Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Appointment 1

Shenshen_88
Present

Weilan Love Story Fanfiction

💞💞💞

'Falling In Love With My Psychiatrist'

Zhao Yunlan mengemudi dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan kosong di sepanjang perkebunan teh terbaik kawasan Hangzhou.
Hari itu adalah salah satu hari cerah di musim panas dimana langit berwarna biru cemerlang dipadukan dengan hamparan hijau perkebunan teh yang menyejukkan.

Tak kalah cerah, warna biru metalik mobil Aston Martin yang berkilau di bawah jilatan cahaya matahari siang.

Mengendarai mobil terbaik tidak mutlak membuat seseorang bahagia.
Benaknya dipenuhi kicauan-kicauan penuh kekesalan yang sulit dijelaskan.
Mata tajamnya menjelajahi sepanjang tepian jalan, dan saat perkebunan teh sampai di ujungnya, dia melihat papan nama sebuah kafe sederhana.

'Fresh Americano'

Zhao Yunlan menepikan mobilnya, turun, dan melangkah menuju kafe.

Kafe itu cukup sederhana, kecil, tapi terlihat cantik dengan pintu kaca dan kursi-kursi kayu berwarna putih, serta design shabby chic.

Siang itu sepi pengunjung. Hanya ada seorang laki-laki tua duduk sendiri di satu-satunya kursi sofa berlapis yang juga berwarna putih.

Seorang pelayan yang masih remaja mempersilahkan Yunlan untuk duduk. Sekilas, pemuda itu memutar pandang dan mendapati si laki-laki tua melambai padanya seraya tersenyum ramah.

Entah mengapa, seperti ada daya tarik magnet. Yunlan menyeret langkah menuju laki-laki itu dan duduk di hadapannya. Mungkin karena ia kalut, kesepian, dan butuh teman bicara yang tak dikenal, tidak menuntut atau menghakimi seperti layaknya teman-teman, sahabat, atau keluarga, tetapi cukup bijak dan mau menjadi pendengar setia. Nalurinya mengatakan laki-laki tua itu bisa jadi teman bicara yang baik dan menyenangkan.

"Satu Americano dingin," Yunlan berkata pada si pelayan.

Laki-laki tua itu kembali meliriknya, lantas meraih cangkir kopi yang tinggal setengah. Menghirupnya perlahan.

"Di mana aku bisa menemukan pompa bensin terdekat?" tanya Yunlan saat si pelayan kembali dan menaruh secangkir kopi dingin.

"Sekitar dua kilometer lagi," jawab si pelayan, membungkuk sopan.

"Mini market?" tanya Yunlan lagi.

"Tepat di samping pom bensin."

"Terima kasih."

Si laki-laki tua mengamati pemuda asing di hadapannya.

Masih muda, paling tidak dua puluh tujuh atau lebih sedikit, tampan, misterius, penampilan high class.

Dia melemparkan lirikan menembus pintu kaca tempat Yunlan memarkir mobilnya.

"Tersesat?" usik si laki-laki tua.

Zhao Yunlan yang baru saja meneguk kopinya, mengangkat wajah menatap orang asing itu.

Rambut kelabu, berkacamata, usia sekitar enam puluh atau lebih sedikit. Kerutan di dahi mengesankan inteligensi, garis senyum terlihat jelas, mungkin dia orang yang selalu bersikap ramah sepanjang hidupnya.

"Kurasa ya. Aku tidak mengenal jalan di kawasan ini," sahut Yunlan.

"Kau datang dari mana?"

"Shanghai."

"Hanya berjarak satu setengah jam perjalanan dari sini."

"Yahh..." Yunlan mencoba tersenyum tipis, dan ia merasa mulutnya kaku.

Apakah aku benar-benar terlihat tersenyum?

Suasana kafe sangat tenang. Di sekeliling mereka hanya ada hamparan kebun teh, langit biru, dan matahari.

"Anak muda yang penuh dengan semangat pemberontakan, mengusir rasa frustasi dengan melarikan diri ke jalan-jalan tak dikenal, marah pada diri sendiri. Kegagalan cinta--- mungkin.." si laki-laki tua bicara lambat-lambat namun mantap.

Yunlan mengernyit, matanya mengerjap-ngerjap heran.

"Anda bicara tentang diriku?" dia menunjuk hidungnya sendiri.

Senyuman ramah kembali terkembang di bibir si laki-laki tua.
"Hidup di bawah tekanan keluarga, atau bisa saja terkurung idealisme sendiri. Menyukai kehidupan bebas, konflik batin yang terpendam, krisis kepercayaan diri."

"A-pa??"

"Terlalu sempurna, sehingga banyak menghadapi kesulitan dalam hubungan sosial. Tampan, sekilas nampak konyol, tapi masih ada kepolosan, dan satu nilai plus lagi. Kaya."

"......."

Si laki-laki tua kembali melirik keluar.

"Aston Martin."

Yunlan terbatuk-batuk.

"Anda sedang menebak-nebak kepribadian dan kehidupanku?" tukasnya datar.

"Yah, itu hobbyku sejak bertahun-tahun lalu, dan tentu saja--- hanya bicara omong kosong."

Si laki-laki tua terkekeh. Mengibaskan tangan dengan lembut.

"Maafkan aku anak muda, aku hanya mencoba mengajakmu bicara. Tak ada siapa pun lagi di sini."

"Hummm, ya,  kurasa aku juga butuh teman bicara."

Yunlan mengetuk-ngetuk cangkir kopinya.

"Jadi, kau datang kemari untuk suatu pekerjaan? Menemui seorang teman? atau berlibur?"

Yunlan menatap ragu-ragu, menyelidiki kejujuran dalam sorot mata si orang asing.

"Seperti yang kau katakan, aku... melarikan diri," ucapannya nyaris berupa gumaman.

"Bagaimana itu bisa terjadi?"

Yunlan menelan liurnya kasar, rasa tak nyaman menyergapnya. Dia memang selalu begitu, kesulitan mengungkapkan perasaan, mengajukan semua keluhan. Dia hanya ingin marah, menggeram, dan menangis.

"Sebaiknya kita berbincang tentang cuaca saja," akhirnya ia berkilah.

Laki-laki tua terbahak sesaat, kemudian mengangguk samar.

"Sesukamu anak muda, aku belum pernah menjumpai hari di musim panas yang seindah ini. Langit biru bening, matahari sangat cerah, tetapi angin berhembus sejuk. Rasanya sungguh nyaman..."

Tiba-tiba Yunlan menyadari bahwa topik cuaca sangat membosankan.

"Aku baru menikah." Dia memotong cepat, bersemangat, tetapi cukup ketakutan untuk bicara panjang lebar.

Jadi langsung ke intinya saja.

"Dua tahun," ia melanjutkan.

Si laki-laki tua tersenyum.

"Pernikahan yang bahagia?"

"Kami akan bercerai," Yunlan berujar lagi, pahit. Ia menyesap kopinya gugup.

Senyuman di wajah laki-laki itu perlahan sirna.

"Ah, sayang sekali," dia mendesah.

"Kalian para anak muda selalu bertengkar meributkan hal kecil, lantas mengambil keputusan dengan gegabah."

"Aku nyaris merasa ini adalah pilihan terbaik. Dia pun begitu. Sudah tidak ada jalan keluar lagi."

"Benarkah??"

"Ya!" Yunlan berkata menggebu-gebu.

Desahan lagi, penuh sesal.

"Tapi, jika kau yakin. Kenapa kau terlihat gelisah dan sedih?"

"Aku---kupikir, aku masih mencintainya," Yunlan tergagap. Pipi dan daun telinganya mulai berwarna merah muda.

"Kau pemuda yang lucu, sudah menikah tapi tampak tidak nyaman membicarakan cinta," komentar laki-laki tua diiringi kekehan.

"Jika kau tidak keberatan, kau bisa berbagi kisahmu denganku," lanjutnya.

Zhao Yunlan serta merta menggeleng.

"Setiap kali aku mengungkit hal itu, aku merasa tidak nyaman."

"Sungguh aneh, kau bilang masih mencintainya. Tapi tak ingin membahasnya, kupikir itu semacam kontradiksi. Biasanya seseorang selalu antusias jika membicarakan orang yang dicintainya."

"Aku tidak tahu, aku hanya bingung."

Yunlan meneguk kopinya sampai habis, dengan lambaian gelisah dia meminta pelayan menambah kopi lagi.

"Ada yang mengganggu pikiranmu?"

Pemuda tampan itu semakin merasa konyol dan tersesat, dia meremas rambutnya.

"Aku menikahi Yu'er dengan sepenuh hati. Yah, awalnya kami memang dijodohkan. Tapi aku dan dia sudah bersahabat sejak kecil. Keluarga kami sama-sama terhormat, kaya, tanpa cela. Kami pasangan ideal, semua orang bilang begitu. Kupikir tak akan ada kesulitan jika menikah dengan sahabat. Kami tidak perlu banyak beradaptasi."

Kata demi kata berhamburan diselingi nafas tersengal.

"Semua tampak baik-baik saja. Tapi di situlah masalahnya. Kenapa semua terasa sangat flat. Membosankan. Bahkan jika aku atau dia jatuh sakit, itu terasa bagaikan variasi. Kami mulai bertengkar dan saling menyalahkan."

"Apa yang kurang dari diriku? Aku muda, pintar, tampan, kaya, semua gadis di kampus atau di kantor mengagumiku. Aku bahkan membantu Yu'er di kebun, karena dia suka menanam dan merawat bunga-bunga. Tapi apa yang terjadi, bahkan kami bertengkar hanya karena satu minuman."

Si laki-laki tua tampak tercengang.

"Sesi minum kopi di taman merupakan saat-saat yang indah buat pasangan. Mereka bisa saling bercerita," komentarnya.

"Dia tidak suka kopi," Yunlan mendesis jengkel.

"Oh, jadi dia?"

"Minum teh. Dia sangat suka teh dengan berbagai jenis."

"Kalau begitu kau bisa mencoba minum teh."

"Tidak! Lagipula apa hubungannya minuman dengan pernikahan?"

"Ada, mungkin kau tidak mencintainya, Nak. Kau bahkan tidak berusaha menyukai minumannya."

Yunlan terbelalak, dia merasa jadi tertuduh.

"Kau keliru. Ah, bagaimana kau bisa berpikir begitu?"

"Jadi, kenapa kalian ingin bercerai?"

"Dia mulai berhubungan dengan laki-laki lain. Aku mendengar kabar burung yang beredar. Aku takut keluargaku dipermalukan. Lalu gagasan bercerai mulai muncul dalam kepalaku. Tetapi ibu menentangku. Dia bilang bercerai tak ada dalam tradisi keluarga kami. Perceraianku dengan Yu'er akan menjadi noda hitam dalam keluarga kami yang sempurna."

Si laki-laki tua mengangguk-angguk maklum.

"Kau tidak ingin bercerai karena masih mencintai istrimu, atau takut menodai reputasi keluargamu?"

"Aku---tidak tahu." Yunlan mengaduk-ngaduk kopi dengan tergesa-gesa sehingga menimbulkan cipratan kecil.
"Aku terlalu memikirkan hal ini sampai aku mengalami insomnia dan mungkin PTSD."

*)PTSD : sejenis gangguan kecemasan

"Bagaimana kau menjalani kehidupan pernikahanmu selama dua tahun?"

"Tak ada yang terjadi. Ehh maksudku, aku--- aku menyaksikan ayah dan ibu menjalani rutinitas mereka dengan teguh. Ibu nampak patuh dan selalu tersenyum kaku, ayah lebih dingin lagi. Tapi pernikahan mereka bertahan sampai sekarang. Jadi kupikir memang begitu aturan mainnya. Setelah aku menikah, aku jadi bertanya-tanya apakah ayah ibuku selama ini bahagia?"

Tanpa disangka, dan tak terelakkan, matanya sedikit memerah oleh kekalutan.

Si laki-laki tua mengeluarkan sehelai sapu tangan kecil dari saku kemejanya, menyerahkan pada Yunlan yang berusaha menarik-narik sesuatu dari kotak tisu yang kosong.

"Sialan, kafe mengenaskan ini bahkan tidak punya tissue," dia mengomel menutupi rasa malunya. Lalu dengan enggan, menerima sapu tangan itu, mengusap wajah, dan membersitkan hidung dengan keras hingga si laki-laki di hadapannya meringis.

"Ayah ibumu suka minum kopi?"

"Yah, ayah minum kopi. Ibu minum teh."

"Persis sama. Kedua minuman itu sulit untuk digabungkan."

"Kau menjadikan masalah hidupku yang pelik sebagai lelucon," protes Yunlan mulai kesal.
"Kenapa kau selalu menyangkut pautkan dengan minuman?"

"Ah, jangan tersinggung anak muda. Kita, kan, sedang berada di kafe." Si laki-laki tua tersenyum tipis.

"Astaga..." Yunlan memejamkan mata dan lagi-lagi meremas rambutnya.

"Kukira awalnya kau seseorang yang bisa kuajak bicara. Kau nampak cerdas dan bijaksana, kupikir kau seorang pakar," ujar Yunlan.

"Yeah. Tepat sekali dugaanmu. Aku memang memiliki kemampuan membaca perasaan seseorang. Tapi sayangnya, mungkin aku tidak bisa membantumu mencari jalan keluar."

Keduanya terdiam, kafe itu semakin hening. Hanya terdengar bunyi coffee maker yang samar.

Setelah beberapa saat menetralkan emosinya. Yunlan mulai tenang. Dia berusaha tersenyum meskipun masih kaku.

"Tuan, apa kau suka menonton film?" tanyanya kemudian.
"Semacam The Bodyguard, Sweet November, City of Angel."

Si laki-laki tua terkesiap, tapi kembali terkekeh sedetik berikutnya.

"Kadang-kadang."

"Mungkin aku terlalu banyak menonton film. Aku terperangkap imajinasiku sendiri."

"Apa maksudmu, Anak Muda?"

"Aku hanya ingin tahu. Apakah cinta sejati itu memang ada?" Dia menatap tepat di mata si laki-laki tua, seakan-akan di sana ada jawabannya.

"Apakah kisah cinta yang indah seperti di film-film itu ada dalam dunia nyata? Apakah akhir yang bahagia itu bisa terjadi dalam hidup seseorang?"

Si laki-laki tua balas menatapnya beberapa lama, lantas berulangkali menarik nafas panjang.

"Aku memiliki semua jawaban dari pertanyaanmu, tapi jika kukatakan sekarang, aku yakin kau tak akan percaya. Kau sedang dalam kondisi yang tidak stabil. Kusarankan kau menemui seorang pakar untuk menjalani konseling."

Yunlan menatapnya tak percaya.

Apa aku terlihat sangat stress?

"Aku bisa merekomendasikan seorang psikiater sekaligus psikolog terbaik di Hangzhou. Dia menyelamatkan banyak pasangan yang nyaris bercerai. Dia juga mampu menangani PTSD. Kemampuannya dalam menangani guncangan dalam pernikahan sangat menakjubkan. Dia tak akan membiarkan siapa pun mengambil langkah itu jika tidak benar-benar terpaksa. Dia sangat membenci perceraian, saking bencinya sehingga ia tak ingin menikah karena takut bercerai."

"....????"

"Tambahan lagi, dia sangat tampan."

Zhao Yunlan mempoutkan bibirnya.

"Memangnya kenapa kalau dia sangat tampan?" dia bergumam tak jelas.

Si laki-laki tua kembali mengeluarkan sesuatu dari saku kemejanya, menaruhnya di dekat cangkir kopi Yunlan.

"Aku yakin dia bisa membantumu. Kita tahu bahwa sebagian keputusan ditentukan oleh Tuhan. Tapi berusaha yang terbaik adalah kewajiban kita. Dia akan menyelamatkanmu dari kehancuran. Temui dia jika sempat. Kliniknya di pusat kota. Hanya setengah jam perjalanan dari sini."

Si laki-laki tua mengangguk mantap, senyumannya kembali terkembang.

Zhao Yunlan menatap nanar pada selembar kartu nama yang ditaruh laki-laki tua itu di depannya. Dengan tangan gemetar, dia mengambil kartu nama itu. Desainnya bagus, sepertinya psikiater yang dimaksud itu cukup berkelas.

Haruskah aku menemui psikiater?
Konseling?
Benarkah hidupku segenting ini?

Dia membaca nama yang tertera di kartu nama.

Dr. Shen Wei Ph.D
Psikiater

Klinik Eternity Konsultasi Psikologi & Hipnoterapi
Metropark Tower Lt. 3
Pinghai Road 27
Telp. 86571-8500-2000

Dia memandangi kartu nama itu tanpa berkedip, tenggelam dalam seribu keraguan. Sampai-sampai ia nyaris tak mendengar ucapan si laki-laki tua selanjutnya.

"Jika teh tidak cocok untuk dicampur dengan kopimu. Kau bisa mencari campuran lain. Bagaimana kalau vanilla?"

Zhao Yunlan mengangkat wajah, kebingungan membayang di matanya.

"Mungkin."

Si laki-laki tua tersenyum lagi.

Misterius.

"Vanilla?" Yunlan bengong. Semakin lama ia merasa bahwa laki-laki tua ini aneh, ia khawatir gangguan kecemasannya semakin memburuk gara-gara bicara dengan sembarangan orang.

"Dr. Shen sangat manis." Laki-laki tua itu melontarkan lirikan yang sulit diungkapkan.

"Seperti vanilla."

"...???"

To be continued

Vote and comment if you like this story

A/n : Hallo reader, ketemu lagi dengan Weilan Family.
Ini FF Weilan aku yang kedua. Genrenya romance dan ringan dengan sedikit drama.

Yah, buat selingan.
Semoga suka.

💞💞💞

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro