Knock Knock Loving You (3)
Wu Xie masih tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Sepasang kakinya seakan terpaku di lantai, sulit digerakkan. Untuk beberapa detik, ketukan itu tak terdengar lagi, tapi jejak ketegangan masih melekat. Apakah ia harus membuka pintu?
"Pangzhi," ia berbisik di depan pintu kamarnya. Dengkuran si gendut justru makin nyaring. Tak ada harapan dia mendengar panggilannya, apalagi ketukan di pintu depan.
Huft!
Wu Xie menarik napas berat. Menatap pintu utama yang menjulang dalam gelap.
Knock! Knock!
Jantungnya nyaris melompat lagi.
Ahh! Ini sudah keterlaluan! umpat Wu Xie gemas.
Siapa pun orang iseng yang menakut-nakutinya, ia harus menghadapinya dengan berani. Tidak ada seorang pun yang berhak mengganggu istirahat seseorang.
Akhirnya, ia mampu menyeret kakinya menuju pintu depan. Tangannya lumayan gemetar sewaktu memegang knob pintu yang dingin, kemudian memutar kunci dengan tangan yang lain. Wu Xie menahan napas sewaktu menarik pintu, membukanya sedikit untuk mengintip ke luar. Tidak ada siapa pun di depan pintu.
Hehh?!
Dia mengernyit gusar. Apa-apaan? Apakah yang baru saja mengetuk pintunya adalah hantu? Sungguh menyebalkan.
Dengan mengumpulkan keberanian ia membuka pintu lebih lebar kemudian melangkah ke luar. Lampu teras berpendar lemah. Angin malam bertiup kencang menyapu wajah dan rambutnya. Wu Xie menggigil. Dia merapatkan kedua lengan di dada, celingukan mengamati halaman.
Tidak ada siapa-siapa. Apakah sungguh ada hantu?
Bulu kuduk Wu Xie meremang memikirkan kemungkinan itu.
Mengabaikan perasaan gelisah dan seram yang disebabkan oleh seluruh rantai pemikiran ini, ia mulai berbalik dengan tegas dari halaman ketika sebuah gerakan tertangkap di sudut matanya. Wu Xie membeku. Itu adalah sebuah bentuk. Sebuah tubuh. Itu seseorang. Orang itu sedang berdiri di samping pohon cemara hias yang ditanam paman di sudut halaman. Sosok itu samar, kepalanya tertunduk. Bagus. Dia tidak melihat padanya. Wu Xie tidak ingin tahu siapa atau apa itu. Sebenarnya ia sudah cukup stres dalam hidupnya.
Dia tidak membutuhkan penambahan cerita hantu jenis apa pun
Segera, ia memutuskan untuk kembali ke dalam rumah. Berdiri kebingungan dalam gelap membuatnya merasa seperti anak kucing yang tersesat. Dia memutar tubuh, berniat kembali menuju pintu.
Dan ...
"Uwaaa!!!"
Wu Xie menutup mulutnya rapat-rapat dengan telapak tangan, mencegah teriakannya semakin lantang. Apa yang dilihatnya pasti akan membuat siapa pun terlonjak kaget. Sesosok tubuh pemuda tinggi serba hitam tiba-tiba muncul di belakangnya, entah datang dari mana. Mungkinkah sosok di samping cemara? Tetapi cepat sekali gerakannya. Bahkan tidak ada desiran apa pun mengiringi kemunculannya yang misterius.
Pemuda itu mengenakan jubah hitam panjang. Aroma manis rerumputan dan pepohonan yang khas bergerak bersamanya, seolah-olah dia membawa sepetak kebun yang indah ke mana pun dia pergi. Wu Xie pasti akan segera berteriak 'hantu' dengan sekuat tenaga seandainya saja ia tidak memandang wajahnya.
Hantu ini ... tampan sekali.
Wu Xie membeku untuk sesaat. Bagaimana hantu bisa setampan ini. Tidak mungkin. Ini terlalu aneh untuk menjadi nyata.
"Si-siapa kau?" akhirnya Wu Xie mampu bersuara setelah terhipnotis dengan cara yang tidak etis.
"Qilin." Pemuda berjubah hitam mengangkat tatapannya, menusuk tajam ke sepasang mata Wu Xie yang berkedip-kedip mirip kucing mengantuk.
"Peri Qilin."
Jadi benar-benar hantu. Wu Xie sekali lagi menutup mulutnya, lantas berjuang mengembalikan ekspresi acuh tak acuh dan seringai yang menjadi ciri khasnya. Sayangnya, ia tak mampu. Sebaliknya justru ia tergagap-gagap.
"Mengapa kau datang kemari?"
Peri tampan itu tidak langsung menjawab, malah memandanginya dengan lembut. Wu Xie merasa terserap dan rasanya ingin jatuh pingsan. Siapa tahu peri tampan ini akan memeluknya.
"Untuk melihatmu." Jawaban romantis itu berhasil membuat sepasang kaki Wu Xie gemetar. Dia benar-benar ingin pingsan. Nyatanya, ia justru terkekeh parau bernada skeptis.
"Yang benar saja," desahnya. "Aku bahkan tidak mengenalmu."
"Tapi aku mengenalmu. Bunga impian yang sudah lama menghias pandangan mata."
Selain tampan, sepertinya peri ini juga seorang penyair. Wu Xie tercengang sekali lagi. Mulutnya setengah terbuka, namun matanya berbinar oleh kegembiraan yang tidak jelas.
Apa-apaan??
"Ah, kau membuatku tak bisa berkata-kata," Wu Xie mendesis, lantas merasakan tubuhnya gemetar oleh tiupan angin malam yang dingin.
"Sebelum malam berakhir, aku ingin menghabiskan sekilas waktu bersamamu."
"A-aku? Uh, aku tersanjung."
Wu Xie terlihat salah tingkah di bawah tatapan intens si peri tampan. Dia tidak yakin apakah ini nyata. Pasti ia mengalami fenomena tidur berjalan. Peri tampan ini hanya mimpi.
"Kau kedinginan ... " gumam Peri Qilin dengan suara musiknya yang halus.
"Kau benar. Mari bicara di dalam." Akhirnya Wu Xie memutuskan membuka pintu rumahnya untuk sang peri. Dia melihat peri itu berjalan ke tengah ruang tamu. Dia terlihat dewasa, sangat sempurna. Tubuh tinggi, dengan wajah tampan yang datang dari dunia lain. Mata cemerlangnya berbentuk almond dengan warna hijau zamrud yang indah. Dia bergerak dengan anggun dan percaya diri yang jelas bukan manusia, dan kulitnya sangat spektakuler sehingga terlihat seperti seseorang menyalakan lampu di dalam dirinya.
"Silakan duduk," ujar Wu Xie sambil menutup pintu pelan-pelan.
"Terima kasih." Peri Qilin menoleh padanya dan tersenyum.
Senyuman yang menyilaukan.
Mata Wu Xie seketika mengerjap-ngerjap seperti sedang kelilipan. Langkahnya serasa melayang di udara sewaktu dia mendekati sofa dan duduk di samping Peri Qilin.
"Jadi, kau tahu siapa aku?" tanyanya setelah mengatur napas dan detak jantungnya yang sempat tak karuan.
Peri Qilin mengangguk dengan senyuman yang belum memudar.
"Pertama kali aku melihatmu delapan tahun lalu," sahutnya lembut.
"Saat itu kau berusia dua belas tahun."
"Bagaimana bisa kau menguntit seorang anak kecil?" tukas Wu Xie dengan ekspresi tolol.
Peri Qilin menatapnya sedikit bingung.
"Itu—di luar rencana. Pada malam Halloween, bangsa kami sesekali menampakkan diri pada manusia."
"Aku tidak pernah mendengar cerita tentang peri berkeliaran di malam Halloween. Iblis dan penyihir lebih banyak dibicarakan. Karena itulah kostum-kostum sialan itu terlihat di mana-mana." Wu Xie teringat kembali insiden beberapa tahun lalu saat dia dipukuli remaja nakal berkostum monster.
Ehh?? Tiba-tiba dia teringat sesuatu. Ditatapnya wajah menakjubkan sang peri dengan pandangan penuh tanya.
"Apakah kau yang mendatangiku malam itu?" tanyanya.
Peri Qilin mengangguk. "Pada Halloween tahun itu, Neferet, Putri Cahaya yang menjadi pemimpin kami marah besar pada peri kegelapan yang menebar energi jahat di malam itu. Akhirnya kami berpencar, mencoba menghindari kemarahannya. Aku dan peri lain berkeliaran tanpa tujuan hingga aku melihat seorang anak malang yang dipukuli secara brutal. Aku merasa kasihan pada anak itu dan malam berikutnya memutuskan menghukum remaja nakal pelaku pemukulan. Sayangnya, waktu itu kau terlalu takut untuk bicara padaku. Kau terlihat sangat gelisah, dan aku tak bisa melupakan sinar matamu .... "
Di tengah perkenalannya yang begitu sopan, dia menatap lekat pada Wu Xie dan suaranya terhenti di tengah kata. Penjelasan itu membuat Wu Xie kembali teringat masa lalu. Ingatannya seterang siang hari, dan bayangan sosok hitam yang mengetuk pintunya pada malam itu kini datang kembali. Wu Xie merasa gugup, mencoba membuat wajahnya tersenyum, tapi rasanya panas dan keras, seperti dituangkan plester dan telah duduk di bawah sinar matahari musim panas dan akan pecah berkeping-keping jika dia tidak berhati-hati. Sesuatu dalam sinar mata peri tampan itu membuatnya dialiri arus hangat.
"Sejak itu aku sangat ingin menemuimu lagi. Aku khawatir jika kau butuh perlindungan."
"Yah, eh, terima kasih atas perhatianmu," kata Wu Xie gugup, jelas tak berdaya oleh ketampanan Peri Qilin.
"Aku tidak bersikap baik malam itu padamu. Yah, mungkin karena aku terlalu takut. Remaja sialan itu seperti sosok dari neraka. Jadi aku tak ingin melihatnya."
"Aku mengerti."
Ketika peri itu menatapnya lagi, senyumnya melebar dan menjadi lebih dari sekedar sopan melainkan lebih mirip tebar pesona.
"Melindungimu adalah tugas yang bukan beban untuk dipenuhi. Kau adalah pemuda yang istimewa."
Sekarang senyum Peri Qilin memasukkan Wu Xie ke dalam kehangatannya. Mendekapnya erat dalam khayalan. Sekali lagi, Wu Xie merasa seperti tengah bermimpi.
Keduanya terdiam canggung untuk beberapa lama.
"Minuman?" Wu Xie menawarkan.
Peri itu mengangguk ringan.
"Anggur."
Ugh, anggur? Wu Xie teringat bahwa ada satu botol anggur merah murah meriah di lemari es di rumah sekarang. Mudah-mudahan itu cukup untuk menyambut tamu istimewa.
Peri Qilin memperhatikannya, dan Wu Xie ingat dia bukanlah manusia. Bisa jadi dia adalah mahluk yang intuitif dan mungkin bisa merasakan ocehan konyol yang terjadi di kepalanya. Wu Xie menghela nafas dan berkata, "Tunggu sebentar."
Dengan enggan dia bangkit dari samping Peri Qilin, untuk menuju dapur dan membawa sebotol anggur beserta dua goblet tinggi berdiameter kecil.
Dia kembali dan meletakkan botol anggur dan gelas. Tangannya gemetar dan melambat. Wu Xie berkata pada diri sendiri untuk santai. Ya ampun, akhir-akhir ini sepertinya ia cukup stress. Dia merasa takjub saat berhasil menuangkan anggur ke dalam gelas tanpa menumpahkannya. Sepanjang proses itu, Peri Qilin mengamatinya dengan tatapan berbinar, membuat Wu Xie gugup setengah mati.
"Jangan menatapku terlalu serius," desah Wu Xie, kembali duduk di dekat sang peri. Kakinya terasa lemas.
"Kau membuatku malu," ia meneruskan, kemudian meniup anak rambutnya.
Peri Qilin tersenyum lagi, meraih gelas anggur di atas meja dan mengangkatnya.
"Bersulang."
Wu Xie pun melakukan hal yang sama.
"Yah, bersulang untuk malam Halloween yang spesial," ujarnya sambil menyeringai.
Wu Xie melirik melalui sudut matanya bagaimana sang peri menyesap minumannya dengan anggun seraya menduga-duga apakah mahluk sejenis itu bisa minum-minum dan mungkin saja mabuk. Rasanya tidak mungkin. Lagipula akan cukup merepotkan jika pemuda sebesar dan setinggi ini jatuh mabuk di rumahnya.
Ketika Peri Qilin meletakkan gelas anggurnya, Wu Xie mulai bertanya sesuatu yang tiba-tiba diingatnya begitu saja. Satu hal serius yang sempat terlupakan.
"Peri Qilin, apakah kau tahu siapa pelaku pembunuhan yang terjadi malam ini?"
Peri itu menatapnya lagi, nampak tidak terusik. Kemudian dengan santai dia menjawab, "Ya. Tentu saja."
"Siapa?"
"Aku."
Hahh?!
Walaupun sudah sempat menduganya, rasa terkejut tak bisa dihindarkan. Terlebih Peri Qilin mengatakannya dengan tenang seolah-olah itu bukanlah kejahatan.
"Jadi polisi belum berhasil menangkap pelakunya," gumam Wu Xie setengah merenung.
"Pencarian mereka sudah pasti akan sia-sia," sahut Peri Qilin, ekspresinya sedikit geli.
"Hmmmm. Itu tidak adil. Haruskah aku melaporkanmu ke polisi?" Wu Xie menyipitkan mata pada sang peri. Berlagak tangguh dan sarkastik.
"Kau boleh melakukannya." Peri Qilin tertawa kecil. "Tapi mereka tidak akan berhasil menangkapku."
Wu Xie memasang wajah cemberut yang terlihat menggemaskan di mata Peri Qilin. Tangannya yang memiliki jemari panjang dan ramping itu terulur mengacak rambut Wu Xie.
"Kau lucu sekali," katanya.
"Hmm, apakah itu pujian atau ejekan?"
"Aku tidak mengejek orang lain. Jika ada seseorang yang menjengkelkan, aku tidak akan mengejeknya, melainkan langsung memberinya pelajaran yang sulit dilupakan."
Pemukulan terhadap remaja nakal, pembunuhan malam ini. Astaga, Peri Qilin ternyata menakutkan, batin Wu Xie. Wajahnya dibayangi kekhawatiran.
"Apakah itu salah satu alasan kau membunuh pria malang itu malam ini?" tanya Wu Xie hati-hati.
"Pria malang?" Peri Qilin merengut, tidak setuju.
"Dia sama sekali bukan pria malang. Dia berniat menculik anak laki-laki yang tengah merayakan Halloween. Aku merasa kesal dan memukul kepalanya dengan batu."
"Tapi kau tidak perlu sampai melenyapkan nyawanya, bukan?"
"Yah, aku memang tidak bermaksud membunuhnya. Hanya ingin membuatnya jatuh pingsan. Namun sepertinya pukulanku terlalu keras." Peri Qilin meringis untuk pertama kalinya malam ini.
Aahh, dia benar-benar...
Wu Xie menatap takjub, kehilangan kata-kata.
"Lantas bagaimana kau bisa berkeliaran? Neferet-mu marah besar lagi?"
Peri Qilin mengangguk. Ekspresinya sekilas berubah pahit, dan itu membuat Wu Xie—entah mengapa—merasa cemas.
"Sebenarnya bangsa kami tidak bisa berkeliaran sembarangan. Bahkan pada malam Halloween di mana aura mistik terasa sangat kental. Kami menyembunyikan diri dengan nyaman di dunia yang damai dan penuh cahaya. Sejujurnya, ini kedua kali aku melihatmu."
Penjelasan itu memberi Wu Xie pemahaman mengapa ia tidak melihat Peri Qilin lagi semenjak delapan tahun lalu. Dia mengangguk-angguk.
"Jadi, untuk bisa bertemu denganku, kau harus menunggu Neferet marah dan bangsa peri kocar-kacir menghindari kemarahannya?"
"Seperti itulah."
"Bagaimana caranya kalau aku ingin berjumpa lagi denganmu?" tanya Wu Xie, tiba-tiba merasa kecewa.
Peri Qilin nampak tersesat, kehilangan kata-kata. Kebisuannya bertahan beberapa lama tanpa mengalihkan tatapan dalamnya pada Wu Xie.
"Entahlah .... " Ada kepahitan dalam bisikannya. Sekali lagi tangannya terulur. Kali ini telapaknya membelai pipi kurus Wu Xie yang pucat. Tangan itu halus dan dingin, tetapi akibatnya terasa hangat.
Jantung Wu Xie berdebar sangat keras hingga ia bersumpah suaranya mampu meredam dengkuran Pangzhi. Perlahan-lahan dan diam-diam, tangan Peri Qilin yang menyentuh wajahnya mulai mundur.
"Itu artinya aku harus menunggu Halloween tahun depan agar kita bisa bertemu denganmu?" desak Wu Xie lagi.
Peri Qilin tidak menjawab dan Wu Xie mengartikan diamnya sebagai 'ya'.
"Kau harus menjaga dirimu dengan baik," ujar Peri Qilin akhirnya, senyumannya perlahan terlahir kembali. Wu Xie hanya mengangguk, berkata pada diri sendiri dengan tegas bahwa ia tidak akan pernah berjalan di tengah malam sendirian lagi, atau membiarkan orang lain mengganggunya.
"Sayang sekali. Ini bisa dikatakan pertemuan pertama dan terakhir bagi kita." Bibir tipis Wu Xie membentuk lengkungan sedih.
"Jangan membicarakan hal-hal yang tidak menyenangkan, Wu Xie. Sebelum fajar, aku harus kembali ke alam peri. Jadi, mari kita bersenang-senang."
Peri Qilin menghela napas panjang kemudian mengisi gelas anggurnya lagi.
"Kau benar. Tidak ada gunanya membahas perpisahan. Aku hanya—ya, ini aneh sekali. Hatiku terasa dekat denganmu walaupun kita baru pertama kali bertemu." Wu Xie menggigit bibirnya dan menunduk sekilas, merasa sedikit malu.
Tangan Peri Qilin terulur padanya dengan memegang segelas anggur.
"Aku pun begitu," ia membalas dengan suara paling lembut. Kemudian mengangkat gelas anggurnya. "Ayo kita minum."
Wu Xie mengangguk lemas. Sudut bibirnya memaksakan seulas senyuman. Emosi semacam ini sangat tidak familiar. Sepanjang hidupnya, Wu Xie tidak pernah terlalu memikirkan perasaan. Baik perasaan sendiri ataupun perasaan orang lain.
Huh, ini menyebalkan sekali, gerutunya dalam hati, lantas meneguk anggurnya.
Malam kian menua dan waktu terus berlalu. Wu Xie mulai lemas dan sangat mengantuk. Tanpa sadar ia terkulai di bahu sang peri, perlahan terserap dalam ketidaksadaran. Peri Qilin melebarkan lengan, merengkuh bahu pemuda imut itu dekat ke dadanya dan membiarkannya terlelap.
Sementara melangkah ke alam mimpi, Wu Xie menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam seolah ia bisa menahannya di paru-paru dan menghembuskannya perlahan selama setahun ke depan saat ia merindukan sang peri.
[To be continued]
***Knock Knock Loving You***
By Shenshen_88
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro