Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Vision ~ 26

Zhang Qiling terbangun kala sinar matahari masuk lewat jendela kamar hotel dan jatuh ke atas wajahnya yang pucat. Dia meraba tempat tidur di sisinya, dan tidak menemukan Wu Xie. Dalam tatapan mata yang masih samar-samar karena kantuk yang belum sepenuhnya memudar, ia berjuang untuk duduk, mengusap wajah dengan kasar. Telinganya menangkap keramaian lalu lintas di bawah sana.

Aneh sekali, ia membatin seraya menyapu rambut ke belakang. Dia tertidur pulas seperti orang mati dan bangun pukul sembilan pagi dalam kondisi lemas dan wajah pucat. Seakan-akan ia tidak beristirahat, melainkan baru terbangun dari sakit atau baru saja melakukan aktivitas yang melelahkan.

Dia menyeret langkahnya menuju kamar mandi, berdiri cukup lama di bawah pancuran air hangat. Uap naik dari aliran air, menenangkan pikiran, membasuh lelah jiwanya yang tak berakhir. Dalam kesendirian yang hening, hanya ditemani gemericik suara aliran air, Zhang Qiling bertanya-tanya mengapa Wu Xie lebih dulu pergi.

Mungkin dia lebih dulu pulang ke rumahnya, ia memutuskan hal itu seraya menggosok rambut hitamnya.
Padahal apa susahnya membangunkan dirinya. Mengapa Wu Xie harus sesungkan itu. Atau apakah dia merasa kasihan melihat dirinya tidur pulas dan damai setelah aktivitas yang melelahkan, namun menyenangkan.

Hmmmm ...

Ia merasakan desiran hangat dalam darahnya, di luar pengaruh air dari pancuran yang juga hangat membelai kulitnya. Momen bersama Wu Xie selalu penuh kejutan, dan tak terlupakan.

Selesai membersihkan dan merapikan diri, ia memutuskan untuk langsung check out, pulang ke apartemen, mengganti baju, dan pergi ke markas.

Ponselnya berdering ketika ia bergegas di lorong hotel untuk menuju ke lobi di lantai dasar.

"Ya, hallo, Pangzhi?" ia menyapa si pemanggil yang tak lain adalah Pangzhi.

"Kau belum tiba di kantor, Xiao ge? Apa yang terjadi?" Suara Pangzhi terdengar cemas.

"Tidak ada apa-apa. Hanya bangun terlambat. Maafkan aku." Dia benci bertindak tidak profesional seperti saat ini, rasanya seperti melakukan kejahatan.

"Kau dalam perjalanan kemari?"

"Hmm, aku akan tiba dalam setengah jam." Dia melirik jam tangannya, lantas mempercepat langkah.

"Pimpinan Hei menugaskan tim kita. Ada laporan menggemparkan dari pihak bank swasta, terjadi perampokan dan penyanderaan. Kita harus segera ke sana."

Raut wajah Zhang Qiling kian serius dan kaku. "Baiklah. Siapkan anggota tim, dan jangan lupa rompi kalian. Minta bantuan juga dari divisi patroli."

"Siap, Xiao ge! Kami menunggumu! Jangan lupa sarapan!" Pangzhi masih mengoceh saat Zhang Qiling mengakhiri panggilan secepatnya.

Sekawanan burung layang-layang hitam melintas di antara jalinan kabel listrik di sepanjang jalan raya. Zhang Qiling merayap ke balik kemudi SUV Chevrolet-nya. Sekujur tubuhnya terasa lemas, terlebih belum menerima sentuhan kehangatan kopi. Tak heran semangatnya turun naik dengan ekstrim. Dia menyalakan mesin, menurunkan kaca mobil dan melirik bayangan wajahnya sendiri di spion. Wajah pucat yang terpantul di sana membuatnya terkejut. Dia sangat pucat. Lingkar matanya semakin gelap, mirip seseorang yang menderita sakit.

Sepertinya, selain obat penenang, ia harus menambahkan multivitamin dalam daftar obatnya. Ketika mobilnya mulai meluncur di jalanan ramai yang belum terlalu padat, pikirannya melayang pada Wu Xie.

Apakah pemuda itu benar-benar sudah pulang ke rumahnya?

Baru beberapa waktu lalu keduanya berpisah setelah bersama semalaman. Tapi dalam waktu singkat, ia sudah kembali merindukan Wu Xie.

Mungkin ini salah satu alasan mengapa dia harus tetap bertahan hidup dan menjaga kestabilan hati dan jiwanya. Salah satu alasan mengapa ia masih bisa mengembalikan senyuman yang pernah hilang, dan merasakan emosi yang hangat.

Wu Xie.

Jika tidak memiliki kesibukan malam ini, dia akan menemui Wu Xie lagi. Di rumahnya, ataupun di bar.

Segelas anggur dan lantunan musik.

Tidak buruk.

*******

Sepanjang siang ini dihabiskan Zhang Qiling, Pangzhi, dan beberapa petugas lain di Union Bank, di pusat kota. Penyanderaan berlangsung hingga dua jam sebelum polisi benar-benar menaklukkan para pelaku perampokan. Ini hari kerja, pada jam kerja yang sibuk, jalanan dan trotoar ramai. Seluruh situasi aman telah terwujud dalam setengah jam terakhir. Setelah warga sipil dikejutkan oleh suara-suara tembakan dan jeritan keras bersahutan dari dalam bank, satuan polisi akhirnya berhasil membekuk para pelaku, memborgol dan menyeretnya ke dalam mobil polisi.

"Aish, kalian membuat Wang Pangzhi sangat sibuk hari ini!" Pangzhi mendorong kepala salah satu bajingan kecil itu agar masuk ke dalam mobil.

"Kalian pikir mampu melawanku?!" ia terus mengoceh.

"Tutup mulutmu, sok jagoan," salah seorang pelaku menimpali, mengundang emosi kasar di wajah Pangzhi.

"Berandal kurang ajar! Kita lihat apa yang bisa kulakukan padamu di sel tahanan!" omelnya dengan suara keras.

Di sudut halaman gedung Union Bank, Zhang Qiling berdiri, menyandarkan punggungnya yang lesu ke dinding. Dia mengeluarkan rokok dengan tembakau Kuba terbaik, menyalakan dengan pemantik.

Kelelahan hari ini sungguh tak tertahankan, ia memejamkan mata seraya menikmati hisapan demi hisapan.

Pistolnya masih terisi dua peluru. Dia menggunakannya untuk menembak kaki seorang pelaku, dan sisanya berhamburan tak karuan. Dia terkejut menyadari betapa tidak fokus dirinya. Rasanya ingin segera kembali ke markas dan menjatuhkan kepala di atas meja kerjanya.

Siang menjelang sore, para petugas kembali ke markas. Beberapa orang menjebloskan para perampok ke dalam sel, sisanya, termasuk Zhang Qiling bergegas ke dalam ruangan, dengan dalih membuat laporan.

"Xiao ge, kau yakin baik-baik saja? Kau terlihat tidak sehat," Pangzhi selalu menjadi yang pertama untuk berkomentar.

"Sedikit demam dan pusing. Ini akan membaik setelah minum obat." Zhang Qiling bersandar di kursi, mengendurkan otot-ototnya.

"Mau kupesankan makan siang? Ah, kupikir ini sudah terlambat. Tapi tak apa. Kita akan pesan double."

Zhang Qiling mengangguk setuju dengan senyuman samar dan malas.

*******

Aston Martin hitam berkilau yang dikemudikan Xiao Hua memasuki halaman parkir kantor polisi menjelang matahari terbenam. Pemandangan itu mengundang perhatian beberapa petugas. Mereka mengetahui sekilas tentang pemuda tampan perlente yang sempat jadi pusat godaan pimpinan polisi. Jadi, apakah hubungan mereka berlanjut hingga sekarang? Demikian pertanyaan itu melayang-layang di kepala semua orang.

Xiao Hua menghentikan mobil, dan mematikan mesin. Setelah itu dia memukul roda kemudi dengan keras, sekeras rahangnya yang kaku menahan kesal.

Apa-apaan!? Kenapa aku harus membuang waktu berada di sini?!

//Satu Jam Sebelumnya//

Hai, aku tahu kau sibuk sepanjang hari. Tapi sempatkanlah makan malam dan minum anggur denganku malam ini.

Xiao Hua baru selesai membebaskan diri dari satu pertemuan dengan seorang pengusaha klub malam sewaktu pesan itu masuk ke dalam ponselnya. Dari Hei Yanjing.

Astaga, pria tidak tahu malu itu ...

Dia mendesah bosan. Lolos dari rapat, kini harus berhadapan dengan rapat lain, dan yang terakhir ini pasti akan sangat menyebalkan karena tidak ada hubungan dengan bisnis.

Maaf, aku tidak bisa.

Dia menjawab singkat. Dengan mulut menyunggingkan seringai sinis, Xiao Hua mengemudi ke jalanan ramai, bermaksud mencari suasana tenang untuk menyendiri. Mungkin satu kedai kopi kecil, atau sudut taman kota.

Aku tahu kau punya waktu untukku. Aku juga tahu kau merindukanku. Tidak usah malu mengakuinya.

Satu pesan lagi masuk.

Xiao Hua menghela nafas, melambatkan laju mobil, dia mencoba membalas dengan singkat.

Tidak!

Dia melemparkan ponsel ke kursi kosong di sampingnya, kemudian menaikkan volume musik.

Sepertinya pria tengil itu tidak membalas pesannya lagi. Seharusnya Xiao Hua merasa tenang. Pada awalnya ada perasaan menang dalam dirinya, tapi setelah dua lagu selesai diputar di audio mobil, dia mulai melirik ponsel itu lagi dan lagi.

Sialan, kenapa aku harus penasaran dia membalas pesanku atau tidak.

Dia menggertakan gigi, menambah kecepatan hingga fokusnya kini teralihkan ke jalanan.

Tiba-tiba satu denting terdengar lagi dari ponselnya, seketika Xiao Hua tersenyum miring. Si tengil itu, mana bisa dia mengabaikan dirinya. Dengan satu tangan, dia membuka pesan masuk. Tapi bukan teks, melainkan satu foto.

Hahh?!

Bagai disambar petir, Xiao Hua terperanjat. Seketika fokusnya berantakan dan ia menginjak rem secara mendadak. Tubuhnya terhuyung ke depan, nyaris membentur kemudi. Beruntung, ia masih bisa mengendalikan diri. Situasi lalu lintas kacau balau karena ia berhenti secara tiba-tiba di tengah jalan, tanpa peringatan. Bunyi klakson bersahutan, decit roda ban menggilas permukaan jalan, seiring beberapa umpatan dari kepala-kepala yang menyembul dari kaca jendela.

"Woiii! Perhatikan jalanmu!"

Teeeeeetttt!!!!

Aarggh! Xiao Hua mengusap wajah dengan kasar, mencoba melajukan lagi mobilnya dengan lebih santai. Dia tahu akan sangat berbahaya jika ngebut sekarang, emosinya melonjak naik dan ia sangat marah. Foto yang dikirim Hei Yanjing membuat seluruh tubuhnya menggigil. Itu diambil saat dia tertidur di apartemen pria itu, dan Hei Yanjing sedang mencium bibirnya yang pasrah, karena saat itu dia sedang tidak sadar apa yang terjadi. Bahkan jika dilihat sekarang, wajah tidurnya nampak menjijikkan.

Belum habis kemarahannya, satu pesan lagi masuk.

Aku memiliki selusin foto sejenis. Jika kau menolak bertemu denganku, akan kusebarkan ke seluruh dunia. Semua orang akan tahu bahwa kita saling mencintai.

Xiao Hua mendelik tanpa daya.

WTF!

Mendengus keras, ia memutar kemudi, mengambil arah jalan ke kantor polisi. Akan butuh waktu untuk tiba di sana, mungkin sekitar satu jam kurang. Dia harus datang, bukan karena ancaman murahan dan mengerikan ini. Tapi karena ia tidak sabar ingin melayangkan tinjunya pada pria sialan itu.

*****

Satu ketukan keras pada pintu menyentakkan Hei Yanjing. Pria itu sedang tenggelam dalam layar komputernya, memeriksa beberapa laporan. Tak lama kemudian seringainya terbit di sudut bibir. Pria manisnya pasti sudah datang. Dirinya telah memberikan ancaman yang tepat sasaran, bukan?

"Masuk!"

Pintu terbuka dengan keras, dan Xiao Hua berdiri kaku dengan satu tangan di saku jas putihnya.

"Ahhaa! Kau sudah datang. Ayo, masuklah. Kita bersantai sejenak."

"Jangan bicara!" katanya datar dan sinis.

"Mulailah bersiap untuk pergi makan malam, atau aku akan menembakmu."

"Ouw!" Hei Yanjing mengangkat kedua tangan di samping telinga.

"Kau sangat beringas." Lantas ia memberikan ciuman jauh.

Aaahh, shitt!

Xiao Hua memutar bola matanya, menarik nafas dalam-dalam dan putus asa.

"Baiklah, kalau kau sudah tidak sabar." Hei Yanjing tersenyum lebar. Tangannya mulai bergerak mematikan layar komputer, mengambil ponsel dan kacamata, lalu berdiri menyambar mantel panjangnya.

"Ini baru pukul enam." Dia melirik jam tangan, berjalan santai menuju Xiao Hua dengan gaya seorang bintang.

"Apa tidak terlalu awal untuk makan?"

"Lalu lintas macet," sahut Xiao Hua dengan wajah tertekuk.

"Akan menghabiskan waktu untuk mencapai restoran yang kuinginkan."

"Ah tidak begitu, Xiao Hua!" Hei Yanjing berjalan keluar ruangan, menutup pintunya, dan berjalan berdampingan dengan Xiao Hua di lorong kantor polisi.

"Apa maksudmu?"

"Kita tidak akan menuju restoran yang kau inginkan, melainkan yang kuinginkan," ujarnya tanpa sungkan.

"Kenapa harus terserah kamu?" protes Xiao Hua.

"Karena kau akan memilih restoran berkelas dan kaku, serta banyak pengunjung kelas atas yang membosankan. Aku ingin tempat yang lebih sepi."

Xiao Hua megap-megap. Tapi ini wilayah Hei Yanjing. Dia tidak bisa memukul hidung pria ini walaupun sangat menginginkannya. Jadi dia hanya terus berjalan dalam suasana yang tidak nyaman, dengan satu dua orang petugas melayangkan tatapan curiga pada mereka. Dia menggunakan kepalanya yang panas untuk berpikir. Tetap tenang, tetap santai, tidak perlu membakar energi dengan pertengkaran tidak berguna.

"Tempat apa yang kau inginkan?" ia bertanya, semakin sinis.

Hei Yanjing tertawa kecil dengan gaya superior. "Sebuah restoran di atas bukit. Masakan Italia. La Forte. Suasananya sangat tenang, dingin, nyaris sepi. Cocok untuk sepasang kekasih."

Kepercayaan diri yang menakjubkan. Xiao Hua tidak sanggup lagi menatap wajah menyebalkan itu, hanya memijat pelipisnya perlahan.

"Dan ya! Satu lagi!" Hei Yanjing berkata seolah terkejut.

"Kabarnya restoran itu berhantu. Jadi, jika malam ini ada hantu yang menyukaimu dan berusaha menggigitmu, kau akan datang sendiri ke pelukanku meminta perlindungan."

Xiao Hua, "??..x_x..!!.."

"Bagaimana?" Hei Yanjing mengembangkan senyum lebar.

"Terserah."

Pemuda itu mengelus dadanya yang malang.

"Satu lagi!"

Xiao Hua tersentak. "Apa??"

"Kau yang harus bayar."

Ini bagian terburuk, situasi tidak bisa lebih buruk lagi. Xiao Hua mengepalkan tinjunya.

"Oke!"

Dia menahan diri agar tidak melampiaskan kekesalan dengan mengguncang bahu pria tengil ini dan membenturkan kepalanya yang tidak masuk akal itu ke dinding.

*******

Pangzhi baru selesai mengambil pesanan kopi panas ketika dia menjulurkan kepalanya untuk mengintip ke halaman parkir. Dalam keremangan senja, ia melihat Hei Yanjing dan Xiao Hua memasuki sedan hitam bersama. Satu kencan lagi? Luar biasa. Si gendut masih menyeringai hingga ia tiba di ruangan dan menyajikan kopi panas untuk Zhang Qiling, serta meletakkan miliknya sendiri di meja.

"Sepertinya mereka sungguh-sungguh berkencan," ia berkata pada Zhang Qiling. Pria itu sedang berjuang untuk fokus pada satu ikhtisar kasus di layar komputernya.

"Siapa?" ia bertanya malas.

"Pimpinan Hei dan si tampan bernama Xiao Hua."

"Hmmmmm."

Reaksi Zhang Qiling yang datar dan biasa saja sudah bisa ditebak oleh Pangzhi. Tak urung dia penasaran akan sesuatu. Di ruang regu hanya tinggal mereka berdua, jadi Pangzhi lebih leluasa jika ia membahas sesuatu di luar pekerjaan.

"Bagaimana denganmu, Xiao ge?" ia bertanya.

"Apa?" Tidak paham, Zhang Qiling menatap kosong tanpa emosi.

"Pimpinan sudah menemukan seseorang yang disukainya. Meskipun agak unik. Yah, begitulah. Kita tidak tahu pada siapa rasa akan hinggap. Hati manusia seperti kupu-kupu, bukan?" Pangzhi menyeringai.

"Berputar-putar tak tentu arah. Tak bisa diduga pada tanaman mana ia akan hinggap."

"Kenapa membicarakan hal di luar pekerjaan?" Zhang Qiling menukas, tidak setuju dengan topik ini.

"Ini sudah hampir malam. Kita bisa melenceng sedikit. Jangan terlalu kaku, Xiao ge. Kelak tidak akan ada yang menyukaimu, beruntung kau tampan," lanjut Pangzhi, nyengir.

Zhang Qiling tidak khawatir sama sekali tentang itu. Dia tidak butuh seseorang yang lain untuk menyukai dirinya. Wu Xie ada dalam hatinya, pikiran dan hidupnya. Tidak akan sempat baginya memikirkan orang lain.

"Ngomong-ngomong, kau belum menjawab pertanyaanku."
Pangzhi kasak kusuk lagi, ditanggapi lirikan malas inspekturnya.

"Apa kau sudah punya kekasih?"

Pangzhi mendekatinya dan menepuk dengan lembut di bahunya, dan Zhang Qiling tahu dia sedang mencoba untuk memecahkan ketegangan. 

Humor adalah mekanisme favorit Pangzhi, sayangnya, sang inspektur tidak punya tenaga untuk bercanda.
Tapi pertanyaan Pangzhi mengundang desir hangat di nadinya. Seketika dia teringat Wu Xie, dan kerinduan pun kembali padanya, di hatinya. Bayangan matanya yang bercahaya membuatnya bertanya-tanya kejutan apa lagi yang akan diberikan Wu Xie secara diam-diam. Hingga tiba waktunya dia dan Wu Xie bisa saling menampilkan diri di depan semua orang, setelah kasus ini selesai sepenuhnya. Tapi dia harus menyimpan kekhawatiran itu untuk lain waktu. Saat ini, ia sedang menimbang apakah akan berkata jujur untuk pertama kali pada Pangzhi. Dia rekannya yang paling dekat dan setia kawan, setidaknya, dia harus yang pertama kali tahu.

"Aku," ia menjeda sejenak. Memutar gelas kopi dengan satu tangan.

"Aku memiliki seseorang yang istimewa, cukup dekat, dan dia banyak membantuku."

Mata Pangzhi terbelalak. "Kau serius? Selama ini apa kalian sering bertemu?"

Zhang Qiling mengangguk. Ada rasa tidak nyaman karena menceritakan semua ini pada orang lain, satu hal yang biasa ia pendam sendiri.

"Kami selalu bertemu secara sembunyi-sembunyi. Kelak jika waktunya tiba, aku akan membawanya ke hadapanmu."

Sesaat mereka terdiam dalam keheningan yang mencengangkan. Pangzhi bengong beberapa waktu, lantas tersenyum lebar, nyaris tertawa. "Aku senang mendengarnya. Diam-diam kau nakal juga, Xiao ge. Di mana kalian bertemu? Apakah dia seorang wanita cantik?"

Bahkan hanya dengan membicarakannya saja, sudah menerangi relung hati Zhang Qiling dengan cahaya.

"Seorang pemuda yang manis," ia menjawab lirih.

Pangzhi terhenyak. "Woah, kau---" Dia menunjuk hidung Zhang Qiling untuk pertama kali. Ekspresi wajahnya menjadi jelek. "Kau dan pimpinan Hei, apakah kalian bersekongkol?" Gelak tawanya menyusul kemudian, memenuhi ruangan yang hening.

Zhang Qiling hanya tersenyum kecil.

"Siapa namanya?"

Ini bagian tersulit, Zhang Qiling pernah berjanji pada Wu Xie bahwa ia tidak akan menyebutkan namanya sementara ini di hadapan siapa pun. Dan walaupun ia percaya pada Pangzhi, ia masih tidak ingin melanggar janji itu.

"Aku akan memberitahumu jika waktunya sudah tepat. Berhenti bertanya, sekarang habiskan kopimu." Dia mengakhiri pembicaraan dengan tegas. Tapi menyadari bahwa ia menemukan senyumannya kembali setelah sempat sirna di sepanjang hari yang melelahkan.

*******

Sabar Pangzhi 😁

To be continued
Please vote and comment 💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro