Prioritas
[name] Bambang Wijaya
"Pak, seblak paket komplit level lima nya satu lagi!"
"Siap, neng!"
Ini udah mangkuk seblak ke tiga yang gue pesen. Atsumu udah nyuruh gue berhenti. Bukan karena dia bokek, tapi karena takut lambung gue kenapa-napa. Baper jangan.
Bodo ah. Kalau lagi emosi memang paling asik makan yang pedes-pedes.
"Ini seblak yang terakhir ya kak," kata Atsumu.
"Nggak janji."
"Kalau kak [name] nambah lagi, Atsumu kecup lagi nih pipinya."
Gue melotot. Atsumu bales melotot. Loh, kok malah jadi adu tatapan. Menghela napas, gue emang nggak bisa ngalah sama si kuning yang satu ini. "Iya Tsum, iya. Ini yang terakhir. Jadi lo nggak usah melotot ke gue lagi."
Tangan Atsumu menyebrangi meja Cuma buat ngelus kepala gue. Kita emang duduknya berhadap-hadapan. Sebenarnya tadi Atsumu minta buat duduk berdampingan. Tapi gue tolak. Takut kejadian waktu di alun-alun terulang.
"Nah gitu dong," kata Atsumu. "Kak [name] serius nggak kenapa-napa?"
"Serius, Tsum," jawab gue. "Yang harusnya dikhawatirin itu bukan gue. Tapi anak-anak yang tadi. Gue semoet nggak sadar nendang muka salah satu dari mereka."
"Ngapain khawatirin mereka. Prioritas Atsumu kan kak [name]." Kenapa pake senyum segala. Nyebelin. "Juga, kak [name] nggak perlu ngerasa bersalah ke mereka. Tindakan kakak udah bener kok. Keren malah. Atsumu jadi makin cinta."
"Makin hari makin pinter ngegombal aja ya lo."
"Jangan salah. Atsumu Cuma ngegombal ke kak [name] doang kok."
"Hilih!"
"Tapi serius, kak [name] nggak kenapa-napa?"
"Serius, Miya Atsumu."
"Terus kenapa tadi nangis?"
Gue diem. Terus kaget begitu ngerasa ada yang ngelus tangan gue yang lagi anteng ngetuk-ngetuk meja. Rupanya si Atsumu. Tadinya gue mau langsung narik tangan gue. Tapi Atsumu nahan.
"Atsumu Cuma mau mastiin kak [name] baik-baik aja."
Tuh kan, gue ngalah lagi. Kayaknya hukum cewek selalu menang nggak berlaku kalau gue Cuma berduaan sama Atsumu. "Gue nggak terluka kok Tsum. Secara fisik emang nggak." Dada gue jadi sesek lagi. Sialan, jadi mau nangis lagi. "Tapi hati gue sakit. Banget."
Atsumu diam menyimak. Nggak ada tanda-tanda dia mau ngebacot. Sementara tangannya masih setia menggenggam tangan gue.
"Selama ini gue diam pas di gosipin karena gue nggak pernah nyari perkara, tapi..." ah akhirnya gue nangis lagi. Rasanya dada gue sakit banget. Kaya ada sesuatu yang menghimpit gitu. "Gue cuma mau masa SMA gue damai."
Atsumu pindah kesebelah gue. Karena lagi dalam kondisi begini, gue nggak terlalu merisaukan. Si kuning Cuma diam dengerin omongan gue yang makin kacau. Kadang dia ngangguk. Padahal gue yakin dia nggak paham dengan apa yang gue omongin.
"Udah?" tanya Atsumu begitu gue selesai bacot panjag lebar. "Kalau masih ada yang ngeganjel keluar aja. Atsumu bakal setia dengerin kok."
"Perasaan gue absurd banget Tsum."
"Namanya juga manusia. Itu wajar."
"Gue tahu mereka giniin gue karena gue deket sama lo dan pernah jalan sama Semi. Tapi emang salah. Gue Cuma mau temenan sama Semi. Dan kalau masalahnya lo. Itu salah lo yang deketin gue mulu, bukan salah gue!"
Atsumu Cuma nyengir. Sialan memang.
"Mending lo sekarang ngejauh aja dari gue, jangan deket-deket."
"Dengerin, Atsumu." Nada bicaranya berubah jadi serius gitu. Apa ini, si kuning marah. "Atsumu udah bilang kan kalau kak [name] itu perioritas Atsumu. Sebisa mungkin, Atsumu bakal berusaha buat selalu ngelindungin kak [name]. Dan apa yang terjadi hari ini diluar kendali Atsumu. Dan Atsumu janji, untuk kedepannya hal macam gini nggak bakal terjadi lagi. Jadi jangan usir Astumu. Jangan larang Atsumu jauh dari kak [name]."
Kok gue jadi...
"Seblaknya pedes banget ya neng, sampe nangis gitu," –Mamang seblak yang sok tahu.
*
Miya Atsumu
Selepas nganterin kak [name] ke rumahnya dengan selamat dan sentosa. Gue nggak langsung balik ke rumah. Lagian ngapain di rumah. Males banget lihat muka bokap.
Ada urusan yang harus gue selesain terlebih dahulu.
Dengan mengendarai motor kebanggaan, gue melaju ketempat tujuan dengan kecepatan maksimal. Bisa dibilang, ngebut. Persetan dengan keselamatan dan kata orang. Emosi gue udah nggak bisa dibendung lagi.
Gue memarkirkan motor dengan asal di depan sebuah rumah mewah. Rumah ini sengaja di sewa sekelompok anak-anak SMA Ashiap untuk ngumpul dan kadang party. Gue juga kadang ikut ngumpul dan party disini. Tapi gue nggak termasuk dalam orang yang membayar sewa rumah ini. Males banget.
Begitu masuk, gue langsung disapa Ginjima, temen seangkatan gue yang jadi pelopor penyewa rumah gedong ini.
"Apa kabs Tsum, dah lama nggak mampir?"
"Jeni sama temen-temennya ada?"
"Ada noh. Barusan dateng. Mereka abis gelud? Mukanya pada bonyok—"
Mengabaikan bacotan Ginjima, gue melesak masuk kedalam rumah. Jeni and the geng lagi asik ngegosip di ruang tengah smabil nonton drama korea di TV. Gue nggak yakin mereka memperhatiin tuh layar TV.
"JENI!"
Yang dipanggil kaget. Dia langsung berdiri. Berlagak sok manis. Jijik banget.
"Yaampun, Atsumu apa kabar? Udah lama nggak main kesini. Kangen Jeni ya."
"Jijik tahu nggak!" Jeni nampak kaget. "Gue kesini Cuma mau ngasih tahu ke lo dan temen-temen lo. Jangan berani-berani lagi nyentuh kak [name]! Kalau lo berani ngelakuin hal itu, lo bakal tanggung akibatnya."
"Lo mau apa? Mau pukul gue, hah?!" Jeni sudah tidak lagi bersikap sok imut. Sifat cewek busuk ini akhirnya nampak juga. "Pukul aja! Cowok kok mukul cewek."
Sementara itu temen-temen Jeni mencoba menenangkan Jeni yang mulutnya makin nggak ke kontrol. Ginjima sendiri berkali-kali mencoba menarik lengan gue. Namun berkali-kali pula, gue berhasil menepis tangannya.
Dengan kasar, gue raih dagu Jeni agar mendongak menatap gue. Gue bisa lihat ketakutan dibalik sorot matanya yang berusaha tetap tegas. Pandangan kami beradu. Tiap detiknya ketakutan makin kuat tercermin dari kedua bola mata berlapis lensa berwarna abu itu.
"Gue punya cara yang lebih bagus buat ngehancurin lo, selain dengan fisik." Ah, gue malah menyeringai. Kasian Jeni, pasti makin takut. "Gimana ya jadinya kalau bukti kenakalan lo, gue kasih lihat ke keluarga lo? Hm...pasti menarik banget."
Jeni nampak panik. Namun beberapa detik kemudian, dia mencoba bersikap sok tegar. "Ka-kalau lo lakuin itu ke gue. Gue juga bakal ngelakuin hal yang sama!"
"Silahkan. Gue nggak peduli. Dan gue yakin, orang tua gue juga nggak peduli." Lagi, gue mnyeringai.
Kali ini Jeni bungkam. Cabe-cabean yang satu ini sudah kalah telak rupanya. Dengan kasar, gue lepasin cengkraman tangan gue dari dagunya. "Inget itu baik-baik," bisik gue, pelan tapi penuh penekanan.
Seketika, Jeni langsung terduduk di lantai. Ah gue paham, dia pasti takut banget.
"Satu lagi, kalau gue denger salah satu dari kalian ngejelek-jelekin kak [name] dari belakang. Gue bakal ngelakuin hal yang sama."
"Tsum, lo udah keterlaluan!" teriak salah satu temen Jeni yang nggak gue tahu namanya. Nggak penting juga sih inget nama dia.
"Kalian yang mulai bangsat!"
"Tapi kita juga yang jadi korban. Nih lihat!" ucapnya menunjuk bekas luka disudut bibir. "Cewek lo yang bar-bar, casing doang alim!"
Entah kenapa gue agak seneng pas dia ngomong kak [name] cewek gue. Tapi maaf aja, rasa senengnya nggak bisa ngalahin rasa kesel gue ke tuh cewek.
Gue melangkah mendekat ke cewek itu. "Sekali lagi lo ngata-ngatain kak [name], gue bakal buat kehidupan SMA lo sengara."
Semua bungkam. Tak ada lagi perlawanan. Dan gue pun melangkah pergi dari rumah itu. Saat gue udah diluar rumah, gue dapat mendengar Jeni menjerit macam orang frustasi. Senyum kemenangan pun refleks terukir di wajah gue.
"Tsum!"
Gue berhenti kemudian nengok kebelakang untuk memenuhi panggilan dari Ginjima.
"Harus ya sampai segitunya? Lo udah keterlalu." Ada emosi di nada bicara Ginjima.
"Harus." Gue menepuk bahu temen seangkatan gue. "Lo juga bakal ngerti kalau lo udah nemuin orang yang lo cintai."
*
Wa
Atsumu
kak, gimana?
Kok nggak dibales?
:(
Kak?
Atsumu khawatir banget,
Pengen tahu keadaan kk
Bales dong
Gue baik kok
Atsumu kesitu ya
Jangan!
Lah :(
Pokoknya jangan, awas lo kesini
Ok deh :(
Btw tsum...
Ya kak?
Gue mau bilang...
Apa?
Ah gajadi
Kok gitu, Atsumu udah penasaran
Lupakan
Nggak bisa
Lupakan blegug!
Atsumu ke rumah kk nih
Jangan!
Makannya kasih tahu
Itu...
Ya?
Makasih buat hari ini
...
Tsum?
Kak, kalau Atsumu nggak online lagi berarti Atsumu udah meninggoy
Alhamdulillah
╰TbC╮
Atsumu bucin :(
30 Desember 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro