Noynem
Pagi itu sekolah masih berdiri kokoh seperti biasanya.
Nem menghela napas, padahal ia berharap sekolahnya luluh lantak. Pasalnya, hari ini akan ada ulangan matematika. Naasnya, tak ada satupun materi yang tersangkut diotaknya. Parahnya, yang remedial harus patungan beli burung kicau buat pak Levindo a.k.a Pak Levi a.k.a pak boncel a.k.a guru matematika SMA XXI.
Males sekali tentunya. Beli keperluan sendiri saja masih harus menabung beberapa minggu. Ini malah disuruh beli burung.
"Kenapa harus burung arghhh..." geraman Juminem yang membahana membuat seisi kelas menoleh padanya.
"Itu karena burung pak boncel tidak bisa berkicau, jadi dia mintanya burung kicau," terka kaori yang asyik memotong kuku. Persetan dengan ulangan. Dia optimis di remed. Toh selama kantong penuh, nilai tidak jadi masalah.
"Duit gue tinggal lima puluh ribu," keluh Mai. "Mana skincare banyak yang habis, gimana nih?"
"Kenapa harus burung coba? Kenapa nggak baju catur aja? Kan lagi trending tuh." Juminem masih mengeluhkan hal sama.
Kesal dengan sohibnya, Kaori pun mencubit pipi Nem. "Lo kata pak cebol jamet."
"Apa pak cebol jamet? Gosip baru nih!" seru Sunaryo yang baru datang dari kantin.
"Belajar woy, gosip aja!" sindir Nem.
"Sopan kah begitu?" balas Sunaryo. "Toh duit gue lagi banyak. Beli burung bukan masalah besar."
"Orang sombong matanya makin sipit."
"Dih rasis."
"Rasis darimana Naryo?!"
"Kaori, minjem duit buat nambahin patungan nanti hiks..."
"Satu ditambah satu sama dengan dua."
"Eh kita belajar apa aja deh?"
"Emang kita pernah belajar matematika ya?"
"Hah matematika, apa itu?"
"Risolnya, risolnya... beli risol belum tentu lulus ulangan."
"Daripada mikirin matematika mending bernyanyi... bernyanyi...🤙🏻💪🏻"
Kanoka menghela napas. Sepertinya yang waras dikelas ini memang cuma dia. Mengabaikan keadaan sekitar yang makin chaos, Kanoka kembali fokus pada buku catatannya yang sudah lusuh. Fiks, Kanoka anak rajin.
Ditengah keseruannya mendalami materi, sosok pemuda mungil maju kedepan demi mencuri atensi seluruh penghuni kelas. Memang hanya Nishinoya Yudoyoni yang berani berlaku seperti ini.
"Atenttion please!" Boleh jadi tubuhnya kecil. Tapi suaranya begitu membahana.
"Kenapa Noy? lo dapet kunci jawaban?"
"Bagi sih bagi!"
"Nih gue kasih gocap."
"Dari pada ribut, mending bernyanyi bernyanyi 💪🏻🤙🏻"
"Terpesona, aku terpesona..."
"Serius woy!" Noya marah adalah hal yang jarang terjadi. Maka dari itu, teman sejawatannya langsung terdiam lantaran kaget. "Ini nggak ada sangkut pautnya sama matematika."
"Lah nggak penting dong," ucap Salah seorang anak kelas.
"Ini penting!" Lagak Noya sudah macam komandan perang. Tegas Dan gagah. "Nono, Tanaka!" Teriaknya.
Enoshita masuk kedalam kelas sambil mendorong pengeras suara Yang biasa di pakai untuk upacara. Dan Tanaka membawakan microphone (bukan microphone pelunas hutang ya) kepada Noya. Caranya membawa seperti cara pembawa baki pada upacara bendera.
"Terimakasih sobat ku." Microphone telah berpindah ketangan Noya. Si botak memberikan sebuah jempol dan kicepan mata yang membuat Mai mual. Bukan karena hamil, tapi karena geli.
Sementara itu, Enoshita disibukkan dengan serangkaian sound system.
Seluruh penghuni kelas dibuat keheranan. Tingkah nyeleneh apalagi yang akan dilakukan Noya and his friend.
"Cek satu dua tiga..." suara Noya menggema. Dua jempol ia hadiahkan pada pemuda asal Cikarang yang sudah bekerja keras.
Begonya Noya, oh sungguh bego. Dia sedang memegang mic. Harusnya cukup memberikan satu jempol saja. Akibatnya, mic terjatuh dan terdengar bunyi 'nging...' yang mengganggu telinga.
"Eh sori ehehe..." ia bergegas memungut mic. Untung belum lima menit jatuh, jadi masih bisa dipakai.
Enoshita menepuk jidat, malu sekaligus kesal. Tanaka sebagai sahabat yang baik pun ikut meminta maaf atas kesalahan yang dibuat Noya.
Dan penghuni kelas yang lain merasa bodo amat.
"Attention please!"
Kembali semua memusatkan perhatian pada Noya. Pemuda itu tersenyum puas.
"Maaf ya ganggu dulu. Nggak lama kok, sebentar aja."
"Buruan amsyu!"
"Iye iye, sabar napa. Orang sabar ibunya perawan."
"Gebleg!"
"Noy buruan," tegur Enoshita yang masih stand by dekat sound system.
"Oke langsung aja keintinya. Teruntuk saudara Juminem [name] diharapkan untuk maju kedepan."
Nem yang sedang menghitung uang seribuan angklung yang akan digunakan untuk remedial nanti pun terlonjak. "Eh gue?!"
Pemuda dengan microphone ditangannya pun mengangguk mantap.
"Kenapa? Bagaimana? Dimana? Siapa? Kapan? Mengapa, hah?!"
"Udah, jangan banyak bacot sana maju aja!" dengan agak kasar, Kaori mendorong sohib seper-gibahannya.
"Nem Jiayo!" teriak Mai.
Sementara Kanoko hanya tersenyum tipis padanya.
Ada apa ini. Apa dia akan menjadi tumbal dalam rangka menyantet pak boncel. Kok bisa dan kenapa harus dia. Kan yang dosanya lebih banyak dari Nem ada banyak. Sunaryo lah contohnya.
"Noy, ini ada apa sih?!"
"Diam dan resapi apa yang bakal gue lakukan," ucap Noya sambil tersenyum penuh percaya diri.
Nem anak solehah. Nem baik. Nem diam.
"Nono, musik!"
Lantas Enoshita menggerakkan jari diatas ponsel pintarnya.
Dan musik menyala.
Mendadak semua tercengang. Jangankan mereka, Noya juga sampai terheran-heran.
Musik buka sitik jos mengacaukan suasana.
Enoshita sendiri terkejut. Lantas ia buru-buru mematikan musik tersebut. "Sori hehe..." cengirannya luar biasa lebar. Untung giginya putih.
Untuk kali kedua, Enoshita kembali mem-play musik. Dilihat dari reaksi Noya yang menikmati alunan musik, kali ini Enoshita tidak melakukan kesalahan.
Now playing
⇩⇩⇩⇩⇩
Seperti mati lampu
Nassar
0:00 ─〇───── 0:00
⇄ ◃◃ ⅠⅠ ▹▹ ↻
Tanaka langsung bergerak kebelakang Noya. Ia pun melakukan gerakan-gerakan mungkin bisa disebut tarian.
'Ah, si botak jadi back dancer toh,' seru Juminem di dalam hati.
"Janganlah kau tanyakan besarnya cintaku...
Ku persembahkan untukmu, hanya kepadamu...
Oh dan janganlah kau ragukan luasnya cintaku...
Yang putih tulus untukmu, hanya kepadamu..."
Noya mulai bernyanyi sambil menggoyangkan pinggul. Pemuda itu tampak begitu menikmati alunan musik.
Sementara Nem diam membisu. Dia sedang menerka lagu apa yang tengah dinyanyikan Noya. Dan ada apa ini sebenarnya.
Beberapa siswa-siswi ikut bergoyang. Suna siap sedia menjadi seksi dokumentasi dadakan dengan ponsel iphone kw nya.
"Luasnya laut tak seluas cinta yang ku punya...
Tak sedalam cinta yang ku rasa, cintaku satu untukmu...
Tingginya langit tak setinggi kasih yang ku punya...
Tak setinggi kasih yang ku rasa, cintaku satu untukmu..."
Semua penghuni kelas bergoyang. Ada yang goyang cendol dawet, ada yang goyang papi chulo, ada yang goyang caesar, ada pula yang goyang-goyang jempolnya doang.
Keadaan kelas semakin heboh.
Noya memperpendek jarak dengan Nem.
"Satu... dua..."
"Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu..."
Bukan hanya Noya yang berdendang, ada beberapa yang ikut menyanyikan lirik itu bersama Noya.
Sementara itu Nem terkaget. Dia tidak tahu kalau ini adalah lagu oppa Nassar. Bias favorit mamahnya.
"Cintaku tanpamu ya sayang bagai malam tiada berlalu..."
Noya bernyanyi sambil memutari Juminem. Sementara si jelita berulang kali mengucapkan 'amit-amit,' dalam hatinya.
"Mai, kok si Noya jogednya mirip banget kaya Nassar aslinya ya," bisik Kaori ditengah kegiatan bergoyang.
"Bodo amat, yang penting joged!"
"Seperti mati lampu ya sayang, seperti mati lampu...
Cintaku tanpamu ya sayang bagai malam tiada berlalu..."
Teng
Teng...
Musik berakhir. Noya berhenti bergoyang, ia lalu berlutut di depan Juminem dengan wajah serius.
Tentunya si jelita keheranan. Hal aneh apa lagi yang akan dilakukan Noya.
"Noynem, Noynem, Noynem!"
"Noynem bersatu!"
"Berlayarlah kapalku!"
Juminem [name] makin keheranan.
"Wahai, Juminem [name] sudikah kau membuat harapan mereka terwujud dengan menjadi satu denganku menaiki bahtera baru..." mendadak Noya terdiam. Matanya jelalatan kesana kemari.
Ennoshita sudah menduga kalau Noya akan lupa kalimat yang susah payah sudah dibuatnya.
"Noy?" tanya Juminem. "Lo nggak kerasukan kan?"
Noya menjambak rambut frustasi. Persetan dengan kalimat bermajas buatan Ennoshita. Dia ingin mengungkapkan perasaan dengan caranya sendiri.
Noya mendongak, menatap serius sepasang iris [eye color]. "Juminem [name], mau nggak jadi pacar gue?"
"Hah?!"
"Terima, terima!"
"Pj jangan lupa."
"Anjir tangan gue pegel vidioin terus."
"Ayok jadian! Biar kita di traktir!"
"Kiw kiw!"
Jadi, tebakan Kanoka benar.
Jadi, ini acara menyatakan Cinta Noya, kok norak sih.
Jadi, Nem harus bagimana.
"Nem, lo mau nerima gue nggak?"
"Bentar, bentar... lo beneran suka gue?"
Noya mengangguk mantap. "Demi belahan rambut pak levi yang badai."
"Terus kenapa lo ngejauh dari gue?"
"Itu sebenarnya... karena kalau gue deket-deket sama lo, jantung gue jedag-jedug nggak karuan. Gue butuh penyesuain, jadi gue terpaksa jauhin lo dulu. Sori."
"Terus mbak Kiyoko gimana?"
"Hah gimana apanya bagaimana?"
"Masa iya lo oleng dari dia ke gue."
"Gue nggak pernah oleng. Dari awal perasaan gue ke mbak Kiyoko sebatas fans ke idola." Noya memukul keras dada kiri dengan kepalan tangannya. "Perasaan gue ke lo baru perasaan jatuh cinta pada lawan jenis yang sesungguhnya."
Semuanya menjadi jelas bagi Nem. Tapi ia bingung harus bereaksi seperti apa.
"Rasa Cinta gue tulus, pokoknya seperti lirik lagunya oppa Nassar lah."
Nem masih diam.
"Jadi, mau nggak jadi pacar gue?"
"Ada ribut apa-apa ini?! Cepat duduk di tempat, kita mulai ulangan matematika sekarang!"
'Waduh!'
✺ * · ✧ ⋆ · * . · . · · .. ✷ ✧ . . · + · * ✫ * ✷ ⊹ * ˚ . . + · ⋆ * . * . . · . · . * · . · · + . · ** ˚ . . + · ⋆ * . * . . · . · .
𝒟𝒶𝓃𝒹ℯ𝓊𝓁𝒻
27-01-2021
The End
˚ ⊹ · * ✧ ⋆ · * . · . · · .. . . · + · * ✫ * ⊹ * ˚ . . · ⋆ * . * . . · . · . * ·
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro