Bahaya
"Pulang mau kemana Bang?" tanya Nachan.
"Biasa, mantau anak kelas 10 latihan."
"Yah..."
"Kenapa emang?"
"Semi ngajak main bareng lho."
"Ngajak gue juga?"
Nachan ngangguk.
"Maaf ya. Next time aja. Sampein maaf gue sama Semi." Gue senyum kecil. "Have fun Na."
Gue keluar dari kelas, sendirian. Si Milea minggat karena diajak ngapel. Sialan, padahal hari ini jadwalnya dia ngajarin anak kelas 10. Minta di anu tuh bocah.
Di jitak maksudnya.
"Halo kak [name], tambah hari tambah cantik aja."
Baru aja lepas dari pelajarn kimia yang bikin otak butek, ini kenapa pas keluar malah disapa muka Atsumu. Bisa nggak sih Atsumu diganti sama Shawn Mendes aja.
"Yuk, ke vrindavan," ajaknya masih sambil tersenyum.
Bodo amat, gue ngelangkah ngelewatin dia. Tentunya Atsumu nggak tinggal diam. Dia ngekor sambi manggil-manggil nama gue. Sialan, kan jadi tontonan.
"Tsum, diem bisa nggak?!"
"Bisa," katanya. "Tapi kak [name] jangan acuhin Atsumu."
Mendengus pelan. "Mau lo apa?"
"Jangan acuhin Atsumu." Mukanya macem kucing yang minta dikasih wiskas. "Atsumu emang salah soal kejadian kemarin, Atsumu nggak bisa nahan diri, Atsumu minta maaf."
Sial, dia malah ngungkit kejadian semalam. Otomatis muka gue langsung panas.
"Kak [name] boleh kok mukul Atsumu." Dia nunjuk pipi kanannya yang mulus. "Pukul lebih dari sekali juga nggak apa-apa. Atau kak [name] mau mukul ditempat lain?"
Gue kesel sama dia. Banget. Tapi kalau gini caranya malah jadi kasian. Sialan emang si Atsumu ini. "Udahlah, jangan bahas itu lagi."
"Kak [name] maapin Atsumu?"
"Hooh."
"Nggak mau ngejauh atau ngehindarkan?"
Gue diam, gue baik, gue solehah.
"Kak [name]?"
"Iya, iya!" kan gue sewot jadinya. "Lagian kalau gue ngehindar, lo bakal nyariin gue."
Atsumu nyengir kayak kudanil. "Tahu aja nih kak [name]."
"Berisik, mending kita buruan ke aula."
"Jangan dulu." Atsumu tiba-tiba aja megang tangan gue. "Jajan dulu yuk. Kan latihannya masih sekitar setengah jam lagi."
Gue mikir dulu. Kalau dipikir, memang lebh baik jajan dulu. Ngapain juga disana, pasti masih sepi. Bahaya kalau Cuma berduaan sama Atsumu. Mending jajan. Toh gue juga laper.
"Kuy!"
*
Di jam pulang sekolah emang banyak banget pedagang kaki lima yang mangkal. Ada cilor, cilok, cimol, bakso sapi, bakso ayam, bakso ikan, sampai tukang jasuke. Makannya dari pada kekantin atau koperasi, gue ngajak Atsumu jajan kesini.
"Kak [name] mau beli apa?"
"Lo?"
"Ngikut kak [name] aja."
"Hih..." Nyebelin banget Atsumu. "Terus juga, ini apaansih pegang-pegangan tangan. Lepasin woy!"
"Takut kak [name] di culik. Soalnya banyak yang ngincar kak [name]."
"Lepas!" gue sentil-sentil tangan Atsumu. "Lepas!"
"Ih apasih, sok iye banget. Sok cans."
"Dasar lonte. Kemarin semi sekarang Atsumu."
"Caper banget sih jadi orang."
"Najisin dih!"
Penging telinga gue. Ya gimana, mau nggak didenger tapi tetep aja masuk telinga. Udah gitu bukan Cuma satu dua orang yang ngomongin gue. Ini beberapa. Ada yang lagi jajan di mamang batagor, ada yang lagi duduk-duduk deket halte, ada yang lagi makan cilok didepan gerbang, dan masih banyak. Gue emang cuek, tapi kalau gini lama-lama risih juga.
Tiba-tiba aja Atsumu genggam tangan gue lebih erat. Ini bocah kenapa. Nggak bisa baca situasi apa gimana.
Niat buat marah sama Atsumu seketika hilang ketika dia tiba-tiba nyodorin ipodnya.
"Mending kak [name] dengerin musik aja." Dia senyum. "Nggak usah dengerin omongan orang-orang, oke?"
Dengan santuynya, Atsumu masangin ipod ketelinga gue. Sementara gue planga-plongo macem orang bego.
Bocah kuning itu senyum lagi. Sempat dia otak-atik ponsel apel bekas gigit keluaran terbaru miliknya. Mungkin lagu nyari lagu yang cocok.
Eh apa ini, kok lagunya begini. Kenapa dari sekian banyak lagu malah diputer yanga macam gini. Lagunya oppa nasar lebih baik dari ini.
Atsumu cuma senyum kecil.
Sialan, ternyata rekaman suara dia yang lagi nyanyi. Udah gitu fals banget. Tapi suara fals Atsumu lebih baik ketimbang suara sumbang netijen.
"Yuk jajan!"
"Hah?!"
"Ja-jan!"
"Hah?!"
"JAJAN KAK!"
Untuk pertama kalinya, Atsumu ngebentak gue.
*
Gue sama Atsumu nggak mampir ke vrindafan. Kita langsung ke aula aja. Soalnya gue takut di vrindafan ada anak-anak cowok angkatan gue. Ntar malah jadi bahan ejekkan. Kalau di aula paling isinya anak-anak kelas 10. Mereka nggak mungkin dong ngeledekin gue.
Pas buka pintu, gue kaget ini anak-anak kelas sepuluh malah lagi main power rangers. Si Noya jadi renger merah, Tanaka jadi ranger botak, kyotani ranger kuning, Mai jadi ranger pink, Taketora jadi ranger hitam, Aone jadi montersnya, terus Futakuchi jadi orang yang nyinyirin tingkah nyeleneh teman-temannya. Masa kecil mereka kurang bahagia atau gimana.
Tapi nggak apa-apasih. Gue lebih seneng mereka main-main gini ketimbang sibuk sama hp masing-masing. Kan enak, jadi bisa lebih akrab.
"Halo kak Bambang!"
Siap siaga, Atsumu langsung berdiri didepan gue. Matanya menatap sinis si penyapa.
"Dih sinis banget. Gue cuma mau nyapa kak Bambang kok Tsum. Tenang aja."
"Lo buaya!"
"Tsum jangan berlebihan gitu coba," kata gue. "Terushima kan Cuma mau nyapa."
"Tapi kak, dia ini suka modus gitu."
"Lo kira gue bakal kena modusnya." Gue lalu jalan ninggalin mereka berdua terus ikut gabung bareng Kanoka, Kaori, Shirabu dan Kawanishi yang lagi duduk dilantai sambil ngobrol ringan.
"Kalian nggak jajan?" tanya gue.
Kanoka geleng malu-malu. "Diet kak."
Badan udah sebagus gitu aja diet. Mau apalagi sih tuh bocah. "Lo masih muda. Jangan nyiksa diri sama diet gitu. Dari pada diet-diet, mending lo rajin olahraga."
"Kak, Bambang suka olahraga?" tanya Kaori.
"Hmm... gue kadang zumba sih."
"Sama kak!" Kaori excited banget. "Lain kali zumba bareng yuk! Kanoka juga ikut ya!"
"E-eh, boleh."
"Gue?"
Kaori natap sinis Shirabu. "Nggak, ini khusus ciwi-ciwi."
"Shir, lo ganti kelamin dulu biar boleh join," kata Kawanishi.
"Nah mantep tuh. Nanti jadi Lucinta Shirabu." Kaori ngakak kenceng.
"Sialan lo bedua!"
"Halo semua..."
Perhatian kami dicuri Enoshita yang baru dateng. Dia nggak datang sendiri, dibelakangnya ada Ulf yang datang sambil narik Sakusa.
Nani?!
"Ngapain lo bawa manusia sok suci itu?" Terushima langsung sinis.
"Tenang... kalem dulu bray..." kata Enoshita.
"Nggak mau tenang, maunya di goyang!" teriak Noya.
"Sakusa ya?" gue berjalan mendekat. Sakusa Cuma ngangguk singkat. "Mau join MJ3?"
Dia geleng. "Cuma mau liat."
Ulf narik tangan gue, terus berbisik, "Nanti gue sama Eno jelasin kak."
"Heh ngapain lo disini, hah?!" Taketora nyosor ke Sakusa. Sakusa mundur-mundur. "Mau ngecenging MJ3 lagi?!"
Aone tarik kerah belanag seragam Taketor. "Jangan. Semua teman," kata Aone.
"Jadi gini guys," kata Eno. "Sakusa mau liat dulu gimana eskul kita. Kalau emang berkenan di hatinya, dia bakal join."
"Semoga nggak berkenan," doa Tanaka. Dan diaminkan oleh trio jamed juga ana-anak kru, kecuali Aone.
Walau setengah disambut, Sakusa kelihatan cuek aja.
"Nggak perlu sungkan ya," kata gue. "Anak-anak sini emang gitu. Tapi sebenarnya mereka baik kok."
Sakusa Cuma ngangguk ragu-ragu.
Tiba-tiba aja Atsumu narik gue buat berdiri di belakangnya. Saking kencengnya dia narik gue, hampir aja gue jatuh. Untung gue strong. "Tsum!"
"Jangan deket-deket kak [name]!" ancam Atsumu.
Kesel, gue langsung mukul punggung Atsumu pakai tangan kiri. Nggak terlalu kenceng sih, tapi cukup menarik perhatian si kuning. "Apaansih lo, bikin malu aja."
"Atsumu Cuma ngasih peringatan ke dia."
"Mana ada Sakusa deketin gue! Gue yang ngajak dia ngobrol pertama kali."
"Tapikan bisa aja si kang masker ini baper terus—"
"Stop!" sumpah ya, gue jadi malu sendiri. Mana tatapan Sakusa nggak biasa gitu. Nasib punya junior tak berakhlak memang. Gue sentak tangan Atsumu. Terus jalan keluar.
"Hayuloh Atsumu, kak Bambang marah."
"Cie yang ntar malem nggak dikasih jatah."
"Mampus lo Tsum!"
"Dukung kak Bambang mencapakan Atsumu!"
"Anjim kalian!"
Atsumu ngekor dibelakang gue sambil terus manggil-manggil. Gue acuh Terus aja jalan sampai keluar aula.
"Kak, jangan marah!" lagi, Atsumu menangkap pergelangan tangan gue.
"Tsum, lepas. Gue harus pergi."
"Jangan pergi, maafin Atsumu. Janji nggak bakal gitu lagi."
"Tsum lepas!"
"Nggak!"
"Tsumu lepas, gue kebelet boker!"
Aish, udah di pucuk juga.
*
Sambil nyuci tangan di westafel, gue mempertimbangkan buat balik ke aula lagi atau nggak. Pasalnya, gue malu ketemu Atsumu. Aish, malunya masih berasa banget.
Gue natap pantulan diri dicermin. Sedikit merapihkan baju dan rambut. Hadapi aja, [name]. Toh Cuma Atsumu. Lagian boker kan emang manusiawi.
"Eh, ada siapa nih?"
"Bau lonte, bau lonte."
"Apasih pake ngaca segala, sok cantik banget."
"Sialan, mukannya jelek banget kalau dilihat langsung."
Dari cermin, gue bisa liat ada empat cewek yang berdiri congkak di belakang. Gue nggak tahu siapa mereka. Tapi salah satu dari mereka sering banget natep sinis setiap gue lewat.
Gue cinta damai. Nggak mau nyari ribut. Jadi gue memilih buat langsung pergi. Diam bukan berarti pengecut. Gue cuma berpikir, ini semua nggak ada untungnya kalau gue ladenin.
"Akh!"
Sial banget, mereka malah jambak rambut gue.
"Eh eh, mau kemana nih?"
"Lepas!" desis gue. "Gue nggak ada urusan sama kalian."
Rambut gue ditarik makin kenceng. "Dih, jangan gitu. Kita ngobrol dulu yuk. Kita bahas, lo pakai pelet apa sampai Semi bisa suka sama lo."
Masalah semi rupanya. Padahal kan Semi sukanya sama orang lain. Kok gue yang kena. Kampret emang. Sial, mana ini ngejambaknya kenceng banget. Gue teriak juga nggak di gubris. Nekat, gue cakar tangan cewek tadi. Untung kuku gue panjang. Berhasil, rambut gue udah lepas.
"Denger ya, gue sama Semi nggak ada apa-apa!" niat mau langsung pergi. Tapi salah satu dari mereka udah ngehadang di pintu keluar.
"Sialan lo! Beraninya nyakar tangan gue!" Cewek tadi histeris, macam orang kerasukan maung. "Pegangin si lonte!"
Dua dari mereka megangin gue. Sialan. Mana badan mereka gede terus montok. Ah, gue nggak bakal bisa menang.
"Udah diem, jangan banyak protes. Gue mau ngasih pelajaran ke lonte macam lo."
Sialan!
╰TbC╮
30 November 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro