harus begitu. Jangan berhubungan dengan lelaki lain di belakangku."
"Lihat siapa yang sedang bicara. Selama ini siapa yang suka main di belakang? Aku bukan orang brengsek sepertimu."
Dahyun menyentak tangan Jimin yang memegang lengannya hingga terlepas lantas masuk ke dalam mobilnya. Menyalakan mesin, wanita itu langsung menjalankan mobilnya, membelah jalanan meninggalkan Jimin yang terus menatap kepergiannya dengan pandangan yang sulit diartikan.
[]
So, menurut kalian, itu beneran cuma mimpi atau bukan? 🗿
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro