
❛𝐂𝐡𝐚𝐧𝐜𝐞❜
Dahyun benar-benar tidak mengerti. Kenapa ada manusia seperti Yoon Jungkook? Soal penampilannya jangan ditanya lagi, siapapun—termasuk dirinya—mengakui kalau Jungkook itu tampan. Yang jadi pertanyaannya adalah kepribadiannya, kenapa bisa sekompleks itu? Seolah-olah dia seperti bunglon yang bisa bergonta-ganti warna, menyesuaikan dengan tempat mereka berada dalam sekejap. Bedanya, kemampuan Jungkook ini lebih sulit diprediksi dan lebih membahayakan jantungnya.
Seperti hari ini. Dahyun tengah menghadiri salah satu pertemuan penting dengan kalangan atas, tentu saja bersama Jimin. Sejak tadi, tangannya mengalung di lengan Jimin. Mengikutinya ke sana kemari walaupun Dahyun sibuk dengan pikirannya sendiri. Jujur, dia kehilangan fokusnya karena Jungkook terus mengiriminya pesan—pesannya tidak penting, tapi anehnya tetap Dahyun baca saja karena bosan.
Jimin menyadarinya, lelaki itu mengernyit bingung saat melihat Dahyun yang beberapa kali tersenyum sembari memainkan ponselnya. Wanita itu bahkan sampai mengabaikan ucapannya, terlalu asik sendiri.
"Sayang, kau mendengarkanku tidak?" tanya Jimin lagi. Kali ini Dahyun mendongak ke arahnya, ia menurunkan ponselnya.
"Ah iya, kau bilang apa tadi?"
Rahang Jimin mengeras, mencoba menahan kekesalannya. "Lupakan, sepertinya kau lelah, mau beristirahat dulu ke tempat yang lebih sepi?" tawarnya sembari tersenyum. Senyum yang lebih seperti perintah, membuat Dahyun mengangguk, lantas mengikuti kemana Jimin membawanya. Suatu tempat dibagian belakang, sebuah taman dengan danau buatan berwarna hijau.
Tangannya yang semula mengalung di lengan Jimin langsung ia lepaskan. Lalu membuang napas kasar seolah telah melakukan akting yang melelahkan. "Akhirnya aku bisa bebas juga dari tempat tadi. Membosankan sekali," ujar Dahyun sembari mendudukan dirinya di salah kursi di sana.
Jimin melonggarkan dasinya. Menatap Dahyun tajam seolah wanita itu telah melakukan kesalahan. "Ada apa denganmu? Kau tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya."
Dahyun meliriknya sekilas lalu kembali fokus pada ponselnya. "Mwola ... Kalau saja tidak penting, aku tidak akan menginjakkan kaki di sini."
"Im Dahyun, aku tidak sedang bercanda." Jimin melihat ke arah ponsel Dahyun. Hendak merebutnya tapi Dahyun dengan gesit menjauhkan ponselnya.
"Ya, ini privasiku!"
"Kau sedang apa sih? Ada apa dalam ponselmu itu? Seolma, kau ..."
"Mwo? Seolma mwo? Berhenti mencurigaiku selama kau masih berhubungan dengan Shijin."
"Shijin lagi? Harus berapa kali kubilang kalau Shijin hanya sekretarisku! Jangan terpengaruh oleh foto yang bahkan kau sendiri tidak tahu siapa yang mengirimkannya."
"Iya iya, aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu," ujar Dahyun tanpa minat. "Oh ya, pertemuannya sudah selesai, kan? Apa aku boleh pulang sekarang?"
Jimin menghela napas, ia membuka kancing jasnya yang terasa sesak. "Tentu, kita pulang bersama."
Keduanya lantas berjalan beriringan menuju halaman depan di mana mobil mewah milik Jimin telah menanti. Jimin masuk lebih dulu, diikuti oleh Dahyun yang langsung duduk di sampingnya.
"Kalau begitu turunkan aku di apartemen ya."
"Apartemen?"
"Iya, aku meninggalkan barang di sana."
"Tidak mau mampir ke mansionku? Sudah lama kau tidak ke tempatku."
Dahyun menyandarkan kepalanya. "Tidak, sudah kubilang, aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu."
Jimin berdecak. "Kenapa kau terus bersikap seperti ini? Kau sangat membenci Shijin, huh? Dia bukan siapa-siapa, percaya padaku."
"Justru itu, aku tidak bisa mempercayai Shijin jadi selama kau masih mau mempertahankannya, maka hubungan kita akan tetap seperti ini."
"Ya Im Dahyun—"
"Sudahlah, aku pusing. Tidak bisakah perjalanan pulang kita berjalan dengan tenang?"
Jimin menghela napas. Ia menyandarkan tubuhnya, lantas menarik kepala Dahyun supaya bersandar di bahunya. "Tidurlah, nanti aku bangunkan kalau sudah sampai." Suara Jimin kali ini lebih melembut.
Dahyun mulai memejamkan matanya dengan tangan yang memeluk ponselnya. Jimin sempat melihat benda itu bergetar berulang kali. Ia penasaran, tentu saja, tapi ia tidak mau membangunkan Dahyun alhasil membiarkannya saja walaupun pikirannya sudah tidak bisa diajak kerja sama lagi.
Jungkook baru saja kembali dari mini market saat melihat sebuah mobil yang melintas keluar dari apartemen. Ia melihat Dahyun yang tengah berjalan menuju lift, lantas berlari menghampirinya. Mengejutkannya dengan memeluknya dari belakang tiba-tiba.
"Pertemuannya sudah selesai?" Dahyun mengangguk, matanya setengah memejam karena baru bangun tidur. Jungkook merubah posisinya jadi merangkul Dahyun di samping, membiarkan wanita itu menyandarkan kepalanya padanya sampai ke apartemen mereka.
"Noona ... Kau sudah makan malam?"
"Sudah."
"Yah padahal tadinya aku ingin memasakkan sesuatu untuk noona."
"Masak apa?"
"Ramyeon." Jungkook nyengir kelinci membuat Dahyun mencubit pipinya gemas.
"Aigoo ... Kau mau membuat pipiku bengkak karena makan ramyeon di malam hari?"
"Wae? Besok libur kan, mumpung aku juga tidak ada jadwal pemotretan."
"Baiklah, buatkan saja. Aku akan mandi dulu ya." Jungkook mengangguk sementara Dahyun mulai berjalan ke kamarnya untuk membersihkan diri.
Sekilas, mungkin tidak terlihat perbedaan pada tingkah laku mereka saat ini tapi bagi Jungkook, ini adalah sebuah kemajuan. Selain karena ia jadi lebih tahu soal Dahyun, ia juga telah resmi tinggal di sini, tidak akan pindah walaupun lukanya sudah sembuh total.
"Noona! Ramyeonnya sudah jadi!"
[]
Epilog
"Sebenarnya ... Aku juga tidak semanja itu. Noona telah salah menilaiku selama ini."
Dahyun menghela napas. Membasahi bibirnya sebelum akhirnya mendongak menatap Jungkook serius. "Baiklah, kalau begitu kau harus membayar sewa."
"Nde?!"
"Kau mau tetap tinggal di apartemenku, kan? Kalau begitu kau harus bayar sewa untuk kamarmu."
"Ta-tapi ..."
"Kalau tidak mau yasudah, berarti hubungan kita sampai sini saja, jangan dilanjutkan lagi."
Jungkook langsung menahan tangan Dahyun saat wanita itu akan pergi. "Tunggu! Aku mau!"
Dahyun berbalik. "Mau apa?"
"Mau noona-eh maksudnya, aku mau bayar sewa tapi dengan satu syarat."
"Syarat apa?"
Jungkook menelan salivanya gugup. "Noona tidak berubah. Terlepas dari status noona saat ini, aku ingin noona bersikap padaku seperti dulu, saat noona belum memberitahuku soal noona sudah punya pacar. Jangan larang aku untuk mendekati noona."
Dahyun tersenyum tipis. "Geure, lakukan saja. Aku tidak akan berubah selagi kau mau berusaha." Wanita itu melepaskan cekalan Jungkook di lengannya. "Ah ya, apa aku perlu memberi tahumu soal tipe idealku yang lain?"
Manik Jungkook langsung melebar, ia mengangguk antusias.
"Aku suka pria seksi yang bisa memasak."
[]
Big thanks buat siapapun yg udh ngasih aku ide di ig ya, sorry gk bisa aku tag soalnya lupa ussername wpnya 💜
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro