Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Vision ~ 10

Ketika nama Pan Zi disebut, semua ingatan terjangkiti kembali olehnya. Dan mendengar cara Pan Ma menyampaikan kabar itu, seolah memberikan kesan bahwa Pan Zi masih hidup. Zhang Qiling merasa tidak bisa membedakan antara fiksi, memori, dan imajinasinya sendiri.

Permainan apa ini?

Astaga! Apa paman Pan Ma sudah gila?!

"Aku tahu dia sudah meninggal," ujar paman Pan Ma masih serius dengan ucapannya.

"Dia ingin mengatakan sesuatu padamu, tetapi dia tidak bisa membuatmu mendengar dan melihatnya."

Sesaat Zhang Qiling merasa gusar. Dia datang ke Wuhan untuk memindahkan semua ingatan serta membuka kembali lembaran-lembaran kosong yang akan ia isi dengan momen baru. Tapi sore ini semua kacau hanya karena omong kosong gila.

"Aku tahu kau tidak akan percaya padaku." Meneliti ekspresi Zhang Qiling, paman Pan Ma tersenyum maklum.

"Karena itulah aku meminta Pan Zi menunjukkan bukti bahwa memang ia yang datang untuk bicara. Dia memintaku menyampaikan pesannya lewat tulisan."

Sebuah kertas terlipat diambil Pan Ma dari saku jaketnya. Menyerahkan benda itu pada Zhang Qiling. Jika diperhatikan, wajah sang inspektur kini sama pucatnya dengan kertas itu.

"Jangan mengejek keadaanku dengan mengatakan kebohongan tolol ini," desis Zhang Qiling, menahan nafas.

"Bacalah, kau akan tahu apakah aku bohong atau tidak."

Sejenak Zhang Qiling ragu-ragu.

"Ada orang yang bisa bicara dengan arwah, kau pasti pernah mendengarnya." Pan Ma masih bersikeras menyodorkan kertas itu.

Bicara dengan arwah? Jadi, arwah Pan Zi ingin bicara dengan dirinya, tetapi melalui pria tua ini. Logika menolak semua apa yang ia dengar, membuat Zhang Qiling menggoyangkan kepala dengan frustasi.

"Bacalah pesan ini sekali saja. Setelah itu kau boleh melupakannya, juga melupakan semua ucapanku," Pan Ma berkata lagi.

Pikiran Zhang Qiling masih bergolak tetapi tangannya bergerak mengambil kertas di tangan Pan Ma, seakan ada ketertarikan asing yang membuatnya mencoba menerima pesan itu. Tangannya gemetar saat memasukkan kertas ke dalam saku jasnya. Dia berniat membaca pesan konyol itu dalam kamar, untuk kemudian memutuskan apakah ia akan mempercayainya atau tidak.

"Banyak orang tidak mempercayaiku. Aku terkejut akhirnya kau mau menerima pesan itu. Siapa yang tahu, ada sesuatu yang salah dalam dirimu. Aku tidak akan memaksamu, kita manusia terkondisi untuk tidak mempercayai entitas yang tak terlihat. Tapi, hanya karena kita tidak bisa melihat mereka, bukan berarti mereka tidak ada."

Rangkaian kalimat itu mengendap dalam benak Zhang Qiling yang sepi. Dia tidak mengatakan apa pun sebagai tanggapan, hanya menatap beberapa saat lagi. Memutar tubuhnya ke arah lift, ia tidak perlu menunggu lama sampai lift terbuka di hadapannya dan ia melangkah masuk.

Sosok Pan Ma masih berdiri di sana mengangguk dan tersenyum tipis padanya. Zhang Qiling tertegun, merasakan aura aneh dari pria itu yang tak dia sadari sebelumnya.

Apakah Pan Ma seorang paranormal?

Pintu lift tertutup.

~¤~¤~¤~

Saat tiba di kamarnya, Zhang Qiling membuka lembaran kertas itu dengan tangan gemetar. Apa yang tertulis di sana membuatnya seketika terbelalak. Disusurinya permukaan kertas dengan ujung jemari. Tidak salah lagi, ini tulisan tangan Pan Zi. Tapi— bagaimana mungkin??? Siapa pun yang menulis surat ini nampaknya berusaha keras agar rekaan ini nampak meyakinkan. Dia mengatur lampu duduk sehingga cahayanya menerpa surat itu, mencoba dengan sia-sia mencari petunjuk kesalahan untuk membuktikan bahwa itu bukan tulisan Pan Zi. Dia terus menatap surat itu selama beberapa menit, tapi tak ada petunjuk yang terungkap.

Xiao ge, seorang polisi memiliki kewajiban untuk setidaknya menghabisi satu orang bajingan selama masa hidupnya. Aku tidak ingat berapa banyak bajingan yang telah kita bunuh, tapi aku percaya akan lebih banyak orang yang telah kita selamatkan. Jika satu hari aku mati dalam tugas, itu bukan musibah, melainkan kebanggaan. Tidak perlu bersedih untukku, dan berhenti menyesal serta menyalahkan diri sendiri.

Aku bahagia bisa menjadi partnermu.

Sahabatmu,
Pan Zi.

Apalagi yang bisa ia katakan?

Zhang Qiling merasa sekujur tubuhnya dingin. Mengapa? Apakah ini hanya untuk main-main?

Kata-kata dalam surat membakar memorinya. Mengirim cairan panas ke mata. Dia ingin meremas dan merobek surat itu, nyatanya ia hanya meletakkan di atas meja. Gelombang kecemasan dan rasa panik menghantamnya. Zhang Qiling mencengkeram ujung meja, berusaha bernafas perlahan dan menyakitkan, berusaha mengendalikan aliran darah yang menderas ke kepala. Mengapa tipuan ini?

Ia menyesali pesan yang disampaikan lewat surat ini. Lagi-lagi membuatnya berpikir dan menebak-nebak apa yang terjadi jika hari itu ia bisa menyelamatkan Pan Zi.

Kawan, akan lebih mudah mempercayai bahwa kau telah mati, daripada kau hadir dengan membawa pesan yang mirip tipuan.

Zhang Qiling tergesa-gesa membuka laci, mencari-cari sesuatu. Kerutan di keningnya menjelaskan bahwa ia sangat cemas, dan ia butuh obatnya sekarang. Begitu menemukan obatnya, dia segera meminumnya dengan bantuan air putih sebelum menghempaskan diri ke atas sofa. Sesaat ia merasa tenggelam di kursinya. Rasa terkejut dan sakit akibat kenangan buruk yang terusik cukup untuk membuatnya tertegun.

Dia tidak ingin mengizinkan dirinya untuk percaya pada ucapan Pan Ma barusan, tapi sisi lain hatinya memberontak. Itu menjadi pertempuran hening di dalam dirinya. Jantungnya berdetak kencang seolah menuju detak terakhir.

Bagaimana dia tahu kalau Pan Zi sahabatku dan ia tewas di tangan psikopat?

Zhang Qiling bergumam dalam hatinya seperti orang linglung.

Dirinya tidak pernah  mengatakan apa pun tentang Pan Zi pada Pan Ma, atau pada siapa pun. Dia tak percaya hal-hal yang dilakukan orang demi uang. Pria itu pasti paranormal gadungan. Dia sudah banyak bertemu penipu semacam itu sepanjang kariernya.

Tapi bagaimana kalau itu benar? suara batinnya gemetar.

Bagaimana kalau dia benar-benar bicara dengan Pan Zi?

Mungkin memang benar bahwa Pan Zi tidak ingin melihat dirinya terus memikirkan peristiwa traumatis dan kehilangan, agar dirinya melanjutkan hidup tanpa beban.

Tapi Pan Zi sudah meninggal. Dia tidak bisa bicara dengan siapa pun. Logikanya kembali mengambilalih. Sebenarnya, ia memang pernah mendengar ada orang yang bisa berbicara dengan arwah. Dia pernah membaca hal seperti itu terjadi. Tetapi ia tidak sungguh-sungguh mempercayai hal-hal gila itu. Kedengarannya tidak masuk akal.

Karena ia dan paman Pan Ma jarang bicara dan bertemu satu sama lain, rasanya tidak mungkin jika pria itu hanya bermaksud untuk bercanda. Mungkin saja ia mengatakan hal yang sebenarnya. Ini merupakan  pertanda yang tidak menyenangkan dalam hubungan mereka yang memang renggang.  Paman Pan Ma seolah sengaja hadir dan menceracau untuk menciptakan kehancuran dalam jiwanya yang memang telah retak.

Zhang Qiling duduk bersandar di sofanya untuk waktu yang lama, memejamkan mata, merenungi apa yang baru saja ia dengar. Di luar, rembulan bersinar temaram dan angin menjadi dingin.

Aku ingin meminta bantuanmu. Aku ingin kau menyelidiki kasus kecelakaan Ning...

Sepasang mata Zhang Qiling terbuka seketika. Kata-kata yang pernah diucapkan Wu Xie datang dan pergi seolah terbawa angin.

Insiden itu bukan kecelakaan biasa.

Kenapa kau ingin menyelidikinya?

Jika aku mengatakan alasannya padamu sekarang, aku khawatir kau tidak akan percaya.

Seseorang menitipkan pesan untukmu. Dia sahabatmu, namanya Pan Zi.

Suara Pan Ma datang lagi, rasanya begitu dekat.

Ada orang yang bicara dengan arwah, kau pasti pernah mendengarnya.

Ning? Kenapa tidak mencoba bertanya pada paman Pan Ma tentang Ning? Jika lelucon semacam bicara pada arwah benar-benar bisa ia lakukan. Zhang Qiling ingin menantang Pan Ma untuk bertanya pada arwah Ning tentang apa yang terjadi pada malam itu.

Ibarat ada dorongan kuat, Zhang Qiling beranjak dari tempatnya menuju kamar mandi. Dia harus menyegarkan diri dan juga menyiapkan mental untuk bertemu dan bicara dengan Pan Ma.

Dia tidak menemukan Pan Ma di lobi, tetapi satpam itu ada di sana. Duduk di belakang mejanya dengan ponsel di tangan, sibuk menggulir sosial media. Malam sudah sempurna sepenuhnya, halaman dan juga lobi terlihat sepi. Zhang Qiling tidak bisa memikirkan alternative lain kecuali bertanya pada satpam.

"Kau melihat paman Pan Ma?" Ia berjalan mendekati meja satpam.

Satpam itu menoleh pada Zhang Qiling, takjub akan fakta bahwa pria ini mengajaknya bicara. Dia jarang sekali menyapa walau pun beberapa kali berpapasan. Malam ini terasa berbeda, satpam itu melihat kebingungan di wajah Zhang Qiling. Ah, mungkin inspektur misterius ini salah minum obat.

"Pada jam seperti ini dia biasanya pergi ke kedai teh di ujung jalan." Datpam itu menunjuk pada satu arah.

"Atau kalau tidak di sana, ia pergi makan di My Noodles."

"My Noodles?"

"Ya. Kedai bakmi pangsit favoritnya. Masakannya lezat dan murah meriah."
Satpam itu menjilat bibirnya, tiba-tiba merasa lapar.

"Jadi dia di mana?" Zhang Qiling semakin merasa jadi orang tolol malam ini.

"Mana aku tahu. Kau cari saja dia di dua tempat itu. Jaraknya tidak sampai dua ratus meter. Kau bisa berjalan-jalan, udara malam cukup sejuk."

Bukan ide buruk. Zhang Qiling memikirkan untuk berjalan kaki dan menghirup udara malam. Mengendarai motor besar Pangzhi akan terasa merepotkan saat ini. Lagipula jaraknya tidak jauh.

"Baiklah." Dia mulai melangkah, tapi berhenti lagi. Sesaat kembali berbalik pada satpam, tertegun menatapnya.

"Ada yang ingin kau tanyakan lagi?" Satpam menyadari sikap aneh Zhang Qiling, merasa pria itu membutuhkan bantuan.

"Paman Pan Ma," ia berkata ragu-ragu sebelum akhirnya meneruskan.

"Apakah dia seorang paranormal?" Pertanyaan tolol itu tidak pernah ia bayangkan akan lolos dari bibirnya. Tapi itu sudah dikatakan.

Satpam balas menatapnya dengan wajah sama tertegun, dia sadar dalam waktu sekian detik lantas tertawa kecil.

"Tidak heran kau terlihat kacau. Pak tua itu pasti mengatakan hal-hal aneh padamu. Benar-benar sulit dipahami." Satpam menggeleng-gelengkan kepala.

"Jadi benar?"

"Hmmm, paranormal terdengar sangat terhormat. Panggil saja dia dukun."

Zhang Qiling termangu mendengarnya. Merasa semakin terjebak.

"Kau sudah tahu bukan, kalau dia bisa melihat dan melakukan hal-hal tertentu?"

"Yah, sulit menjelaskannya. Agak terdengar menjijikkan dan penuh tipuan. Tetapi tak bisa dipungkiri, beberapa orang mempercayai kemampuan Pan Ma, meski lebih banyak yang tidak percaya. Pimpinanmu di Hangzhou, dia pernah meminta bantuan pak tua itu dalam menangani sebuah kasus pembunuhan. Memang kedengarannya konyol dan menghina kepolisian, mau bagaimana lagi? Asal tetap dirahasiakan."

Astaga, benarkah? Zhang Qiling menarik nafas panjang dengan linglung.

"Sebenarnya apa yang bisa dia lakukan dengan kemampuannya itu?" ia bertanya lagi pada satpam.

"Semacam di film-film horor dan fantasi, tidak lebih unik dari itu. Melihat arwah, bicara dengan mereka, menyampaikan pesan, sesekali jika diperlukan, dia bisa menyentuh mereka. Mengerikan, bukan? Aku bersyukur tidak bisa melakukan hal-hal semacam itu. Jika tidak, hidupku tidak akan bisa tenang..." Si satpam bergidik, menyapu leher belakangnya dengan telapak tangan. Dia menatap Zhang Qiling yang masih terpaku tanpa bereaksi.

"Tetapi terkadang kelebihannya itu terdengar keren, dan sesekali itu berguna. Hmmm, tidak heran pak tua itu cukup bangga. Kau tahu dia menyebut kemampuannya itu apa?"

"Apa?"

Satpam menjentikkan jari. "Penglihatan malam."

Suaranya rendah dan mendesis seolah ingin menambahkan efek keren dan juga ngeri. Tapi sedetik berikutnya dia mencibir.

"Pak tua itu berlebihan. Dia pikir dia harimau yang bisa jelas melihat di kegelapan."

Di tempatnya, Zhang Qiling termangu dalam ekspresi datar.

Penglihatan malam???

~¤~¤~¤~

Touba telah mundur ke satu kawasan yang lebih sepi di kawasan pinggiran, melalui jalan berkelok di kawasan selatan Jiangtan. Dia menunggu malam datang di sebuah kedai kopi bernama little talk. Kedai kopi itu cukup kecil dan sepi, tempat di mana kesunyian malam mencekam berubah menjadi keheningan yang tenang.

Malam perlahan menyapu kawasan itu, barisan bangunan menjelma hitam keabuan. Touba tidak langsung bertolak ke stasiun kereta seperti yang telah ia rencanakan sebelumnya. Dia memiliki urusan lain yang mendesak dan harus segera dituntaskan sebelum ia menjalani hari-hari penuh kedamaian di kampung halaman.

Menghadapi secangkir kopi panas, Touba tersenyum optimis, matanya memancarkan kegembiraan secerah cahaya siang hari. Dia memutar-mutar ponsel di tangan sebelum menekan nomor seseorang.

"Tuan, ini aku Touba," ia bicara lantang di telepon.

"Ke mana saja kau? Aku sudah berusaha menghubungimu," suara pria lain menyahut di seberang.

"Aku harus mengganti nomor ponselku dan harus sedikit menghindar, polisi berkeliaran di kawasan hiburan malam seperti nyamuk." Touba bersandar pada  kursinya.

"Apa yang terjadi pada Ning malam itu?" pria lain bersuara.

Touba menyeringai, menepis debu dari t-shirt hitam yang ia kenakan.
"Bagaimana aku tahu, aku tidak berada di sana."

"Jangan main-main denganku!" Pria lain terdengar kesal. "Polisi tahu tentang uang satu juta dollar itu."

"Kau yang harus menangani mereka," Touba menanggapi santai.
"Sekarang kita kembali ke bisnis. Aku dijanjikan sebanyak lima juta, dan aku baru menerima tiga juta, itu pun dibayar bertahap. Kau dan Ning masih berutang dua juta lagi."

"Tutup mulutmu, dasar pemeras!" si pria lain membentak gusar.

Touba tertawa."Bayar saja Tuan, atau aku akan sebarkan rahasiamu. Kau bisa masuk penjara."

"Aku akan mengabarimu nanti kapan dan di mana kita harus bertemu," pria lain berkata penuh emosi ditekan.

Touba tertawa licik. "Senang berbisnis denganmu, Tuan!"

Dia menutup sambungan telepon dengan wajah puas. Mungkin seharusnya ia menjaga suaranya, dia melihat ada dua pengunjung lain di sudut kedai, walaupun mereka tidak terusik dengan suaranya. Kini, ia perlu menghubungi satu orang lagi. Demi kenyamanan, nampaknya dia harus bergerak ke halaman kedai agar bisa bicara lebih leluasa. Touba menyeruput kopinya sebelum beranjak keluar kedai dan bersandar pada satu tiang kayu di bawah lampion merah yang menyala buram. Setelah memeriksa bahwa tak ada yang memperhatikan, dia menghubungi sebuah nomor.

"Dengar, aku tidak akan banyak bicara," ia berkata dengan suara rendah pada seseorang.
"Aku meninggalkan bagianmu di flat kediamanku. Kau sudah tahu bukan? Uangnya berada di tas olahraga merah dalam peti di sudut kamar. Usahakan tidak ada seorang pun melihatmu. Dan ingat..." Ia semakin kasak kusuk mencurigakan.

"Jangan coba hubungi aku untuk beberapa pekan ke depan. Kita harus lebih waspada sekarang. Kau mengerti?!"

Diam sejenak, nampaknya Touba tengah mendengarkan lawan bicaranya. Setelah itu dia menyeringai dan menutup sambungan telepon.

Nalurinya mengatakan ada seseorang mengawasinya. Awalnya ia khawatir hanya perasaan saja, persis seperti yang ia rasakan sewaktu berada di flat. Dia memutar tubuh bermaksud kembali ke dalam kedai, namun kali ini ia melihat jelas siapa orang yang memperhatikannya. Dua langkah di depannya kini berdiri seorang pria tampan berpakaian serba putih. Sepasang matanya menatap sinis, dan kedua alisnya bertaut ganas seolah ingin memarahi Touba tanpa alasan yang jelas.

"Kau?? Apa yang kau lakukan di sini?" Pria itu menegurnya dingin dan penuh curiga.

Touba terkesiap, seketika menjadi gugup dan terbata-bata.

"Hua ye...???"

~¤~¤~¤~

Uhuuyyy!

Fyi : Xie Yuchen di sini hanya cameo yaa, jadi porsinya ga banyak. Cuma buat nemenin Hei ye biar ga jadi jomlo karatan. Huhuu 😕😁

To be continued
Please vote 💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro