Sasaeng
[Name] Bambang Wijaya
Rasa-rasanya kok dari tadi kayak ada yang ngikutin gue ya.
Semenjak ada yang ngirim pesan aneh gue jadi serba was-was. Ngapain aja jadi ngerasa nggak nyaman. Parno sendiri gitu.
Berkali-kali gue nengok kearah belakang, nggak ada apa-apa. Tapi kerasa banget kayak ada yang ngikutin.
Gue mempercepat langkah. Tapi masih kerasa aja ada yang ngikutin. Apa cuma perasaan doang.
Buat mastiin, sekali lagi gue nengok kebelakang.
"Usman, lo ngapain?"
Cowok itu kaget. Terus dia tengok ke kanan-kiri. Nggak lupa, kebelakang juga.
"Gue?" dia nunjuk diri sendiri.
"Iya lo, Usman."
"Gue bukan Usman."
Duh salah lagi. Siapa ya namanya, perasaan ada huruf s nya.
"Sa-samun?"
"Siapa lagi tuh."
"Soman?"
Kembaran Atsumu menghela napas. Kayaknya dia udah lelah.
Mungkin karena lagi banyak pikiran. Nama kembarannya Atsumu jadi sulit nyantol di otak gue.
"Nama gue Osamu," katanya. "Terus gue disini, karena gue sekolah disini."
"Sekolah disini?!"
"Iya mulai hari ini."
Gue jadi kasian sama Atsumu. Dia pasti makin sedih karena takut dibanding-bandingin terus. Pantes galaunya udah level dewa.
"Terus ngapain lo kaya orang linglung?" tanya gue.
"Lagi nyari ruang kepsek."
"Udah tahu dimana?"
"Belum."
"Biar gue anterin."
Osamu diam beberapa saat. "Nggak usah deh."
"Lho kenapa? entar lo nyasar lagi."
"Gampang nanya ke orang."
"Okedeh, terserah lo aja." Gue lanjut jalan. Ternyata emang cuma perasaan gue aja. Parnoan gini nggak enak banget.
"Eh tunggu!"
Gue noleh, rupanya Osamu.
"Lo bisa anter gue ke toilet dulu?"
"Tadi bilangnya nggak usah."
"Itukan ke rung kepsek. Kalo ini ke toilet. Gue kebelet."
"Oke, ikut gue."
Ada-ada aja si Osman.
"Btw Lo kelas berapa?" Tanya gue biar nggak canggung-canggung banget.
"1-5."
Syukur deh nggak sekelas Atsumu. "Btw, deket kelas lo juga ada toilet kok. Yang deket tangga tuh. Kalo lo kebelet tinggal kesitu aja."
Osamu berhenti jalan. Otomatis gue juga ikutan berhenti. Kita tatap-tatapan macem adegan di film-film India. Tanpa efek jreng... jreng... tentunya.
"Sekarang gue tahu kenapa Atsumu suka sama lo."
*
"Eh katanya si Atsumu punya kembaran lho!"
"Yang bener?!"
"Iya, sekelas sama Mai."
"Beneran Mai?"
"Iya. Awalnya juga gue kira Atsumu ganti warna rambut. Mukanya persis banget soalnya."
"Kan kembar."
"Terus, terus, orangnya kayak gimana? Apa nyebelin kaya si kuning?"
"Kagak, dia alim. Dingin kayak es."
"Kok bisa bertolak ukur begitu ya?"
"Tolak belakang woy! Lawak mulu kaya sule."
"Susu kedele?"
"Sule ex ovj woy!"
"Oh yang gagap itu?"
"Itu Azis, ih si bagong nyebelin banget!"
"Eh, kok malah pada ngobrol aja. Cepet siap-siap, bentar lagi mau gladi lho!"
"Eh kak Bambang!"
Mai, Ulf, sama Kaori langsung kaget. Mereka bertiga kalo udah ngerumpi emang tidak mengenal tempat dan waktu. Suaranya gede banget. Mana berapi-api. Macem pahlawan mau ngsuir penjajah.
Sebenarnya alasan gue negur mereka karena takut entar tiba-tiba Atsumu denger terus jadi down.
Bukan apa-apa ya. Takut berpengaruh ke latihan aja.
"Iya nih kak, si Ulf ngajak gosip," tuduh Kaori sambil dorong Ulf. Hampir aja tuh bocah ngejungkel.
"Lah kok gue, kan lo yang mulai!" Ulf balas dorong Kaori.
"Lah kok gue?!"
"Kan emang ya lo Kaor!"
"Kan lo!"
"Lo!"
"Stop!" Gue langsung memposisikan berdiri di tengah mereka. "Cukup, jangan ribut lagi. Sekarang mending kalian siap-siap."
"Tahu nih si Ulf-"
"Tahu nih si Kaor-"
"Cukup!" mereka berdua langsung kicep. "Jangan ribut lagi. Mau Hana yang turun tangan?"
Mereka bergidik. Ibu bendahara emang paling yang ditakuti di MJ3. Jangankan di eskul. Satu sekolah kayak nya pada takut sama dia.
Tanpa banyak omong lagi, Ulf dan Kaori langsung balik kanan. Bergabung sama anak kelas satu yang lagi siap-siap.
"Lo ngapain masih disini?" tanya gue ke Mai yang cengengesan.
"Kak Bambang hari ini ada pelajaran olahraga kan ya?"
"Iya, kenapa emang?"
"Boleh minjem celana olahraganya nggak? Hari ini gue lupa bawa."
Adegan punya Mai emang agak ribet sih. Banyak gerak sama lompat. Pasti nggak nyaman kalau pake rok. Btw, peran Mai itu jadi Jin yang di panggil sangkuriang buat bikin perahu.
"Bentar ya, gue ambil dulu." Lantas, gue langsung ngambil tas gue.
Eh lho, kok nggak ada ya. Apa jangan-jangan ketinggalan di kelas.
"Mai, tunggu bentar ya. Kayaknya ketinggalan di kelas deh."
"Mau dianter apa nggak?"
"Nggak usah. Biar gue sendiri aja."
Dengan berlari, gue langsung menuju kelas. Masih ada beberapa anak yang lagi piket disana. Gue cari di kolong tapi nggak ada. Tanya anak-anak piket pun nggak ada yang tahu.
Mungkin masih diruang ganti kali ya. Gue langsung kesana. Tapi tetep nggak nemu.
Seinget gue, setelah ganti baju. Gue langsung kembali ke kelas sambil bawa baju olahraga gue. Terus gue taruh di atas meja dulu, karena gue mau beli jajan di kantin. Abis balik dari kantin, langsung ditaruh di dalam tas. Abis itu, nggak pernah gue keluarin lagi.
Kok nggak ada ya. Apa gue salah inget, atau ada yang ngambil.
Tapi ngapain juga ngambil seragam olahraga gue. Mana udah buluk juga.
Kemana ya...
Niatnya mau nanya ke anak-anak kelas lewat grup, tapi perhatian gue teralihkan ke pesan whatsapp dari orang ga jelas.
Udah gila nih orang!
*
Panik, gue langsung nyeret Tendou buat ke Vrindavan. Cuma ada kami berdua di ruangan ini. Yang lain pada sibuk di aula.
Untungnya, Mai berhasil dapat pinjeman celana lain.
"Bang, lo mau ngapain gue? Gue masih suci lho bang. Iya... Yameteh..."
"Ten, plis. Jangan berulah!"
Tendou langsung pasang muka serius. Dia tahu, kalau gue udah nggak bisa mentolerir kebegoannya. Pasti ada sesuatu yang serius.
"Masalah si stalker lagi?" terka Tendou.
Langsung gue sosodorin ponsel gue ke dia.
"Bangsat!" jarang banget Tendou ngumpat penuh dengan penghayatan gini. Dia pasti nggak kalah keselnya sama gue.
"Tapi sekarang kita tahu, kalau si stalker satu sekolah sama kita," kta Tendou. Nada bicaranya jadi serius.
"Gue jadi makin ngeri Ten."
"Inget nggak, lo ninggalin tas dimana aja?"
"Kelas. Tapi nggak mungkin ada yang ngambil. Soalnya di kelas selalu ada orang."
"Selain itu?"
"Di depan Vrindavan. Tadi, pintu kan masih ke kunci. Dan kuncinya ada di Asahi. Gue sama Kiyoko mau nyari Asahi. Jadi gue nitipin tas gue ke... Kuroo dulu."
"Kuroo?"
"Iya."
"Pak ketu emang tampang kriminal tapi gue nggak bisa mencurigai dia."
"Iya sih..."
"Untuk sementara waktu, gue selidiki dulu. Kalo emang pelakunya Kuroo, ada baiknya kita selesain dengan cara baik-baik. Tapi kalau emang bukan dia, kita langsung lapor ke polisi."
"Ten... Gue takut. Sumpah gue takut banget. Kalau masalah di-bully atau di caci gue masih bisa hadapin. Tapi ini..."
Tendou megang bahu gue kenceng banget. "Bang jangan takut, ada gue. Dengan lo panik dan takut begini, lo justru bikin si pelaku seneng."
Gue cuma bisa diem dengerin semua ocehan Tendou.
"Untuk saat ini. Lo nggak boleh kemana-mana sendirian. Entah itu cuma ke kantin atau ke toilet. Harus ada yang nemenin lo. Kalau ada apa-apa langsung hubungin gue. Oke?"
"Ten..."
Tendou langsung meluk gue. Mencoba ngasih ketenangan sekaligus meyakinkan gue, bahwa dia memang bakal selalu ada.
Orang bilang Tendou freak parah. Tapi bagi gue, dia sahabat terbaik. Bersyukur banget sama Tuhan karena udah nyiptain manusia kaya Tendou.
"Makasih ya Ten."
"Jangan lupa, traktir nasgor depan komplok. Lima porsi ya."
"Iya Ten iya..."
*
"Tsum, tolong jagain Bambang dulu ya. Gue ada perlu. Awas lho, jangan di unboxing."
"Eh Ten, mau kemana?" gue panik. Semenjak dapet pesan tadi. Gue selalu nempel ke Tondou.
"Ada urusan bentar. Lo sama Atsumu aja dulu Bang. Kalau dia macem-macem, tendang aja bijinya sampe hancur."
"Siap bang! Gue bakal jagain kak [Name] sebaik mungkin. Tenang aja."
"Dah ye, gue cabut dulu."
"Jangan lama-lama Ten!" teriak gue. Tendou cuma balas pake senyum nyebelin.
Gue sama Atsumu duduk di bangku deket tempat parkir. Tadinya kita mau balik, karena acara gladi udah selesai. Tapi tiba-tiba aja Tendou ada urusan. Jadi harus nunggu disini.
Pikiran gue masih di hantui si stalker. Semenjak tahu dia ada di lingkungan sekolah ini Gue juga jadi waspada ke semua orang yang gue temui.
Tendou emang udah nyuruh gue buat tenang dan jangan takut. Tapi tetep aja susah.
Rasanya bener-bener takut.
Gue langsung kaget pas ngerasain ada yang megang bahu gue. Oh ternyata Atsumu yang lagi nyampirin jaketnya ke bahu gue.
"Dingin," kata Atsumu sambil nyengir.
"Lo?"
"Atsumu kuat."
"Boong."
"Sebenarnya dingin sih, jadi pengen di peluk kak [Name] hehehe..."
Dih nyebelin. Niat gue mau ngembaliin jaket ke yang punya. Tapi malah di tahan tangan Atsumu.
"Eh nggak usah. Cuma bercanda kok. Udah, kak [Name] aja yang pake," bacotnya sambil benerin posisi jaket.
"Yakin?"
"100% yakin."
"Btw, Tsum, gue tadi ketemu kembaran ko." Entah kenapa tiba-tiba kepikiran aja.
Ekspresi Atsumu langsung berubah jadi agak sendu gitu. "Mulai hari ini, dia jadi murid di sekolah ini."
"Lo nggak apa-apa?"
Dia geleng.
Ragu, gue memberanikan diri megang bahu Atsumu. "Tsum, lo emang nggak bisa maksa semua orang buat nerima lo. Tapi Tsum, di dunia ini pasti ada orang yang nerima lo. Enggak peduli meskipun lo nggak pinter atau penuh ke kurangan."
Atsumu masih bergeming.
"Contohnya, temen-temen lo. Terushima, Futakuchi, dan anak-anak MJ3 lainnya. Mereka semua mau nerima lo nggak peduli seburuk apapun sikap lo."
"Kalau kak [Name] bagaimana?"
"Eh?"
"Kalau kak [name] mau nerima Atsumu nggak?"
Ini kenapa gue yang deg-degan. Mana tatapan Atsumu dalam banget. Saking dalamnya, gue bisa kelelep. Gawat nih.
"Gu-gue juga nerima lo kok." kenapa jadi gagap gini. Lo kenapasih [Name].
Muka Atsumu jadi sumringah. Mirip kucing jalanan yang suka di kasih wiskas sama bapaknya Tendou.
"Sebagai temen dan junior tentunya," lanjut gue cepat. Takut ada kesalah pahaman.
Atsumu menghela napas. Dia keliatan kecewa. Tapi nggak sesedih tadi.
Tiba-tiba aja, Atsumu nempelin tangan kanan gue ke pipinya. Jantung gue makin nggak karuan pas Atsumu senyum.
Bukan senyum yang nyebelin, tapi senyum tulus yang buat Atsumu jadi keliatan lebih ganteng.
"Kayaknya, healing terbaik Atsumu itu emang ketemu kak [Name]."
"Misi mbak, mas."
Gue langsung narik tangan gue. Kok bisa-bisanya gue terbawa suasana. Sampe pasrah aja sama perlakuan Atsumu.
Mana kepergok tukang bersih-bersih pula. Jadi malu.
"Numpang nyapu dulu ya."
"Iya pak silahkan," balas Atsumu ramah. "Bapak pegawai baru ya?"
"Iya, saya baru kerja sekitar tiga mingguan disini," balas si petugas sambil menyapu.
"Oh pantes saya kayak baru pertama kali liat bapak. Biasanya kan yang suka sapu-sapu tuh pak Toji."
Gue nggak nyangka, circle Atsumu luas juga ya. Dia bahkan kenal sama petugas kebersihan sekolah.
"Katanya udah berhenti."
"Lho kenapa? Padahal asik nyebat sambil ngobrol sama dia."
Gue langsung ngelirik kearah Atsumu.
"I-itu dulu kak. Sekarang mah Atsumu udah nggak ngerokok lagi. Tanya aja sama Futakuchi."
"Saya juga kurang tahu tuh," balasnya. "Saya nyapu sebelah sana dulu ya. Mari mas, [Name]."
"Oh iya pak mari," balas Atsumu.
Tepat setelah bapak petugas kebersihan tadi pergi, Tendou langsung balik. Apa mereka udah janjian ya.
"Bang, balik yuk!" ajak Tendou santai.
Tadinya gue mau balikin jaket Atsumu kedia. Tapi Atsumu nolak. Katanya biar gue aja yang make. Agak enggak enak sih. Tapi mau gimana lagi, Atsumu maksa gue.
Kita bertiga balik, gue di bonceng Tendou dan Atsumu ngebonceng angin. Tapi di persimpangan dekat sekolah, kita pisah jalur. Katanya Atsumu harus beli pupuk buat tanamannya.
Gue sama Tendou sampai lebih awal. Mungkin Atsumu masih di jalan kali ya.
"Ten."
"Apa?" balas Tendou sambil mainin helm yang tadi gue pake.
"Tadi lo habis ngapain?"
Tendou diam sesaat. Terus dia senyum. Bukan senyum jahil yang biasa dia pamerin. Tapi senyum mencurigakan mirip joker lay lay lay lay...
╰TbC╮
Menurut kalian stalkernya siapa?
26 Agustus 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro