Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Woman in White Dress (2)

Woman in White Dress
Part 2

Wu Xie dan Zhang Qiling menghabiskan hari pertama di sana untuk berkeliling ke berbagai toko kecil yang menjual barang antik, galeri, kedai makanan, dan tempat-tempat lain yang cocok bagi pemuda lincah dengan semangat menggebu dan kamera di tangan. Wu Xie mengambil potret setiap tempat yang dia lewati atau kunjungi. Zhang Qiling menghela napas berulang kali setiap kali Wu Xie berhenti dan menghabiskan sedikit waktu lagi hanya untuk mencari sudut yang pas dalam mengambil potret yang dia inginkan. Bahkan Zhang Qiling juga menyadari bahwa Wu Xie sering memotret dirinya secara diam-diam.

Cihhh.

Mau bagaimana lagi? Dia tidak bisa menolak keinginan Wu Xie bahkan hanya yang paling sederhana.

"Kita belum mengunjungi menara Pengbuxi yang terkenal itu," celetuk Wu Xie, berjalan perlahan sambil sibuk dengan kamera Nikkon terbarunya. Lewat sudut matanya, Wu Xie tahu Zhang Qiling berjalan sama lambatnya dengan tatapan menyapu jajaran kedai makanan. Matahari bersinar cerah di langit siang tetapi udara tetap terasa dingin. Ini hampir tengah hari.

"Oke, aku tahu kau lapar dan tidak akan mengatakannya sampai aku yang mengajakmu. Jadi, mau makan apa siang ini?" Wu Xie menempatkan telapak tangan di alisnya untuk menatap ke kejauhan tanpa merasa silau.

"Lihat, kedai masakan lokal. Aku membayangkan tumis daging pedas dan sayuran. Kuharap mereka memilikinya. Mari!"

Ditariknya tangan Zhang Qiling dan mereka hampir berlari kecil menuju kedai yang dimaksud Wu Xie. Di tengah sedikit orang yang berlalu lalang, mereka berbaur tanpa canggung seakan menyatu dengan kedamaian desa itu.

Mereka makan sepuasnya dengan beragam menu masakan asing di desa yang relatif sepi. Setelah itu, Wu Xie memutuskan menghabiskan sisa hari dengan melakukan perjalanan yang menegangkan ke pemakaman lokal, melihat menara Pengbuxi yang megah, dan mendengar cerita tentang boneka sihir serta hantu.

Daya tarik desa itu sangat mempengaruhi Wu Xie dan ia mendapati dirinya berada di dalam toko yang menjual barang antik, bola kristal dan daun teh spesial.

Lan Ting adalah seorang wanita dengan rambut hitam panjang yang dijalin dengan gaya khas desa ini, mengenakan gaun hitam panjang. Wu Xie memperkirakan usianya sekitar tiga puluh lima tahun.

"Ada yang bisa aku bantu?" Wanita itu menyibakkan manik-manik yang tergantung di pintu masuk ke bagian lain toko ke samping tubuhnya dan berjalan mendekati Wu Xie. Aroma kemenyan terpancar dari tubuhnya membuat Wu Xie hampir yakin bahwa wanita ini adalah seorang dukun. Wu Xie pura-pura terkejut dan tersenyum canggung, "Aku melihat-lihat benda antik yang dijual di sini. Apakah benda-benda ini asli?"

"Ya. Bahkan pecahan batu sederhana pun dipercaya adalah jimat dari dewa yang jatuh dari puncak menara Pengbuxi yang diberkati." Lan Ting menunjuk sebuah pecahan batu seukuran kepalan tangan anak kecil. Hitam pekat dan tidak menarik. Apakah benda jelek ini benar-benar sebuah jimat? Wu Xie mengernyitkan dahi.

"Apa yang bisa dilakukan jimat ini?"

"Mengusir hantu."

Wu Xie ingin tertawa tapi dia menahannya. "Benarkah? Aku pikir akan lebih cocok digunakan untuk mengusir penguntit."

Wu Xie memperagakan bagaimana tangannya mencengkeram batu itu, lantas melemparkan ke satu arah.

"Dan crashh! Jidatnya terluka." Dia menutup guyonan buruknya dengan tawa kecil yang segera memudar sewaktu melihat tatapan Zhang Qiling memperingatkannya.

"Ehm, oke. Hanya bercanda." Dia terbatuk, melirik Lan Ting yang memasang wajah masam.
"Sebenarnya aku sangat menghargai artefak, barang antik, dan sejenisnya. Harga mereka tak ternilai, dan beberapa di antaranya memang membawa mitos dan cerita masing-masing."

Kekehan lagi, lantas Wu Xie melesat ke ruangan kecil lain di mana benda-benda antik yang berbeda dipajang di sana.

Ada beberapa benda antik lain. Jepit kupu-kupu peninggalan dinasti kuno, piring keramik, guci. Tunggu, guci di sudut itu berwarna hitam dengan lukisan burung merah ganas di permukaan. Ukurannya sedang dan cukup molek jika diletakkan di atas rak atau meja. Wu Xie mengambil potretnya, kemudian meneliti lebih lama lagi.

Eh, mengapa mulut guci itu disumpal sesuatu. Semacam kulit binatang dengan tulisan kuno di atasnya. Rasa ingin tahunya yang berlebihan menggerakkan tangannya untuk menyentuh dan memutar guci itu. Tidak ada yang luar biasa. Dia mengamati tulisan kuno, mencoba memahami apa maknanya. Dia telah membaca banyak buku juga memahami sedikit tulisan kuno. Tetapi dia tidak memahami yang ini. Ada aliran energi yang membuat tangannya bergetar ketika memegang guci itu, kemudian seolah tanpa sadar ia membuka penutupnya.

"Nah itu benda keramat dari kuil suci yang ada di lereng Himalaya. Gempa dan longsoran bongkahan es membuat bangunan kuil retak-retak hingga orang-orang mulai meninggalkan dan mengabaikan kuil itu." Lan Ting muncul secara tiba-tiba dari arah belakang mengejutkan Wu Xie.

"Mereka bilang kain penutup guci itu tidak boleh dilepas," Lan Ting melanjutkan.

Terlambat, dengus Wu Xie dalam hati. Dia meletakkan guci dengan hati-hati, kemudian menaruh helaian kain itu di atasnya.

"Apa yang unik dengan penutup guci ini?" dia bertanya, pura-pura mengalihkan perhatian pada benda lain.

"Katanya itu semacam jimat yang menyegel arwah."

"Hehh? Arwah?"

Lan Ting mengangguk. Tangannya bergerak memperbaiki letak satu benda di rak pajang.

"Bagaimana bisa kau menyimpan benda atau jimat semacam itu?"

"Ini toko barang antik, ayolah. Jangan naif, Tuan." Lan Ting meliriknya terheran-heran.
"Dan lagi, ini desa Pengbuxi. Benda-benda mistik berkumpul di sini. Kau sudah melihat empat menara itu bukan? Itu seperti peninggalan dewa di bumi."

Wu Xie menggaruk sisi kepalanya dan tersenyum sekilas pada Lan Ting. Dia melihat Zhang Qiling sibuk dengan sebuah manuskrip terbuat dari gulungan kulit binatang. Dengan kening berkerut, seolah dia sangat serius dan fokus mempelajari sesuatu. Wu Xie menebak-nebak apakah pemuda tampan itu tengah mempelajari suatu ilmu baru dari keterangan dalam gulungan kulit atau dia mengerutkan kening karena tidak paham bahasa tulisan itu. Seperti dirinya. Tanpa sadar Wu Xie terkekeh.

"Ada apa?" tanya Lan Ting.

"Tidak ada apa-apa."

"Kupikir kau menertawakan aku."

"Aku merasa lucu melihat ekspresi seseorang."

Di sudut ruangan, Zhang Qiling memutar bola matanya. Meski terlihat acuh tak acuh, dia tahu jika seseorang membicarakannya.

"Jadi, apakah kau akan mengambil salah satu koleksi kami untuk kenang-kenangan?" Lan Ting bertanya lagi.

Kemudian, seakan ada sesuatu berbisik di telinga Wu Xie, dia menoleh pada guci yang tadi dia pegang dan berkata, "Aku ambil guci itu."

"Baiklah."

Lan Ting tersenyum senang.

Di belakang mereka, segumpal asap tipis berwarna putih keabuan naik perlahan dari dalam guci dan menghampiri Wu Xie, memberikannya sapuan dingin yang tak kentara.

===

"Jadi, apa yang kau baca barusan dengan sangat serius?" Wu Xie bertanya pada Zhang Qiling sewaktu mereka sudah berjalan kembali di jalan utama desa Pengbuxi.

Zhang Qiling hanya menggeleng. "Hanya catatan tentang teknik meditasi yang dipraktikkan para Lama berabad-abad lalu."

"Oh tidak. Kau akan menjadi arca jika mengikuti apa yang ada di catatan itu."

"Hmmm. Kukira kau lebih membutuhkannya agar sikap dan tindakanmu lebih tenang."

"Tidak Xiao ge," tukas Wu Xie tidak setuju. "Jika kau dan aku terlalu tenang, percintaan kita akan membosankan. Satu hal lagi, malam malam akan terasa dingin. Apakah kau sungguh-sungguh ingin tidur dengan sebuah arca?"

Zhang Qiling membuang muka. Wajahnya memerah serupa langit senja yang kini mulai memayungi mereka. Keduanya terus berjalan. Wu Xie memeluk guci yang sudah dibungkus kotak, menekannya ke dadanya.

"Dengar, kau harus jujur bahwa sebenarnya kau menyukai diriku yang hangat dan agresif, benar bukan?" Wu Xie menggoda lagi. Mengitari tubuh Zhang Qiling, mencoba membuat kontak mata sementara pihak lain seakan-akan ingin menghindar.

"Nah lihat, kau malu. Anehnya, kau tidak malu jika dalam gelap dan memaksa menciumku." Wu Xie terkekeh riang sementara Zhang Qiling menatapnya dengan rasa gusar yang tak berdaya.

"Oke, lupakan meditasi. Mari kita kembali ke pondok penginapan Sonam Zeren."

Malam turun di desa Pengbuxi, gelap dan berangin, diramaikan oleh bunyi-bunyian binatang malam dan sayup-sayup musisi jalanan di sebuah kedai minum yang berjarak dua ratus meter dari penginapan. Tempat makan di penginapan Zeren tidak diramaikan oleh musik, membuat suasana sunyi senyap, dan juga sangat tenang. Wu Xie menuntaskan makan malam, menatap dasar cangkir teh yang hampir tandas.

"Xiao ge," panggilnya sambil menguap, memijat bahu dan tengkuknya dengan satu tangan.
"Mari kita istirahat."

"Istirahat?" Tidak biasanya, malam masih siang.

"Entahlah. Aku merasa lemas. Sepertinya ada beban yang menekan pundakku."

Zhang Qiling menatap sangsi, dia menepikan cangkir teh, memusatkan perhatian pada Wu Xie dengan seksama. Tatapannya membuat Wu Xie merasa seorang tertuduh, seorang kakek tua yang menderita beragam penyakit.

"Jangan menatapku seperti itu," protesnya cemberut. "Aku tahu ini tidak wajar. Seharusnya kau yang menderita penyakit penuaan."

" .... "

"Bagaimana kalau aku tidur lebih dulu?" tanyanya dengan nada rewel yang menyapu habis raut kecewa di wajah Zhang Qiling. Kini pemuda tampan di depannya nampak cemas alih-alih memikirkan malam yang romantis.

"Baiklah," Zhang Qiling menjawab pelan.

Di kamarnya, Wu Xie menutup jendela. Tapi sebelumnya dia sempat memandang langit malam yang bertabur bintang. Seekor kelelawar mengepakkan sayapnya di suatu tempat dan angin berubah-ubah arah. Entah perasaannya saja atau memang benar, temperatur terasa jatuh ke titik beku. Wu Xie menggigil sekejap kemudian menutup jendela rapat-rapat.

Di sudut ruangan, di atas meja, guci antik itu telah ia keluarkan dari kotaknya. Tadi sore ia sempat mengamati dan mengambil potretnya lagi, sebelum ia merasakan ada yang ganjil dengan tubuhnya tak lama sesudahnya.

"Kalau kau bosan, tidak perlu menunggu di dalam kamar. Kau bisa menghabiskan waktu di kedai teh, di tempat yang lebih ramai," Wu Xie berkata ketika dilihatnya Zhang Qiling melangkah masuk ke dalam kamar.

"Tidak perlu. Aku akan menemanimu."

"Sungguh baik. Namun juga tidak baik. Maksudku, kau harus bisa mengendalikan diri."

Zhang Qiling menatapnya tidak paham sambil mengamati pergerakan Wu Xie yang naik ke tempat tidur dan menarik selimut.

"Jangan pura-pura tidak mengerti. Kau tidak akan menciumku saat aku tidur, kan?" celoteh Wu Xie.

"Uh, tidak. Tentu saja tidak." Zhang Qiling menggeleng. Benaknya sama sekali tidak memikirkan hal-hal yang tidak gentleman semacam itu.

"Aku bisa istirahat dengan tenang." Wu Xie berbaring dan mulai memejamkan mata.

Zhang Qiling duduk di kursi malas dalam kamar itu. Dia telah mematikan lampu utama dan menyalakan lampu duduk yang temaram. Meskipun seluruh bangunan penginapan ini berlapis kayu yang tebal dan kuat, hawa masih terasa dingin. Bagaimanapun mereka berada di sekitar pegunungan es yang membeku. Ditatapnya wajah Wu Xie yang mengernyit, menebak-nebak apa yang membuatnya terlihat lelah dan pucat. Mungkin kekasih manisnya ini terlalu kelelahan sepanjang hari.

Pada awalnya Zhang Qiling terjaga, tapi perlahan-lahan ia memejamkan mata. Berada di tengah keheningan dan sendirian, siapa pun pasti memilih tertidur. Namun tentu saja tidurnya tidak lelap.

Ada suara-suara samar dari lantai bawah. Tampaknya ada keributan. Zhang Qiling tersentak dari tidurnya, tidak kehilangan kewaspadaan dalam setiap situasi. Dia bangkit berdiri, menoleh pada kekasihnya yang terbaring lelap, kemudian bergerak keluar kamar. Zhang Qiling merasa perlu memeriksa apa yang terjadi, walaupun kehadirannya di sana mungkin tidak diperlukan.

Rupanya hanya kesalahpahaman kecil dari beberapa pengunjung yang datang di malam hari. Suara-suara lantang dan wajah-wajah agresif mengintimidasi Nyonya Sonam Zeren yang malang. Zhang Qiling hanya berdiri di sana dengan sikap waspada, dan wajah dingin dan keras yang bisa membuat para pembuat onar itu melirik berulang kali disertai perasaan cemas.

Beberapa perdebatan lagi, dan situasi lumayan tegang.

===

Perasaan dingin ini semakin kuat, membekukan. Wu Xie merasa tubuhnya terbenam di dalam danau es. Merasa tersesat, dan ada perasaan cemas yang mencengkram hatinya. Dia berjuang sia-sia untuk keluar dari sensasi mengerikan ini sementara menit demi menit berlalu. Akhirnya, Wu Xie tersentak dan membuka mata lebar-lebar.

Ada cahaya suram memantul di dinding. Rupanya dia berbaring dalam posisi menyamping dan menghadap dinding. Sesuatu menekan bahunya, disertai rasa dingin yang menyelimuti. Jadi itu bukan hanya mimpi. Dia menggigil sejenak, lantas tiba-tiba tubuhnya terasa berat dan sulit bergerak.

"Xiao ge," susah payah ia mengeluarkan suara dari tenggorokannya yang kering.

"Kaukah itu?"

Ada sesuatu membelai lengannya, dan aroma kemenyan yang kuat memenuhi penciuman. Sejak kapan tubuh Xiao ge-nya mengeluarkan aroma seperti dukun begini. Dia memang pria tua, seharusnya. Tetapi bukan dukun.

Sssshhh ....

Suara desisan aneh menyapu telinga, membuat seluruh bulu kuduknya meremang. Berjuang sekuat tenaga menggerakkan tubuhnya, Wu Xie berbalik.

Sesosok perempuan asing duduk di tempat tidur, dengan bahu membungkuk ke arahnya. Begitu dekat, begitu menakutkan hingga Wu Xie seketika memejamkan mata setelah sebelumnya membelalak ngeri. Wanita itu bergaun putih dan memiliki rambut panjang hitam yang terurai di kedua sisi wajahnya, jatuh menutupi bahu dan dadanya. Wajahnya pucat kebiruan, sepasang mata hitam sepenuhnya, dengan bibir ungu menyeringai.

"Wuaaaa ... !!! Xiao geeee ...!!!"

Wu Xie menjerit sekeras-kerasnya.

=====

Omg! 🥲😆

Woman in White Dress
By Shenshen_88
[Tbc]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro