Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Balas dendam

"Misi, kak Jeni ada nggak?"

Jeni yang lagi pake lipstik pun nengok kearah kepala yang nongol dari pintu kelas.

"Apa?" balasnya ketus.

"Kakak dipanggil pak pico ke ruang seni."

"Ada urusan apa?"

"YNGTKTS."

"Hah apasih, gajelas banget nih bocah!"

"Maksudnya saya nggak tahu apa-apa kak."

Dan setelah mendapat pesan dari Mai. Jeni langsung bergegas ke ruang seni. Pak pico emang nggak pernah main-main. Telat sedetik aja, nilai acamannya.

Begitu Jeni masuk keruang seni. Nggak ada siapa-siapa disana. Mana, ruang seni letaknya agak mojok dan jauh dari keramaian. Jadi agak serem gitu.

"Ck, si pico mana sih!"

Tidak ad angin, hujan, ataupun mr.money, pintu ruan seni tiba-tiba ketutup kenceng banget. Jeni langsung jengit kaget. Hampir latah nyebutin hal-hal jorok.

Panik, dia mencoba buka pintu. Tapi nggak bisa. Kayak ada yang nahan dari luar gitu.

Jeni makin takut saat denger suara krasak-krusuk di deket meja kerjanya pak pico.

"Woy buka woy!" teriak dia, suaranya bergetar takut. Kalau ada kamera mungkin dia udah melambaikan tangan.

"Buka woy!"

"Nggak usah panik Jen, itu bukan hantu kok."

Sontak, Jeni langsung menoleh kearah sumber suara. Rupanya [Name] lagi duduk anteng sambil senyum manis di meja kerja pak pico tadi.

"Bangsat, mau lo apa hah?!" teriak Jeni.

"Celana olahraga yang lo ambil, gue hibahin aja deh ke lo," ucap [Name] tenang.

"Siapa juga yang mau barang bekas lo. Nggak sudi!"

[Name] menghela napas, konon katanya menghadapi spesies makhluk seperti ini merupakan cobaan terberat. Doakan semoga anaknya pak Daisuke bisa menghadapi ini semua.

"Heh, bilangin ke antek-antek lo buat bukain pintu ini! Nggak lucu woy becanda kayak gini."

[Name] bangkit dari duduknya, berjalan dua langkah mendekat. "Candaan lo kemarin-kemarin juga nggak lucu, Jen."

Seketika tubuh Jeni membeku. Dia jadi ingat perbuatan Atsumu kemarin.

"Yang lo lakuin udah berlebihan."

Jeni masih bergeming.

"Tadinya gue mau maafin lo. Tapi, kayaknya gue nggak bisa sebaik itu deh. Biar  kapok, lo harus gue kasih pelajaran."

Kemudian [Name] mengeluarkan ponsel dari sakunya. Tersenyum lebar juga mengerikan. Membuat bulu kuduk Jeni meremang.

"Menurut lo, gimana jadinya kalau gue sebarin nomer lo ke grup om-om pedofil ya, hm?"

"Bangsat lo!"

"Oke bentar ya, gue share dulu..."

"Bambang bangsat berhenti--"

Dering notifikasi yang bertubi-tubi terdengar dari saku rok Jeni. Si pemiliki ponsel bergegas mengeceknya. Puluhan pesan mesum dari nomor yang tidak dia kenal membanjiri ponsel. Bahkan ada yang nekat sampai menelepon.

Jeni tidak berkutik. Ada perasaan takut yang membuatnya tangannya bergetar hebat. Mengakibatkan ponsel mahalnya jatuh keatas lantai.

"Gimana rasanya? Enak?"

"Bangsat lo! sialan, sialan, sialan!" teriakannya seolah bersaing dengan bunyi notifikasi yang masih terus berbunyi.

[Name] kian memperpendek jarak. Sesaat, ia memainkan ponsel kemudian jongkok mensejajarkan arah pandang dengan Jeni.

Pesan-pesan dari noner tak dikenal seketika terhenti. Arah pandang Jeni bergerak dari ponselnya yang sudah membisu ke [Name] yang berwajah serius.

Anak gadis pak Daisuke menghela napas. Ekspresi jahat diwajahnya hilang seketika.

"Tenang aja, tadi cuma boongan kok," ucapnya tenang. "Gue mau lo ngerasain apa yang gue alamin. Jadi gue nyuruh anak-anak MJ3 buat ngerjain lo. Maaf ya. Ah, atau harusnya gue nggak perlu minta maaf."

Jeni terdiam. Napasnya memburu liar. Matanya menatap nyalang pada lawan bicara.

"Gimana rasanya? enak?"

"Bangsat!"

"Takut kan? Nah itu yang gue rasain belakangan ini. Mana lo sampe nyimpen hp di ruang ganti juga. Parahnya sampe nyolong seragam olahraga gue. Gue nggak habis pikir sama tingkah lo Jen.

Sebenarnya apasih motif lo sampe ngelakuin hal kayak gini ke gue. Ada salah apa gue ke lo."

"Bacot," desisnya.

[Name] menghela napas. "Denger Jen, bisa aja gue ajuin masalah ini ke polisi.  Atau gue umbar ke twitter aja kali ya biar lo diserbu netizen yang maha benar. Tapi, gue nggak setega itu."

Tak ada lagi kata kasar yang keluar dari mulut Jeni.

Lagi, ia menghela napas. Nampaknya percuma berbicara dengan Jeni. Sudahlah, yang penting dia sudah membalaskan dendam. Masalah motif Jeni biar menjadi misteri saja. [Name] muak berurusan dengan manusia seperti Jeni.

"Guys, tolong buka pintunya dong."

Pintu pun terbuka menampakkan cewek-cewek perkasa MJ3. [Name] berjalan berani meninggalkan Jeni yang masih terpuruk di dalam ruang seni.

"U-udah selesai kak?" tanya Kanoka.

"Si Pico udah berisik aja dah. Pinjem ruangannya bentar doang," keluh Hana.

"Udah beres?" tanya Kiyoko.

Anggukan penuh keyakinan jadi jawaban. "Kayaknya dia nggak bakal berani lagi ngusik gue."

"Yuk jajan, laper nih!" seru Yukie.

"Nggak adil! Semuanya nggak adil!"

Teriakan Jeni membuat para ciwi menghentikan langkah lalu menoleh serempak kearah Jeni yang beraut murka.

"Dia kenapa?" tanya Milea.

"Stress kali," balas Mai.

"Kerasukan?"

"Nggak mungkin sih. Mana ada setan kerasukan setan."

"Ah iya!"

"Kenapa semuanya harus lo Bang?! Dari mulai MJ3 sampe Semi. Kenapa semuanya milih lo?!" teriakan Jeni menggema. "Cuma karena lo kaya dan cantik semua berpihak sama lo. Padahal... padahal gue juga berjuang. Tapi kenapa... kenapa..."

"Satu hal, karena Bambang nggak busuk kayak lo," ucap Kiyoko, berdiri didepan Bambang. "Sekali lagi lo nyakitin Bambang, gue nggak bakal tinggal diam."

Jeni langsung bungkam. Aura Kiyoko bukan main seremnya.

Pada akhirnya, mereka yang memelihara rasa iri dan dengki akan berakhir tercekik oleh perasaan itu.

*

Menurut info gosip yang dimiliki Mai. Dulu, Jeni pernah ikut audisi masuk MJ3. tapi karena suatu hal dia tidak diterima. Jeni yang sudah kepalang pede bakal diterima pun mencari-cari alasan kenapa dia bisa tidak diterima.

Saat melihat [Name] yang wangi uang pun prasangka negatif langsung muncul. Spekulasi kalau [Name] masuk MJ3 dengan menggunakan jalur belakang pun menganak diotaknya. Menghasilkan hal-hal buruk lainnya tentang [Name].

Kian hari kebencian Jeni makin membesar. Ditambah, [Name] yang sering jadi incaran cowok-cowok populer di sekolah.

Dan puncaknya adalah ketika Semi (cowok yang jadi incaran Jeni) mulai terang-terangan mendekati Bambang. Di perparah oleh anak-anak MJ3 yang membela Bambang.

Perasaan iri dan dengki tidak bisa ditumpuk lagi dan akhirnya meledak. Menghasilkan perbuatan tercela.

Mendengar penjelasan itu membuat [Name] pusing. Alih-alih ikut makan bareng seblak bareng temennya. Ia memutuskan untuk berbaring di kasur UKS.

Padahal [Name] selalu berusaha menghindari konflik dan hidup damai. Tapi kenapa semesta tidak berpihak padanya.

Capek.

"Permisi, paket."

Sontak, [Name] langsung bangkit dari posisi tidur. Menatap heran pada kepala yang menyembul daripintu.

"Beneran ada disini ternyata." si pengunjung masuk kedalam uks. Tak lupa menutup kembali pintu. "Nggak enak badan?"

"Nggak. Cuma agak capek aja."

"Tadi si Jeni nggak ngapa-ngapain kan?"

"Nggak. Justru dia nggak berkutik sama sekali."

"Syukur deh."

"Btw lo tahu gue disini dari siapa Tsum?"

"Tadi nanya ke Mai cs. Atsumu langsung kesini."

"Oh."

"Oh doang?"

"Ya terus gue harus apalagi?"

"Bilang makasih terus peluk Atsumu gitu."

"Dih najis. Dahlah sana, gue mau tiduran."

"Atsumu disini ya, nemenin kakak. Janji nggak bakal ngapa-ngapain kok."

"Dahlah terserah lo aja."

[Name] kembali berbaring, menarik selimut sampai menutup wajahnya. Suara kursi yang diseret terdengar. Atsumu tidak sesumbar ketika bilang akan menemaninya.

Mendadak, nafsu tidur [Name] minggat.

"Tsum?"

"Hm?"

"Nggak, cuma ngetes aja."

"Katanya mau tidur."

"Nggak ngantuk."

"Mau Atsumu nyanyiin lullaby?"

"Nggak, makasih."

Hening untuk sesaat.

"Kak, kalau ada yang mau kakak ceritain, cerita aja. Atsumu bakal denger kok."

[Name] langsung bangkit dari posisi tidur. Menatap Atsumu dengan wajah serius. "Tsum."

"Ya?"

"Kenapa ya banyak banget orang yang nggak suka gue."

"Atsumu juga heran. Kenapa ya banyak banget orang yang suka sama kakak. Kan saingannya jadi banyak. Menghaduh."

"Tsum, gue serius."

"Ya Atsumu juga serius."

Lantas, Atsumu menyibak selimut yang sedari tadi menutupi wajah [Name].

"Jangan terfokus sama mereka yang benci kakak. Fokus sama mereka yang mencintai kakak. Pembenci punya seribu satu alasan untuk membenci. Jadi percuma aja mikirin mereka."

Perlahan, kening keduanya bertemu. Memberikan jarak yang cukup untuk merasakan hembusan napas masing-masing.

"Hidup itu singkat. Jangan habiskan waktu kakak buat mikirin mereka. Mending kakak mikirin Atsumu aja."

"Tsum..."

"Hm?"

"Napas lo bau kadal bakar."

TbC




Halo,
Seneng banget masih banyak yang antusias dan nungguin book ini

Juga, komen kalian jadi penyemangat buat aku

Makasih kalian

Peluk dan cium untuk para pembaca book ini dimanapun kalian berada 💖✨


22 November 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro