Tragedi
[name] Bambang Wijaya.
Kaget ketika mendapati ruang MJ3 kosong melompong. Penghuninya hanya tasnya Kuroo, Bokuto, dan Tendou Juga gitarnya Suguru. Tidak biasanya ruangan ini kosong selepas bel derbunyi. Tanpa ada kegiatan pun, biasanya abak-anak MJ3 akan mampir untuk sksedar nongkrong-nongkrong nggak guna.
Tapi tak masalah. Kalau sepi begini kan gue jadi lebih fokus. Pilo (picolo gelo) menyuruh gue buat bikin tiga naskah dengan tema yang berbeda. Katanya persiapan buat lomba rutinan yang akan di lakukan universitas Smart people.
Lomba teater di Univ smart people bukan main-main. Tingkatnya sudah nasional. Tahun lalu, kita Cuma mampu memboyong juara ketiga. Dan piala untuk aktor terbaik oleh Tendou.
Waktu itu peran Tendou jadi iblis jahat. Jahat banget malah. Kata juri Tendou sangat menjiwai. Tapi emang dasarnya Tendou begitu.
Gue ngeluarin laptop dari tas. Sumpah ya, tas gue jadi berat banget. Rasanya pengen di seret aja. Baru aja mau buka microsoft word. Tiba-tiba ada gangguan. Pintu MJ3 baru aja di ketuk. Nggak mungkin anggota MJ3. Kalau mau masuk sini mereka nggak bakal pake acara ketuk pintu dulu.
Dengan kesal. Gue buka pintu tersebut. Di sana ada Atsumu dan cewek berambut pendek yang gue nggak tahu siapa.
"Ada perlu apa ya?"
"Ini kak, mau minta pendapat kak [name] soal naskah buat teater anak-anak kelas 10."
Kemarin gue nggak ikut kumpulan jadi nggak tahu macam mana aja muka anggota kelas 10. "Sini di dalam aja. Sepatunya lepas ya."
Cewek itu dan Atsumu masuk. Seperti biasanya. Kami lesehan. Cewek itu lalu menyodorkan lembaran kertas yang sudah di jilid ke gue. "Ini bikin sendiri?"
Dia menggeleng. "Adaptasi dari legenda tangkuban perahu kak. Soalnya kalau mau bikin sendiri waktunya mepet."
"Nggak masalah. Waktu angkatan gue juga ceritanya tentang candi prambanan." Gue senyum kecil. "Gue baca dulu ya."
"Iya kak."
"Santai dulu aja. Mau makan juga boleh."
Mata gue emang fokus baca naskah. Tapi sesekali ngelirik kearah Atsumu yang duduk bersila sambil menopang dagu diatas tangan kanan. Nggak ada yang mengganggu dari cara duduknya. Yang mengganggu itu tatapan matanya ke gue.
Sampai gue selesai baca. Atsumu masih ngeliatin gue. Ini bocah kenapa sih. Terus apa fungsinya dia ikut kesini.
"Maaf ya, namanya siapa? kemarin gue nggak ikut kumpulan soalnya."
"Ulf kak."
"Oh Ulf. Ini udah lumayan bagus. Cuma untuk babak kedua di hilangkan saja soalnya kurang penting dan nggak ada pengaruhnya. Kalau pun dihilangkan, nggak masalah." Ulf Cuma angguk-angguk. "Terus, untuk bagian babak ke empat. Percakapannya di perbaiki lagi, terlalu bertele-tele soalnya. Selebihnya udah oke."
"Makasih kak."
"Perannya udah dibagiin?"
"Belum kak. Nunggu konfirmasi naskah dulu soalnya."
"Oke. Semangat ya."
"Makasih kak. Pamit dulu kak." Ulf berdiri. "Yuk Tsum."
"Lo duluan aja lah, gue masih mau disini."
"Terserah aja deh," kata Ulf. "Mari kak." Ulf berjalan kearah pintu, memakai kembali sepatunya. "Ini pintunya di tutup apa jangan kak?"
"Jan—"
"Tutup aja!" seru Atsumu. Sialnya. Ulf malah nurut apa kata Atsumu.
Seperginya Ulf. Atsumu yang tadinya duduk di depan gue, langsung pindah kesamping. Gue nengok ke Atsumu. Dia malah nyengir. "Kalau nggak ada urusan, mending lo pergi aja."
"Atsumu kan anggota MJ3 juga."
"Garis bawahi. Belum resmi."
Atsumu ngehela napas Sementara gue mencoba fokus ke laptop. "Kalau nggak ada urusan mending pergi."
"Kata siapa Atsumu nggak ada urusan. Ada kok." Gue Cuma ngerilirik singkat. Terus kembali fokus ke laptop. "Ngapelin kakak."
Refleks, gue langsung mukul bahu Atsumu. Bukannya mengaduh kesakitan, malah tetawa. Caman tak betul nih budak.
"Sana pergi. Gue lagi sibuk hush... hush..." Gue ngusir Atsumu macam ngusir ayam.
"Nggak mau. Emang kak [name] sibuk apa. Siapa tahu Atsumu bis abantu."
"Bikin Naskah."
"Atsumu bantu doa sama nyemangatin aja ya."
"Udah sana pergi!"
"Gitu banget sih sama Atsumu."
"Lo nyebelin."
"Assalamu’alaikum ya ahli kubur."
Nggak pernah gue segirang ini ngeliat kedatangan Bokuto. Padahal masih di lingkungan sekolah. Tapi Bokuto Cuma pakai kolor sama kaos polos. Katanya sih, Bokuto udah menganggap sekolah sebagai rumah kedua. Makannya dia bisa santai banget kalau di sekolah.
"Waa’laikum salam."
"Lah, Tsum ngapain lo kesini?" tanya Bokuto yang langsung rebahan di kelas.
"Ngapelin kak –Aww!" tepat sebelum Atsumu menyelesaikan kalimatnya, gue udah lebih dulu nyentil jakunnya. "Sakit kak." Atsumu pasang wajah sok imut. Jijik gue jadinya.
"Ngomong yang nggak-nggak lagi, gue sentil ginjal lo!" Ancam gue. Mata gue bergulir ke Bokuto yang lagi santuy rebahan sambil kipas-kipas pakai kipas bambu. "To, yang lain pada kemana?"
"Yaku sama Kuroo di osis. Suguru lagi nganter Mika beli boba."
Ngomongin Boba, gue jadi pengen. 'To, beliin gue boba dong. Nanti lo juga gue kasih."
"Males. Panas." Nggak biasanya Bokuto nolak gratisan. Apa besok indoensia bakal jadi negara adidaya.
"Kak [name] mau boba?" tanya Astumu. Gue langsung ngangguk aja. "Atsumu beliin ya." Atsumu langsung berdiri.
"Tsum, ini duitnya."
"Nggak usah." Atsumu senyum. "Kak [name] mau apa lagi? Cemilannya nggak?"
"Nggak usah."
"Oke, Atsumu pergi dulu. Jangan kangen ya."
"Tsum, gue satu!" teriak Bokuto.
"Beli sendiri bang, punya kaki berotot buat apa."
Gue melongo. Nggak nyangka omongan Atsumu pedes juga. Biasanya kan selama ini dia selalu ngomong manis gitu.
"Junior sialan lo ye!" Bokuto sampe bangkit duduk buat maki Atsumu yang udah pergi keluar. "Gue juga pengen boba padahal."
"Beli sendiri."
"Males Bang."
Nggak ngeladeni Bokuto. Gue kembali fokus ke laptop. Otak gue mendadak blank. Dan malah kepikiran Atsumu. Sialan emang. Kenapa sih dia baik banget gitu. Bikin orang baper aja.
"Bang!" Panggil Bokuto. "Lo tahu Konoha nggak?"
"Konoha? Anaknya juragan kolor?" Bokuto ngangguk. "Kenapa emang."
"Lo tahukan dia pacaran sama Yukie. Terus kayaknya dia selingkuh dari Yukie deh."
"Kok lo bisa bilang gitu To?"
"Kemarin gue liat dia berduaan sama cewek di mall."
"Adiknya mungkin. Atau temen."
"Dih, mereka mesra banget. Pake gandengan, cubit-cubitan pipi, terus sender-senderan. Kalau temen atau saudara nggak mungkin deh sampai gitu."
Gilasih, gue nggak habis pikir. Masa iya Konoha selingkuh. Yukie itu cantik, baik, segalanya pokoknya. Kecuali napsu makannya yang nggak berakhlak. Kok masih aja dia selingkuh ya. Heran. Apa ceweknya lebih cantik dari Yukie. But wait... Yukie aja udah cantik banget. Mau secantik apa lagi coba. "Lo kenal siapa ceweknya?"
Bokuto geleng. "Gue bingung harus gimana. Mau ngasih tahu Yukie tapi takut salah."
"Lo tunggu dulu sampai ada bukti yang kongkrit To," kata gue sok bijak kayak mario teguh. "Gue juga bakal tanya-tanya ke Yukie apa Konoha mencurigakan atau sikapnya agak berubah gitu. Maap ya To, nggak bisa bantu banyak."
"Nggak masalah Bang. Lo mau dengerin aja gue udah senang kok." Bokuto senyum lebar.
Di balik sikapnya yang berisik dan mulutnya yang kaya toa orasi. Bokuto ini sebenarnya cukup memikat. Nggak heran banyak degem yang ngefans ke Bokuto.
Nggak berselang lama, Atsumu balik lagi bawa satu boba sama sama berbagai cemilan. Padahal gue nggak minta di beliin cemilan. Mungkin buat dia kali.
"Woy punya gue mana?" tanya Bokuto.
"Nih bang," Atsumu nyodorin kantong plastik indimart. "Ada air mineral disitu."
"Gue maunya Boba!" mulut Bokuto monyong. Biasa. Mulai ngambek
.
"Ye beli sendiri aja sana." Atsumu lalu ngasih Boba ke gue. "Nih kak. Minumnya hati-hati ya."
"Serius nggak usah bayar?" Astumu Cuma senyum. "Thanks."
Sampai gue selesain setengah naskah untuk satu tema, Atsumu masih tetep di ruang MJ3 tapi seenggaknya dia nggak ngeliatin gue terus. Karena sibuk main gaple sama Bokuto. Yang gue liat, Atsumu klop banget sama Bokuto. Memang Bokuto dan Atsumu sama-sama friendly sih.
Gue renggangin badan. Capek juga, padahal ngetik cuma sebentar. Gue mijit-mijit leher. Rasanya agak pegel. Mungkin bikin Naskahnya di lanjut nanti aja kali ya. Toh deadline-nya masih lama.
Pulang aja kali ya.
Laptop, dan alat-alat tulis yang lain gue masukin ke tas. "Gue pulang dulu ya."
"Eh, Atsumu anter ya kak."
"Tsum, tanggung satu ronde lagi lah."
"Nggak usah. Lo lanjutin main gaple aja sana."
"Nggak bisa. Prioritas Atsumu itu kak [name]. Bukan gaple."
Anjir, jadi baper lagi kan. Padahal tadi udah susah payah netralin perasaan gue. "Gue naik ojol tsum."
"Tsumu anter biar lebih hemat."
Percuma kalau debat sama Atsumu. Dia nggak mau ngalah banget. "Terserah lo aja."
"Lah, gue ditinggal sendiri nih? Yaudah gue pulang aja." Bokuto langsung nyember tas nya. "Yuk bareng ke parkiran. Biar gue nggak ngenes banget."
Dijalan menuju parkiran, kita papasan sama Kuroo yang bawa tumpukan berkas. Kayaknya dia masih sibuk di osis.
"Mau pulang?" tanya Kuroo.
"iya nih Kur, bete di vrindafan nggak ada orang," kata Bokuto. "Lo sih, sok sibuk banget. Temeniin gue napa."
Vrindafan itu nama lain ruang MJ3. Si Tendou yang ngasih nama gitu. Katanya kece.
Kuroo ketawa. "Sori ya, gue orang sibuk. Btw, Bang, lo pulang sama..." Kuroo neglirik singkat kearah Atsumu. "Nggak mungkin kan lo pulang sama dia?"
Gue Cuma ngedikkin bahu.
"Gue yang nganterin kak [name]. Kenapa?" Atsumu tiba-tiba nyolot.
Serius ini Atsumu. Gue baru tahu dia bisa nyolot. Apalagi ini ke Kuroo. Ketua MJ3.
Kuroo mendengus geli. "Serius lo mau dianterin dia. Dia bukan anak baik-baik lho. Salah-salah lo—"
"Bangsat ya lo!" Atsumu langsung narik kerah baju Kuroo. "Lo maunya apa hah?!"
"Gue Cuma mau ngasih tahu Bambang."
"Kalian jangan ribut, plis. Malu-maluin MJ3," kata gue. Sayang, mereka nggak menggubrisnya.
"Weh kok ribut sih. Tapi nggak apa-apa, gue seneng," kata Bokuto.
"To! Lo harusnya lerai mereka."
"Eh maaf maaf."
Bokuto berusaha nenangin Kuroo sementara gue nenangin Atsumu. Tapi kayaknya usaha kita berdua sia-sia. Kuroo masih terus mancing emosi Atsumu, dan Atsumu makin memanas.
"His, udah kalian berdua," teriak gue.
“Tsum udah tsum, ingat si Kuroo pantatnya item,” kata Bokuto.
Nggak ada nyambunya burhan.
"Persetan! Mau pantatnya item, coklat, atau ijo, bodo amat!"
"Atsumu—"
Duagh...
Anjir, ini sakit banget. Barusan muka gue nggak sengaja kesikut sama Atsumu. Sialnya, sikut Atsumu keras banget kayak batu. Hidung gue sakit banget. Rasanya cenut-cenut, nyilu gitu. Apa ini hidung gue patah.
Sementara Kuroo sama Atsumu masih lanjut ribut. Atsumu sama Kuroo nggak sadar kalau gue kesikut kayaknya.
"Bambang, hidung lo berdarah!"
Begitu Bokuto teriak. Atsumu sama Kuroo langsung berhenti. Keduanya menatap gue panik.
Bokuto bilang apa tadi. Darah. Sontak, gue megang bagian filtrum gue buat meyakini itu. Basah, gue juga baru sadar kalau tercium bau besi yang kuat. Gue liat ada darah di telunjuk gue.
"To, darah to," teriak gue panik.
"Iya Bang itu emang darah, bukan marjan." Kok Bakuto kelihatan biasa aja.
Kuroo sama Atsumu langusng berhenti gelut. Mereka mendadak panik.
"Tisu woy tisu!" teriak Kuroo.
"Kak, masih ingat atsumu yang ganteng ini nggak?"
"To tisu to!" Kuroo makin nyolot.
"Nggak punya. Pake kertas aja kali ya." Bokuto ngubek-ngubek tasnya terlus nyobek secarik kertas dari salah buku catatan ekonominya yang masih keliatan kosong melompong. "Nih Kur, nih!"
"Sini Bang!" Kuroo udah siap dengan kertas pemberian Bokuto.
Tangan Atsumu yang tak berakhlak langsung nyerobot kertas tersebut. "Sini biar gue aja. Tangan lo kan bau abis cebok soalnya."
"Sok tahu, gue boker di wc dudukan!"
"Hilih miskin aja sok iye."
"Bangsat ye lu!"
"Kalo gue bangsat lu apa hah?!"
"Kalian berdua bisa diem nggak sih?!"
Terikan gue kali ini didenger mereka. Untung hari ini gue sempet beli tisu di koperasi. Jadi gue nggak usah pake kertas bekas dipegang tangan anak-anak cowok itu.
Sambil megangin hidung yang masih cenut-cenut gue nyamperin Bokuto. "To, lo bawa motor kan?"
"Eh iya bang, kenapa?"
"Anterin gue pulang." Langsung gue tarik tangan Bokuto. Yang di tarik protes berisik banget. Tapi nggak gue ladenin. Atsumu sama Kuroo manggil-manggil. Tapi biarin lah. Mau ribut lagi juga silahkan. Gue Cuma pengen cepet ketemu kasur empuk terus rebahan.
╰TbC╮
Kalian nggak baper sama Atsumu apa :")
Aku Kadang suka baper lho...
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro