Appointment 3
💜 Happy Reading 💜
Entah malam keberapa, Zhao Yunlan terdampar di jalan tak dikenal di pusat kota Hangzhou. Dia memarkir mobilnya di depan sebuah taman sepi. Lantas berjalan kaki menyusuri trotoar di Pinghai Road yang diterangi barisan lampu jalan kekuningan.
Sesekali ia mengeluarkan kartu nama yang diberikan laki-laki tua di kafe beberapa hari yang lalu. Mengerutkan kening berkali-kali mencoba menemukan jalan dan arah yang benar.
Apa aku sudah berada di lokasi yang benar?
Zhao Yunlan berhenti dan memutar pandang. Dia menatap dengan pandangan kabur pergerakan beberapa orang tak dikenal, berlalu lalang, bicara dan tertawa.
Haruskah aku bertanya pada mereka?
Dia bimbang sejenak. Berdiri mematung di udara malam musim panas yang hangat dengan sedikit hembusan angin.
Tiba-tiba sesosok tubuh tinggi ramping berjas biru menarik perhatiannya. Sekilas wajah yang rupawan. Putih bercahaya di bawah pendar lampu. Sosok itu melangkah lunglai keluar dari sebuah kafe dengan pintu kaca tebal.
Dari kejauhan, ia melihat sosok itu memegang pegangan pintu erat-erat seakan-akan sedang berusaha menghentikan aliran pikiran gelap yang memakan tenaganya.
Tanpa sadar Zhao Yunlan melangkahkan kaki menuju sosok itu, tetapi dalam sekejap mata ia melihat sosok itu berjalan dan menjadi siluet samar.
Yunlan mempercepat langkahnya sampai terpaut jarak sekitar dua puluh meter. Dia tidak berusaha mendekatinya. Hanya penasaran.
Astaga apa yang kulakukan?
Dia menghela nafas panjang, mengutuk diri sendiri yang makin kehilangan arah dan tujuan.
Akhirnya, ia kembali mengamati kartu nama di tangannya.
Kenapa tidak kucoba telepon saja? Aku akan membuat janji temu terlebih dulu.
Zhao Yunlan mengeluarkan ponsel, sambil terus melangkah dengan sangat perlahan, dia menekan nomor ponsel yang tertera di kartu nama.
Terdengar bunyi sambungan yang monoton.
"Hallo?" sebuah suara lembut bernada formal membelai indra pendengarannya. Yunlan sontak menghentikan langkah, lantas bersandar di tiang lampu jalan terdekat.
"Hallo dr. Shen?"
"Ya. Saya sendiri."
Suara pria di telepon itu semakin melembut, santun, tapi sedikit muram.
"Aku... " Yunlan menjadi gugup.
Benarkah aku harus berkonsultasi pada psikiater?
"Aku Zhao Yunlan. Bisakah aku membuat janji temu dengan Anda?"
Hening sejenak.
"Aku mengetahui tentang klinik Anda dari seorang teman," Yunlan menambahkan.
"Ya. Tentu. Kapan Anda bisa berkunjung ke klinik saya?" suara di seberang terdengar berdesah.
Yunlan mengepalkan tangan. Dia menengadah ke langit, menghirup udara malam untuk mengisi paru-parunya yang sesak.
Dia melayangkan pandang ke satu sudut, sosok anggun yang tadi sempat ia pantau terlihat duduk di bangku taman sekitar dua puluh lima meter dari tempatnya berdiri.
Pemuda tampan itu terlihat sedang menghubungi seseorang, dia membatin.
"Hallo?"
Yunlan terlonjak.
"Ah ya, bagaimana kalau besok siang? Pukul dua. Anda ada waktu?"
"Besok siang ada jadwal pertemuan dengan pasienku yang lain. Bagaimana jika pukul lima sore?"
"Baiklah."
Yunlan sekali lagi menghela nafas panjang.
Konsultasi tentang pernikahan dan perceraian dengan seseorang yang katanya tidak ingin menikah. Siapa yang lebih tolol?
Tapi janji temu sudah dibuat. Telepon berakhir begitu saja dengan ucapan terima kasih yang nyaris tak disadarinya. Tatapannya masih terpaku pada sosok berjas biru yang duduk di bangku taman.
Zhao Yunlan memasukkan ponsel ke dalam saku mantel, dilihatnya sosok tampan itu juga memasukkan ponsel ke dalam sling bag yang tersampir dibahunya.
Paling tidak aku sudah berusaha. Atau aku akan terperangkap dalam belenggu pernikahan yang tidak bahagia bertahun-tahun lamanya dan dihantui pertanyaan apakah aku sudah melakukan hal yang benar?
Paling tidak gejala kecemasanku akan berkurang.
💜💜💜
Klinik Kesehatan Jiwa Eternity
Konsultasi Psikologi & Hipnoterapi
Zhao Yunlan membaca tulisan besar di atas pintu berwarna putih. Sebuah kantor yang disulap menjadi klinik di lantai tiga Metropark Tower.
Dia mengerutkan kening.
Nama itu sedikit melankolis.
Dia baru akan mendorong pintu kaca tebal dan berat, saat seseorang dari dalam membukanya lebih dahulu.
Seorang wanita separuh baya terlihat berjalan keluar dengan mata sembab tetapi bibirnya tersenyum.
Apakah sentuhan ajaib sang psikiater yang telah mengubah tangisan menjadi senyuman. Zhao Yunlan semakin penasaran dari menit ke menit.
Mungkin aku memang berada di tempat yang tepat.
Li Qian menengok keluar pintu, menatap Yunlan yang masih termangu bimbang.
"Anda ingin menemui dr. Shen?" tanya si perawat.
Yunlan melirik, ekpresinya datar. Tapi kemudian mengangguk samar.
"Sudah membuat janji temu?"
"Ya. Pukul lima sore."
"Silahkan masuk."
Li Qian melebarkan pintu. Zhao Yunlan melangkah masuk. Dia disambut dengan suasana serba putih. Ruang duduk dilengkapi sofa putih dan meja kaca yang anggun. Bunga-bunga hidup di dalam jambangan merupakan satu-satunya variasi yang bisa ia temukan.
Terlihat sebuah pintu lain yang juga berwarna putih, sedikit terbuka.
Mungkin itu ruangan konsultasinya
Li Qian memberikan isyarat untuk mengikutinya menuju ruangan dr. Shen. Dia membuka pintu lebih lebar, melangkah masuk.
"Dokter, seseorang ingin menemuimu. Dia bilang ada janji temu pukul lima."
"Suruh dia masuk."
Li Qian mundur dan mempersilahkan Zhao Yunlan masuk, lantas si perawat menutup pintu.
Dr. Shen tengah duduk menulis sesuatu di meja, sedetik kemudian ia mengangkat wajah dari catatannya.
Mata beningnya memandang dari balik lensa kacamata yang terlihat sangat pas dengan kontur wajah yang sempurna.
"Selamat sore..." Zhao Yunlan menyapa sedikit gugup.
Dokter itu--- dia adalah pemuda yang semalam dilihatnya keluar dari kafe. Pemuda yang menarik perhatiannya, yang duduk sendiri di bangku taman dan menerima panggilan telepon darinya.
Dewa terkadang memang iseng.
Yunlan tersenyum sendiri.
Dr. Shen mengamati pemuda yang mematung di dekat pintu.
"Anda yang semalam menelepon?"
"Ya. Aku Zhao Yunlan. Aku datang dari Shanghai."
"Silahkan duduk." Dr. Shen menunjuk kursi di depannya dengan ibu jari.
"Kau tersenyum begitu memasuki ruangan ini," komentar dr. Shen.
"Sepertinya kau tidak bermasalah. Ekpresimu terlihat berbeda dari pasienku yang lain."
Yunlan tidak bereaksi. Dia hanya menatap wajah dokter tampan di depannya lekat-lekat.
"Bicaralah. Ajukan keluhan," pinta sang dokter, halus.
"Aku? Aku harus bicara apa?" Yunlan bergumam dan untuk sesaat takjub akan kebodohannya sendiri.
Dr. Shen menghela nafas.
"Kau akan berkonsultasi tentang apa??"
"Insomnia, gangguan kecemasan akut akibat perceraian," sahut Yunlan pelan.
Dr. Shen mengatupkan rahang. Sikap tubuhnya tiba-tiba kaku dan waspada. Ia mengawasi Yunlan dengan alis sedikit terangkat.
Sayang sekali, pemuda setampan ini harus diceraikan...
Sang dokter membatin penuh ironi.
"Begitu rupanya."
"Yah. "
"Berapa lama kau menikah?"
"Dua tahun."
Dr. Shen menggigit bibir tipisnya.
Siapa wanita yang menikahinya? Apakah dia beruntung? Atau justru tolol?
"Masih bisa dikatakan pengantin baru. Apa tidak terlalu dini untuk memutuskan? Perceraian bisa sangat menakutkan." dr. Shen mengembangkan senyuman.
Yunlan merasa pesona sang dokter menembus jiwanya.
Astaga... bagaimana bisa seorang manusia berwajah seperti malaikat?
Dia meremas jemarinya, lantas berdehem keras.
"Memang, kata itu sendiri membuat sebagian orang merinding. Tapi tidak dengan aku. Mungkin kedengarannya aneh, tapi ini adalah satu-satunya solusi yang terpikirkan."
Dr. Shen memandang pasiennya lekat-lekat. "Mengapa bisa begitu?"
Yunlan mengangkat bahu, bibirnya mengatup rapat dan salah satu alisnya naik.
"Tidakkah ada sepotong kenangan manis yang mampu membuatmu menjalani sisa waktu pernikahanmu?"
"Aku hampir tidak dapat mengingat bagaimana rasanya ketika aku menikahi Yu'er. Semua itu tampak seperti kenangan yang sudah lama sekali. Seperti sebuah kisah kehidupan di waktu yang lain."
Jadi nama wanita beruntung itu Yu'er...
Yunlan mengamati dokter tampan di hadapannya yang tengah menumpukkan siku di meja dan menyangga dagu dengan kedua tangan.
"Kau memiliki putra?" tanya sang dokter.
Yunlan menggeleng cepat, roman mukanya berubah keruh, seolah pertanyaan itu merupakan sebuah penghinaan.
"Tidak ada."
Dia berdehem keras.
"Aku bahkan---ah, bagaimana ya mengatakannya, tidak mungkin ada seorang putra. Aku tidak melakukan apa-apa, maksudku---"
Dr. Shen mengangguk-angguk penuh pengertian.
"Kau harus tahu, dokter! Aku tidak pernah menyentuhnya!" Yunlan menyembur, wajahnya condong ke depan.
Dr. Shen terpana. Dia melebarkan mata beberapa saat tanpa berkedip.
"Ke-kenapa kau begitu ngotot menjelaskan hal pribadi itu padaku?"
tanyanya, mengeja kalimatnya lambat-lambat.
Zhao Yunlan menyandarkan punggungnya kembali. Melontarkan senyuman canggung.
"Aku tahu itu tidak penting bagimu. Tapi sangat penting bagiku untuk memberitahumu bahwa aku masih---"
Ia memijit-mijit tenggorokannya yang terasa tidak nyaman.
"Perjaka."
".......??"
Dr. Shen merasa ada sesuatu menggelitik perutnya. Dia ingin tertawa keras, tetapi berjuang menahan diri. Senyumannya terkembang.
"Lalu, apa yang tersisa di antara kalian?"
"Hanya selembar foto pernikahan yang nyaris pudar di album yang telah usang."
"Hmmmm...." dr. Shen mengetuk-ngetuk meja dengan ujung balpoin.
"Kau sudah pernah membicarakannya dengan pasanganmu?"
"Tidak perlu. Sebenarnya, dia mungkin lebih dulu menginginkan hal ini terjadi."
"Bagaimana kau bisa menyimpulkan hal itu?"
"Aku memiliki dugaan dia tengah dekat dengan seseorang. Yah, mungkin."
Dr. Shen terpaku.
Teganya...
"Lalu kenapa kau datang untuk berkonsultasi. Kelihatannya kau sangat yakin, sikapmu sama sekali tidak seperti seseorang yang bermasalah."
"Sampai semalam, aku masih ragu apakah keputusanku benar. Tapi kini aku sangat yakin."
Zhao Yunlan tersenyum lebar.
"Aku ingin bercerai."
Dr. Shen bengong. Pemuda ini pasien paling aneh yang pernah dijumpainya.
"O-ke... Lalu, datanglah ke pengacara perceraian. Kupikir kau tidak membutuhkan nasihat dariku."
"Yah, masalahnya adalah orang tuaku tidak menyetujui perceraian."
"Ohh..."
"Ya! Ohh!" Yunlan menyeringai.
Dr. Shen memijit-mijit pelipisnya seraya mengatupkan bibir. Mengangguk dengan gaya sok bijaksana.
"Memang bukan langkah yang baik. Perceraian seringkali mendatangkan lebih banyak masalah. Hak asuh, harta gono gini, dan... "
"Bagiku itu tidak masalah. Aku akan membiarkan Yu'er mengambil haknya. Lagipula aku masih muda, tampan, sukses, mengesankan. Dan ya, aku punya Aston Martin. Lalu aku juga senang berkebun, dan meskipun tidak ahli, tapi aku bisa memasak,"
Zhao Yunlan berkata panjang lebar dengan nada antusias.
Dr. Shen kembali terbengong-bengong. Sejurus kemudian ia tersenyum maklum.
"Baiklah. Aku percaya. Lantas di mana masalahnya?"
"Sebenarnya, tidak ada masalah sama sekali. Konsultasinya bisa ditunda."
"Ah, yaa... yaa."
Dr. Shen menundukkan pandangan sekilas, mengulum senyum yang penuh tanda tanya. Lalu dia kembali mengangkat wajah, didapatinya Zhao Yunlan tengah menatapnya.
"Ehm, bagaimana dengan gangguan kecemasanmu? Kupikir kau membutuhkan... " dr. Shen kembali bertanya setenang mungkin.
"Tidak," Yunlan menukas cepat.
"Itu bisa dibicarakan nanti saja. Sekarang aku tidak sedang merasa cemas. Aku bahkan sedikit--- lapar."
".....??"
"Bagaimana kalau kita makan malam?" tanya Zhao Yunlan lagi, terlalu lantang.
Lagi-lagi, dr. Shen terdiam kebingungan.
"A-aku tercengang..." gumamnya.
Zhao Yunlan melirik seraya menampilkan seulas senyuman manis.
"Kau bersedia?"
Dr. Shen termangu sejenak. Dia masih mencerna keanehan yang terjadi di depan matanya. Sekali lagi ia melirik pemuda tampan itu. Senyuman masih terukir di wajahnya. Tanpa sadar ia mengangguk.
"Baiklah. Tapi ini masih pukul lima."
"Kalau begitu kita bisa minum kopi dulu."
"Aku kurang suka kopi."
"Teh?"
"Tidak. Vanilla."
"Tak masalah. Kita bisa mencampurnya." Yunlan bersikukuh.
"Aku belum pernah melakukan itu."
"Sekarang kita akan melakukannya."
Dr. Shen tertawa canggung. Dia mengangguk-angguk, merasa terdesak, takjub, dan sedikit perasaan senang.
Ah, ya. Senang.
Kenapa dirinya harus merasa senang?
Dia menutupi perasaannya dengan melepas dan mengelap lensa kacamata, lantas sebelum mengenakannya kembali, ia melirik pemuda tampan itu.
Sejurus kemudian, ekpresinya kembali professional.
How about their first encounter?
Hehee
Vote and comment if you like it
💜💜💜
To be continued
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro