Appointment 15
Dr. Shen membuang pandang ke jalan raya yang mulai diterangi lampu-lampu penerangan jalan. Matahari sudah tenggelam.
"Kenapa kau di sini?" tanya dr. Shen datar dan formal.
Zhao Yunlan duduk di sampingnya, mengambil satu gelas milkshake, menusuk lid nya dengan sedotan.
"Aku mengikutimu, tentu saja."
Dr. Shen menelan saliva. Sekarang mereka berada dalam fasilitas umum. Tidak mungkin baginya mengajak bertengkar meski ia tidak mengharapkan kehadiran Zhao Yunlan.
"Jadi, kau menuju Longjinshan?" tanya Yunlan, menyodorkan segelas milkshake yang masih utuh. Mau tidak mau dr. Shen menerimanya.
"Ya. Kenapa kau mengikutiku? Harusnya kau menjaga istrimu."
"Aku di sini untuk menjaga dan melindungi pasangan masa depanku." Zhao Yunlan mengedipkan sebelah mata.
"Tutup mulutmu!" dr. Shen mendesis pelan. Dia melirik ke sekelilingnya, berharap tak ada yang menguping.
Mereka berdiam diri sepanjang perjalanan. Pemandangan di luar dengan kerlip lampu menarik perhatian Zhao Yunlan dengan cara yang tak biasa, membuatnya berhenti menggoda dr. Shen.
💜💜💜
Dr. Shen turun di halte di kawasan Longjingshan. Zhao Yunlan mengekorinya ke mana pun sang dokter pergi. Dia menduga-duga kemana tujuan dr. Shen sebenarnya dan semakin bingung ketika ia memasuki toko bunga.
Dr. Shen membeli seikat bunga lily putih yang masih segar, tetesan air bahkan membasahi cellophane-nya.
"Ke mana kita akan pergi?" akhirnya dia bertanya. Keduanya berjalan menyusuri jalan kecil dipenuhi batu batu kecil putih. Semak semak rimbun bergerumbul di sepanjang tepi jalan.
"Kuburan," dr. Shen menyahut datar.
"Apa??" Zhao Yunlan berjengit kaget.
"Malam-malam begini?"
Dr. Shen melirik malas.
"Ini belum pukul tujuh. Lagipula siapa yang memintamu mengikutiku."
Zhao Yunlan merasa terpojok dan hanya bisa meringis.
"Kuburan siapa?"
"Tn. Li, ayah angkatku."
"Hmm, baiklah. Aku akan menemanimu mengenang ayah angkatmu."
Ada banyak kuburan di sana dengan ukuran besar, batu granit putih berbaris membisu. Dr. Shen berhenti di depan satu kuburan, menaruh bunga lily di atasnya, kemudian melakukan penghormatan.
"Maaf ayah, aku tergesa-gesa sehingga tidak membawakanmu arak," gumam dr. Shen.
Zhao Yunlan yang berdiri di dekatnya melirik, selintas mendapatkan ide.
"Bukankah aku membawakanmu milkshake vanilla?" bisiknya.
Dr. Shen menoleh dengan alis bertaut, membungkam mulut Zhao Yunlan.
Pemuda itu mengatupkan bibirnya.
"Aku harap ayah bahagia di sana." Dr. Shen mengalihkan fokusnya lagi pada makam di depannya.
"Kuharap dia tidak mencoba keluar dari kuburan," Zhao Yunlan menyahut lancang.
Dr. Shen mendengus, kembali menatap Yunlan geram.
"Apa maksudmu?"
"Ah tidak! Aku---aku berkata benar 'kan? Tak ada siapa pun yang menginginkan itu terjadi."
"Kuharap kau bisa mengatur ucapanmu," ujar dr. Shen ketus.
Sebelum diomeli lebih lanjut, Zhao Yunlan memutuskan untuk diam.
Angin berdesir di belakang mereka, menelisik diantara semak-semak.
Dr. Shen menatap kuburan dengan mata dipenuhi nostalgia.
"Kau pasti bertanya-tanya kenapa aku mengunjungi makam ayah angkatku, dan bukan orang tuaku," dr. Shen berkata lirih setelah jeda panjang.
"Ya. Kenapa?" Zhao Yunlan menyahut cepat, senang karena sang dokter mulai mengajaknya bicara.
"Ayahku meninggalkan aku dan ibu. Ibuku sangat marah dan kecewa, dia melarikan diri pada minuman keras. Lalu pada suatu hari yang dingin, dia pun meninggalkan aku ..." dr. Shen berkata lambat-lambat. Suaranya dalam, penuh perenungan.
Zhao Yunlan melirik, sedikit terkesiap. Tetapi tidak mengatakan apa-apa.
"Aku membenci ayahku, kemudian aku membenci ibuku. Kurasa kedua orang tuaku adalah sosok egois yang hanya mempedulikan diri sendiri."
Helaan nafas panjang menyela.
"Lalu pada akhirnya aku pun membenci diriku sendiri. Kenapa aku begitu buruk sehingga tak ada siapa pun yang menginginkanku. Saat tersesat dalam konflik hidup yang terlalu rumit untuk dipahami seorang anak kecil, ayah angkat datang memungutku dari jalanan."
Zhao Yunlan menundukkan pandangan pada nisan granit putih di depannya. Ada banyak cerita yang terkubur bersamaan dengan meninggalnya seseorang. Shen hanya sedang membicarakan sebagian kecil saja.
"Tapi pada akhirnya ada sumber kegembiraan bagimu, yaitu ayah angkatmu," Zhao Yunlan bicara hati-hati, mencoba berempati.
"Selalu ada alasan untuk gembira. Kau merupakan kegembiraan bagiku. Sebenarnya, hidup ini ramah kepada kita berdua, dengan pengertian yang berbeda. Kita memiliki keluarga dan teman-teman. Masih ada yang peduli.
Kenangan juga ikut membantu. Jadi kenapa kita tidak mengisi cangkir kenangan sampai penuh dengan kenangan yang paling baik."
Dr. Shen tersenyum tipis. Dia menoleh sekilas pada Yunlan.
"Selama hidupmu, apakah kau pernah merasa hancur atau menyesali apa pun?" Shen menoleh pada Yunlan.
"Tidak," pemuda itu menjawab cepat.
"Itu bagus." Dr. Shen tersenyum masam. "Aku punya banyak penyesalan, dan pernah sekali merasa hancur. Aku sangat hancur hari itu. Jadi seharusnya aku tidak akan mudah hancur karena hal lain."
Mereka terdiam sesaat.
"Setelah ayah angkat membawaku. Aku tidak tahu lagi kabar orang tuaku. Mungkin mereka masih hidup atau sudah meninggal. Semua kebencian kini hanya tertuju pada diri sendiri. Aku menjalani hidup seperti orang lain, tetapi di dalam jiwaku, aku sangat kacau. Jadi suatu hari aku memutuskan untuk mempelajari ilmu jiwa manusia. Mungkin di sana ada jawaban atas semua pertanyaanku."
"Lalu, apakah kau menemukannya?"
Dr. Shen menggeleng perlahan.
"Aku tidak tahu. Semakin jauh aku mencari, semakin aku tak mengerti."
Keheningan begitu dalam sehingga keduanya kehabisan kata-kata. Zhao Yunlan baru pertama kali menyaksikan dr. Shen begitu jujur dan tampak tidak malu memperlihatkan kesedihannya.
Lalu, kenapa dia tidak memperlihatkan sosok ayah angkat pahlawannya itu.
"Shen ..." Dia menyentuh lengan dr. Shen.
"Bolehkah aku melihat foto ayah angkatmu?"
Dr. Shen menatap heran. Tetapi dia tidak mengungkapkan bantahan. Tangannya bergerak mengambil ponsel, mencari sesuatu di gallery.
"Ini ayah angkatku."
Dr. Shen menunjukkan layar ponselnya pada Zhao Yunlan.
Aahhh!! Benar-benar dia!!
Yunlan menutup mulut untuk mencegah ia berteriak.
"Kenapa?" tanya dr. Shen bingung.
"Dia---dia hantu itu, dia selalu menguntitku."
"Hantu?" Dr. Shen mengernyit ganas.
"Dia pasti ingin melakukan sesuatu untuk membantumu. Kau ingat Shen? Semua yang terjadi padaku, yang kau anggap lelucon dan trik basi. Itu semua akibat ulah hantu ayah angkatmu. Dan tentang kunci pagar juga..."
Zhao Yunlan menghentikan kalimatnya karena dr. Shen menatapnya dengan pandangan terluka.
"Maafkan aku, tapi aku bicara yang sebenarnya. Aku---"
"Jadi ayah angkatku berubah menjadi hantu kemudian menjadi seorang stalker?"
"Tepat sekali. Kumohon katakan padanya untuk tidak lagi keluar dari kuburannya, aku bisa terkena serangan jantung."
Dr. Shen menggeleng-gelengkan kepala dengan ekspresi geram dan putus asa.
"Aku tidak menduga kau bisa serendah ini. Bisa-bisanya kamu mengatakan ayahku menjadi hantu dan bergentayangan mengikutimu."
Suara Dr. Shen bergetar menahan marah. Dia berbalik, bergegas pergi meninggalkan Yunlan yang masih berdiri kebingungan.
"Tunggu!"
Zhao Yunlan nyaris melompat, menyambar pergelangan dr. Shen, menahannya untuk pergi.
Ketika sang dokter kembali menghadapkan wajah padanya, sepasang matanya sudah berkaca-kaca. Namun begitu, seperti biasa, dr. Shen kehilangan kemampuan untuk marah dengan melontarkan bentakan bernada tinggi.
Dia hanya bergumam rendah, menatap Yunlan lelah.
"Sejujurnya, aku sedikit senang saat kau bilang peduli, dan akan melindungiku. Aku ingin percaya saat kau bilang ingin menemaniku mengenang ayah angkatku."
Dia menjeda untuk beberapa detik yang sulit.
"Aku kira---akhirnya akan ada seseorang yang mengerti aku, dan mendukung dengan segala kekuranganku."
Dr. Shen menunduk sekilas mengamati tangan Yunlan yang masih menggenggam pergelangannya.
"Sejujurnya, aku merasa senang saat kau tinggal bersamaku. Aku memikirkan hal menggelikan itu terus menerus dan aku merasa takut."
Zhao Yunlan menatap dr. Shen dengan tatapan penuh rasa bersalah, tapi dia memilih diam dan mendengarkan.
"Aku tahu suatu saat kamu akan pergi," dr. Shen berkata lagi.
"Kukira tidak apa-apa jika sepanjang hidupku yang sepi, aku merasa senang untuk sementara."
Air bening bergulir dari sudut matanya.
"Seperti orang bodoh, aku merasa senang hari ini kau menemaniku di makam ayah angkat. Tetapi pada akhirnya, semua perkataanmu selalu saja membuatku sangat marah."
Dia menunduk lagi, menahan emosi yang nyaris membuatnya tersedak. Genggaman Zhao Yunlan goyah. Meski dr. Shen tidak berjuang melepaskan, akhirnya terlepas juga.
"Aku tidak tahu orang seperti apa dirimu," lanjut dr. Shen.
"Aku pasienmu yang mengajukan keluhan akibat kecemasan," akhirnya Zhao Yunlan menyahut.
"Ya. Memang! Kau pasien yang datang dari kehidupan yang lebih hebat dan penuh warna. Kau merasa hebat dan juga ingin melakukan hal yang hebat."
"Kau menggunakan keluhan psikismu untuk mengatakan hal-hal meresahkan dan kau pikir itu wajar karena kau merasa menderita gangguan mental. Tapi aku tahu itu tidak benar. Masalahmu bukan penderitaanmu, ini hanya masalah waktu. Kau menutup pintu hatimu terhadap keluargamu. Hanya sesederhana itu ..."
"Hidupku yang remeh, bisa pudar kapan saja bagaikan suara petir sesaat dan melesat jauh ..."
Dr. Shen tersenyum pahit.
"Tapi itu sudah tidak penting lagi. Sekarang, biarkan aku sendiri.."
Dia berbalik, kali ini tak berniat menoleh kembali.
"Shen! Maafkan aku... tolong jangan pergi!"
Zhao Yunlan mengikuti di belakangnya dengan panik.
Tetapi dr. Shen benar-benar tidak mau mendengarkannya kali ini.
Dia terus berjalan cepat meninggalkan Yunlan di belakang, menghapus air matanya kasar, bersyukur bahwa tempat ini cukup gelap sehingga menyembunyikan kesedihannya di depan pemuda menyebalkan itu.
Tetapi tak lama kemudian, sekawanan kunang-kunang terlihat di atas semak belukar. Berkerlap kerlip indah, menyala di tengah kegelapan.
Seandainya dirinya berubah menjadi sebebas kunang-kunang, tetap cemerlang di tengah kelam malam.
Tanpa kedukaan dan masalah yang menenggelamkan dunia manusia pada kesuraman.
💜💜💜
Dua hari kemudian
Saat Zhao Yunlan memasuki ruang tengah, dilihatnya Yu'er tengah duduk di kursi roda dekat balkon. Bicara dengan seseorang di telepon. Wajahnya berbinar-binar, dia bicara dengan antusias diiringi gerakan tangan, sesekali tawanya berkumandang.
Yunlan mengamatinya sekian detik, seolah terhipnotis, dia ikut tersenyum tanpa sadar.
Tiba-tiba dia teringat dr. Shen.
Dia ingin sekali bicara dengannya. Mungkin dia harus mencari-cari alasan untuk bertemu dengan dokter tampan itu. Dia mengambil ponsel yang tergeletak di meja dekat vas bunga, lantas melakukan panggilan.
"Hallo, Shen. Maaf tentang peristiwa yang kemarin. Aku ingin menebus kesalahanku dengan mentarktir makan. Kapan kau ada waktu senggang?"
"Hmmm, aku sibuk untuk dua hari ke depan," jawab dr. Shen di telepon.
Wajah tampan Zhao berubah muram.
"Jadi kita tak bisa bertemu besok? Aku ingin sekali berkonsultasi sesuatu denganmu."
"Maaf Yunlan. Lagipula, kupikir kau tak perlu konsultasi lagi. Hubunganmu sudah membaik bukan?"
"Tidak sama sekali. Tolong Shen, kapan aku bisa menemuimu? Aku benar-benar butuh konsultasi."
"Ada keluhan apa lagi?"
"Sebenarnya---" Zhao berpikir sejenak. "Aku mengalami insomnia dua hari terakhir ini."
Hening sesaat.
"Insomnia?" ulang dr. Shen. Nadanya skeptis.
"Ya. Aku benar-benar butuh teman bicara. Aku akan datang besok sore. Kau bisa mengatur waktumu kan?"
"Sshh... baiklah. Besok pukul lima. Jangan terlambat atau membatalkan seenaknya."
"Kenapa? Kau tidak senang karena tak bisa bertemu denganku?"
"Jangan ngawur. Aku tak suka orang yang tak menepati janji."
"Kali ini aku pasti datang. Jangan khawatir."
"Kenapa aku harus khawatir?"
"Aku merasa kau juga ingin bertemu denganku."
"Cukup omong kosongnya. Kau bicara dengan psikiater terbaik di Hangzhou. Bisa sopan sedikit?"
"Maaf Shen. Kau selalu saja sensitif."
"Sampai jumpa besok sore."
Senyum Zhao merekah. Wajahnya secerah sinar matahari siang hari.
"Terima kasih, Shen."
Masih dengan senyum, dia menatap ponselnya. Zhao Yunlan sama sekali tidak menyadari bahwa sejak tadi Yu'er berada tidak jauh dari situ, mengawasinya bicara.
"Seharusnya kau mengencani dia," komentar Yu'er, datar. Wajahnya meskipun tidak keruh, tetapi tanpa senyum.
"Siapa yang kau bicarakan?" Yunlan mengernyit.
"Orang yang kau telepon."
"Maksudmu?"
"Aku tak pernah melihatmu tersenyum seperti barusan." Yu'er menggerakkan kursi roda, memasuki ruang tengah.
"Bahkan tidak padaku. Kau selalu sopan dan ramah tetapi tidak bahagia seperti tadi."
"Benarkah?"
Yu'er memutar bola matanya.
"Yah, kau terlihat berbeda."
Zhao Yunlan merasa sedikit jengah. Dia berdehem dan memeriksa ponsel untuk menutupi sikap salah tingkahnya.
"Siapa dia?" tanya Yu'er.
"Kau tak perlu tahu."
"Aku istrimu," tukas Yu'er, nadanya menuntut.
"Lalu, siapa pria yang bersamamu dalam sedan putih?" Zhao Yunlan balik bertanya, sinis dan mengernyit.
Air muka Yu'er kentara sekali menunjukkan rasa shock, jengah, malu dan beralih menjadi kesal.
"Kau memata-mataiku?"
"Tidak. Aku hanya kebetulan melihatmu."
"Kenapa baru kau tanyakan sekarang?"
"Karena aku tak peduli. Dan sekarang pun aku tak akan bertanya jika kau tak mengungkit statusmu di depanku."
Yu'er menggigit bibir, lantas membuang muka.
"Jadi, mari kita berhenti berperan sebagai pasangan yang bahagia. Sepakat?" Zhao Yunlan berbalik dan bermaksud menuju kamar sambil mengeluarkan gumaman tidak jelas.
"Sepakat. Tapi katakan siapa yang membuatmu tersenyum bahagia?" ucapan Yu'er menghentikan langkah Yunlan.
Pemuda itu menghela nafas, lantas menjawab.
"Namanya Shen Wei. Dia psikiater."
Yu'er terkesiap sesaat, tetapi memutuskan untuk tidak menghakimi. Maka dia kembali ke tujuan semula.
"Kau mencintainya??"
"Ya! Tapi dia tidak mencintaiku. Cukup tragis bukan? Apa kau senang sekarang?" Yunlan menggerutu.
"Tidak mungkin ada yang menolakmu, kecuali orang itu kurang waras. Mungkin dia menyangka kau hidup bahagia bersamaku."
"Itu masalahnya. Aku sudah mengatakan berulangkali."
"Lalu kenapa kau tidak melakukan sesuatu terkait pernikahan kita?" Yu'er setengah menantang.
"Maksudmu? Kita harus resmi berpisah?"
"Tepat sekali!"
"Kau tahu kedua orang tua kita menentangnya."
Yu'er mendesis tidak sabar.
"Ah, kau kuno sekali. Atau mungkin kau seorang penakut?"
"Kau pikir aku tidak ingin melakukannya?" Zhao Yunlan mendengus sebal.
"Mungkin kau akan berani mengambil langkah itu jika Shen Wei memintamu melakukannya. Jika dia mencintaimu, dia akan menyuruhmu berpisah denganku."
"Tidak mungkin!" Zhao Yunlan tiba-tiba merasa tersinggung, dia marah saat menyadari bahwa Shen Wei mungkin memang tidak mencintainya.
"Terserah. Tapi apakah ayah sudah memberitahukan padamu?"
"Tentang apa?" Yunlan mengernyit.
"Aku akan menjalani perawatan di Seoul. Ayah akan melakukan bisnis trip selama dua bulan dan dia memiliki kenalan dokter ortopedi terbaik di sana. Dia ingin memastikan aku mendapatkan yang terbaik dalam pengawasannya."
"Lalu apa hubungannya denganku?"
Yu'er tertawa masam.
"Tentu saja kau harus ikut bersama kami. Kau hanya belum diberi tahu."
"Kau gila! Mana mungkin aku meninggalkan kantor selama itu?" Yunlan memprotes tegang.
"Kau hanya perlu mendampingiku selama satu atau dua pekan. Selanjutnya kau bisa datang dan pergi kapan saja."
"Akan kupikirkan," Yunlan menyahut lemas.
Yunlan bergegas meninggalkan Yu'er dan percakapan menyebalkan itu.
Dia membanting pintu kamar, dan duduk di tepi tempat tidur.
Dia menutup mata beberapa lama, lantas melihat bayangan dirinya sendiri di cermin rias besar yang terpasang di dinding.
Seoul?
Haruskah dia pergi?
Itu artinya dia memberi kesempatan pada hubungannya. Itu artinya ucapan selamat tinggal pada Shen.
Tetapi tetap memaksa di dekatnya pun tak ada gunanya. Shen tidak akan merasa kehilangan dirinya, seandainya saja dia pun bisa sedingin perasaan dokter itu.
Jadi seharusnya ia pun tak perlu merasa kehilangan dr. Shen.
Untuk apa merasa kehilangan atas sesuatu yang tak pernah dimiliki?
To be continued
Jadi apa mereka harus berpisah?
Weilan Family
Please Vote 💜
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro