Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Vision ~ 13

Taman itu tidak lagi mirip taman. Lahannya ditumbuhi rerumputan liar, dan beberapa lampu tidak menyala. Hanya ada satu yang memancarkan cahaya lemah seolah lampu itu sebentar lagi akan mati. Setidaknya, tidak ada kegelapan total.

Zhang Qiling tidak begitu paham akan kawasan ini. Jaraknya hanya beberapa kilometer dari pusat hiburan malam, tetapi untuk mencapai tempat ini ia harus mengambil satu jalan ke arah barat dan menembus kegelapan. Tidak banyak rumah di kawasan ini, meskipun bukannya tidak ada. Suasana sepi, hawa malam sejuk, dan gemerisik aliran anak sungai perpanjangan dari sungai Yangtze, memenuhi area taman tua ini dengan ketenangan yang dingin.

Mereka berdua turun dari mobil. Wu Xie membimbingnya ke sebuah bangku batu tidak jauh dari tepi sungai. Aroma wangi segar menyergap indra penciuman mereka.
Bukan parfum Wu Xie. Ini sesuatu yang lain. Aroma bunga.

Zhang Qiling memutar pandang sekilas. Di salah satu bagian area, ia melihat beberapa batang pohon bunga parijat merambati pohon lain yang lebih besar, ada juga yang tumbuh di dekat tiang lampu jalan yang tidak menyala. Bunga-bunganya mekar, cemerlang putih dalam kegelapan. Beberapa kelopak bunga jatuh bertebaran di tanah berumput yang mereka injak. Pemandangan yang indah namun misterius. Zhang Qiling menundukkan pandangan sekian lama, memahami dari mana aroma segar muncul.

"Night flowering jasmine ..." ia berbisik, membungkuk untuk memungut setangkai bunga dekat kakinya.

Wu Xie tertawa kecil. "Kau tahu. Manis sekali. Kupikir polisi tidak peduli dengan nama bunga."

Zhang Qiling menelan liur. Bunga putih berukuran imut itu masih ia genggam di telapak tangan sewaktu mereka duduk bersisian di satu bangku batu, hanya beberapa meter dari tepi sungai.

"Aku tahu sekilas karena bunga ini unik," ia berkata, melemparkan lirikan sekilas pada Wu Xie. Nampak pemuda itu menatap jauh ke tengah sungai, pada kegelapan yang seolah tak berujung. Riak-riak yang tercipta akibat gelombang arus sesekali menyapu tepian.

"Mereka mengeluarkan aroma menenangkan hanya pada malam hari." Wu Xie tersenyum tanpa menoleh. "Beberapa tahun lalu, pemerintah kota merancang taman ini demi kepentingan penghijauan kota. Satu sekolah dasar dan taman kanak-kanak direncanakan akan dibangun tidak jauh dari pemukiman. Mereka awalnya akan membangun fasilitas bermain juga. Tetapi proyek taman ini dihentikan karena beberapa masalah. Begitu yang kudengar."

Zhang Qiling mengangguk, dia pernah membaca sekilas tentang topik ini di surat kabar jauh sebelum ia dimutasi ke Wuhan.

"Beruntung, penata taman kota sudah  menempatkan bangku-bangku, membangun tiang lampu taman, dan menanam banyak pohon serta bunga-bunganya. Tidak banyak taman yang memiliki bunga melati. Ini unik bukan?"

Sebenarnya Zhang Qiling memiliki penilaian lain.

"Mencium aroma seperti ini pada malam hari di tempat sepi, menurutku agak—" Dia termangu sejenak. Khawatir ucapannya membuat perbedaan pada suasana hati Wu Xie.

"Katakan saja, tidak perlu ragu," timpal Wu Xie.

"Menyeramkan ..." gumam Zhang Qiling, kemudian menghela nafas.

Wu Xie menoleh padanya diiringi tawa kecil berkumandang. "Aku setuju denganmu. Tapi aku menyukainya. Sebenarnya, baru beberapa bulan yang lalu aku mendatangi tempat ini. Sekilas, taman yang terbengkalai memang bukan tempat yang indah. Namun tanpa kuduga aku menyukai ketenangan di sini dan aroma bunga pada malam hari."

"Seleramu cukup unik," komentar Zhang Qiling.

Angin semilir berhembus kencang dari arah sungai, dan kabut asap tipis mulai naik. Aroma melati semakin kuat, mengepung mereka, menciptakan sensasi seolah berada di dunia lain yang damai dan sepi.

"Bagi orang sepertiku yang bekerja di bar, di tengah hiruk pikuk kehidupan malam, tempat ini menawarkan ketenangan."

"Jadi kau sering datang kemari?"

Wu Xie mengangguk. "Biasanya aku sendirian. Ini pertama kali aku membawa seseorang kemari. Sejujurnya, aku seolah-olah memberimu kesempatan untuk bisa menemuiku kapan saja."
Setelah perkataan bernada menyindir itu, Wu Xie kembali tertawa, lebih ringan dan merdu, sehingga tiupan angin pun bisa menyamarkannya.

Zhang Qiling tidak tahu apakah harus senang atau merasa buruk atas kejujuran itu. Ia memutar bunga di tangannya tanpa sadar, merasa tidak nyaman akan pikiran bahwa sejauh ini dirinya mungkin mengganggu Wu Xie.

"Katakan saja jika kau merasa terganggu," bisiknya.

"Sama sekali tidak."

Jawaban yang melegakan. Zhang Qiling kembali bertanya, "Lalu kenapa tidak bisa berkomunikasi lewat telepon?"

Wu Xie tertawa lagi. "Jangan khawatir. Dalam beberapa hari ponselku akan kembali."

Saat itu, jika saja suasana lebih terang, senyum tipis Zhang Qiling akan terlihat jelas. Tetapi malam gelap di sini, tidak ada cukup cahaya untuk menangkap ekspresi masing-masing.

Angin yang menggigilkan sekali lagi berhembus, membuat anak rambut mereka menari-nari. Tanpa pikir panjang Zhang Qiling membuka blazernya, dengan gerakan canggung, ia menutupi bahu dan punggung Wu Xie dengan blazer itu.

"Cuaca sangat dingin malam ini. Kau bisa masuk angin," gumamnya tegas, tidak menerima penolakan.

Pemuda itu memang tidak berniat menolak. Ditatapnya Zhang Qiling dan membalas perhatiannya dengan senyuman paling lembut dan manis. Dia memang terlihat pucat dan kuyu malam ini, tidak memiliki pilihan selain menerima ketulusan Zhang Qiling.

"Terima kasih Xiao ge ...."

Zhang Qiling menatapnya, terpaku sesaat, lalu mengangguk perlahan.
"Tidak perlu sungkan."

Menit demi menit berlalu, mereka terjebak keheningan. Hanya menatap permukaan gelap sungai, dan titik-titik kecil dari lampu-lampu perahu serta jembatan di kejauhan sana. Bulan seolah ragu menampakkan diri lagi setelah sempat mengintip dari kabut hitam yang memencar. Suasana malam ini terasa aneh bagi Zhang Qiling. Seolah dirinya dikepung aura yang sulit dijelaskan dan aroma bunga ini memperburuk segalanya. Mungkin sebagian orang akan merasa tidak nyaman. Anehnya, Zhang Qiling justru menikmati momen ini.

Suara Wu Xie akhirnya memecah kesunyian di antara mereka kala sesuatu mulai melintas di benaknya.

"Kau sudah menemukan Touba?"

Wajah Zhang Qiling seketika berubah muram. Reaksi alami setiap kali ia merasa gagal.

"Belum."

"Hmmm ... pergerakannya cukup cepat. Sepertinya dia tahu polisi akan mencarinya."

"Pemilik flat mengatakan Touba akan pulang ke kampung halamannya. Mungkin aku harus mengirim rekanku untuk mencari ke sana."

Wu Xie mengangguk-ngangguk.

"Apakah kau tahu di mana kampung halaman Touba?" tanya Zhang Qiling.

"Bossku, Henry Cox mungkin mengetahuinya. Kau bisa datang ke kantornya dan membuatnya bicara," Wu Xie menyarankan.

"Kau benar. Rasanya itu gagasan terbaik."

"Lantas, apalagi yang kau temukan di flat Touba?"

Bayangan tas olahraga merah serta laporan Pangzhi memenuhi benak Zhang Qiling lagi.

"Tas merah berisi uang, Kemungkinan milik Ning. Lantas satu fakta mengguncang. Petugas kontrol cctv dari departemen lalu lintas, Shun Zi, tertangkap basah menyelinap ke dalam flat Touba dan mengambil sisa uang. Kedua orang itu, tidak diragukan, telah bersekongkol untuk memeras Ning. Pasti ada alasan kuat di balik itu, dan menurut instingku, ada satu tindak kriminal yang coba mereka tutupi."

"Kau cepat sekali dalam menganalisis, misteri itu mulai terkuak sedikit demi sedikit. Tetapi, kurasa kau baru menyentuh permukaannya saja."

Zhang Qiling menatap Wu Xie. "Kau meminta bantuanku menyelidiki kematian Ning. Tetapi kadang aku merasa bahwa kau sudah tahu apa yang sedang kuselidiki. Apakah kau terlibat dengan salah satu dari mereka?"

"Tidak, aku hanya pelayan bar. Bagaimana itu mungkin."

"Tunggu, apa kau pernah memiliki konflik dengan Touba? Apa dia menekan dan mengancammu?"

Wu Xie menggeleng. Dia melihat Zhang Qiling  mengambil napas dalam-dalam, dan kemudian tiba-tiba mengarahkan pandangan gelap ke wajahnya.

"Kurasa pekerjaan sebagai pelayan bar tidak cocok untukmu." Dia memberikan pendapat, dan setengah memaksakan pendapat itu. Tekanan dalam suaranya sangat jelas.

"Jika semua sudah mereda. Izinkan aku memikirkan sesuatu untuk hidupmu."

Melirik pria serius yang duduk di sampingnya, Wu Xie perlahan menyadari bahwa menyukai seorang polisi tidaklah sederhana. Dia terlihat cukup mendominasi.

"Benarkah? Maksudmu aku harus meninggalkan pekerjaan?"

"Dunia malam," Zhang Qiling meralat. Berusaha membuat Wu Xie memahami apa arti dari kata itu, dan bahaya yang mengiringinya.

Dia mendekat ke bahu Zhang Qiling. Bibirnya berada di telinganya saat dia mengembuskan nafas.

"Aku terkejut kau sungguh peduli tentang itu," katanya. "Bahwa kau langsung mengerti apa artinya kehidupan malam. Aku pikir tidak perlu menjelaskannya. Berapa banyak yang kau ketahui tentang aku dan kehidupanku?"

Zhang Qiling menggeleng pahit. "Tidak ada. Karena itulah, aku ingin memiliki kedekatan denganmu. Aku pikir kau sudah tahu apa maksudku." Dia heran kenapa bicaranya tidak tergagap. Mungkin suasana romantis sekaligus menyeramkan mempermudah segalanya hingga mengalir begitu saja.

"Aku senang mendengarnya." Wu Xie tertawa, ia melirik Zhang Qiling sekali lagi, menangkap permohonan di matanya, meminta pengertian.

"Tetapi itu tidak sesederhana yang kau kira."

"Kenapa?" Setengah memprotes, Zhang Qiling tidak menerima ucapan itu.

"Aku tidak bisa menjelaskan alasannya padamu sekarang. Tetapi, aku bahagia mengetahui ada seseorang yang menyadari keberadaanku di tengah kehidupan malam yang gemerlap dan juga kotor. Memiliki perhatian khusus padaku. Aku tidak bisa menolak selain menerima ketulusanmu padaku."

Zhang Qiling memperhatikannya dengan terpesona untuk waktu yang lama. Akhirnya, dia menjadi benar-benar tidak bergerak, wajahnya kaku seperti patung batu. Menit-menit berlalu, dan jika Wu Xie  tidak meneliti lebih baik, ia akan mengira bahwa Zhang Qiling terkadang seperti orang bisu. Dia tidak berani menyela untuk menanyakan apa yang sedang pria itu pikirkan.

Sementara untuk dirinya sendiri, Wu Xie berharap ada sesuatu yang aman untuk ia pikirkan. Dia tidak bisa membiarkan dirinya mengkhayalkan kedekatan yang mungkin mereka tuju, atau lebih mengerikan lagi, kemungkinan bahwa harapan akan satu hubungan yang lebih dekat akan gagal.

"Jadi, apakah kau menyukaiku?" tanya Zhang Qiling setelah kebisuan yang panjang.

Wu Xie tidak bisa mengantisipasi apa pun. Mungkin, jika ia sangat, sangat, sangat beruntung, entah bagaimana ia bisa menjadi seseorang yang istimewa di hati Zhang Qiling. Namun ia tetap memberikan jawaban yang jujur.

"Ya ... kurasa begitu."

Wu Xie lega bisa mengatakannya, tapi ia juga  tidak sebodoh itu dengan berpikir bahwa mengatakan 'aku suka padamu' berarti dia bisa tinggal bersamanya atau mengubah sesuatu dalam hidupnya. Dirinya merasa tidak berbeda, tidak lebih istimewa dari sebelumnya.

"Terima kasih. Aku bahagia mendengar jawabanmu." Zhang Qiling menoleh padanya, mengukir senyumnya yang terbaik, hanya untuk Wu Xie.

Wu Xie menatap figur tegas wajah Zhang Qiling yang kuat, matanya nyaris tidak melewatkan sedikit lekukan di mulutnya. Ia terus menatap, sangat terpikat. Terjebak, bertanya-tanya bagaimana inspektur itu masih bisa tersenyum setelah semua tekanan pekerjaan dan kasus kriminalitas yang telah dia alami. Berapa lama dia bisa mempertahankan bentuk itu? Betapa beraninya dia mengumpulkan keberanian untuk menghasilkan senyuman yang begitu manis hingga bisa meluluhkan hati yang telah lama beku.

Mereka semakin dekat satu sama lain. Wajah keduanya hanya berjarak satu napas, sepasang mata Wu Xie terlalu indah dan menggoda hingga Zhang Qiling lupa cara bernapas. Ada sesuatu yang menarik-narik perutnya. Kerinduan tak terpadamkan yang ia rasakan akhir-akhir ini untuk Wu Xie muncul kembali. Hatinya menjadi dingin oleh kerinduan, tubuh putus asa untuk menyentuh sesuatu darinya, memohon untuk disentuh lebih banyak.

Seperti ada tarikan kuat yang tidak terelakkan, dan terlalu kuat untuk dikendalikan, bibir mereka perlahan bertemu satu sama lain. Di tengah keremangan cahaya, aroma mistik bunga dan gemericik aliran air, ciuman pertama yang tak terduga itu terasa bagaikan mimpi yang menjadi nyata. Baik bagi Zhang Qiling, maupun Wu Xie. Ciuman lembut itu berlangsung beberapa lama hingga keduanya menarik diri secara bersamaan seolah-olah telah melakukan satu kesalahan.

Kecanggungan menyergap, mencakar dada mereka hingga nyaris sesak. Tertunduk, kalah oleh rasa malu, Zhang Qiling berbisik perlahan.

"Maaf ...."

Wu Xie menggeleng, terlihat lebih santai walaupun dadanya bergemuruh, seakan mengalahkan deru air sungai. "Tidak perlu meminta maaf. Kau sering sekali mengatakan itu padaku, seolah seluruh tindakanmu adalah sebuah kesalahan."

Zhang Qiling meremas jemarinya, "Aku takut kau tidak menyukainya."

"Itu tidak benar." Wu Xie menatap penuh keyakinan yang terpancar dari binar cemerlang matanya.

"Xiao ge, dalam delusiku, aku terus memikirkanmu, membisikkan namamu ...."

Ekpresi Zhang Qiling sulit dijelaskan. Pengakuan itu sangat ingin ia dengar, tapi saat ia sungguh mendengar, kedengarannya tidak masuk akal baginya. Mungkin sifat introvert dalam dirinya mendorongnya untuk tidak bisa percaya, terlalu mustahil untuk terjadi. Zhang Qiling merasa takut jika Wu Xie mengatakannya hanya untuk main-main.

"Apa kau yakin dengan ucapanmu?" ia menegaskan sekali lagi pada Wu Xie.

Pemuda itu tidak berkata lagi. Terlalu banyak kata manis kedengarannya sangat murahan dan kadang bagi beberapa orang itu tidak diperlukan, bahkan sisanya merasa muak. Jadi, ia memilih hati-hati dengan tidak bicara sembarangan. Tetapi ia memberikan isyarat lain pada Zhang Qiling dengan mengulurkan tangan dan menggenggam jemarinya.

Dalam momen romantis dan hening, itu sudah cukup. Kebisuan menjadi penjelasan, dan untuk beberapa alasan, mereka seakan mengerti satu sama lain tanpa banyak bicara tentang emosi dan perasaan.

Zhang Qiling pun merasa itu lebih baik. Jika ada ketulusan yang tidak mampu terungkapkan, ia akan mengatakannya lewat perlindungan sepanjang waktu.

~°~°~°~

Halfmoon Serenade - Piano Instrumental 🎶

Malam menua, di sini dan sekarang, mereka berada di momen indah yang mulai mencair dari kebekuan, di mana cahaya malam terlihat lebih jernih, meskipun cahaya itu tidak pernah menjamin harapan yang sempurna. 

Di kejauhan, di atas ujung jauh kota Wuhan, dua pasang mata menatap garis di mana aliran sungai Yangtze  menyatakan keindahan suara alam. 

Di sini dan sekarang, jam baru lewat pukul dua belas malam, dan rembulan kini separuh berdiri rendah di langit timur yang tersaput awan, dengan percaya diri berlayar di balik kabut tipis untuk pertama kalinya, seperti mimpi mereka menuju masa depan dan meninggalkan masa lalu yang menumpuk dan gelap.

Lima belas menit berikutnya mereka bergerak menuju pusat Jiangtan Nightlife. Mobil Zhang Qiling meluncur menjauh dari sungai dan melintasi jalanan yang berkilauan, halaman bar dan klub malam, lalu barisan tiang lampu jalan berselang seling dengan pepohonan.

Seolah-olah sebagai kesaksian akan awal sebuah hubungan mereka yang sederhana, Zhang Qiling menatap acrilic menyala dengan tulisan Chloe Vins and Bars. Berhenti di pelatarannya, ia merasa berat membiarkan Wu Xie turun dan berbaur di dalam sana.

"Kau yakin akan masuk kerja? Tidakkah ini terlalu malam?" dia bertanya lagi.

"Sedikit teguran akan menyambutku, tetapi ini tidak masalah. Aku tetap harus bekerja."

"Bagaimana jika kau menghabiskan malam ini bersamaku saja?"

Wu Xie menggeleng pelan. "Aku minta maaf. Mungkin lain kali."

Dia meletakkan tangan di atas tangan Zhang Qiling yang memegang perseneling.

"Kau pulang saja, Xiao ge. Besok pagi harus kembali bekerja. Jangan berkeliaran tengah malam lagi."

Mendengar perhatian tulus dalam suara Wu Xie, Zhang Qiling mengangguk seperti seorang anak baik.
"Terima kasih," ia berkata.

"Baiklah, aku turun dulu." Saat mengucapkan itu, Wu Xie meraba sesuatu di dekat perseneling. Tanpa sengaja, sebuah botol kecil tersentuh ujung jemarinya. Dia mengambil benda itu dan mengamatinya. Sejak tadi botol itu sudah berada di sana hanya ia mengabaikannya. Kini, di bawah cahaya temaram, Wu Xie memutar-mutar botol di antara jemari ramping miliknya dan bergumam heran.

"Zolpidem?"

Zhang Qiling melirik cemas. Dia mengutuk kecerobohan dirinya yang membiarkan botol itu tidak masuk ke laci dashboard dan tergeletak sembarangan.

"Hanya untuk sesekali," ia mengelak untuk mematahkan dugaan liar Wu Xie yang mungkin timbul di pikirannya.

Wu Xie melebarkan matanya, menatap Zhang Qiling dengan kepolosan yang terluka.

"Xiao ge, kau mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Apakah kau pernah mengalami gangguan kecemasan, atau mungkin depresi??"

Dalam hati, Zhang Qiling mengerang. Tapi ekspresi luarnya tetap datar, hanya menunduk, dan tidak mengatakan apa-apa.

~°~°~°~

Aye! Their first kiss is happening! 😘

To be continued
Please vote 💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro